(Artikel ini diambil dari rumahinspirasi.com)

Pada waktu sekolah di SD dulu, kita dulu diajarkan peribahasa “berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.” Prinsipnya, kesediaan bersusah payah dan menunda kebahagiaan, demi masa depan yang bahagia.
Prinsip itu sudah seperti menjadi kebenaran umum, yang menginspirasi kita bekerja keras dan rela mengerjakan hal-hal yang tak membahagiakan, demi masa depan yang lebih baik.
Pertanyaannya, mungkinkah kita melihat kebahagiaan dengan cara lain? Bisakah kita menggapai kebahagiaan di masa datang dan prosesnya tetap membahagiakan? Dalam konteks pendidikan anak, bisakah keberhasilan pendidikan anak diperoleh dengan cara menyenangkan dalam proses belajarnya?
Aku percaya itu bisa.


Kebahagiaan adalah sikap hati
Walaupun kondisi eksternal sangat mempengaruhi diri, sesungguhnya kebahagiaan adalah buah dari sikap hati kita. Peristiwa yang sama bisa memiliki makna dan rasa hati yang berbeda. Masalah dapat menjadi inspirasi kelapangan hati (positif), kemenangan bisa menjadi sumber ketidakpuasan (negatif).

Itulah sebabnya, spiritualitas di dalam agama apapun selalu menempatkan kelapangan hati (ikhlas) dan rasa terima kasih (syukur) sebagai pondasi kehidupan yang bahagia. Sebab, kebahagiaan itu perkara hati, bukan materi dan hal-hal eksternal.
Jadi, sebenarnya kebahagiaan itu lebih merupakan tanggung jawab pribadi kita. Itulah sebabnya, penting untuk membangun keikhlasan dan syukur sebagai pondasi kehidupan kita dan anak-anak kita agar kehidupan kita (dan mereka) selalu penuh kebahagiaan.

Kebahagiaan adalah proses sekaligus hasil
Kalau kita menunda kebahagiaan di dalam proses yang kita jalani, kemungkinan besar pada saat berhasil kita tetap tak akan bahagia. Sebab, kebahagiaan yang sifatnya eksternal itu sebenarnya bersifat ilusi. Mungkin kita merasakan kenikmatan, tetapi kenikmatan itu diliputi oleh ketakutan kita akan kehilangan faktor eksternal tersebut.

Jadi, kita tak perlu menunda kebahagiaan. Kita bisa berbahagia sekarang, apapun kondisi eksternal yang kita alami. Kalau anak-anak tertekan dalam proses belajar, berarti ada sebuah hal yang salah. Mungkin materinya tidak membahagiakan, bisa juga anak tidak menemukan sudut pandang yang benar dalam pembelajarannya.

Belajar itu menyenangkan
Filosofi berakit-rakit ke hulu memberikan dorongan kita untuk bekerja keras. Itu adalah tuntunan yang benar. Sekarang tinggal menambahkan bahwa bekerja keras itu bukan sebuah hal yang menyakitkan. Belajar itu bukan merupakan beban, tetapi sebuah kebahagiaan karena ada kepuasan dan imbalan intrinsik di dalam proses itu.

Bagaimana membuat kerja keras dan belajar itu menjadi sebuah kesenangan dan kebahagiaan? Itulah tantangan kita sebagai orangtua/guru. Ada tentang materi, metode, sudut pandang, dan lain-lainnya.
**
Kalau boleh menambahkan peribahasa “berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian”, aku ingin melengkapinya dengan peribahasa baru: “Ke pasar beli arang, kembali bawa udang. Belajar dengan riang, berhasil tanpa curang.”

date Monday, September 10, 2012




Memuji anak adalah sebuah pekerjaan seni, bukan pekerjaan eksak yang bisa ditentukan rumusnya. Efektivitas pujian tak hanya ditentukan oleh cara kita memuji, tetapi juga dipengaruhi oleh karakter anak dalam merespon pujian.
(Artikel ini diambil dari rumahinspirasi.com)


Ada anak-anak yang dipuji sedikit sudah langsung bersemangat. Ada anak yang membutuhkan banyak pujian supaya semangat. Tetapi, ada juga anak-anak yang justru jadi tak semangat kalau terlalu banyak pujian.

