PARENTING
(BERCERITA
PADA ANAK)
BERCERITA ITU APA SIH?
Bercerita adalah sebuah kegiatan menyampaikan sebuah kisah atau cerita kepada anak-anak. Kisah/cerita disampaikan melalui kata-kata, bisa diselingi lagu atau humor lucu. Bercerita adalah sebuah kegiatan seru! Sebab, semua anak di seluruh dunia menyukai kegiatan ini. Anak-anak lebih suka jika cerita disampaikan oleh ibu, ayah, paman, bibi bahkan nenek dan kakek mereka. Anak-anak juga merasa senang di dalam kelasnya, jika para guru / pamong juga bercerita setiap hari. Pembawa cerita bisa satu orang atau dua orang. Seru juga kalau mendengar ibu dan ayah bercerita berdua, seperti penyanyi sedang berduet. Cerita bisa disampaikan kapan saja, yang penting pada saat anak-anak sudah siap mendengarkan cerita. Boleh siang, sore maupun malam hari sebelum tidur. Tidak ada peraturan kapan kegiatan bercerita harus dilaksanakan. Semakin sering ibu dan ayah bercerita semakin baik bagi pertumbuhan anak-anak.
Kegiatan bercerita dalam keluarga
atau kelas, persis seperti kegiatan berbincang – bincang atau “ngobrol” biasa.
Tapi, dalam bercerita ada beberapa tokoh yang dibicarakan. Tokoh tersebut
mengalami sebuah pengalaman atau kejadian yang menarik untuk didengar oleh
anak-anak. Pengalaman yang dialami oleh sang tokoh harus sesuai dengan usia
anak. Kalau pengalamannya terlalu seram sebaiknya jangan diceritakan kepada
anak-anak usia balita (bawah lima tahun). Nanti anak-anak malah ketakutan atau
menangis.
Pengalaman si tokoh utama diceritakan
dengan kata-kata dan kalimat-kalimat yang menarik di telinga anak-anak.
Bahasanya jangan terlalu susah. Kalau anda bercerita seperti orang berpidato,
anak-anak pasti bosan.
Jika ada anggota keluarga yang bisa
memainkan suara seperti dalang, anak-anak pasti lebih suka. Tapi, kalau tidak
bisa, tidak usah kecil hati! Hal terpenting dalam kegiatan ini, semua keluarga
harus menikmatinya. Suasana bisa jadi tegang, sedih atau penuh dengan canda
tawa.
Kegiatan ini pasti akan menjadi kenangan yang paling indah
bagi anak-anak.
APA SIH GUNANYA BERCERITA?
Pasti ibu dan ayah bertanya, apa
gunanya bercerita? Coba perhatikan! Jika ibu dan ayah bercerita, pasti ia akan
duduk tenang dan konsentrasi penuh pada cerita yang disampaikan. Nah, duduk
tenang, konsentrasi dan mendengarkan secara cermat adalah sebuah ketrampilan
bagi para batita (bawah tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun). Mendengar
itu sama pentingnya dengan berbicara. Kelak ketika si kecil sudah besar, ia
akan mampu mendengarkan guru di kelas dengan baik dan benar.
Selain itu, anak tanpa sadar, mempelajari
kata-kata baru dari cerita cerita yang disampaikan. Mulai dari kata-kata yang
mudah hingga yang sulit. Kalau sudah punya banyak simpanan kata-kata, otomatis
si kecil menjadi lebih pandai berbicara ketimbang anak yang tidak pernah
mendengar cerita dari keluarganya. Ibu dan ayah pasti akan bangga sekali
mendengar “ocehan” si kecil dengan kata kata barunya.
Mendengarkan cerita juga memberikan
rangsangan kepada anak untuk memperoleh cerita baru setiap hari. Si kecil akan
semangat belajar membaca, karena anak menyadari akan mendapatkan banyak cerita
baru jika ia sudah bisa membaca. Pada saat anak belajar membaca, ibu dan ayah
harus lebih giat lagi bercerita, supaya anak lebih semangat lagi belajar
membaca. Begitu anak sudah bisa membaca huruf dan merangkai kata, maka ia akan
rajin membaca cerita dengan sendirinya. Kalau anak sudah rajin membaca, maka
tidak akan sulit bagi dirinya untuk membaca buku pelajaran di sekolah jika
sudah besar. Karena otaknya sudah terbiasa meramu kata dan kalimat yang mengandung
sebuah arti atau makna.
Mendengar, berbicara dan membaca
adalah tiga ketrampilan penting untuk batita dan balita. Dengan demikian anak
sudah memiliki modal dasar yang baik untuk menghadapi jenjang sekolah yang
lebih tinggi.
Penelitian menunjukkan anak yang
sering mendengar cerita pada masa balita akan sukses menempuh jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Karena, anak menjadi terbiasa mendengar
kalimat-kalimat panjang dan mencernanya menjadi sebuah arti.
SIAPAKAH ANAK IBU - AYAH?
Sebelum mulai bercerita, ibu dan ayah
harus mengenal dulu, siapakah anakku? Hal ini penting sekali, supaya cerita
yang akan disampaikan cocok dengan umur, jenis kelamin dan sifat si kecil.
Kalau memaksakan bercerita sebuah cerita yang hanya disukai ibu dan ayah, maka
si kecil tidak akan pernah suka mendengar cerita orangtuanya. Akibatnya, anak
tidak akan pernah tertarik dengan kegiatan ini. Ibu dan ayah malah akan
kehilangan kesempatan untuk mengajarkan ketrampilan mendengar, berbicara dan
membaca. Pasti ibu dan ayah tidak mau itu terjadi bukan?
Anak batita (bawah tiga tahun) dan
balita (bawah lima tahun) biasanya suka dengan cerita yang berhubungan dengan
dunia binatang. Jika nanti sudah berusia 6 tahun ke atas, maka mereka akan
mulai suka cerita yang berhubungan dengan manusia.
Anak laki-laki biasanya suka dengan
cerita yang energik. Pilih binatang yang gagah sebagai tokoh utamanya. Boleh
juga memilih tokoh utamanya adalah mobil, traktor atau bis. Karena, anak laki
laki suka dengan mainan tersebut. Kalau anak perempuan, biasanya lebih suka
cerita yang sedikit lembut. Pilih binatang yang sifatnya lembut, berbulu,
berwarna atau binatang yang pandai bernyanyi.
Kalau anak ibu dan ayah adalah batita
maka cerita harus pendek dan mudah dicerna. Anak batita dan balita senang
dengan kata -kata yang diulang-ulang. Mereka juga senang mendengar
bunyi-bunyian yang lucu di dengar telinga. Seperti “Hip! Hip! Hop! Hop!” atau
“Bbbrrmmm… bbbrrrmmm…” atau “Ciut…ciut…cit..cit…”.
Untuk batita dan balita, sebaiknya
kalimatnya jangan terlalu panjang. Kalimat panjang sangat membingungkan bagi si
kecil. Hal ini karena pengetahuan kata kata mereka yang belum banyak. Selain
itu, batita dan balita masih sulit menghapal kata dan kalimat, apalagi
mencernanya.
Batita dan balita juga senang dengan
mendengarkan cerita yang penuh keajaiban. Misalnya, mobil bisa terbang, atau
beruang punya bulu berwarna merah jambu. Ibu dan ayah boleh memasukan hal-hal
yang penuh khayalan, karena mereka masih suka berkhayal.
Menghitung dan mengenal warna juga sangat disukai oleh batita
dan balita.
BAGAIMANA MEMILIH CERITA
UNTUK SI KECIL?
Ibu dan ayah harus pandai memilih
cerita untuk si kecil. Apa lagi bagi batita (bawah tiga tahun) dan balita
(bawah lima tahun), karena masih belum sepandai anak anak usia di atas balita.
Kalau ibu dan ayah memilih cerita yang terlalu sulit, anak akan jenuh. Nanti
ibu dan ayah akan mengira anak tidak suka mendengarkan cerita. Padahal mereka
suka mendengarkan cerita, namun yang sesuai dengan usianya.
Anak batita dan balita belum mampu
mendengarkan cerita yang terlalu panjang dan dengan jalan cerita yang rumit.
Pilih cerita sederhana. Coba ibu dan ayah membaca keras buku tersebut. Coba
cermati, berapa lama ibu dan ayah membaca. Kalau lebih dari 5 menit, sebaiknya
buku itu tidak di beli. Simpan saja buku cerita tersebut dan ceritakan kepada
anak jika mereka sudah berusia di atas 5 tahun.
Anak batita hanya bisa mendengarkan
cerita di bawah 3 menit. Sedangkan, balita mampu mendengarkan cerita di bawah 5
menit. Lebih panjang dari waktu tersebut, maka anak sudah sulit untuk konsentrasi.
Anak akan mulai mengambil mainan, menangis atau lebih suka menonton televisi.
Tapi, kalau anak meminta cerita dilanjutkan, silahkan lanjutkan. Berarti,
kepandaian anak mendengarkan sudah lebih baik.
Pilih cerita dengan tokoh maksimum 2
– 3 tokoh saja. Lebih banyak dari jumlah tersebut, maka si kecil akan merasa
bingung karena mereka belum dapat mengingat dengan baik. Batita dan balita jika
sudah bingung biasanya mengalihkan perhatiannya pada hal lain yang lebih
menyenangkan.
Semakin sering anak mendengarkan
cerita, mereka akan lebih pandai mendengar dan lebih cepat menghapal tokoh.
Oleh sebab itu, jangan heran jika anak bertahan lebih dari 5 menit mendengarkan
cerita dan mampu mengingat lebih dari 3 tokoh dalam cerita. Berarti ibu dan
ayah sudah sukses bercerita dengan baik bagi si kecil.
BAGAIMANA
MEMULAI BERCERITA?
Jangan paksakan si kecil untuk
mendengarkan cerita jika ia sedang asyik bermain. Ibu dan ayah tidak boleh
memaksa, namun boleh untuk membujuk.
Tunggu sampai si kecil mencari kegiatan yang baru, maka ibu
dan ayah dapat menawarkan kepadanya untuk bercerita.
Batita (bawah tiga tahun) dan balita
(bawah lima tahun) senang mendengarkan cerita sambil di pangku dan di dekap
dalam pelukan. Lakukanlah hal ini, karena anak biasanya masih bingung dan takut
dengan setiap kegiatan baru. Mendengarkan cerita sambil menikmati sentuhan
kasih ibu atau ayah, adalah sebuah kombinasi yang sangat sempurna. Selain itu,
dengan dipangku anak akan lebih tenang dan mudah berkonsentrasi.
Untuk beberapa batita dan balita
harus dibantu untuk mulai berkonsentrasi. Caranya? Mulailah bernyanyi lagu-lagu
favoritnya. Umumnya anak akan ikut bernyanyi. Nah, kalau anak sudah santai dan
ikut bernyanyi, mulailah bercerita. Lembutkan suara ibu dan ayah, supaya si kecil
terpikat
mendengar cerita. Tunjukkan gambar
yang menarik jika ibu dan ayah punya buku bergambar, atau tunjukan sebuah
boneka untuk membantu si kecil agar dapat membayangkan ceritanya.
Kalau si kecil sudah mulai “rewel”
atau tidak tertarik dengan cerita ibu dan ayah boleh bernyanyi kembali, supaya
si kecil tidak jenuh. Selama bernyanyi ibu dan ayah boleh bertepuk tangan atau
melakukan gerakan-gerakan yang menarik minat si kecil. Setelah itu baru
melanjutkan cerita.
Bagi anak yang belum pernah
mendengarkan cerita, kadang memang sulit untuk tenang mendengarkan cerita. Ibu
dan ayah harus sabar dan tidak boleh putus asa melewati proses ini. Begitu si
kecil menemukan kenikmatan mendengarkan cerita, ibu dan ayah akan bercerita
tanpa gangguan yang berarti.
Sebaiknya, matikan televisi, DVD atau
VCD jika sedang bercerita supaya si kecil bisa konsentrasi pada ceritanya.
Sebab, tayangan di televisi, DVD, atau VCD tetap menarik bagi batita dan
balita. Tayangan tersebut memiliki suara, musik, warna dan gerakan -gerakan yang
sangat menarik minat batita dan balita.
PESAN DALAM
CERITA
Dalam setiap cerita pasti ada pesan
yang ingin disampaikan untuk anak. Pesan cerita bagi anak usia batita (bawah
tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun) harus ringan dan mudah diingat mereka.
Pesan yang berat seperti, “Harus jadi anak yang saleh” atau “Harus hormat pada
ayah ibu” atau “Harus rajin belajar” adalah pesan-pesan yang sulit dimengerti
oleh balita apalagi batita. Konsep mengenai hal tersebut belum mereka pahami.
Sebaiknya, pesan cerita untuk batita
dan balita harus sesuai dengan kegiatan mereka sehari-hari. Kaitkan kegiatan
mereka sehari-hari dalam cerita anda. Batita dan balita memiliki rutinitas
kehidupan yang masih sederhana. Oleh sebab itu, pesan untuk mereka juga
sebaiknya sesuai dengan kegiatan mereka sehari hari, misalnya “Kalau mandi
harus bersih dan pakai sabun!” atau “Waah…kalau makan wortel badan akan sehat
dan kuat!” atau sesederhana “Kamu anak yang paling ibu sayang”.
Kadang ibu dan ayah tidak menemukan
pesan apapun dalam cerita untuk batita dan balita. Hal tersebut jangan membuat
bingung. Karena tidak setiap cerita memiliki pesan khusus. Namun, dalam cerita
tersebut sebaiknya ada kegiatan menghitung, mengenalkan warna, melakukan
gerakan-gerakan untuk tubuh atau bernyanyi. Bagi anak batita dan balita hal ini
juga termasuk pesan yang harus mereka ingat.
Jangan paksakan memasukan pesan yang
berat, apalagi lebih satu pesan. Jika ibu dan ayah terlalu sering memasukkan
pesan dalam cerita, batita dan balita Anda akan melihat kegiatan bercerita
sebagai ajang memberi nasihat semata. Padahal bercerita harus meninggalkan
kesan yang menyenangkan bagi si kecil.
Ada beberapa orangtua yang suka
“menyindir” si kecil melalui cerita ceritanya. Jangan lakukan hal ini! Karena,
walau masih usia batita dan balita, mereka sudah menyadari kalau disindir
karena perilakunya yang kurang berkenan. Menyindir perilaku melalui cerita akan
membunuh selera mereka mendengarkan cerita.
KALAU KEHABISAN BUKU
CERITA?
Ada kalanya ibu dan ayah kehabisan
buku bacaan untuk dicerita kepada si kecil. Atau, ibu dan ayah lupa membeli
buku baru buat si kecil, sementara itu si kecil menagih untuk diceritakan
cerita baru setiap hari. Sementara si kecil juga bisa bosan dengan cerita dari
buku cerita. Apa yang harus ibu dan ayah lakukan? Ibu dan ayah membuat cerita
sendiri! Pasti bisa.
Jika ibu dan ayah perhatikan dalam
setiap kisah atau cerita bisa di ringkas menjadi 4 kalimat saja. Bahkan novel
yang tebal sekalipun, dapat di ceritakan kembali hanya dalam 4 kalimat saja.
Ini adalah rumus ajaib untuk bercerita.
1. Membuat pembuka cerita. Dalam setiap
cerita selalu ada pembuka cerita. Biasanya ditandai dengan kalimat, “Pada suatu
hari….” atau “Pada jaman dahulu kala…” atau “Pada suatu pagi yang indah…” Jika
menemui kalimat semacam ini, berarti sedang membaca “pembuka cerita”. Ibu dan
ayah tentu bisa membuat pembuka cerita. Dalam pembuka cerita, ceritakan dimana
cerita itu terjadi. Bagaimana suasana dan kondisi tempat tersebut. Cukup
menggunakan satu sampai dua kalimat sebagai pembuka cerita.
2. Membuat permasalahan cerita. Setelah
memperkenalkan tokoh dalam cerita, mulailah membuat permasalahan cerita. Apa
masalah yang terjadi? Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Apa penyebabnya?
Bagaimana tokoh dalam cerita bereaksi?
3. Membuat penyelesaian masalah. Tokoh
dalam cerita harus dapat menyelesaikan masalah. Penyelesaian masalah sebaiknya
dilakukan dengan cara yang cerdik. Dalam bagian ini, ajak si kecil untuk ikut
pula mencari jalan untuk menyelesaikan permasalahan. Masukan dari si kecil dapat
pula dijadikan jalan keluar dari permasalahan cerita.
4. Membuat penutupan cerita. Langkah
terakhir adalah membuat penutupan cerita. Umumnya, penutupan cerita disampaikan
dengan suara riang, gembira dan berbahagia.
Jangan buat cerita menjadi terlalu
panjang dan rumit. Tetap hitung waktu untuk bercerita. Sebaiknya tidak lebih
dari lima menit.