Berikut ini beberapa tips tentang pujian kepada anak:

   

Hindari memuji berlebihan
Puji secukupnya. Jangan terlalu banyak. Jangan menjadi pemujaan pada anak sehingga sedikit-sedikit yang dilakukan anak, Anda langsung memujinya. Terlalu banyak pujian akan menjadikan pujian kurang berharga dan tidak bermakna. Anak juga jadi malas untuk mengembangkan potensi dirinya.


Puji untuk usaha anak
Fokuskan pada usaha, bukan hanya pada hasil. Terkadang, hasil yang diperoleh anak belum sempurna, tetapi niat dan usahanya bagus. Puji perjuangan dan usaha anak. “Terima kasih sudah menolong Mama membereskan tempat tidur.”


Puji secara spesifik, bukan umum
Berikan pujian untuk usaha yang dilakukan anak, bukan untuk anaknya sendiri. Lebih baik mengatakan pujian “prakarya buatanmu keren” daripada memuji “kamu anak yang pandai”.


Pujian bukan toleransi kegagalan
Ketika anak gagal, pujian pada usaha anak dapat menolong anak untuk mengatasi kekecewaannya. Tetapi pujian tetap harus dapat berfungsi memicu anak untuk menjadi lebih baik di waktu yang lain. Jangan sampai, anak merasa bahwa keberhasilan dan kegagalan adalah dua hal yang sama saja.


Pujian tak hanya kata-kata
Pujian tak hanya diwujudkan dengan kata-kata verbal. Pujian bisa ditunjukkan dengan acungan jempol, tepukan bahu, senyuman, belaian di rambut, dan sebagainya. Walaupun Anda tak mengatakan apa-apa, anak tahu bahwa Anda sedang menunjukkan pujian Anda.


Dorong anak memuji orang lain
Supaya anak tak egois dan hanya berfokus pada dirinya sendiri, perlihatkan contoh dengan memuji anak lain atau karya lain di depan anak Anda. Lakukan pujian kepada siapapun yang berhak dipuji: pasangan, adik, tetangga, pembantu, atau siapapun. Sesekali minta anak untuk berpendapat dan mengapresiasi karya/prestasi anak lain.

date

(Artikel ini diambil dari rumahinspirasi.com)

Kreativitas adalah sebuah bagian penting dalam proses pendidikan anak. Apalagi pada masa seperti sekarang ini.
 
Kualitas pendidikan tak diukur dari seberapa banyak materi yang dihafal anak dan kemampuannya mengerjakan soal, tetapi melalui kualitas-kualitas yang lebih substansi seperti kemampuan mengambil keputusan, kreativitas anak, ketrampilan berkarya, moralitas, dan lainnya.

Kreshna Aditya, salah seorang pemrakarsa Bincang Edukasi, membuat slideshow yang menarik tentang kreativitas anak, dari masa ke masa, saat anak usia dini hingga remaja.
Mengutip sebuah penelitian, Kreshna menuliskan bahwa “82% anak usia 5-6 tahun memiliki citra positif akan kemampuan belajarnya. Artinya cuma 18% yang nggak pede. Pada anak usia 16 tahun, angka ini justru berbalik. Proporsi anak yang memiliki citra positif akan kemampuan belajarnya justru turun drastis menjadi hanya 18%.”
Berikut ini slideshow tentang Kreativitas Anak karya Kreshna Aditya:

Lalu bagaimana menumbuhkan dan mendidik kreativitas anak?

Berikut ini beberapa tips mendidik kreativitas anak:

a. Bangun ruang yang kondusif untuk anak
Jadilah keluarga yang demokratis yang memberikan ruang besar untuk anak. Orangtua membuat koridor dan batasan tentang yang cukup longgar untuk membuat anak tidak takut bertanya, berpendapat, dan mencoba sesuatu. Suasana keluarga yang nyaman adalah atmosfir utama untuk kreativitas anak dan mendidik anak-anak menjadi kreatif.


b. Beri kesempatan dan dorongan untuk kegiatan di luar pelajaran
Dorong anak untuk tak hanya fokus pada pelajaran di sekolah, tetapi juga menekuni hal-hal yang menarik minatnya. Menekuni hobi dan hal-hal yang disukai dapat membantu anak menjadi lebih santai dan kreatif.


c. Dorongan lebih banyak daripada larangan
Anak memang perlu dijaga dari hal-hal yang berbahaya. Itulah sebabnya orangtua sering mengatakan larangan-larangan pada anaknya. Tetapi jika tak ada bahaya pada hal yang dilakukan anak, sebaiknya orangtua mengurangi kata-kata larangan yang mencegah anak untuk berinisiatif dan mencoba sesuatu. Ruang dan dorongan untuk inisiatif yang spontan adalah bagian dari proses pendidikan kreativitas anak.


d. Apresiasi inisiatif dan kerja keras anak
Ketika anak melakukan sebuah inisiatif, kendatipun belum sempurna, berikan dorongan dan pujian untuk inisiatifnya. Juga berikan pujian untuk kerja keras yang dilakukannya. Ini penting dan harus dilakukan dengan tulus. Usai memberikan apresiasi yang tulus, barulah Anda memberikan masukan untuk meningkatkan kualitas karya mereka. Dengan dorongan dan apresiasi, anak merasa nyaman untuk berinisiatif, mencoba, dan berkarya.


e. Perbesar toleransi pada kesalahan dan ketidaksempurnaan
Kreativitas berarti kesempatan banyak mencoba. Banyak mencoba memberikan peluang untuk melakukan kesalahan dan pemborosan. Jika menginginkan terpeliharanya kreativitas anak, toleransi saat anak melakukan kesalahan dan ketidaksempurnaan perlu diperluas karena nilai-nilai kreativitas adalah orisinalitas dan keunikan, bukan efisiensi.


f. Ekspose pada keragaman
Paparkan anak pada produk, proses, dan lingkungan yang heterogen. Keragaman membuka wawasan dan membongkar kesempitan berfikir. Keragaman memperluas dan menambahkan khazanah hati dan pikiran pada anak.


date

(Artikel diambil dari parenting.co.id)

Makanya, Anda perlu lebih seksama memperhatikan anak," kata Alan Kazdin, Ph.D., profesor psikologi dan psikiatri anak di Yale University Child Conduct Clinic. Jika anak Anda stres, ia mungkin saja:

Terlihat ketakutan. Tidak seperti biasanya, ia takut pada kegelapan, anjing, atau monster, dan mengalami banyak mimpi buruk.
Bertingkah seperti bayi. Ia mungkin mengalami kemunduran bicara seperti bayi, mencari kenyamanan dengan selimut, menghisap jempol, atau mengompol walau sudah terlatih ke toilet.
Mengekor Anda ke mana-mana. Stres membuat anak tidak mandiri, ujar psikiater anak, Elizabeth Berger, M.D., penulis Raising Children With Character. Anak Anda mungkin akan lebih 'menempel', meminta Anda membantunya dalam berbagai hal yang sudah dikuasainya, atau menyelusup ke dalam ranjang Anda di malam hari.
Sangat rapuh. Tanda-tanda dari gampang tersinggung, seperti tidak sabaran, tidak mau berbagi, marahnya meledak-ledak, berkelahi dengan saudaranya, terus memburuk. Jika tidurnya terganggu, ia akan lekas marah.
Mengeluh sakit. "Sakit perut adalah tanda paling klasik," tutur Dr. Berger. Anak Anda mungkin saja kehilangan nafsu makan, sembelit atau diare, atau sakit kepala.
Bilang “Aku tidak mau.” Anak tidak mau bermain dengan siapapun atau pergi ke sekolah, ujar Michael Brody, M.D., juru bicara American Academy of Child and Adolescent Psychiatry. Ia mungkin saja terlihat tidak fokus, berpindah dari satu aktivitas ke aktivitas lain Ð atau bahkan sulit memusatkan perhatian pada acara TV favoritnya.