Jika ibu dan ayah tidak ada ide yang lain, bisa menggunakan
cerita yang sama namun diganti tokoh-tokohnya dengan nama dan jenis binatang
yang berbeda.
Ibu dan ayah juga dapat membuat
sebuah cerita berdasarkan kisah kehidupan sehari hari yang diganti menjadi
cerita untuk anak anak. Misalnya, tentang ibu pergi ke pasar dan berjumpa
dengan tetangga sebelah. Dalam kisah ini, ibu dan ayah bisa mengajarkan
pentingnya saling menyapa, dan beramah tamah dengan tetangga. Atau, kisah ayah
pergi bekerja dan
kendaraannya rusak di jalan. Kisah
ini bisa mengajarkan untuk tidak berputus asa walaupun sedang menghadapi
kesulitan.
Berita di koran juga bisa menjadi ide untuk membuat cerita bagi
si kecil. Namun, sederhanakan situasi cerita, mengikuti pola berpikir batita
dan balita, agar cerita tetap menyenangkan dan mudah diikuti.
SI KECIL SUKA MENGULANG
CERITA
Ini terjadi pada banyak batita (bawah
tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun). Dalam sebuah kurun waktu, mereka
akan senang sekali dengan cerita yang sama berulang – ulang. Banyak orang tua
yang menjadi bosan menceritakan hal yang sama setiap hari.
Jika ini terjadi pada si kecil,
jangan heran! Mengapa hal ini bisa terjadi? Batita dan balita senang sekali
mampu memahami sebuah cerita dari awal hingga akhir. Mereka senang dapat
menebak akhir cerita, dan menemukan hal yang lucu, menegangkan dan seru pada
beberapa bagian dari cerita tersebut. Itulah sebabnya mereka senang sekali
mengulang-ulang cerita yang sama. Bagi mereka ini adalah sebuah prestasi
tersendiri.
Bagaimana menghadapi hal ini? Silakan
bercerita hal yang sama berkali-kali. Namun, sesekali belokkan cerita sedikit
demi sedikit. Bagaimana kalau si kecil protes? Ibu dan ayah bisa kembali pada
alur cerita asli, namun boleh menambahkan jumlah tokohnya. Hal ini harus
dilakukan untuk merangsang si kecil agar siap mendengarkan cerita baru.
SI KECIL YANG INGIN
BERCERITA?
Si kecil adakalanya tidak ingin
mendengarkan cerita ibu dan ayah. Mereka ingin gantian bercerita pada orang
tuanya. Mengapa ini bisa terjadi? Sebab anak telah penuh daya ingatnya dengan
berbagai cerita. Bagaikan gelas yang sudah penuh, si kecil sudah “luber” dengan
ide cerita. Anak ingin berbagi cerita dengan orangtuanya.
Biarkan anak bercerita dan orang tua
menjadi pendengar yang baik. Cerita yang disampaikan anak, umumnya berantakan.
Kata, kalimat dan jalan ceritanya tidak runut. Tidak apa-apa. Anak sedang
belajar mengutarakan pemikiran dengan baik. Jangan kritik cerita mereka.
Sebaliknya, ibu dan ayah harus memuji kemampuan mereka. Supaya mereka lebih
termotivasi lagi untuk berbicara, bertutur dan menyampaikan ide di kepala
mereka.
Sesekali perbaiki perbendaharaan kata
mereka, atau susunan ceritanya. Namun ibu dan ayah tetap harus bereaksi positif
terhadap cerita anak. Rangsang anak untuk memberi nama pada setiap tokoh yang
digunakan. Tugas orang tua mengingatkan si kecil tentang nama dan jalan cerita.
Rangsang si kecil untuk terus mampu
mengembangkan jalan cerita. Tanyakan permasalahan ceritanya, dan jangan lupa
menanyakan perasaan si tokoh dalam cerita tersebut.
PESAN UNTUK IBU DAN AYAH
Bercerita adalah sebuah proses yang
panjang. Dalam prosesnya selalu ada hambatan yang bisa membuat ibu dan ayah
putus asa untuk melakukan kegiatan ini. Namun, harus diingat bahwa dalam proses
bercerita bagi batita (bawah tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun) yang
ingin dicapai adalah ketrampilan mendengar, berbicara dan membaca. Jadi, jika
si kecil belum dapat mencerna isi cerita dengan baik atau tidak ingat sama
sekali cerita yang sudah diberikan, sebaiknya jangan putus asa!
Kegiatan ini adalah sebuah kegiatan
yang bersifat seru, hangat dan penuh kasih sayang. Jangan melakukan kegiatan
bercerita seperti belajar dan membuat pekerjaan rumah.
Kadang ibu dan ayah sukses bercerita
bagi si kecil, kadang tidak berhasil sama sekali. Jika gagal, jangan pernah
berpikir bahwa ibu dan ayah adalah orang tua yang tidak baik. Gagal bercerita
itu terjadi pula pada pendongeng yang sudah mahir. Suasana hati, kesehatan
tubuh, kejenuhan si kecil kadang menjadi kendala ibu dan ayah dalam bercerita.
Jangan putus asa, jalan terus!
Terakhir, ibu dan ayah harus
menjalankan kegiatan ini dengan hati yang ikhlas karena prosesnya tidak mudah.Ikhlaskan
hati, jika si kecil tidak memedulikan cerita. Hal ini bisa terjadi karena si
kecil sedang bosan dan jenuh, namun jangan pernah berhenti bercerita.
Hasil jerih payah bercerita, tidak
dapat dilihat dalam seketika. Nanti jika si kecil sudah dewasa baru akan
terlihat hasilnya. Oleh sebab itu bersabarlah dalam bercerita.
Kegiatan ini sebaiknya tidak saja
berhenti pada masa batita dan balita, lakukanlah walau anak sudah menduduki
jenjang Sekolah Dasar. Karena proses bercerita adalah proses komunikasi yang
baik antara orang tua dan anak.
Selamat mencoba!
Direktorat
Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat
Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian
Pendidikan Nasional
Tahun
2011
Parenting
Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak
“APA TUH?”
Kata-kata “Apa tuh?” saat ini menjadi bunyi yang indah di telinga penulis. Celoteh itu keluar dari mulut anak usia 27 bulan setiap kali ia melihat sesuatu yang baru dan ingin diketahuinya. Dengan mata berbinar dan suara melengking khas anak kecil, ia tidak henti-hentinya bertanya, “Apa tuh?”, “Apa tuh?” tanpa mengenal lelah, bak seorang yang kehausan di padang pasir dan menemukan oase (daerah di padang pasir yang berair cukup untuk tumbuhan dan pemukiman manusia).
Kadang mulut tergoda untuk berkata, “Aduh, ananda ini cerewet atau bawel banget, ya!” Untunglah kalimat tersebut tak terlontar dari mulut penulis karena penulis menyadari, ini adalah masa keemasan anak untuk belajar mengembangkan kosakata (perbendaharaan kata) dan merupakan cara dia membangun kemampuan berpikirnya, sehingga tutur kata (perkataan) dan sikap pun berubah untuk menerima pertanyaan-pertanyaan itu dengan senang hati dan berusaha menjawabnya.
Ada sebuah situasi yang menakjubkan ketika mengamati periode bertanya pada anak batita (bawah tiga tahun). Bayangkan, seorang anak yang belum bisa bicara menjadi bisa berbicara satu kata dengan terbata-bata. Tahap berikutnya adalah ketika anak berbicara dengan dua kata ajaibnya, yaitu, “Apa, tuh?” Kata tersebut seperti tombol untuk menghidupkan mesin yang baru ditekan. Dengan cepat, banyak kata yang diserap dan diucapkan kembali oleh anak, walaupun artikulasinya (pengucapannya) belum jelas. Dengan bertambahnya usia, maka artikulasinya menjadi semakin jelas dan kemampuan berbicaranya menjadi lebih kompleks.
KEMAMPUAN BAHASA ANAK
Kemampuan seorang anak dalam berbahasa menjadi sangat penting
bagi perkembangan kecerdasannya. Semakin banyak kata yang dimiliki anak dan
semakin rumit penggunaan kata-kata di dalam rangkaian sebuah kalimat dapat
menunjukkan kecerdasan seorang anak. Tidaklah mengherankan anak yang pandai
akan memperlihatkan keinginan tahunya dengan cara banyak bertanya. Walaupun
tidak berarti bahwa anak yang pandai itu selalu cerewet atau sebaliknya.
Keinginan tahu anak juga bisa ditampilkan dengan cara mengutak-atik benda yang
ada dan lain-lain.
Kemampuan berpikir anak normal (tidak mengalami gangguan/keterlambatan perkembangan) memiliki pola yang khas. Anak mulai mempertanyakan tentang fakta-fakta melalui pertanyaan “apa”. Dengan bertambahnya usia dan kemampuan berpikirnya, anak mencoba bertanya “mengapa”(bertanya tentang sebab dan akibat) sampai pada “bagaimana” (bertanya tentang proses). Untuk pertanyaan “apa”, tidak sulit bagi ibu dan ayah menjawabnya. Tak demikian untuk menjelaskan pertanyaan “mengapa” dan “bagaimana”, ibu dan ayah membutuhkan alasan dalam menjawabnya. Penting untuk memberikan penjelasan secara sederhana saja namun masuk akal.
Perlu dipahami, tidak semua anak sering bertanya. Ada anak pendiam karena memang secara keturunan berasal dari ibu dan ayah yang pendiam atau meniru dari lingkungan keluarga yang juga pendiam. Pola pengasuhan pun ikut berperan sehingga anak malas bertanya dan menjadi pendiam, semisal sering menyalahkan, sering melarang. Selain itu, anak dapat menjadi pendiam karena keterlambatan perkembangan bahasa yang disebabkan oleh (1) gangguan secara fisik di alat pendengaran atau alat bicara, sehingga anak tidak mampu mendengar dan tidak bisa menirukan suara; (2) gangguan perkembangan di otak, sehingga terjadi keterbelakangan mental; dan (3) keterlambatan perkembangan akibat kurang stimulasi (perangsangan).
Apa pun pertanyaan yang diajukan anak, hendaknya mendapatkan tanggapan yang positif dari ibu dan ayah atau orang dewasa di sekitarnya. Tidak perlu marah-marah untuk menghentikannya, cukup dengan kalimat yang tegas dan sederhana seperti, “Tunggu sebentar ya, Nak, Ibu masih bicara dengan Ayah.” Atau, “Wah, Ibu kurang tahu, nanti kita tanya Ayah, ya.” Sikap yang tegas dan jelas akan membantu anak belajar mengatur dirinya, kapan harus bertanya dan kapan harus berhenti sejenak. Jika ibu dan bapak merasa kewalahan, coba alihkan pada kegiatan-kegiatan lain yang bermakna.
Kadang-kadang orangtua menjadi jengkel karena anak usia dininya banyak bertanya dengan pertanyaan yang sama dan berulang-ulang. Mengapa anak menanyakan secara berulang-ulang? Hal ini disebabkan anak belum paham tentang jawaban atas pertanyaannya. Selain juga, pertanyaan yang berulang merupakan cara anak untuk bisa mengingat tentang jawaban yang diberikan. Contoh, anak bertanya, “Apa tuh?” sambil menunjuk ke arah daun-daunan. Orangtua menjawab, “Itu daun, Nak.” Anak pun bertanya lagi “Apa, tuh?” sambil tetap menunjuk pada daun-daunan yang sama. Orangtua harus menjawab dengan jawaban yang lebih lengkap seperti, “Oh, itu daun sirih. Daunnya lebar, ya. Wah, itu ada yang kuning, itu daun sirih yang layu.” sambil kita menunjukkan daun sirih tersebut. Berikan kesempatan pada anak untuk menyentuh dan mencium daun sirih itu sehingga anak menjadi tahu dan yakin akan daun sirih tersebut. Setelah anak bertanya, kita yang kembali bertanya kepadanya, “Nak, ini buah apa?” sambil menunjuk gambar buah jeruk. Jika anak belum bisa menjawab secara utuh, bisa kita pancing dengan, “Ini gambar buah je… ruk.”
Ada juga anak-anak yang bertanya berulang kali dengan pertanyaan yang sama untuk mendapatkan perhatian ibu dan bapak. Oleh karena itu, jika anak bertanya, ibu dan bapak harus menjawab dengan penuh perhatian. Berikan waktu yang cukup untuk berbicara dan bermain dengan anak, serta gunakan bahasa tubuh yang benar. Jadi, ketika anak berbicara dengan kita, coba perhatikan wajahnya, berjongkoklah agar pandangan anak sejajar dengan pandangan kita, dengarkan anak berbicara sampai selesai baru kemudian menjawabnya dengan santun. Tidak perlu tergesa-gesa menyimpulkan atau menolak pertanyaan anak.
Anak pun dapat bertanya dan bertanya lagi ketika ia
menghadapi situasi yang serupa dengan yang pernah dialaminya. Dalam kondisi
seperti ini, ibu dan bapak harus dapat memberikan penjelasan yang lebih
lengkap.
0-6 bulan Menangis dengan berbagai cara untuk menunjukkan bahwa dia mengompol, lapar, kesepian, kesakitan.
Bersuara untuk menyampaikan kesenangan atau ketidaksenangan.
Bergumam.
Mengetahui dan melihat ke arah suara atau bunyi-bunyi yang
dikenalnya.
PERKEMBANGAN KEMAMPUAN BAHASA ANAK
Sebelum ibu dan bapak menjawab pertanyaan yang muncul dari
anak, ada baiknya jika ibu dan bapak memahami ciri-ciri dari kemampuan bahasa
anak. Dengan demikian diharapkan ibu dan bapak tidak akan salah dalam menjawab
pertanyaan anak.
12 Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak
12 Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak
6-12 bulan
Dapat melambaikan tangan.
Menoleh ketika namanya dipanggil.
Paham nama-nama dari benda-benda yang dikenalinya.
Senang melihat buku bergambar.
Memerhatikan jika ada orang yang bercakap-cakap.
Menyebutkan satu kata.
Mengoceh seakan-akan sedang berbicara.
Mengatakan “ma… ma” atau “da… da”.
Mengidentifikasi anggota keluarga dan benda-benda yang
dikenalnya.
Menunjuk beberapa anggota tubuhnya seperti hidung, telinga.
Mengikuti satu perintah sederhana.
Mengucapkan dua kata atau lebih.
Menirukan bunyi-bunyian yang dikenalnya, seperti bunyi mobil,
suara kucing.
Mengulangi beberapa kata.
Memerhatikan orang yang mengajaknya bicara.
Mengatakan “dadah” atau “ekom” (untuk assalamualaikum) jika
diingatkan.
Menggunakan bahasa ekspresi “oh… oh”.
Meminta sesuatu sambil menunjuk pada bendanya.
Mengidentifikasi benda yang ada di buku bergambar.
Bisa mengatakan sekitar 50 kata, tapi bisa memahami lebih
dari itu.
USIA
KEMAMPUAN BAHASA
Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak 13
Menirukan satu kata yang diucapkan oleh orang lain.
Berbicara sendiri.
Menyebutkan nama dari mainan dan benda-benda yang dikenalnya.
Menggunakan dua atau tiga kata dalam kalimatnya “mama minum”
“bapak pergi kantor”.
Bersenandung atau mencoba sebuah lagu sederhana.
Mendengarkan lagu anak-anak.
Menunjuk anggota tubuh yang diminta seperti, “Mana mata?”
“Mana hidung?”, “Mana telinga?”
Menggunakan kata “daaah”, “minta”, “terima kasih”.
Bisa mengidentifikasi 10 gambar yang ada di buku jika
disebutkan.
Menggunakan kalimat sederhana.
Merespons jika namanya dipanggil.
Merespons pada petunjuk yang sederhana.
USIA
KEMAMPUAN BAHASA
14 Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak
Menikmati cerita dan lagu yang sederhana.
Menggunakan dua atau tiga kata dalam kalimatnya.
Menikmati melihat-lihat buku.
Menunjuk pada mata, telinga dan hidung yang disebutkan.
Mengulangi kata-kata yang diucapkan orang lain.
Kosakatanya sudah bertambah menjadi 500 kata.
75—80% cara berbicaranya sudah jelas dan bisa dimengerti.
Bisa mengatakan nama depan dan nama lengkapnya.
Memahami kata-kata yang menunjukkan posisi seperti di atas,
di bawah, pada, dan di dalam.
Memahami sekarang, sebentar lagi, dan nanti.
Bertanya dengan pertanyaan siapa, apa, di mana, dan mengapa.
Bicaranya sudah menggunakan 3 sampai 5 kata dengan lengkap.
Kadang bicaranya terlalu cepat atau gagap.
Senang mengulang-ulang kata dan bunyi.
Menyimak cerita pendek.
Menyukai cerita yang sudah dikenalnya dan diceritakan dengan
sama.
Menikmati dongeng.
USIA
KEMAMPUAN BAHASA
Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak 15
Bisa menyanyi.