Bagaimana cara membantunya?
Karena anak-anak lebih memilih diam, cari tahu segera pemicu stresnya. Apakah ia terganggu oleh berita di koran atau TV? Tanyakan seputar teman, guru, atau pengasuhnya, misalnya, "Kamu main sama siapa pada jam istirahat?" Jika ia mulai membuka diri, beri respons berupa menunjukkan Anda siap mendampinginya, membuatnya nyaman, serta akan melindunginya, kata Dr. Berger. Jika jawabannya kurang memuaskan, tanyakan pada guru, pengasuh, dan orangtua lain.

Anda patut khawatir jika stres terus berlanjut. "Sesekali anak akan menunjukkan tanda ini," ujar Dr. Berger. Jika ia kehilangan rasa senangnya sampai lebih dari seminggu, ini berarti sesuatu yang lebih serius mungkin sedang terjadi. Tanyakan dokter anak kemungkinan merujuk ke psikolog anak.
Cara terbaik untuk membantu: Hujani kasih sayang dan perhatian, terutama saat tidur. Memperbanyak perasaan cinta dan memahami keinginannya akan membantu si kecil merasa lebih aman.

date

(Artikel ini diambil dari parenting.co.id)

 
Menggigit merupakan salah satu kebiasan anak, terutama usia balita. Tapi, apa yang harus dilakukan bila anak Anda digigit teman atau anak sebayanya?
Jika anak menjadi salah satu sasaran anak lain meluapkan kemarahannya, lakukan ini.

- Cuci bekas gigitan dengan sabun dan air, walaupun kulit tidak terluka. Jika terluka, gunakan salep antibiotik dan gunakan plester.

- Kenali gejala efeksi akibat luka, seperti kulit kemerahan ataupun demam tiba-tiba. Bila gigitan cukup dalam, ajak anak ke dokter agar bisa diberikan obat tepat untuk cegah infeksi. (Penulis: Cheryl Pricilla Bensa)

date

(Artikel ini diambil dari parenting.co.id)

Hindari pemikiran bahwa anak masih terlalu kecil mengenal disiplin. Disiplin perlu, lho, diterapkan sejak usia dini. Mulai usia 1-2 tahun atau biasa disebut dengan masa toddler, anak butuh batasan dan lingkungan yang jelas strukturnya.

Di usia 1-2 tahun anak sedang ingin mencoba sejauh mana ia bisa menguasai, mengatur atau memanipulasi lingkungan sekitarnya. Jika tidak ada batasan, anak akan belajar melepas keinginan sesuka hati. Jadi percayalah bahwa batasan atau aturan itu perlu, bahkan sejak dini.

Anak perlu tahu, ada batasan yang tidak boleh ia lewati, ada aturan yang harus ia ikuti. Ini juga nanti akan berdampak ketika anak mulai memasuki lingkungan sekolah. Dengan adanya aturan, anak juga akan merasakan adanya kepastian, dan ini akan memberikan rasa aman dan nyaman. Selain penerapan aturan konsisten, tentu diperlukan juga langkah-langkah disiplin lainnya yang pas untuk anak seusia ini. Berikut di antaranya:

- Time-out, prinsipnya adalah menghentikan atau mengeluarkan anak dari aktivitasnya karena perilaku kurang baik yang ia lakukan. Mengingat anak balita cenderung sulit diam, untuk kelancaran time-out Anda perlu menghentikan aktivitas Anda sendiri untuk menemani anak di sudut time-out selama waktu ditentukan.

Berapa lama? Waktu yang dianjurkan adalah satu menit untuk setiap tahun usia anak, misalnya 2 tahun, ya, 2 menit. Anak perlu merasakan time-out ini dengan diam di sudut dan tidak melakukan apa-apa. Temani anak dengan memunggunginya agar anak tidak merasa justru Anda menemani dan mengajaknya bermain. Lakukan ini secara konsisten dan anak pun akan mengerti konsep time-out ini.