Mengenali suara-suara yang ada sehari-hari.
Bisa mengidentifikasi warna primer seperti merah, biru,
kuning, hijau.
Mengenali beberapa huruf yang diajarkan dan mungkin bisa
menulis namanya sendiri.
Mengenali kata-kata yang tidak asing dari buku sederhana atau
simbol-simbol (stop, M untuk Mc Donald).
Berbicara dengan kalimat yang cukup kompleks.
Menikmati lagu sederhana.
Belajar tentang nama, alamat, dan nomor telepon.
Bertanya dan menjawab pertanyaan siapa, apa, mengapa, di.mana
dan jika.
Menyebutkan enam hingga delapan warna dan tiga bentuk.
Mengikuti dua perintah yang tidak berhubungan, seperti “Minum
susumu kemudian pakai sepatu sebelum berangkat sekolah.”
Senang bicara dan mengelaborasi (membuat) kalimat.
Senang menggunakan kata-kata yang mengejutkan orang lain.
Melucu yang tidak masuk akal orang dewasa.
USIA
KEMAMPUAN BAHASA
16 Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak
Berbicara dengan kata-kata dan tata bahasa yang benar.
Bisa mengekspresikan dirinya melalui bermain peran.
Menurut (?) namanya sendiri, huruf, dan angka.
Membaca kata-kata yang sederhana.
TIP MENGEMBANGKAN KECERDASAN BAHASA ANAK
Untuk mengembangkan kecerdasan anak melalui bahasa, ada beberapa
hal yang perlu dilakukan ibu dan ba[ak, di antaranya:
1. Memberikan respons/tanggapan secepat mungkin. Ketika anak
bertanya kepada kita, segeralah menjawabnya. Jangan menyia-nyiakan rasa ingin
tahu dan kesempatan emas anak untuk belajar sesuatu.
2. Menyediakan jawaban yang sesuai dengan kemampuan berpikir
anak.
3. Berikan pertanyaan yang terkait dengan apa yang sedang
anak tanyakan atau perhatikan. Siapkan pertanyaan pancingan agar anak mau
menjawab secara lebih lengkap.
4. Berikan jawaban sebatas yang ditanyakan. Jawaban yang
panjang lebar dapat membuat anak bingung.
5. Lakukan kontak mata ketika berbicara dengan anak. Usahakan
untuk menyesuaikan dengan tingkat
USIA
KEMAMPUAN BAHASA
Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak 17
penglihatan anak. Bila perlu, berjongkoklah ketika berbicara
dengan anak, sehingga ia bisa melihat mata kita dan sebaliknya.
6. Jika orangtua tidak bisa menjawab, coba cari jawaban
dengan berusaha bersama anak, sehingga anak juga belajar bagaimana mencari
sumber jawaban. Jangan asal menjawab karena anak-anak dapat salah mengerti
18 Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak
ANEKA PERTANYAAN ANAK
DAN JAWABANNYA
‘
Kadang tidak disadari kita memberikan jawaban atas pertanyaan
anak dengan jawaban yang terlalu sulit atau abstrak, sehingga anak bingung atau
tidak paham akan jawaban kita. Perlu diingat, anak usia dini memiliki cara
berpikir yang masih sangat konkret. Jadi, setiap jawaban yang ibu dan bapak
berikan hendaknya bersifat konkret dan sederhana saja. Berikut ini beberapa
pertanyaan yang sering muncul pada anak-anak usia dini dan contoh jawabannya.
BERKAITAN DENGAN SEKSUALITAS
1. ”Mengapa tempat pipisku beda dengan punya Kakak?”
”Iya, tempat pipismu berbeda dengan Kakak, karena kamu adalah
laki-laki sama dengan Ayah. Kakakmu adalah perempuan sama dengan Ibu. Tempat
pipismu namanya alat kelamin.”
Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak 19
2. ”Kalau habis pipis, mengapa harus disiram?”
”Untuk menjaga kebersihan. Jika kamu kesulitan, minta bantuan
sama Ibu atau Ayah untuk disiram dengan air. Kalau membersihkan alat kelamin
harus dari arah depan ke arah belakang, dari tempat pipis ke tempat buang air
besar. Jangan terbalik ya, Nak. Setelah itu, keringkan dengan lap atau
handukmu, lalu pakai celanamu kembali.”
3. ”Kenapa alat kelaminku tidak boleh dipegang-pegang oleh
orang lain?”
”Alat kelaminmu adalah bagian tubuhmu yang khusus, jadi tidak
boleh dipegang oleh orang sembarangan. Kalau orang lain memegang-megang alat
kelaminmu, itu namanya tidak sopan. Kalau ada orang yang mau memegang alat
kelaminmu, bilang, ’Tidak boleh’, ya, Nak. Beri tahu Ibu dan Bapak jika ada
orang yang memegang-megang alat kelaminmu.”
4. “Ibu, adik keluarnya dari mana?”
“Adik keluar dari perut Ibu, dengan dibantu oleh dokter atau
ibu bidan. Itu namanya melahirkan”.
5. “Kenapa aku enggak boleh pakai lipstik?” (anak laki-laki)
“Karena kamu laki-laki. Hanya perempuan dewasa yang boleh
pakai lipstik.”
TENTANG TUHAN DAN HAL-HAL GAIB
1. ”Ayah, Tuhan itu laki-laki atau perempuan?”
”Tuhan itu bukan laki-laki maupun perempuan, karena Tuhan bukan
seperti manusia.”
2. “Tuhan tinggalnya di mana, Bunda?”
20 Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak
Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak 21
“Tuhan tinggal di dalam hati kita. Tuhan selalu bersama kita
dan melindungi kita.”
3. “Surga itu apa, Abi?”
“Surga adalah tempat yang sangat menyenangkan bagi anak yang
baik dan taat pada orangtua.”
4. ”Orang baik itu siapa saja, Ibu?”
”Orang yang sayang pada ibu dan bapaknya dan
saudara-saudaranya. Orang yang tidak pernah berbohong dan tidak suka bertengkar
dengan teman di sekolah.
5. “Mama ada pocong di situ?”
“Pocong itu tidak ada, Nak. Itu hanya khayalan saja”.
6. “Kalau setan ada?”
“Ada, setan ada di mana-mana. Kita tidak bisa melihatnya,
karena Tuhan menciptakan setan berbeda bentuknya dengan manusia. Jadi, kita
tidak perlu takut pada setan.”
7. ”Ibu, mengapa eyang kakung meninggal?”
”Kita diciptakan oleh Tuhan dan nanti Tuhan pula yang
memanggil kita kembali pada Tuhan.”
8. ”Meninggal itu apa sih, Mama?”
”Pergi meninggalkan dunia karena dipanggil Tuhan untuk
bertemu.”
9. ”Kalau sudah meninggal jadi hantu?”
”Meninggal itu karena dipanggil Tuhan, tidak akan menjadi
hantu.”
BERKAITAN DENGAN FENOMENA ALAM
1. “Kenapa bisa banjir, Ma?”
”Karena selokan dan sungai tersumbat oleh sampah.
22 Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak
Jadi, airnya tidak bisa mengalir, akibatnya naik dan tumpah
ke jalan.”
”Hujannya turun terus-menerus dan sangat deras, sehingga
airnya tidak bisa ditampung lagi oleh sungai sampai meluap. Jadi banjir deh.”
(Orangtua dapat melakukan uji coba di tempat cuci piring yang
diberi sumbatan sehingga air akan meluap.)
2. ”Bunda, rumah Nenek rusak karena gempa ya, kok bisa
begitu?”
”Karena gempanya sangat kuat sehingga menimbulkan guncangan
yang kuat. Rumah-rumah jadi roboh, pohon-pohonan dan tiang listrik tumbang.”
(Orangtua dapat melakukan percobaan dengan menggunakan meja
dan meletakkan berbagai benda di atas meja, lalu goyang-goyang yang keras
sehingga benda-benda akan bergoyang dan berpindah tempat, bahkan ada yang
jatuh.)
Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak 23
Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia
DiniDirektorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan
InformalKementerian Pendidikan NasionalTahun 2011
Milik Negara
Tidak Diperjualbelikan
Dra. Rahmitha, S.Psi
Sumber Bacaan :
Family Education department, Essential Parenting Tips, •
Singapore: Ministry of Community Development and Sports. 2001
Gestwicki, Carol. Developmentally Appropriate Practice •
Curriculum and Dvelopment in Early Education. Third Edition. Canada: Thomson
Delmar Learning. 2007
http://www.poemhunter.com/quotations/childhood/• page-5/
http://www.extension.iastate.edu/publications/pm1529f.• pdf
Panduan Menjawab Pertanyaan Anak. Jakarta: PT. • Penerbitan
Sarana Bobo, 2007
Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan
Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011
PARENTING
KDRTdan Pelecehan Seksual Dalam Kehidupan AUD
Kita sering kali menganggap dunia
anak adalah dunia yang indah. Anak selalu bersenang-senang, bermain, dan belum
menghadapi masalah-masalah yang sulit dalam hidup. Benarkah dunia anak selalu indah?
Ternyata, tidak sepenuhnya benar!
Anak tidak sepenuhnya hidup dalam dunia yang aman dan terbebas dari masalah.
Bahkan bisa dikatakan masalah yang dialami oleh ibu dan ayah, juga menjadi
masalah bagi anak. Begitu pun masalah yang dialami oleh pemerintah, dapat pula
menjadi masalah bagi anak, karena biar bagaimanapun anak adalah bagian dari
kita.
Nah, buku yang ibu dan ayah pegang
saat ini adalah buku yang memberikan informasi dan panduan praktis tentang
masalah kekerasan yang mungkin dihadapi oleh anak. Di buku ini akan dibahas
tentang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan seksual. Antara lain
mengenai apa itu KDRT dan kekerasan seksual, apa akibatnya, fakta seputar dua
masalah tersebut, tanda-tanda mereka yang mengalaminya, dan apa yang bisa
dilakukan.
Tentu saja, buku ini tidak bermaksud
mengajari atau menganjurkan pembaca untuk mengambil keputusan tertentu, akan
tetapi lebih untuk berbagi informasi. Semoga buku ini dapat membantu mereka
yang mengalami atau mengetahui orang terdekatnya mengalami KDRT ataupun
kekerasan seksual.
KEKERASAN DALAM RUMAH
TANGGA (KDRT) PADA ANAK USIA DINI
Ibu dan ayah mungkin sudah sering
mendengar istilah kekerasan dalam rumah tangga, yang biasa disingkat menjadi
KDRT. Banyak pemberitaan di televisi, koran, dan radio yang menceritakan
beberapa artis atau perempuan yang mengalami KDRT.
Sebagian besar dari kita beranggapan,
KDRT hanya berupa kekerasan fisik atau kata-kata kasar, padahal sebenarnya KDRT
itu ada banyak macamnya. Banyak pula yang menganggap KDRT adalah masalah
pribadi dan tabu untuk dibicarakan, padahal KDRT adalah kejahatan dan merupakan
masalah bersama. Di negara kita ada undang-undang yang khusus mengatur masalah
KDRT, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga (atau lebih dikenal dengan istilah UU PKDRT). Jadi, siapa
pun yang melakukan KDRT bisa mendapat hukuman, baik berupa kurungan penjara
maupun denda.
Cukup banyak yang mengalami KDRT
memilih untuk bertahan karena menilai anak-anak membutuhkan orangtua lengkap.
Pada bacaan berikut, kita akan melihat, ternyata anak juga bisa mengalami
dampak kejiwaan atau psikologis akibat KDRT. Untuk lebih memahami soal seluk
beluk KDRT, silakan membaca tulisan ini.
Apa itu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)?
Menurut UU PKDRT No.23 tahun 2004:
KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga. Jadi, KDRT adalah perbuatan yang dilakukan
oleh anggota keluarga kepada anggota keluarga lain yang 1) dapat menimbulkan
luka, rasa sakit, luka berat, cacat, atau kematian; dan 2) dapat menyebabkan
orang lain merasa ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan
untuk melakukan sesuatu, rasa tidak berdaya, dan/atau gangguan kejiwaan berat .
Perbuatannya apa saja?
1.
Bisa berupa kekerasan fisik. Misalnya, memukul, menendang, menjambak,
mendorong, menampar,
KDRT
dan Pelecehan Seksual dalam Kehidupan AUD 9
mencubit,
melempar benda, menyiram dengan air, dihukum dengan mengangkat satu kaki, dan
masih banyak lagi.
2.
Bisa berupa kekerasan psikis. Contohnya, memaki dengan kata-kata kasar atau
binatang, memarahi di depan orang banyak, mengancam, mendiamkan, dan masih
banyak lagi.
3.
Memaksakan hubungan seksual, posisi seksual tertentu, atau memaksakan hubungan
seksual secara komersial (”melacurkan” diri).
4.
Menelantarkan, tidak merawat, tidak memelihara, membatasi, atau dipaksa bekerja
untuk mencari nafkah
Apa
jaminan hukum bagi yang mengalaminya?
Dalam
Undang-Undang PKDRT dijelaskan soal jaminan hukum bagi mereka yang
mengalaminya, yaitu:
1.
Jaminan perlindungan sementara dari pihak kepolisian dan surat perintah
perlindungan dari pengadilan.
2.
Hukuman untuk pelaku diatur sesuai dengan jenis kekerasan yang dilakukan dan
akibat yang ditimbulkan.
3.
Hak-hak bagi mereka yang mengalaminya.
Sayangnya
hanya mereka yang terikat perkawinan sah secara hukum sajalah yang dapat
dilindungi oleh UU PKDRT ini. Kekerasan yang terjadi pada masa pacaran, nikah
siri, nikah bawah tangan, atau pasangan yang hidup bersama, tidak dilindungi.
Apa akibat KDRT pada anak?
Anak bisa menjadi korban langsung
maupun tidak langsung. Maksudnya, ketika anak mengalami sendiri kekerasan, maka
anak adalah korban langsung. Namun jika anak hanya mendengar atau menyaksikan
kekerasan terhadap anggota keluarga lainnya, maka anak menjadi korban tidak langsung.
Meskipun anak tidak langsung mengalami kekerasan, akibat yang muncul pada anak
sama besarnya dengan yang dialami oleh orangtuanya.
Akibat
yang mungkin muncul pada anak antara lain:
•
Anak merasa ketakutan, kebingungan, dan sangat kaget melihat kekerasan yang
terjadi pada orangtuanya.
•
Tumbuh perasaan bersalah karena menganggap diri menjadi penyebab munculnya
kekerasan.
•
Menjadi rewel, mengeluh sakit, sulit tidur, dan kembali berperilaku seperti
bayi (mengisap jempol, mengompol, berbicara menggunakan bahasa bayi atau cadel,
selalu minta digendong atau ditemani).
•
Cenderung suka melawan dan kasar atau malah justru menjadi tidak mau berteman
dan lebih memilih menyendiri.
•
Jika hal tersebut dibiarkan terus, kemungkinan bisa mengganggu perkembangan anak,
baik secara fisik, kejiwaan, perilaku, maupun prestasinya nanti.
•
Dampak jangka panjang pada anak laki-laki adalah meniru perilaku kekerasan yang
dilakukan oleh ayahnya. Sedangkan anak perempuan cenderung menerima kekerasan
sebagai suatu hal yang wajar sehingga ketika dewasa nanti besar kemungkinan
akan kembali menjadi korban,
KDRT dan Pelecehan Seksual dalam Kehidupan AUD 11
Bagaimana
dengan anak usia dini, apakah juga ada dampaknya?
Ternyata
ada, antara lain:
1. Suara keras dan adegan kekerasan
membuat anak usia dini, bahkan bayi, merasa tertekan atau stres.
2. Anak meniru perilaku kekerasan
orangtuanya dan menggunakan kekerasan ketika bergaul dengan orang lain.
Contohnya, memaki atau memukul temannya jika keinginannya tidak dipenuhi.
3. Anak belajar mengekspresikan
kemarahan dengan cara yang tidak sehat.
4. Anak mengalami kebingungan antara apa
yang dilihat dan disampaikan.
5. Anak belajar bahwa kita boleh
melakukan kekerasan, penindasan, dan pembedaan (diskriminasi) terhadap mereka
yang dianggap lemah.
6. KDRT membuat orangtua tidak dapat
selalu memenuhi kebutuhan anak usia dini, padahal anak usia dini memerlukan
suasana yang aman agar ia bisa belajar mengembangkan diri, mengungkapkan
perasaan, dan menumbuhkan kemandiriannya.
HARAP
DIINGAT, akibat di atas memang umumnya muncul pada anak korban KDRT, akan
tetapi tidak semua anak atau balita yang menunjukkan masalah atau dampak di
atas PASTI mengalami KDRT.
Keluar atau bertahan?
Meskipun
dampak yang ditimbulkan tidak ringan, namun banyak korban KDRT memilih untuk
bertahan. Mengapa? Apakah karena ia memang “menikmati” kekerasan? Apakah
korbannya “bodoh”? Ataukah sangat mencintai pasangannya sehingga menerima saja
perlakuan kekerasan yang dialami?