Jangan lupa lakukan segera setelah perilaku negatif anak muncul. Anda juga bisa melakukan sebaliknya, misalnya anak membanting mainan sehingga rusak, Anda bisa memberikan time-out pada mainan tersebut artinya anak tidak boleh memainkan mainan tersebut selama waktu yang ditentukan.

- Pengalihan perhatian. Untuk anak yang masih sangat belia, terkadang lebih mudah menghentikan perilaku negatifnya dengan cara mengalihkan perhatiannya pada hal lain. Misalnya, ketika anak ingin memegang barang elektronik yang dikhawatirkan akan berbahaya, alihkan perhatian anak ke hal lain seperti mainan favoritnya. Anda juga bisa membawa anak berjalan keluar sehingga ia lupa akan tujuan awalnya.

- Mengabaikan perilaku tantrum. Ini terkadang agak sulit dilakukan para orangtua mengingat tantrum pasti hadir dalam bentuk emosional sehingga orangtua juga bisa ikut terpancing emosinya. Kendati sulit, anak perlu belajar bahwa dia tidak bisa mendapatkan keinginan dengan cara tantrum.

- Memberikan ketegasan positif pada anak. Cara ini seringkali lebih efektif daripada memberikan hukuman terhadap perilaku negatif anak. Anak Anda sebenarnya sedang berusaha 'mendata' mana saja dari perilakunya yang mendapatkan perhatian dari Anda. Oleh karena itu, berikan perhatian berupa pujian ketika anak melakukan sesuatu positif, maka kelak perilaku ini juga akan cenderung diulang anak karena dia tahu Anda akan memberikan perhatian padanya.

date
comments

(Artikel ini diambil dari pengembangandiri.com)

Apa itu parenting? Apa ya bahasa Indonesia yang sepadan dan benar-benar mewakilkan kata parenting? Atau mungkin yang terpenting apa sih yang ada di benak saya ketika kata ini terucap?

Mungkin pertama kali yang terlintas adalah kalimat ‘pengasuhan anak’.
Tetapi apa iya definisinya sesederhana itu?
Bagi saya pribadi memang agak sulit untuk me-label atau mendefinisikan suatu hal, seperti parenting ini, yang terasa begitu kompleks dan abstrak. Definisi rasanya seperti berusaha untuk membatasi suatu hal pada rangkaian kata tertentu, padahal mungkin hal tersebut tidak sedemikian sederhananya dan memiliki begitu banyak kekayaan arti.

Jadi bagaimana kalau saya coba ilustrasikan saja?

Oke… Ilustrasi saya sebagai berikut : parenting itu seperti layaknya sebuah hobi yang terus-menerus kita lakukan tetapi pada satu titik merasa bosan lalu istirahat sejenak namun kemudian merasa ada yang hilang dan akhirnya kembali melakukan hobi tersebut.

Ketika pada satu titik dalam kehidupan ini, kita diberikan kesempatan untuk ‘mendapatkan’ seorang manusia cilik, saya yakin seluruh hidup kita pasti turut berubah.

Kita belajar untuk bangun di tengah malam buta, di tengah-tengah mimpi indah, karena ada yang menangis berteriak-teriak lapar. Kita belajar untuk siap siaga 24 jam akan panggilan darurat yang siap menghentak kapan saja. Kita bahkan belajar untuk membersihkan tinja yang dulu mungkin rasanya jijik sekali, namun seiiring dengan waktu tugas yang menjijikkan tersebut jadi terasa begitu dekat dengan kita.

Pada masa-masa itu, saya yakin kita akan berpikir, “duh… kapan ya gedenya, jadi bisa mandiri sendiri”.
Namun ketika masa ‘gede’ itu tiba, apa iya pekerjaan kita selesai?.

Tampaknya, dan tentunya!, tidak.

Masalah baru timbul. Pelajaran baru juga datang.

Kita jadi belajar untuk berlari 10 putaran hanya karena mengejar mereka demi memasukkan sesendok nasi. Kemudian 10 putaran lagi untuk suapan berikut, dan begitu seterusnya sampai kemudian rasanya kita sudah mampu ikut olimpiade lari nasional. Mimpi-mimpi indah kita juga tetap mungkin terpotong di tengah karena ada yang merengek minta ditemani ke kamar kecil. Hanya saja mungkin sekarang kita sudah lebih ahli dan terbiasa dengan hal tersebut meskipun masih sambil menutup mata berjalan menuntun tangan mungilnya ke kamar kecil. Kita jadi belajar untuk pintar menjawab secara instan terhadap pertanyaan-pertanyaan dadakan yang sebagian besar justru datang di saat kita paling tidak siap.

Kemudian lagi… dan lagi… dan lagi… pelajaran itu datang silih berganti.

Kita selalu berdoa akan saat-saat tenang. Saat dimana kita dapat menikmati waktu tanpa rentetan pertanyaan, tanpa berondongan permintaan tolong, tanpa teriakan marah, tanpa cibiran tak setuju. Saat dimana kita bisa berbaring dengan tenang, menguyah menelan makanan dengan damai, menonton televisi tanpa ada yang merebut remote-nya.

Tetapi berapa lama kita betah dengan kondisi tenang tersebut?
Satu jam? Satu hari? Satu minggu? atau satu bulan?

Pasti akan tiba satu titik, dimana kita kembali merindukan segala kekacauan tersebut.

Kenapa? Karena segala kekacauan tersebutlah yang memberikan segala keindahan dalam hidup kita. Dan segala kekacauan itulah yang justru menawarkan beragam hal tak ternilai harganya.

Bayangkan ucapkan terima kasih yang meluncur dari bibir mungilnya.
Bayangkan tangan yang terasa begitu kecil sekali dalam genggaman tangan kita.
Bayangkan tawa lepas polosnya yang begitu sederhana menertawakan mimik lucu kita.
Bayangkan detak jantung dan setiap tarikan napasnya dalam pelukan kita.
Bayangkan pipi montoknya yang selalu bergerak naik turun ketika menguyah makanan.
Bayangkan ciuman-ciuman penuh kasih yang begitu tulus untuk kita.
Bayangkan pelukan erat yang rasanya tidak tertukar dengan apapun di dunia ini.

Bayangkan kesempatan bagi kita untuk berkembang dan belajar dalam berbagai aspek kehidupan ‘hanya’ karena kehadiran seorang manusia cilik dalam hidup kita!

Rasanya semua akan setuju jika saya katakan parenting bukan hal yang mudah.
Dan saya yakin tidak akan ada yang bisa secara sempurna melakukan pekerjaan ini.

Namun saya pribadi, bersyukur telah mengambil pekerjaan ini sebagai sebuah hobi yang saya lakukan dengan penuh cinta dan kasih. Walaupun saya mengakui ada masa dimana rasanya saya ingin melepas hobi ini. Tetapi percayalah masa tersebut berlalu dengan cepat. Saya ketagihan dengan hobi ini dan tampaknya tidak bisa lepas terlalu lama darinya. Pekerjaan ini telah menjadi suatu pekerjaan yang begitu menyenangkan dan memberikan ‘penghasilan’ yang jauh lebih besar dari penghasilan Bill Gates sekalipun.

Saya pun tentu tidak sempurna dalam melakukan pekerjaan ini, tetapi saya bersyukur karena manusia cilik yang ada dalam hidup saya juga tidak pernah meminta saya untuk sempurna. Dengan segala kekacauan yang telah hadir seiring dengan tibanya manusia cilik dalam hidup saya, saya justru merasakan memiliki hidup yang sempurna. Kita belajar bersama dan mencintai bersama.

Agaknya parenting telah menjadi berkah tak terhingga yang pernah datang dalam hidup saya dan semoga demikian pula adanya (atau akan adanya) dengan Anda.

date Thursday, September 06, 2012

Blogger templates

Blogger news

ChickenChickenChickenChicken ChickenChicken