Ternyata,
alasannya BUKAN itu semua. Korban memilih bertahan karena:
1.
Merasa bingung akan sikap pasangannya yang kadang-kadang kasar dan brutal,
namun terkadang menunjukkan sikap baik, tenang, bahkan menyesali perbuatannya.
Yang perlu disadari adalah yang bisa mengubah si pelaku hanya DIRINYA SENDIRI.
Perubahan tersebut mungkin terjadi jika pelaku mengikuti serangkaian proses konseling
khusus dan diikuti oleh keinginan yang kuat untuk berubah.
2.
Tidak bekerja dan merasa tidak memiliki keahlian.
3.
Khawatir akan masa depan anak-anak. Korban khawatir kondisi kejiwaan anak akan
terganggu jika tidak memiliki orangtua lengkap; khawatir jika sudah dewasa
tidak ada yang mau menikahi anaknya karena berasal dari keluarga berantakan
(broken home); dan khawatir tidak ada yang menjadi wali nikah untuk anaknya.
4.
Khawatir akan penilaian masyarakat tentang perempuan yang bercerai.
5.
Takut melanggar ajaran agama dan berdosa.
Bagaimana
membantu mereka?
Jika
orang yang dekat dengan kita, baik keluarga maupun teman, mengalami kekerasan
sehingga menyebabkan mereka mendapatkan masalah yang berat dan terus-menerus,
mungkin kitalah yang dapat membantu mereka keluar dari situasi yang tidak
menguntungkan ini.
AYO,
PEDULI! Keluar dari kekerasan tidak semudah kelihatannya. Mereka sangat
membutuhkan bantuan kita. Dalam mendampingi mereka, inilah yang dapat kita
lakukan:
Kepada
orang dewasa:
•
Bicaralah dengannya di tempat yang aman dan nyaman. Sediakan waktu untuk
mendengarkan ceritanya. Cobalah untuk memahami dan hindari sikap menyalahkan.
Ingat, peran kita adalah sebagai pendengar bukan untuk menyelidiki.
•
Dorong dan dampingi dia untuk memperoleh bantuan profesional (petugas medis,
konselor, psikolog, polisi, pendamping hukum, atau pengacara).
•
Hargai apa pun keputusannya, baik itu tetap tinggal bersama pelaku atau
meninggalkan pelaku. Jikapun ia memutuskan tetap tinggal bersama suaminya, kita
tetap harus memberikan informasi seputar KDRT dan nyatakanlah kekhawatiran kita
akan keselamatan dirinya.
•
Tegaskan apa yang bisa dan tidak bisa kita bantu.
•
Ketenangan, kehadiran, dan sedikit kata-kata lebih bermakna daripada nasihat
panjang lebar
Kepada
anak:
•
Dengarkan cerita anak. Hindari memaksa anak untuk bercerita. Ingat, peran kita
bukan untuk mencari bukti atau menyelidiki.
•
Akui perasaan anak, misalnya dengan mengatakan, ”Kamu pasti sangat ketakutan.”
Sampaikan terima kasih karena anak mau percaya dan betapa kita lega anak mau
bercerita. Sampaikan pula, bukan dia yang menyebabkan kekerasan terjadi.
•
Ikuti kecepatan anak. Anak sulit menceritakan satu hal dalam waktu lama.
Hindari memaksa anak untuk terus menceritakan topik yang sama.
•
Ajak orangtua yang juga menjadi korban untuk berbicara. Pilih tempat yang sepi
dan aman, sampaikan kekhawatiran kita atas kondisi anak.
Apa
yang sebaiknya TIDAK kita lakukan?
1.
Terlalu banyak berbicara atau menasihati.
2.
Terlalu banyak menanyakan fakta dan kurang menanyakan apa yang dirasakannya
saat itu. Misalnya, memintanya untuk menceritakan peristiwa kekerasan dengan
lengkap. Hal ini dapat sangat melelahkan bagi mereka.
3.
Menjanjikan sesuatu yang tidak bisa dipenuhi. Misalnya, selalu mendampingi anak
setiap saat, melindungi anak, menjanjikan ibunya tidak lagi disakiti, atau
menjaga rahasia. Lebih baik katakan, kita mungkin akan menyampaikan kepada
beberapa orang yang barangkali bisa membuatnya aman.
4.
Menyalahkan korban.
5.
Menyalahkan pelaku. Korban mungkin merasakan berbagai macam perasaan.
a.
Anak mungkin sangat membenci kekerasan yang dilakukan pelaku, namun di sisi
lain suka bermain dengan pelaku.
b.
Istri mungkin membenci kekerasan yang dilakukan suaminya, namun di sisi lain
anak-anak selalu menanyakan ayahnya.
Jika
kita menyalahkan pelaku, istri ataupun anak akan berusaha melindungi pelaku dan
tidak lagi mau cerita.
6.
Tidak sabar.
7.
Menunjukkan perilaku yang terlalu mengasihani. Contohnya, selalu memanjakan,
melayani, menghindarkannya secara berlebihan dari situasi tidak menyenangkan,
dan tidak memberikannya kesempatan untuk mencoba sendiri hal-hal yang
sebenarnya bisa ia lakukan sendiri.
Bagaimana
jika diri sendiri yang menjadi korban KDRT?
Tidak
mudah mengatasi dampak peristiwa sulit yang berulang, seperti KDRT. Berikut
adalah beberapa hal yang mungkin bermanfaat:
Dalam
keadaan darurat:
•
Hindari berlindung di tempat yang sempit dan banyak terdapat benda berbahaya,
seperti dapur, kamar mandi, atau gudang (tempat penyimpanan).
•
Masuklah ke dalam ruangan yang memiliki jendela, pintu, atau telepon, sehingga
kita dapat meminta bantuan dari orang lain. Kunci pintu dari dalam.
•
Minta bantuan dari orang lain. Pikirkan siapa (teman atau tetangga) yang bisa
dipercaya dan dapat dimintai bantuan. Teman ini nantinya dapat berperan sebagai
saksi jika diperlukan. Apa yang kita alami adalah kejahatan, bukan aib atau
masalah keluarga yang harus ditutupi.
Jika
terluka:
•
Segera obati di puskesmas atau rumah sakit terdekat. Simpan bukti biaya
pengobatan di tempat yang aman. Bukti tersebut bisa mendukung kita jika ingin
melaporkan kekerasan yang terjadi ke kantor polisi atau kantor tempat pasangan
bekerja.
•
Jika memungkinkan, fotolah memar atau luka yang dialami. Aktifkan keterangan
tanggal dan jam pada kamera tersebut. Nantinya foto ini dapat dijadikan bukti
pendukung jika ingin melapor.
Jika
ingin melapor:
•
Meski sulit, cobalah untuk menenangkan diri. Jika masih mengalami kesulitan,
mintalah bantuan orang lain atau lembaga yang biasa menangani masalah KDRT.
Pikirkan masak-masak sebelum mengambil keputusan yang besar. Bicarakanlah
dengan orang yang kita percaya.
•
Siapkan bukti berupa buku nikah, foto luka, kuitansi rumah sakit, keluarga atau
teman yang mengetahui kekerasan yang terjadi, dll.
•
Hubungi lembaga yang biasa melakukan pendampingan korban KDRT.
•
Segera hubungi Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) di Polres tempat
kejadian berlangsung. Sebutkan nama pelakunya. Ceritakan apa yang terjadi
secara lengkap. Jangan lupa, catat nama dan pangkat petugas tersebut. Bila kita
jauh dari Polres, hubungi kantor polisi terdekat.
Agar
anak aman:
•
Untuk anak usia dini:
-
Ketika sedang bertengkar, usahakan tidak di depan anak.
-
Usahakan anak tidak sedang berada dalam gendongan kita.
-
Segera pindahkan anak ke ruangan lain yang lebih aman, namun mudah untuk
dijangkau.
•
Untuk anak yang lebih besar:
-
Ajari mereka untuk tidak ikut dalam pertengkaran, meski sebenarnya mereka ingin
menolong.
-
Ajari mereka bagaimana caranya menghubungi kerabat atau keluarga yang bisa
dimintai bantuan.
-
Ajari mereka untuk menghubungi polisi, memberikan alamat dan nomor telepon
rumah kepada polisi.
-
Katakan kepada mereka untuk menjauhi dapur, kamar mandi, atau gudang, selama
ibu dan ayahnya bertengkar. Jika dirasa kekerasan yang terjadi semakin sering
terjadi dan semakin berat, pikirkan keselamatan diri dan anak. Segera buat
rencana penyelamatan diri. Mintalah bantuan dari lembaga yang biasa mendampingi
perempuan dan anak.
Bagaimana
jika anak bertanya soal KDRT yang dialami?
1.
Usahakan tenang dalam menghadapi situasi dan tidak terbawa emosi.
2.
Jujur pada anak. Berbohong dengan maksud melindungi anak tentang kekerasan yang
terjadi justru akan membuat anak menjadi bingung dan tidak dapat memercayai
kita.
3.
Jelaskan kepada anak dengan menggunakan bahasa yang sederhana bahwa kekerasan
tidak boleh dilakukan apa pun alasannya. Contoh, ”Kamu masih ingat waktu
dipukul Indah? Ibu ingat waktu itu kamu menangis. Enggak enak ya, Nak, rasanya.
Itu makanya kenapa kita tidak boleh memukul, ya, Nak.”
4.
Yakinkan anak bahwa kekerasan yang terjadi bukanlah kesalahan anak. Misal,
”Kamu tadi melihat Ayah bertengkar ya sama Ibu? Ayah lagi marah sama Ibu, Nak.”
5.
Yakinkan anak bahwa kekerasan bukanlah cara untuk menyelesaikan masalah dan
bukan pula hal yang dibenarkan, terutama bila anak berubah menjadi sering
melawan dan kasar. Umpama, ”Kamu ingat waktu Ayah memarahimu ketika kamu lagi
main sama Suci? Malu ya, Nak? Sedih ya, Nak? Kalau kamu marah, kamu bilang aja
sama temanmu, ’Aku enggak suka main sama kamu karena kamu jahat.’ Jadi, enggak
usah lempar mainan atau teriak-teriak ya, Nak.”
6.
Dengarkan cerita/keluhan anak.
7.
Tetap menerapkan aturan yang sama seperti sebelumnya. Misalnya, jadwal bangun
tidur, makan, dan waktu tidur.
8.
Jika masih mengalami kesulitan dan memungkinkan, kita bisa menghubungi lembaga
yang memberikan layanan konseling psikologis.
KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK USIA DINI
Mungkinkah terjadi kekerasan seksual
pada anak usia dini? Mungkin saja dan banyak kasus yang sudah dilaporkan.
Bacaan berikut mungkin bisa membantu ibu dan ayah untuk lebih memahami tentang
kekerasan seksual pada anak usia dini. Semoga informasi yang diberikan bisa
membantu kita untuk mengenali dan membantu mereka yang mengalaminya.
Apa itu kekerasan seksual?
Kekerasan seksual adalah suatu
perilaku yang menjurus pada hal-hal yang berkaitan dengan hubungan seks, baik
berupa kata-kata maupun perbuatan yang tidak disetujui oleh korbannya,
merendahkan korbannya, atau memanfaatkan korbannya. Jadi, kekerasan seksual
dapat berupa kata-kata atau candaan (humor) porno, memperlihatkan bagian tubuh maupun
gambar porno, menyentuh bagian tubuh, sampai dengan memaksa melakukan hubungan
seksual.
Jika korbannya adalah anak, sangat
besar kemungkinan anak akan diam dan tidak melawan. Sangat besar pula
kemungkinan pelakunya tidak mengancam anak. Hal ini bukan berarti anak suka dan
mau atau istilahnya suka sama suka. Anak mungkin saja bingung dan tidak tahu
apa yang sedang terjadi, sehingga kelihatannya anak juga mau melakukan hubungan
seksual. Undang-undang negara kita yang khusus mengatur tentang perlindungan
anak (UU Nomor 23 Tahun 2002) berbunyi: segala bentuk tindakan seksual yang
dilakukan dengan anak di bawah 18 tahun tergolong sebagai kekerasan seksual. Baik
itu ada perlawanan atau tidak, ancaman atau tidak, paksaan ataupun tidak, tetap
digolongkan sebagai kekerasan seksual. Pelakunya diancam kurungan penjara dan
denda.
Apa saja bentuk-bentuk kekerasan seksual pada anak usia dini?
1.
Meminta anak melihat bagian tubuh dan/atau kelamin.
2.
Meminta anak memperlihatkan bagian tubuh dan/atau kelamin.
3.
Meminta anak melihat gambar porno atau menonton film porno.
4.
Membelai, menyentuh, mencium, atau meremas bagian tubuh anak.
5.
Meminta anak membelai, memegang, mencium, meremas tubuh dan alat kelamin orang
dewasa.
6.
Melakukan hubungan seksual (perkosaan).
Apa akibat kekerasan seksual pada anak?
Akibat
yang muncul sangat bervariasi, antara lain anak mungkin:
1.
Sangat tertarik terhadap perilaku seksual, misalnya dengan meraba-raba atau
memainkan alat kelaminnya sendiri (masturbasi).
2.
Takut pada lawan jenis atau orang dewasa.
3.
Merasa dikhianati.
4.
Bingung.
5.
Sangat marah dengan pelaku, orang dewasa lain, lawan jenis, atau pada diri
sendiri.
6.
Menyakiti diri, melawan, kasar, prestasi buruk di sekolah. Pada anak remaja
mungkin bisa sampai putus sekolah.
Mengapa
anak tidak menceritakan kekerasan seksual yang mereka alami?
1.
Anak tidak memahami apa yang sebenarnya terjadi. Ada yang baru menyadarinya
ketika remaja, ada pula yang merasa tidak nyaman namun tidak mengerti apa yang
harus dilakukan.
2.
Anak merasa bingung, khawatir, dan takut kalau ibu dan ayahnya akan marah atau
sedih.
3.
Anak mengira peristiwa itu terjadi karena kesalahan mereka.
4.
Pelaku mengancam dengan cara halus maupun kasar. Misalnya, kalau tidak
mengikuti keinginan pelaku, anak akan dimarahi. Ada juga yang mengatakan, kalau
tidak menurut, maka pelaku bisa sakit, atau pelaku akan dimarahi oleh ibu dan
ayah mereka. Pelaku bisa juga mengancam akan melakukan kekerasan pada diri anak
itu sendiri atau pada benda yang mereka sayangi (keluarga, binatang, mainan
kesayangan, dll.).
5.
Anak merasa sangat bingung jika ternyata kekerasan yang mereka alami itu
menyenangkan buatnya. Sering kali pelaku memulai kekerasan dengan cara
memberikan rangsangan lembut pada tubuh dan alat kelamin anak, tapi ini bukan
berarti anak menikmatinya. Tubuh anak secara otomatis merasakan kenikmatan.
Nah, karena anak tidak memahami apa yang sebenarnya terjadi, maka anak merasa
sangat ketakutan, merasa malu dan bersalah. Pelaku biasanya sengaja mengatakan
kepada anak bahwa reaksi anak muncul karena anak menyukainya, misalnya jika
alat kelamin anak laki-laki menjadi tegang (ereksi).
6.
Ketika melakukan aksinya, pelaku sering kali memanfaatkan ketakutan anak.
Umpama, kalau tidak menurut nanti akan dikejar setan, tidak ditemani, atau
tidak disayang.
7.
Pelaku membujuk anak dengan permen, uang, mainan, atau barang kesukaan anak.
8.
Sangatlah SULIT bagi anak untuk mengatakan TIDAK pada pelaku, terlebih jika
pelaku tersebut adalah orang dewasa yang mereka percayai dan kasihi, seperti
ayah, kakak, paman, kakek, atau guru.
Bagaimana
jika anak kita yang menjadi korban?
1.
Segera ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk memeriksakan kemungkinan
adanya luka. Simpan kuitansi pembayaran karena bisa dijadikan bukti pendukung.
Simpan pula pakaian anak.
2.
Pikirkan baik-baik apa yang akan dilakukan. Diskusikan dengan pasangan kita.
Ingat, bukti luka yang ada di tubuh anak mudah sembuh. Jika ingin melapor,
semakin cepat melapor akan semakin baik.
3.
Ingat, anak kita adalah korban. Sering kali ibu dan ayah memarahi dan
menyalahkan anak, semisal, kenapa anak bermain dengan pelaku, tidak cerita,
atau teriak. Sikap ini justru akan membuat anak merasa bersalah.
4.
Terimalah anak apa adanya. Anak perempuan kita memiliki nilai yang lebih dari
sekadar keperawanan. Sementara anak laki-laki yang mengalami kekerasan seksual
juga belum tentu ketika dewasa nanti hanya menyukai sesama laki-laki. Anak
punya banyak kemampuan dan kelebihan yang perlu dikembangkan. Dengan menganggap
anak telah rusak atau kotor, kita justru akan membuat kondisi kejiwaan anak
semakin buruk.
5.
Jika ada, carilah lembaga yang dapat memberikan layanan konseling karena anak
akan sangat membutuhkannya, meskipun akibatnya mungkin saja belum terlihat.
Kita pun akan sangat membutuhkan layanan ini.
6.
Perhatikan kesehatan ibu dan ayah. Anak sangat membutuhkan kita saat ini. Meski
sulit, cobalah untuk tetap makan dan istirahat yang cukup.
Jika
ingin melapor:
•
Siapkan bukti berupa pakaian anak, fotokopi rekam medis atau surat dari dokter,
dan kuitansi pembayaran rumah sakit.
•
Laporkan ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) di Polres tempat kejadian
berlangsung. Jika tidak yakin di mana tempat kejadiannya, laporkan ke UPPA
Polda di daerah tempat tinggal ibu dan ayah. Catat nama petugas dan tanggal
kita melapor. Jika tidak ada UPPA atau jauh dari Polres dan Polda, laporkan ke
kantor polisi terdekat. Namun akan lebih baik jika melapor langsung ke UPPA
Polres atau UPPA Polda.
•
Hubungi lembaga yang melakukan pendampingan untuk perempuan dan anak. Dengan
didampingi, ibu dan ayah akan merasa lebih kuat. Jika anak menunjukkan
perubahan perilaku:
•
Anak ketakutan atau menangis.
Berikan
pelukan dan yakinkan anak bahwa ibu dan ayah bersamanya.
•
Anak mengalami mimpi buruk.
Tenangkan
anak, berikan pelukan dan belaian lembut. Jika perlu, tidurlah bersama anak.
•
Anak melawan atau mengamuk.
Ajak
anak ke tempat sepi, peluklah ia, dan katakan bahwa kita tahu ia marah dengan
pelaku dan dengan apa yang terjadi. Sampaikan bahwa kita pun marah dengan
pelaku.
•
Anak menunjukkan kegiatan seksual dalam permainan, dengan orang lain, atau
dengan kelaminnya sendiri.
Ajak
anak ke tempat sepi sehingga ibu dan ayah bisa berbicara dengan anak tanpa ada
yang mengganggu, Tanyakan kepada anak, mengapa ia melakukan hal tersebut. Jika
ia mengatakan pelaku melakukannya kepadanya, sampaikan bahwa apa yang dilakukan
oleh pelaku kepada anak adalah perbuatan yang salah dan tidak boleh dilakukan.
Hindari memarahi anak, apalagi memarahi di depan umum.
Apabila
ibu dan ayah menemukan kesulitan, cobalah menghubungi lembaga yang biasa
mendampingi anak yang mengalami kekerasan seksual. Akan lebih baik jika dapat
menghubungi lembaga yang memberikan layanan konsultasi psikologis. Tip
Menghindarkan Anak dari Kekerasan Seksual
1.
Ajarkan sejak masih kanak-kanak tentang tubuhnya termasuk alat kelaminnya.
Jelaskan pula perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
2.
Ajarkan perilaku yang wajar dalam pergaulan. Misalnya cium tangan kepada orang
yang lebih tua, bergandengan tangan dengan teman, mencium pipi orangtua, atau
dicium pipinya oleh orangtua.
3.
Bedakan antara sayang, cium, dan pelukan. Seringkali kita mengajarkan anak
untuk mencium atau memeluk orang lain dengan kata-kata ”ayo ade, sayang nenek”
padahal maksudnya anak diminta untuk mencium tau memeluk nenek.
4.
Ajarkan bagian tubuh yang TIDAK BOLEH disentuh oleh orang lain, termasuk
ayahnya. Jelaskan pada anak bahwa beberapa orang dewasa akan mengancam atau
memberikan hadiah supaya mereka dapat menyentuh bagian-bagian tertentu.
5.
Jelaskan kepada anak bahwa ia harus cerita ke kita jika ada orang dewasa yang
membujuk atau memaksa melakukan sesuatu yang mereka tidak suka. Misalnya
meminta melihat bagian tubuh orang lain, memperlihatkan tubuhnya, atau
menyentuh tubuhnya.
6.
Selalu berkomunikasi dengan anak mengenai apa saja, bahkan tentang hal-hal yang
dianggap tabu seperti menstruasi, mimpi basah, dan kematian.
7.
Percaya pada perasaan kita dan anak. Ajarkan kepada anak untuk mempercayai
perasaannya atau penilaiannya terhadap seseorang. Katakan kepada mereka bahwa
tidak apa-apa jika mereka tidak suka dengan seseorang.
8.
Perhatikan orang-orang yang dekat atau berhubungan dengan anak kita, misalnya
pengasuh anak. Kalau perlu minta pendapat orang lain.
9.
Ingatlah bahwa pelaku kekerasan seksual kebanyakan adalah orang yang dikenal,
dipercaya, dan disayangi oleh keluarga
FAKTA SEPUTAR KDRT
•
Terjadi pada siapa saja, berapa pun usianya, status ekonominya, latar belakang
pendidikannya, apa pun pekerjaannya, agamanya dan asal sukunya.
•
Ada perilaku kekerasan yang berulang dan mungkin saja bentuk kekerasannya lebih
dari satu: bisa kekerasan fisik dan seksual; kekerasan fisik dan psikis;
kekerasan fisik, psikis, dan seksual; atau mengalami semua bentuk kekerasan.
•
Kekerasan dipelajari.
•
Pelaku memilih untuk melakukan kekerasan sehingga KDRT yang terjadi bukan
disebabkan oleh korbannya ataupun karena masalah dalam hubungan perkawinan.
•
Rumah tangga yang mengalami kekerasan, umumnya memiliki anak, termasuk anak
usia dini.
•
Anak usia dini sangat mungkin mengalami luka karena mereka biasanya berada
dekat orangtuanya selama kekerasan terjadi.
•
Anak yang hidup dalam keluarga dengan KDRT cenderung telantar dan kurang
terawat.
•
Meski anak tidak mengalami langsung, pengalaman mendengar atau melihat
kekerasan yang terjadi dapat memengaruhi anak.
•
Kebanyakan aAnak dari keluarga dengan KDRT lebih bermasalah dibandingkan dengan
anak dari keluarga yang bercerai.
TANDA-TANDA ADANYA KDRT
Pada ORANG DEWASA :
•
Adanya memar-memar dan tanda lain (misalnya, bekas sundutan rokok) di kulit
dengan alasan “jatuh” atau “terantuk pintu”, dll.
•
Murung atau sedih.
•
Sering terlambat dan tiba-tiba tidak masuk kerja, pengajian atau arisan.
•
Sering menerima telepon yang mengganggu selama berkegiatan di luar rumah.
•
Takut pasangannya marah.
•
Menurunnya semangat, hasil kerja, kreativitas, dan konsentrasi.
•
Tidak bergaul, menjauhi teman-teman dan keluarga.
•
Penggunaan uang yang sangat dibatasi.
Pada
ANAK :
•
Adanya memar-memar dan tanda lain (misalnya, sundutan rokok, dll.) pada tubuh
dengan alasan yang tidak masuk akal.
•
Murung atau sedih.
•
Sering terlambat dan tiba-tiba tidak ikut kegiatan atau tidak masuk sekolah.
•
Takut sendirian, takut salah.
•
Menurunnya semangat, prestasi belajar, kreativitas, dan konsentrasi.
•
Perubahan perilaku secara tiba-tiba, misalnya menjadi kasar dan pemarah, atau
justru tidak mau bergaul, menjauhi teman-teman.
•
Mengatakan membenci orangtuanya atau takut orangtuanya marah.
•
Terlihat tidak terawat.
Tanda-tanda
di atas adalah tanda-tanda yang biasanya terdapat pada korban KDRT. Namun belum
tentu yang menunjukkan tanda-tanda tersebut pasti korban KDRT.
PENUTUP
Tidak
ada seorang pun yang berharap akan mengalami kekerasan dalam bentuk apa pun.
Setiap anak pasti ingin dikasihi dan disayangi oleh ibu dan ayahnya maupun
orang-orang di sekitarnya. Masalah KDRT dan kekerasan seksual adalah masalah
kita bersama. Dengan bersikap peduli terhadap masalah ini, kita bisa membantu
mereka keluar dari masalah yang mereka anggap tabu untuk dibicarakan.
Jika
ibu dan ayah yang menjadi korban KDRT atau ananda yang menjadi korban kekerasan
seksual, ibu dan ayah tidak sendiri. Ada banyak orang yang peduli dengan apa
yang ibu dan ayah alami, juga banyak lembaga yang bisa membantu ibu dan ayah.
Cari informasi lembaga di daerah tempat tinggal ibu dan ayah yang bisa membantu
memilih jalan keluar lebih
KDRT
dan Pelecehan Seksual dalam Kehidupan AUD 33
baik.
Ibu dan ayah mungkin akan menghadapi kesulitan dalam menyelesaikan masalah
tersebut, namun percayalah, sedikit demi sedikit ibu dan ayah akan dapat
melaluinya, terutama jika ibu dan ayah mau membuka diri dan mencari bantuan.
KDRT
dan Pelecehan Seksual dalam Kehidupan AUD
Vitria
Lazzarini, M.Psi
Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak
Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak
Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011
Sumber
Bacaan :
Lepas
dari KDRT: Panduan untuk Menolong Diri • Sendiri, Vitria Lazzarini dkk.,
Yayasan Pulih dan ICCO Netherland, 2009.
Understanding
the Effects of Domestic Violence on • Children: a Trainer’s manual for Early
Childhood Educators, Linda Baker dkk, Centre for Children and Families in the
Justice System.
Sexual
Abuse of Children and Adolescence: a • Preventive Guide for Parents, Teachers,
and Counselors, William Prendergast, Continuum Pub, 1996.
http://www.helpguide.org/mental/child_abuse_•
physical_emotional_sexual_neglect.html
http://www.vcu.edu/vissta/training/va_teachers/faq.•
html
PARENTING
KESIAPAN ANAK BERSEKOLAH
PENDIDIKAN DASAR
Tentunya, untuk masuk SD, ananda
perlu dipersiapkan lebih dahulu. Kalau ibu-bapak diajukan pertanyaan, “Apa yang
Ibu-Bapak siapkan untuk ananda yang akan masuk SD?” Berbagai jawaban pun
muncul, dari membiasakan bangun pagi, menyiapkan pakaian, membelikan alat tulis
dan buku, membelikan seragam, dan lainnya. Namun jawaban yang paling banyak,
biasanya adalah “menyiapkan ananda supaya bisa membaca, menulis, dan
berhitung”. Jawaban ini muncul karena kebanyakan orangtua beranggapan, untuk
masuk SD sudah harus bisa membaca, menulis, dan berhitung. Ada juga yang
berpandangan, di SD itu hanya mau menerima anak (murid) yang sudah bisa
membaca, menulis, dan berhitung.
Cobalah simak perbincangan ibu-ibu di
suatu TK yang sedang menunggui anaknya. Begitu seorang ibu tahu anaknya
sebentar lagi akan masuk SD, maka pertanyaan yang muncul dari ibu-ibu lain
adalah, “Wah, anaknya sudah bisa baca, tulis, dan hitung, ya?”
Memang, tidak dapat disangkal bahwa
kemampuan membaca, menulis dan berhitung amat dibutuhkan di SD. Namun,
mempersiapkan ananda untuk menekuni pendidikannya di SD bukanlah semata-mata ia
sudah harus bisa membaca, menulis, dan berhitung saja, karena sebenarnya masih
banyak lagi kemampuan lain yang perlu dipersiapkan sebelum anak masuk SD.
Sikap-sikap seperti tidak bergantung pada ibu atau nenek atau si mbak yang
menunjukkan bagaimana kemandirian ananda; mau berbagi dengan teman; mau
bersosialisasi alias bergaul dengan teman lain; tidak malu; dan lain-lainnya,
justru lebih diperlukan oleh ananda yang akan masuk SD. Jadi, agar ananda siap
masuk SD, diperlukan kesiapan dalam seluruh aspek perkembangannya, dari fisik,
kecerdasan, sosial-emosional, hingga bahasa.
Buku ini disusun sebagai panduan bagi
para orangtua—bukan hanya ibu, tetapi juga ayah—untuk mempersiapkan ananda
tercinta yang akan masuk SD. Diharapkan setelah membaca buku ini, ibu dan ayah
menjadi tahu, apa saja yang harus dilakukan agar ananda siap masuk SD. Dengan
begitu, ketika tiba saatnya masuk SD, ananda benar-benar sudah siap dan—yang
penting pula—kelak ananda pun menjadi senang belajar di SD.
CIRI-CIRI ANAK SIAP SEKOLAH
Sebelum ibu-ayah memahami apa yang
harus dipersiapkan untuk ananda yang akan masuk SD, baiklah kita ketahui dulu
ciri-ciri anak usia SD.
Anak usia SD umumnya dikenal pula
dengan sebutan anak usia sekolah. Sebagian besar dari kita paham, ditinjau dari
usia, seorang anak akan masuk SD jika ia sudah mencapai usia 7 tahun. Di usia
ini biasanya anak telah memiliki kesiapan untuk masuk SD atau memiliki
kematangan sekolah. Namun, pada kenyataannya, tidak semua anak usia 7 tahun
sudah siap masuk SD. Mengapa? Karena, kesiapan anak untuk bersekolah, ternyata
tidak hanya dilihat dari sisi anaknya saja, melainkan juga sisi keluarga,
terutama kesiapan orangtuanya.
Ibu dan ayah harus siap untuk melepas
anaknya yang akan bersekolah. Jika ibu-ayah takut melepas ananda untuk sekolah,
berarti ibu-ayah belum siap untuk menyekolahkan ananda. Begitu pula jika
ibu-ayah melepas tanggung jawab dengan menyerahkan semua urusan ananda kepada
sekolah, sebenarnya menunjukkan ibu-ayah tidak siap melepas ananda bersekolah.
Di sisi lain, ibu-ayah juga tidak bisa selalu melayani ananda sampai-sampai
ananda tidak bisa berbuat apa-apa atau tidak tahu harus berbuat apa karena
biasanya dia sudah tahu beres akan kebutuhannya sebab sudah biasa dibantu
orangtua atau keluarganya.
Selain lingkungan keluarga,
lingkungan di sekitar anak juga turut memberikan sumbangan terhadap kesiapan
anak memasuki dunia sekolah. Keadaan ini bisa dimengerti karena bagaimana
interaksi atau hubungan anak dengan lingkungan teman sebaya maupun orang dewasa
lain, dapat memengaruhi perkembangan dirinya. Coba tengok si Budi, anak
keluarga Pak Eddy yang berusia 4 tahun. Di lingkungan rumahnya, Budi memiliki
banyak teman dan bersama teman-temannya itu, Budi suka suka bermain sepeeda
meskipun masih roda 4. Ketika bertemu dengan orangtua dari temannya atau orang
dewasa lain, Budi selalu menyapa, “Selamat pagi, Pak.” atau “Selamat pagi, Bu.”
Ketika diajak ke pasar, Budi juga suka bertanya pada tukang sayur, “Pak, ini
jualan sayur apa?”; “Kalau sayuran wortel seperti apa?”
Keunggulan Budi yang memiliki banyak
teman dan tidak malu untuk menegur orang dewasa kenalan ibu-ayahnya, merupakan
“buah” dari kebiasaan ibu-ayah yang suka mengajak Budi untuk berkenalan dengan
lingkungan sekitar rumahnya. Selain juga, juga ibu-ayah kerap memberikan contoh
dan kesempatan bagaimana bertanya dan berbicara dengan orang lain. Tak heran
bila akhirnya kemampuan berbicara Budi perkembangan interaksi anak di luar
lingkungan keluarganya turut membantu perkembangan dirinya juga mengalami
perkembangan yang baik. Begitu pun dengan jawaban yang diberikan oleh Budi atas
pertanyaan dari teman-teman maupun orang lain di sekitarnya, ikut meningkatkan
kemampuan bahasa dan pergaulan (interaksi) Budi dengan lingkungannya.
Kemampuan berbahasa dan berinteraksi
sebagaimana yang dimiliki Budi merupakan kemampuan yang nantinya dapat
menyumbang kesiapan anak untuk masuk sekolah. Dengan demikian, selain
perkembangan bahasa dan sosial, perkembangan fisik, emosional, serta kecerdasan
(yang banyak berkaitan dengan kemampuan berpikir), juga memberikan sumbangan
bagi kesiapan anak untuk sekolah.
Dari apa yang diutarakan di atas tampak
bahwa usia bukan merupakan satu-satunya hal yang menentukan kesiapan atau
kematangan seorang anak. Oleh karena itu ketika kita mulai memikirkan si kecil
untuk masuk SD, maka kita perlu memahami ciri-ciri dari anak yang siap untuk
sekolah.
CIRI-CIRI ANAK SIAP SEKOLAH
1.
Dari perkembangan fisik:
1) Anak dapat meniti. Kalau berjalan di
titian, ia tidak jatuh karena sudah lebih bisa mengontrol keseimbangan dirinya.
2) Anak dapat memegang alat tulis dengan
benar, misalnya ketika ia menulis atau menggambar sesuatu. Perhatikan tahapan
bagaimana anak memegang alat tulis.
3) Anak mulai bisa memusatkan
pandangannya pada benda-benda kecil. Itulah sebabnya anak dapat
mengoordinasikan mata dan tangannya. Misal, anak bisa mengancingkan baju
sendiri, menyusun balok-balok, atau memasukkan balok sesuai dengan bentuknya.
2.
Dalam menggambar,
Anak dapat membuat coretan-coretan
yang lebih bermakna. Gambaran yang tadinya hanya garis-garis tidak beraturan
sudah dapat dibuat dalam bentuk tertentu seperti orang, rumah, mobil, roda, bunga,
dan lainnya.
3. Ketergantungan pada ibu-ayah atau
orang dewasa lain mulai berkurang.
4. Anak mulai mandiri dan menunjukkan
rasa tanggung jawabnya. Contoh, anak bisa makan sendiri, habis bermain
membereskan mainan sendiri, dan bisa mandi sendiri meskipun belum bersih betul.
5. Anak sangat menyukai kegiatan yang
dipilih sendiri dan ia sangat menikmatinya.
6. Anak mulai bisa lebih berkonsentrasi
dan Anak sudah dapat memusatkan perhatiannya, koordinasi mata dan tangan sudah
lebih baik memusatkan perhatiannya pada suatu hal.
7. Itulah sebabnya dalam mengerjakan
sesuatu anak terlihat lebih tekun.
8. Anak dapat berbagi dan bermain
bersama-sama dengan temannya.
9. Contoh, waktu bermain balok-balok,
anak bisa bermain bersama-sama dengan temannya membangun sesuatu.
10. Anak senang berbicara, pertanyaan
anak juga sudah lebih rumit.
Pertanyaan yang diajukan tidak lagi
menggunakan kata tanya “apa”, tetapi sudah berkembang menjadi “mengapa”.
Contoh, “Ayah, mengapa ayam kalau dari
Anak sudah bisa berbagi jauh menjadi
kecil?” Anak juga cepat tanggap jika ada hal-hal yang bertentangan dengan apa
yang sudah ibu-ayah ucapkan, “Kata Ibu, sebelum makan harus cuci tangan dulu,
tapi kok Ayah boleh makan padahal belum cuci tangan?”
PANDUAN MENYIAPKAN ANAK MASUK SD
Dengan melihat ciri-ciri kesiapan anak
masuk SD, inilah yang perlu dilakukan ibu-ayah agar ananda siap masuk SD.
- Sering mengajak anak berkunjung
ke lingkungan di luar rumah, agar anak terbiasa dengan berbagai lingkungan
yang ada, misalnya diajak ke pasar, ke warung, ke rumah bu RT. Dorong ananda
untuk berkenalan dan minta ia memerhatikan kegiatan yang sedang dilakukan
di pasar atau warung, dan sebagainya.
- Tanyakan pada anak, apa yang
telah dilakukannya di hari itu. Hargailah setiap jawaban anak. Hindari
pertanyaan yang diajukan bertubi-tubi karena akan membuat anak kesal dan
akhirnya tidak mau bercerita. Contoh, “Adik sedang apa? Tadi waktu Ibu ke
pasar, Adik menangis tidak? Besok Adik mau ikut Ibu dan Bapak ke rumah
Eyang?” Pertanyaan-pertanyaan seperti ini membuat anak bingung; dia belum
menjawab satu pertanyaan, eh sudah diajukan lagi pertanyaan lain.
- Berkunjung ke SD yang ada di
dekat rumah atau SD yang akan dituju kelak dan berkenalanlah dengan guru-guru
di sana. Hal ini berguna bagi anak agar tidak malu dan mudah menyesuaikan
diri dengan lingkungan baru. Kalau sering berkunjung dan berkenalan dengan
guru-guru di sana, anak pun akan terbiasa dengan lingkungan sekolahnya
kelak. Jika anak memiliki kakak di SD, tentu akan lebih mudah bagi
ibu-ayah untuk memperkenalkan lingkungan SD.
- Ajak anak untuk menyalurkan
kegiatan fisiknya secara lebih terarah, misalnya berlari, memanjat pohon,
meniti trotoar (pinggir jalan raya),
- Perbanyak kegiatan yang
menunjang perkembangan motorik halus seperti bermain tanah liat, membuat
tulisan di atas pasir atau tepung dengan menggunakan jari tangan, membantu
ibu menggiling adonan, membantu ibu memeras santan, dan lainnya.
- Tanamkan tanggung jawab dan
kemandirian kepada anak, seperti selesai makan membawa piring ke dapur
untuk dicuci ibu, membereskan mainan setiap kali selesai bermain, dan
lain-lain. Pada awalnya ibu-ayah memberikan contoh, kemudian melakukannya
bersama anak, selanjutnya biarkan anak melakukannya sendiri, sehingga lama
kelamaan akhirnya anak terbiasa dan tidak selalu minta tolong ibu-ayah
maupun orang dewasa lainnya
- Ciptakan kondisi belajar sambil
bermain sehingga anak terbiasa bahwa belajar itu menyenangkan. Contoh,
sambil mengajak anak ke pasar diperkenalkan nama sayuran dan warnanya, apa
bedanya dengan sayuran lain, dan seterusnya.
- Hargai setiap hasil karya anak.
Ketika anak menunjukkan hasil tempelan aneka daun-daunan di sebuah kertas,
katakan kepada anak, “Wah... bagus sekali hasil buatanmu, Nak. Ibu boleh
tahu tidak ini apa?”.Hal ini dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada
anak. Hindari perkataan seperti, “Mestinya bentuknya seperti ini...”
(sambil ditunjukkan caranya). Komentar seperti ini akan mengecilkan hati
anak dan membuat anak merasa tidak dihargai hasil karyanya, akhirnya anak
jadi malas untuk berkarya lagi.
- Jawablah setiap pertanyaan anak,
namun jika ibu-ayah tidak tahu, katakanlah secara terus terang, “Wah,
Nak...Ibu belum tahu kenapa kapal terbang bisa terbang.... Coba nanti kita
tanya Bapak, mungkin Bapak tahu jawabnya.”
- Boleh juga bila ibu-ayah mau
memperkenalkan anak dengan kegiatan menulis, membaca, dan berhitung untuk
membantu perkembangan kemampuan dasar anak. Akan tetapi lakukan melalui
kegiatan yang menyenangkan dan sambil bermain sebagaimana yang sudah
dijelaskan di atas. Misalnya, kegiatan menulis, “Ayo... sekarang membuat
titik-titik air hujan.”
Yang Harus Dihindari Oleh Ibu Dan Ayah:
- Memaksa anak belajar menulis,
membaca, atau berhitung di saat anak belum siap.
- Menuntut terlalu tinggi pada
anak. Misalnya, anak harus bisa menulis dengan rapi, sehingga jika terjadi
kesalahan, anak harus menghapus dan mengulangnya kembali sampai betul.
- Menyempurnakan hasil karya anak,
karena ibu-ayah tidak puas dengan hasil karya anak. Cara ini sungguh tidak
bijak, karena dapat membuat anak menjadi kecil hati.
PENUTUP
Memasuki pendidikan di SD memiliki
warna tersendiri dalam kehidupan suatu keluarga, terlebih jika ananda merupakan
anak pertama. Berbagai hal diupayakan pada anak agar ia berhasil masuk SD.
Sejauh ini kebanyakan orangtua hanya menganggap, untuk masuk SD, anak sudah
harus berusia 7 tahun serta sudah harus bisa membaca, menulis, dan berhitung.
Oleh karena itu, banyak orangtua menyiapkan anaknya ke arah kemampuan-kemampuan
tersebut. Padahal, harusnya tidak demikian, karena masih banyak kemampuan
lainnya yang juga perlu diasah agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan
maksimal.
Nah, agar ibu dan ayah dapat
memberikan bantuan yang juga maksimal kepada anak, maka ibu dan ayah dapat
membaca seri buku panduan yang lainnya, seperti Mengembangkan Kmampuan Dasar
Anak Mengenai Angka dan Konsep Matematik; Mengembangkan Kemampuan Awal Membaca
Anak Usia Dini; Anak Bertanya Orangtua Menjawab, dan lainnya. Selamat membaca
dan menyiapkan anak masuk SD!
Puji Lestari Prianto, M.Psi.
Direktorat
Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat
Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian
Pendidikan Nasional
Tahun
2011
Sumber
bacaan
Memilih
Sekolah Buat Si Kecil oleh Deasy Andriani. • Penerbit: Kanisius Yogyakarta,
Tahun 2008.
Pendidikan
Anak Prasekolah.oleh Soemiarti • Patmonodewo. Penerbit: Rineka Cipta Jakarta,
Tahun 2000.
Pendidikan
Anak di SD (buku materi pokok PGSD) oleh • Hera Lestari Mikarsa, Agus Taufik
dan Puji L Prianto. Penerbit: Universitas Terbuka Jakarta, Tahun 2007
Positive
Child Guidance oleh Darla Ferris Miller. • Wadsworth Cangage Learning Canada,
Tahun 2010
Fulfilling
Your Child’s Potential. A Guide to Effective • Parenting oleh Sherry Tian.
Armour Publishing Pte.Ltd Singapura, Tahun 2009
Mengembangkan
Bakat dan Kreativtas Anak Usia SD • oleh S Utami Munandar. PT Gramedia Jakarta
1985.
PARENTING
Mengasah Keterampilan Bergerak Anak Usia 2-4 Tahun
Selama periode usia 2—4 tahun, anak
menunjukkan perubahan di seluruh aspek perkembangannya. Dari bayi yang sangat
bergantung pada orang lain menjadi anak yang mandiri dan dapat bergerak bebas
ke mana pun ia inginkan. Dari hanya bisa menangis, sekarang anak dapat
berbincang-bincang dengan asyik mengenai banyak hal dengan ibu dan ayah.
Demikian pula perkembangan sosialnya. Pada periode ini anak menikmati sekali
bermain dengan anak-anak sebayanya. Ia pun belajar berbagai keterampilan sosial
dalam interaksi bersama lingkungan sosialnya.
Buku berseri ini bertujuan agar ibu
dan ayah dapat memahami aspek perkembangan anak pada enam tahun pertama
kehidupannya. Dengan pemahaman tersebut, diharapkan ibu dan ayah dapat
mendampingi dan menyediakan lingkungan yang lebih baik untuk anak mengembangkan
kemampuannya. Terdapat empat aspek utama perkembangan anak yang dibahas dalam
serial buku ini, yaitu : aspek gerakan kasar dan gerakan halus, bahasa,
kecerdasan, dan sosial-emosi. Pemahaman yang menyeluruh dan seimbang terhadap
aspek perkembangan akan lebih efektif dibandingkan fokus terhadap satu aspek
saja. Setiap kegiatan yang diberikan di dalam buku ini bisa berdampak pada
beberapa aspek dan bermanfaat bagi perkembangan kemampuan anak Ibu dan ayah
dapat memahami setiap aspek perkembangan sesuai dengan usia anak. Khusus pada
buku ini akan dibahas mengenai aspek gerakan kasar dan gerakan halus anak usia
2 sampai 4 tahun. Perkembangan gerakan kasar dan gerakan halus anak mengalami
perubahan pesat dibanding periode usia sebelumnya. Inilah masa dimana anak
melatih keterampilannya agar ia menguasai keterampilan gerakan kasar dan
gerakan halus dengan lebih baik sebagai bekal ketika ia memasuki usia sekolah.
Penting diingat, tujuan utama
memahami tahap perkembangan anak adalah agar kita dapat memberikan perangsangan
secara berhasil guna, dengan berbagai cara dan variasi. Untuk itu, ibu dan ayah
dituntut kreatif dalam menciptakan kegiatan-kegiatan yang merangsang
perkembangan anak. Contoh kegiatan yang ada di dalam buku ini dapat
dikembangkan sesuai dengan keadaan masing-masing anak. Setiap anak adalah unik
dan kita harus dapat memahami keunikannya. Hindari memaksa anak melakukan
kegiatan yang barangkali belum dikuasainya. Apalagi bila ibu dan ayah merasa
bahwa anak lain yang seusia dengan anak sudah dapat melakukannya. Bila anak
belum dapat melakukan kegiatan yang dirangsangkan atau terlihat belum tertarik,
cobalah kegiatan yang sama beberapa kali dengan diberi rentang waktu.
Di dalam pembahasan mengenai aspek
gerakan kasar dan gerakan halus, buku ini akan memberikan contoh perangsangan
dan kemampuan yang dapat dikuasai anak pada usia tertentu. Penjelasan tersebut
tidak bersifat kaku atau suatu keharusan. Ingat, setiap anak adalah unik dan
hasil dari suatu perangsangan dapat berbeda antaranak.
Terdapat tiga sumber yang merupakan
dasar dari kemampuan anak untuk mengendalikan lengan, kaki, badan,
keseimbangan, dan kerja sama, yaitu kemampuan, perangsangan, dan perubahan
fisik.
Kemampuan gerak sebenarnya sudah
terlihat pada 15 bulan pertama kehidupan anak. Di awal kehidupannya, anggota
gerak anak bergerak tanpa arah, kemudian seiring dengan perkembangannya, anak
mampu mengarahkan geraknya dengan baik.
Perangsangan yang ibu dan ayah
berikan sehingga anak mampu menguasai keterampilan dasar gerak tubuh seperti
tengkurap dan berbaring, merangkak, sampai akhirnya berjalan. Anak masih
memerlukan dukungan ibu dan ayah untuk melatih keterampilannya dalam aspek gerakan
kasar dan gerakan halus.
Perubahan
fisik yang terjadi sejak tahun kedua, antara lain:
PERKEMBANGAN
GERAKAN KASAR DAN GERAKAN HALUS
PADA
USIA 2-4 TAHUN
•
Berat dan Tinggi Badan. Anak mengalami tinggi dan berat badan yang berkembang
pesat. Kakinya menjadi lebih panjang dan otot-ototnya menjadi lebih kuat.
Dengan demikian anak bisa bergerak lebih lincah, lebih cepat, dan lebih
bertujuan.
•
Otak. Ketika lahir, berat otak anak kira-kira 25% dari berat otaknya ketika ia
dewasa kelak. Pada usia 2 tahun, berat otaknya mencapai 75%. Perkembangan otak
sejalan dengan kematangan bagian otak yang memungkinkan anak mengendalikan
postur tubuh dan keseimbangannya.
•
Penglihatan. Salah satu efek dari kematangan otak yang terjadi pada periode ini
adalah kemampuan penglihatan yang membaik dan anak mampu memusatkan
perhatiannya lebih akurat. Untuk dapat melakukan kegiatan fisik yang menantang
secara efektif, seperti memanjat, berlari, melempar, dan mempertahankan
keseimbangan, anak harus mampu menggunakan penglihatannya dengan baik.
Meskipun kemampuan geraknya
berkembang dengan pesat, anak juga mengembangkan kemampuan gerakan halus untuk
mengembangkan kemampuan belajar dan pemahamannya. Pada periode ini, kemampuan
anak mengendalikan tangan dan jari makin berkembang. Kemampuan ini memungkinkan
anak memegang benda kecil dan mengendalikan tangannya pada kegiatan makan,
serta membawa benda-benda tanpa bantuan.
Memasuki masa usia prasekolah, anak
makin menunjukkan keterampilan fisik dan gerak yang ia kembangkan sebelumnya. Tantangan-tantangan
kegiatan kerja sama fisik seperti melompat, sekarang dapat dilakukannya dan ia
makin berusaha agar dapat melakukan kegiatan yang lain. Tentu saja, sebelum ia
mampu melakukan kegiatan itu secara terampil, anak akan melalui banyak latihan.
Tubuhnya pun menjadi lebih lincah dan kuat dari sebelumnya. Akan terlihat
perbedaan yang jelas antara kemampuan gerakan kasar dan gerakan halus anak usia
batita dan usia prasekolah.
Perkembangan gerakan halus menjadi
sangat penting pada usia prasekolah. Bukan hanya agar anak lebih mandiri,
tetapi juga berkaitan dengan kemampuan penyelesaian masalah dan kemampuan
belajar. Di usia ini, anak mulai berlatih untuk menggunakan jari tangannya
dalam menulis. Keterampilan menulis akan menjadi penting. Dengan kematangan otot
dan saraf-sarafnya, gerakan tangan dan kerja sama penglihatan anak menjadi
lebih baik.
Pilihan penggunaan tangan yang
menonjol, kanan atau kidal, biasanya akan jelas terlihat pada saat anak memulai
sekolah. Penelitian menunjukkan, penggunaan tangan yang menonjol berkaitan
dengan belahan otak. Jika anak lebih sering menggunakan tangan kanan, berarti
belahan otak kirinya yang mengendalikan seluruh bagain tubuh sebelah kanan.
Sebaliknya, jika penggunaan tangan kiri (kidal) yang lebih menonjol, maka belahan
otak kanannyalah yang mengendalikan seluruh bagian tubuh sebelah kiri. Oleh
karena itu, ibu dan ayah tidak perlu mengubah pilihan penggunaan tangan yang
dilakukan oleh anak, kanan atau kidal sama saja. Justru jika ibu dan ayah
berusaha memindahkan penggunaan tangan yang menonjol ini, penelitian
membuktikan ada kemungkinan terjadi keterlambatan bicara pada anak. Sebagai
hasil dari proses fisik yang berkembang, kematangan otot dan sarafnya, anak
membuat perubahan besar pada keterampilan geraknya, seperti melompat, berlari,
memanjat, dan mempertahankan keseimbangan. Anak terlihat lebih bersemangat
dalam mengikuti kegiatan fisik.
Pada periode ini, anak sudah mengenal
sejauh mana kemampuannya, apa yang sudah bisa dan belum dilakukannya. Ia pun
menjadi lebih mandiri dengan tidak perlu meminta bantuan kepada ibu dan ayah
untuk mengambil atau meletakkan mainannya. Anak juga sudah bisa menggunakan
sendok dan garpu dengan cukup baik, bahkan mungkin ia mulai berlatih mengenakan
dan melepas pakaiannya sendiri.
KEGIATAN YANG DAPAT DILAKUKAN
- Bermain lompat kelinci, Letakkan
sepotong balok atau kotak bekas ukuran kecil di lantai. Atau, buatlah
garis lurus di lantai. Minta anak melompati rintangan itu seperti kelinci.
- Jalan-jalan, daripada
mendorongnya di kereta ketika berjalan-jalan di pusat perbelanjaan atau
keliling perumahan, lebih baik ibu dan ayah berjalan bersama anak.
- Lari-lari, Sambil bergandengan
tangan, ajak anak berlari kecil. Anak akan berusaha untuk berlari kecil,
meskipun ia belum seimbang dalam berlari. Dengan adanya ibu dan ayah di
sisi anak, ia akan merasa aman.
- Senam bersama, Putar lagu yang
riang dan disukai anak, kemudian lakukan gerakan-gerakan senam bersama,
seperti membungkukkan badan, mengangkat kaki, melambaikan tangan, berjalan
seperti bebek, dan sebagainya. Anak akan berusaha meniru gerakan ibu dan
ayah dengan riang gembira.
- Berjalan di titian, Carilah
titian yang ada di sekitar lingkungan kita, barangkali sebatang kayu atau
balok di pinggiran trotoar. Awalnya, biarkan anak berpegangan npada tangan
ibu dan ayah. Ia akan melatih keterampilan gerak dan keseimbangannya. Buat
permainan jadi menyenangkan, misalnya dengan pura-pura menyeberangi sungai
yang penuh buaya.
- Masak bersama, Anak senang
sekali bila ia diperkenankan memetik daun dari bayam yang akan dijadikan
sayur untuk makan siang. Demikian pula ketika ibu dan ayah meminta
bantuannya untuk memisahkan taoge yang sudah bersih dengan yang belum.
Kegiatan di dapur akan sangat menarik bila anak dapat dilibatkan.
- Menggambar dengan berbagai alat
gambar, Spidol, krayon, pensil warna, cat air, atau arang sekalipun bisa
menjadi pilihan untuk menggambar. Medianya pun bisa bermacam-macam. Anak
bisa menggambar di kotak bekas susu yang sudah dilapisi kertas bekas atau
di balik kalender yang sudah tidak terpakai.
- Libatkan dalam kegiatan
sehari-hari, Anak bisa membantu ibu dan ayah dalam kegiatan harian,
seperti menjepit jemuran, merapikan tempat tidurnya, atau meletakkan pakaian
kotor ke keranjang cucian. Keterampilan gerak anak menjadi lebih rumit dan
terkendali. Ia mampu menggunakan dua area perkembangan sekaligus sehingga
kegiatannya pun menjadi lebih bervariasi. Bahkan, di usia ini anak mulai
berlajar merencanakan strategi tertentu untuk mencapai tujuannya.
Anak makin percaya diri dengan
kemampuan yang ia miliki. Ia mengetahui kemampuan keseimbangannya, kerja sama,
dan kekuatan ototnya. Dengan pengetahuannya ini ia lebih tertantang dalam
melakukan kegiatan fisik.
Bentuk
permainan dan mainan untuk anak usia ini menjadi sangat bervariasi. Ia dapat
bermain bongkar pasang yang lebih rumit, menggunakan pensil dan krayon sebagai
alat permainan. Anak ingin mencoba apa saja yang membuatnya merasa tertantang.
Ia pun senang bermain dengan anak lain.
KEGIATAN YANG DAPAT DILAKUKAN
- Perencanaan.
Sarankan pada anak untuk
memikirkan apa yang akandilakukannya ketika hendak melakukan sesuatu. Anak
mulai belajar merencanakan gerakannya sehingga ia berhasil menyelesaikan
tantangan yang dihadapinya.
- Bermain jungkat-jungkit.
Permainan ini melatih
otot lengan dan kaki anak, juga mengembangkan rasa percaya dirinya akan
keseimbangan tubuh.
- Bermain sepak bola.
Ibu dan ayah dapat
menendang bola ke arah anak dari jarak sekitar 4 meter, kemudian minta anak
menendang bola itu kembali kepada ibu dan ayah tanpa menghentikan bola itu
terlebih dahulu. Dengan beberapa kali latihan, anak pasti bisa melakukannya
dengan baik.
- Berjalan di permukaan yang tidak
rata.
Carilah taman atau tanah
lapang yang memiliki permukaan tidak rata, misalnya ada bukit kecil atau
turunan, lalu bermainlah dengan anak. Memanjat dan menuruni jalan akan melatih
kemampuan keseimbangan dan kendali gerakan anak.
- Bermain lempar-tangkap.
Mulailah dengan bola
berukuran sedang. Jika anak sudah berhasil menangkap dari arah depan, cobalah
melempar bola dari arah atas atau bawah.
- Bermain halang rintang.
Permainan yang seru jika
ibu dan ayah juga ikut menemaninya. Carilah lokasi yang memungkinkan anak dapat
memanjat, berlari, dan merangkak. Atau, ibu dan ayah juga bisa melakukannya di
rumah dengan menggunakan furnitur yang ada di rumah.
- Bermain plastisin.
Kemampuan gerakan
halusnya akan semakin berkembang bila anak berlatih dengan bermain plastisin.
Ia bisa membuat berbagai bentuk. Anak juga bisa berlatih memotong atau
menggunakan peralatan plastisin untuk menggilingnya.
- Bermain konstruktif.
Aneka balok dapat
menjadi sarana bagi anak untuk melatih kerja sama mata-tangannya. Ia dapat
membangun kota lengkap dengan stasiun kereta. Jika tidak ada balok, ibu dan
ayah dapat menggunakan kardus/kotak bekas susu dan pasta gigi yang dilapisi
dengan koran. Anak juga bisa menggambar detail di balok-balok tersebut,
misalnya, pintu mobil, jendela kereta, dan sebagainya.
- Bermain pasir dan air.
Bermain pasir berguna
untuk merangsang jari-jari dan tangan anak dengan tekstur yang berbeda. Anak
tidak hanya dapat membangun istana pasir, tetapi juga menggambar atau berlatih
menuang. Bermain pasir dapat dilakukan di pantai atau bisa juga dengan
menggunakan tepung kanji sebagai pengganti pasir. Sedangkan bermain air dapat
dilakuan sambil anak mandi, bukan?
- • Menggambar dengan meniru dan
menjiplak.
Anak dapat berlatih
keterampilan memegang alat tulis dan menulis dengan menjiplak. Selipkan gambar
sederhana di bawah kertas untuk anak ikuti polanya. Bila sudah bisa, anak dapat
meniru gambar yang ada. Mulailah dengan yang sederhana dan beri penghargaan
pada anak atas hasil karyanya.
Masa ini adalah masa yang
menyenangkan bagi perkembangan anak. Ia sudah lebih mandiri dan mampu melakukan
hampir semua kegiatan yang bisa dilakukan orang dewasa. Keinginannya untuk
mencoba banyak hal pun menjadi sangat menarik sebagai sarana perangsangan.
Tetaplah mendampingi anak dalam melakukan semua kegiatannya. Tetaplah bersikap
menyenangkan dan santai sehingga anak pun merasa nyaman dan mau mencoba
berbagai hal baru yang belum dikuasainya. Tak lupa, beri kesempatan pada anak
untuk beristirahat atau bermain sendiri. Bila ia merasa segar dan santai, anak
dapat dengan nyaman melatih keterampilannya untuk menjadi lebih baik.
Direktorat
Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat
Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian
Pendidikan Nasional
Tahun
2011
Sari
Rahayu, S.Gz
Alzena
Masykouri, M. Psi
Sumber
Bacaan
Beyond
Toddlerdom : Keeping five to twelve year • olds on the rails, oleh Vermilion C,
Penerbit : Green, Tahun 2000
Bright
Start oleh R. C. Woolfson, Penerbit : Hamlyn, • Tahun 2003
Child
Development and Education, oleh Teresa M. • McDevitt dan Jeanne Ellis Ormrod,
Penerbit : Merril Prentice Hall, Tahun 2002
Guide
to Understanding Your Child : Healthy • Development from Birth to Adolescence,
oleh Linda. C Mayes dan Donald J. Cohen, Penerbit : Little Brown, Tahun 2002.
Teach
Your Child : How to discover and enhance • your child’s potential oleh Mirriam
Stoppard, Penerbit : Kindersley, Tahun 2001.
Your
Childs’s Development : from birth to adolescence, • oleh Richard Lansdown.
Marjorie Walker, Penerbit : Frances Lincoln, Tahun 1996.
PARENTING
KOMUNIKASI DENGAN AUD
Komunikasi yang terjalin antara ibu dan
ayah dengan anak sering kali tidak berjalan selaras. Padahal, ketidakselarasan
komunikasi ini selanjutnya dapat berdampak pada perilaku anak di masyarakat.
Anak bisa mencari pelarian yang salah di luar rumah (lingkungan) karena anak
merasa ibu dan ayahnya tidak dapat mengerti permasalahan yang dihadapinya.
Ketidakselarasan komunikasi antara ibu-ayah dan anak biasanya disebabkan adanya
perbedaan dunia anak dengan dunia orang dewasa. Tentunya bukan anak yang harus
menyesuaikan, melainkan ibu-ayahlah yang seharusnya memahami.
Ibu dan ayah tercinta, sebelumnya mari kita
lihat sebuah data survei yang menggemparkan dari KOMNAS Perlindungan Anak
Indonesia terhadap anak-anak SMP dan SMU di 12 kota besar di indonesia, tahun
2007 tentang perilaku menyimpang pada remaja. Dari 4.500 anak SMP dan SMU,
3.000 di antaranya mengaku sudah tidak perawan! Bahkan, ada pula (21,2%) yang
pernah menggugurkan kandungan!
Para pakar pendidikan menyimpulkan,
sebagian besar hal ini terjadi awalnya disebabkan oleh kurangnya komunikasi
ibu-ayah dengan anak sejak usia dini, yang kemudian terkumpul dan membesar.
Pengakuan dari salah seorang anak mengungkap bahwa mereka melakukan hal itu
tanpa sepengetahuan orangtuanya, selain itu beberapa melakukannya karena merasa
kurang diperhatikan oleh orangtuanya. Kurangnya komunikasi antara ibu-ayah
dengan anaknya membuat anak merasa kurang diperhatikan sehingga mereka mencari
sumber perhatian dan kasih sayang yang lain.
Sebagai orangtua, kita merasa sudah
memberikan perhatian dan kasih sayang cukup. Sering kali kita tidak mau
menyadari kesalahan kita dan cenderung lebih menyalahkan anak atas perbuatannya
tersebut. Hingga akhirnya bisa berakibat fatal dan hal ini tentu akan sangat
merugikan kita maupun anak.
Apakah komunikasi itu?
Secara umum komunikasi adalah proses
penyampaian pesan atau pertukaran kata-kata/gagasan dan perasaan, di antara dua
orang atau lebih.
Pada anak usia dini, berbicara adalah salah
satu contoh dari bentuk komunikasi. Contoh lainnya, seorang bayi berusia 3
bulan menangis keras, ibunya datang menghampiri dan memeriksa popok bayi yang
ternyata basah. Tangisan si bayi merupakan bahasa komunikasi yang digunakannya
untuk menyampaikan pesan. Mengapa diperlukan komunikasi dengan anak sejak usia
dini?
Anak usia dini memiliki karakteristik yang
unik. Mereka berpikir konkret (nyata) dan lebih percaya dengan apa yang mereka
lihat daripada yang mereka dengar. Ibu dan ayah yang memiliki keterampilan
berkomunikasi akan mamputi :
- Mengenali anak-anak dengan lebih baik
lagi
- Mengetahui keinginan dan minat anak;
- Dapat menjelaskan suatu pengetahuan,
nilai agama, nilai moral, nilai sosial pada anak dengan cara yang lebih
mudah;
- Menjadi lebih percaya diri dalam
berkomunikasi sehingga menjadi berhasil guna.
- Pentingnya komunikasi bagi anak usia
dini:
- Mampu mengembangkan kecerdasan bahasa.
- Mampu belajar tentang pengetahuan
sekitarnya.
- Mampu membangun kecerdasan sosial
emosional.
- Mampu menjalin hubungan kekeluargaan,
mengembangkan kepercayaan diri dan harga diri anak.
- Mampu meningkatkan kecerdasan berpikir
anak untuk membedakan benar salah.
- Mengembangkan kepedulian terhadap
lingkungan dan alam sekitar.
- Mengenalkan pada Tuhan Maha Pencipta.
- Sebagai alat untuk menyelesaikan
masalah.
Karakteristik anak usia dini dalam berkomunikasi :
- Anak berkomunikasi dengan menggunakan
kata-kata dan isyarat tubuhnya.
- Kemampuan bahasa anak terus didorong
untuk membantu anak dalam mengungkapkan keinginan dan menjalin hubungan dengan
orang lain.
Awal Kata dan Kalimat Pada Komunikasi Anak Usia Dini
Kata-kata pertama adalah ucapan seorang
anak setelah mampu bicara dengan orang lain. Kata-kata pertama merupakan cara
seorang anak untuk menyampaikan pesan kepada orang lain, biasanya dianggap
sebagai proses perkembangan bahasa yang dipengaruhi oleh kematangan kecerdasan.
Kematangan kecerdasan tersebut biasanya ditandai dengan kemampuan anak usia
dini untuk menyusun kata dalam berbicara. Kemampuan ini akan terus berkembang
jika anak usia dini sering berkomunikasi atau berinteraksi2 dengan orang lain.
Perkembangan kalimat pada anak usia lima tahun pertama :
1. Tahap Awal Bahasa di Usia 0—1 Tahun
Ditandai dengan kemampuan bayi untuk
mengoceh sebagai cara berkomunikasi dengan ibu dan ayahnya. Bayi mampu
memberikan respons atau tanggapan yang berbeda-beda terhadap perangsangan yang
diberikan oleh orang di sekelilingnya. Contoh, bayi akan tersenyum
kepada
orang yang dianggapnya ramah; sebaliknya, dia akan menangis dan menjerit kepada
orang yang dianggap tidak ramah atau ditakutinya.
2. Tahap Bahasa Dini di Usia 1—2½ Tahun
Ditandai dengan kemampuan anak membuat
kalimat menggunakan satu kata maupun dua kata dalam suatu percakapan dengan
orang lain. Periode ini terbagi atas 3 tahap:
a.
Bicara satu kata, yaitu kemampuan anak membuat kalimat yang terdiri dari satu
kata tetapi mengandung pengertian secara menyeluruh dalam suatu percakapan.
Misal, ananda mengatakan, ”Ibu.” Hal ini dapat berarti, “Ibu tolong saya.”;
”Itu Ibu.”; ”Ibu ke sini.”
b.
Bicara dua kata, yaitu kemampuan anak membuat kalimat menggunakan dua kata
sebagai ungkapan komunikasi dengan orang lain. Contoh, “Kakak jatuh.”; “Lihat
gambar.”
c.
Bicara lebih dari dua kata, yaitu kemampuan anak membuat kalimat secara lengkap
lagi. Umpama, ”Saya minum susu.”
3. Tahap Bahasa usia 2½—5 Tahun
Ditandai dengan kemampuan anak menguasai
bahasa yang lebih lengkap. Ragam kata dan jumlahnyapun sudah berkembang.
Contoh, “Saya mau makan buah melon.”; ”Saya kemarin pergi ke rumah nenek di
Bandung.”
Bentuk-Bentuk Komunikasi Berdasarkan Cara Pengasuhan Orangtua
A.Bentuk Komunikasi Otoriter (Memaksakan Kehendak)
Saat anak usia dini berkomunikasi,
berbincang, maupun berdebat dengan kita, sering kali seorang anak merasa kesal,
marah, dan berakhir dengan keterpaksaan anak menerima pendapat kita. Ini
disebabkan sering kali anak dianggap sebagai orang yang tak tahu apa-apa dan
harus menurut apa kata dan kehendak kita. Hal tersebutlah yang membuat anak
enggan berkomunikasi dengan kita, karena sudah dapat diketahui hasil akhirnya:
anak harus menuruti kehendak ibu dan ayahnya.
Inilah bentuk komunikasi otoriter yang
tidak disukai anak usia dini. Ciri-cirinya saat sedang menjalin komunikasi bisa
dilihat sebagai berikut :
a.
Lebih
banyak bicara daripada mendengar, ini merupakan sifat kebanyakan ibu dan ayah.
Kita merasa lebih mengerti dan lebih berpengalaman daripada anak kita. Padahal
ini dapat membuat anak putus asa dan enggan menjalin komunikasi yang lebih baik
dengan kita.
b.
Cenderung
memberi nasihat dan arahan, tanpa memedulikan perbedaan masa lalu kita dengan
masa anak. Kita cenderung mengatakan ini boleh atau itu tidak boleh dan
mengharuskan anak mematuhi tanpa menjelaskan alasan dan sebab akibat jika
mereka melakukannya. Tak jarang kita memberikan alasan yang tidak dipahami anak
kita.
c.
Tidak
mau mendengar dan memahami dahulu masalah yang dialami anak. Hal ini biasanya
lebih dikarenakan keterbatasan waktu yang kita miliki, sehingga kita enggan
berlama-lama mendengarkan masalah anak kita.
d.
Tidak
memberi kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan pendapat. Kita cenderung
merasa paling tahu dan paling benar daripada anak.
e.
Selalu
menyalahkan anak. Jika anak melakukan kesalahan, kita tidak meminta penjelasan
mengapa ia melakukan hal itu dan mengapa ia tidak boleh melakukan hal itu.
f.
Ibu
dan ayah yang budiman, itulah gaya komunikasi otoriter atau komunikasi yang
memaksakan kehendak pada anak usia dini dan hal ini tidak disukai oleh
anak-anak kita.
B. Bentuk Komunikasi Demokratis (Saling Menghargai)
Kita harusnya mampu menjadikan saat berkumpul
dan berbincang dengan keluarga sebagai saat yang berkesan bagi anak, meski itu
hanya beberapa menit dalam sehari. Yang perlu kita pahami adalah setiap anak
memiliki keinginan untuk dihargai dan pendapat yang mungkin berbeda.
Hal-hal
yang bisa ibu dan ayah lakukan dalam menciptakan komunikasi yang berkesan
dengan anak, antara lain :
- Anggap anak sebagai teman. Berikan
perhatian dan kasih sayang pada saat ia menceritakan kisahnya, berikan
tanggapan selayaknya seorang teman dan bukan sebagai orangtua yang
mengatur hidup anaknya.
- Puji keberhasilan-keberhasilan kecil
yang telah dilakukan anak. Hal ini akan membuat anak merasa dihargai dan
bisa membuat bangga keluarga, juga dapat menumbuhkan rasa percaya dirinya.
- Hargai apa yang telah dilakukannya
pada kita. Mungkin hanya sekadar perbuatan kecil, seperti mengembalikan
mainan pada tempatnya, menata sepatu di raknya, dan sebagainya.
- Gunakan bahasa yang mudah dimengerti
oleh anak, bila perlu kita cari ungkapan yang paling sederhana agar ia
dapat menangkap maksud tanpa salah mengartikan perkataan kita. Selain itu,
gunakan kata-kata yang menarik saat berbicara dengannya dan sertai dengan
canda-canda kecil agar ia tidak merasa tertekan.
- Yakinkan pada anak, kita bisa
diandalkan. Tentu tidak hanya sebatas kata-kata, melainkan harus
diwujudkan dengan perbuatan. Jadilah kita sebagai ibu dan ayah yang dapat
diandalkan dan selalu ada di saat-saat ia sedang membutuhkan bimbingan,
dorongan atau hanya sekadar pujian.
- Ungkapkan dengan perbuatan. Adakalanya
komunikasi tidak terjalin melalui kata-kata namun tidak berarti komunikasi
tidak terjalin. Untuk menunjukkan kasih sayang bisa diungkapkan melalui
sentuhan, memeluk, membelai, menatap dengan lembut ataupun mencium. Hal
ini bisa membuat anak merasa disayang dan diperhatikan.
- Ibu dan ayah terkasih, bila komunikasi
demokratis yang saling menghargai ini dilakukan, anak akan menyukainya dan
akan menjadi komunikasi yang berkesan.
C. Bentuk Komunikasi Permisif (Membiarkan)
Kita cenderung membiarkan anak, tidak
peduli, dan kurang sekali terlibat saat berkomunikasi dengan anak. Biasanya
kita kurang menggunakan hak kita untuk membuat aturan dan cenderung menerapkan
hukuman pada anak, namun tidak membimbing dan memberikan peran anak dalam
keluarga.
Tip Berkomunikasi dengan Anak
Ibu dan ayah yang berbahagia, berkomunikasi
dengan anak usia dini berbeda dari berkomunikasi dengan remaja maupun orang
dewasa. Pemikiran anak cenderung lebih sederhana, konkret (nyata), penuh
khayal, kreatif, ekspresif2, aktif, dan selalu berkembang. Untuk itu, ibu dan
ayah harus dapat menyesuaikan cara berkomunikasinya dengan anak-anak (bukan
anak-anak yang harus menyesuaikan dengan ibu dan ayahnya). Dalam bahasa lain,
kita menerapkan komunikasi demokratis atau yang saling menghargai.
Untuk membuat anak usia dini merasa nyaman
saat berkomunikasi dengan ibu dan ayah, upayakanlah menerapkan hal-hal berikut:
1.
Dengarkan
apa yang diceritakan ananda dan pancing untuk lebih banyak bercerita. Ia senang
sekali menceritakan pengalaman-pengalaman yang baru dilaluinya dan ia akan
bersemangat bercerita, jika ibu-ayah mendengarkan dan tertarik dengan apa yang
diceritakannya.
2.
Saat
ananda sedang menceritakan sesuatu, fokuskan perhatian pada ceritanya. Hentikan
sejenak kegiatan yang ibu-ayah lakukan, ajak ia mendekat dan dengarkan dengan
saksama. Jika perlu, beri sedikit tanggapan.
3.
Ulangi
cerita ananda untuk menyamakan pengertian, karena mungkin bahasa anak berbeda
dengan bahasa kita, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami cerita
anak.
4.
Bantu
ananda mengungkapkan perasaannya dengan bertanya. Jika ananda masih bingung
tentang apa yang dirasakannya, apa yang membuatnya sedih atau gembira, maka
dengan meminta ia bercerita akan membuatnya merasa diperhatikan.
5.
Bimbing
ananda untuk memutuskan sesuatu yang tepat. Jelaskan akibat apa yang akan
terjadi jika ia mengambil suatu keputusan, jelaskan sebab dan akibat dari
keputusan itu secara sederhana agar mudah dimengerti olehnya.
6.
Emosi
ananda yang masih belum stabil membuat ia mudah marah. Tunggu sampai ia tenang,
baru dekati dan tanyakan apa yang mengesalkan hatinya. Jangan sampai membuat
ananda merasa sedang diabaikan atau tak diacuhkan.
7.
Saat
berkomunikasi dengan anak usia dini, ibu dan ayah tak perlu malu, misalnya
harus berperan sebagai badut di depan anak, jika dengan cara itu anak akan
lebih bisa memahami dan mengerti apa yang ibu-ayah maksudkan.
Komunikasi dengan anak yang dijalin sejak
dini dapat memudahkan dalam mendidik dan mengarahkan anak usia dini. Yang Boleh
dan Tidak Boleh Dilakukan Ibu-Ayah Ketika Berkomunikasi dengan Anak
Hindari dan tidak dilakukan:
A. 12 gaya berkomunikasi negatif sebagai berikut :
1.
Memerintah 7.
Menyalahkan
2.
Meremehkan 8.
Menasehati
3.
Membandingkan 9.
Membohongi
4.
Memberi julukan negatif 10.
Menghibur
5.
Mengancam 11.
Mengkritik
6.
Menyindir 12.
Menyelidik
Bila
salah satu gaya itu dilakukan, maka:
-
Anak usia dini tidak percaya pada perasaannya sendiri.
-
Anak usia dini tidak percaya diri.
B. Berbicara tergesa-gesa.
Karena:
-
Kemampuan anak usia dini menangkap pesan masih terbatas.
-
Tidak memberi kesempatan pada anak usia dini untuk memahami pesan.
Bila
hal tersebut dilakukan, maka:
-
Anak usia dini tidak memahami pesan.
-
Terjadi banyak kesalahan dalam proses pengasuhan, akhirnya ibu-ayah jadi sering
marah.
II. Yang boleh dilakukan:
A.
Membaca bahasa isyarat tubuh (perilaku anak).
Karena:
-
Bahasa tubuh atau perilaku anak lebih mudah dilihat dan tidak pernah berbohong.
-
Bahasa tubuh lebih nyata dibandingkan dengan bahasa lisan.
Bila
hal tersebut tidak dilakukan, maka:
-
Kita tidak akan memahami anak.
-
Anak usia dini lebih mudah emosi/marah.
B. Mendengarkan ungkapan perasaan anak.
Dengan
kita mendengarkan ungkapan perasaan anak berarti:
-
Mengurangi emosi anak.
-
Merangsang kemampuan berbicara.
Caranya:
-
Kita ikut merasakan kesedihan, kegelisahan, dan kesenangan anak.
C. Mendengarkan aktif.
Untuk
membangun anak dalam hubungan sosialnya dan kepercayaan dirinya..
Caranya:
-
Dengarkan dengan sungguh-sungguh sepenuh perasaan.
-
Wajah ibu-ayah menghadap langsung ke wajah anak, dengan pandangan mata sejajar.
D. Menggunakan pesan sayang.
Untuk
melatih anak memahami perasaan orang lain.
Caranya:
-
Ungkapkan perasaan sayang (positif) ibu-ayah kepada anak. Contoh, ”Ibu khawatir
kalau kamu berlari-larian seperti itu, nanti kamu bisa terjatuh, Nak.” Atau,
“Ayah sayang kamu, Nak. Karena itu Ayah sedih kalau kamu suka memukul temanmu.”
E. Menggunakan kata motivasi
Gunakan
kata ”ayo”, ”coba”, ”mari”, ”silakan” untuk menggantikan kata ”jangan” dan
”tidak”. Catatlah berapa kali dalam sehari ibu dan ayah menggunakan kata
”tidak”, ”sudah”, ”berhenti”, ”jangan”, ”tunggu”, ”ayah/ibu bilang apa”.
Gantilah kata-kata tersebut dengan kata-kata positif dalam komunikasi:
-
Untuk memberikan motivasi dan dukungan, kata ”ayo”, ”coba”, ”mari”, ”silakan”
dapat membantu anak usia dini mencoba melakukan. Sedangkan kata ”jangan” dan
”tidak boleh” kadang malah dapat mendorong anak melakukan perlawanan, penolakan
atau ingin mencoba. Contoh kalimat larangan, ”Jangan naik pohon, nanti jatuh!”
Dapat
diganti dengan kalimat ajakan, “Ayo, kita bermain di bawah pohon saja, pasti
lebih menyenangkan.”
-
Untuk menggantikan kalimat larangan harus diberikan pilihan yang dapat dipilih
anak. Misalnya, seorang anak bernama Ade, meloncat-loncat di atas kursi, maka
kalimat yang kita gunakan, misalnya, “Ade boleh duduk di atas kursi atau boleh
meloncat di atas karpet ini.”
F. Menggunakan kalimat dan kata-kata positif.
Mengajak
dengan menggunakan kalimat positif dan melarang dengan alasan yang bisa
dipahami anak.
Contoh:
-
Anak mau naik pohon yang basah karena hujan.
Kalimat yang biasa digunakan adalah, ”Kamu
jangan naik pohon, nanti jatuh.” Sebaiknya ganti dengan kalimat, ”Nak, coba
lihat, pohon ini licin karena hujan semalam, kamu bisa terpeleset dan jatuh
kalau naik pohon ini.” Atau, ”Pohon ini licin karena hujan semalam, kamu bisa
terpeleset dan jatuh kalau memanjatnya, jadi sebaiknya kamu tidak naik pohon
ini.”
-
Anak berjalan dengan menyeret selimutnya.
Kalimat
yang biasa digunakan, ”Selimutnya jangan diseret-seret begitu, nanti jadi kotor.”
Gantilah dengan kalimat positif berikut, ”Maaf, Nak, selimutnya sebaiknya tidak
diseret-seret begitu, nanti jadi kotor.” Atau, ”Maaf, Nak, angkat selimutnya
supaya tetap bersih.”
G. Membiasakan mengucapkan kata “terima kasih”, “permisi”, ”maaf”
dan ”minta tolong” pada anak sesuai dengan kejadiannya.
Contoh:
-
“Terima kasih ya, Nak, Bunda dibantu merapikan mainan.”
-
“Permisi ya, Nak, Ibu ke dapur sebentar.”
-
“Maaf, Nak, kita bermainnya sudah cukup dulu, sekarang waktunya mandi.”
-
“Nah, Ayah minta tolong, sampahnya dibuang di tempat sampah, ya.”
H. Mengembangkan pertanyaan terbuka.
Untuk
melatih berpikir kritis dan kecerdasan anak usia dini.
Caranya:
-
Ajari anak membedakan perbuatan baik dan buruk.
Contoh,
ketika anak menonton film kartun Tom and Jerry, tanyakan kepadanya, ”Nak,
menurutmu, perbuatan Tom dan Jerry yang selalu berkelahi itu, baik apa tidak
ya? Sebaiknya bagaimana, ya?”
-
Ajari anak membedakan benar dan salah.
Contoh,
”Nak, sebaiknya kita membuang sampah di mana, ya?”
I.
Menggunakan kata-kata yang benar.
Untuk
melatih anak memiliki pengetahuan tentang tata bahasa yang benar, kita tidak
dibenarkan mengikuti atau menirukan kata-kata anak yang masih belum jelas, atau
pemenggalan kata yang tidak utuh. Contoh: kata ”mam-mam” untuk ”makan”, ”embin”
atau ”obin” untuk ”mobil”, dan sebagainya.
Jadi,
kita harus mengucapkan kata dengan istilah yang sebenarnya dan jelas. Contoh,
kita mau meminta anak usia dini menirukan kata ”makan”. Jangan katakan, ”Nak,
agar kamu jadi kuat dan sehat, kamu harus ma....” (mengharap anak melanjutnya
dengan suku kata ”kan”). Seharusnya kita mengatakan, ”Nak, agar kamu jadi kuat
dan sehat, kamu harus makan. Harus apa, Nak?”, dengan harapan anak akan
mengatakan ”makan”. Jadi, gunakan kata yang utuh.
J.
Memberikan contoh perbuatan dari orangtua.
Apa
yang dilihat anak akan dilakukan, karena anak lebih percaya pada apa yang
dilihat daripada didengar. Jadi, sebaiknya ibu dan ayah memberikan contoh
perbuatan secara langsung pada anak.
Antara
lain:
-
Pembiasaan menggosok gigi saat anak telah tumbuh giginya. Ibu dan ayah
menggosok gigi di dekat anak, anak diberikan sikat gigi yang sesuai dan dapat
memotivasinya untuk mencoba, semisal sikat gigi dengan bentuk dan gambar-gambar
lucu.
-
Pembiasaan membuang sampah di tempat sampah. Ibu dan ayah menunjukkan sambil
berkata, ”Kalau membuang sampah harus di tempat sampah.”
-
Pembiasaan merapikan mainan. Ibu dan ayah memberikan contoh merapikan mainan,
lalu anak diminta melanjutkan sampai tuntas. Atau, ibu-ayah mengajak dan anak
merapikan mainan bersama-sama, ”Nak, ayo kita simpan kembali mobil-mobilan ini
di kotak mainannya.”
-
Pembiasaan membaca. Ibu dan ayah seringlah membaca buku, majalah, atau koran di
dekat anak. Sediakan buku cerita bergambar yang sesuai dengan usia anak untuk
merangsang anak tertarik dengan buku dan akhirnya jadi gemar membaca.
PESAN UNTUK IBU - AYAH
Ibu
dan ayah yang budiman, apa pun yang didengar dan dilihat oleh anak usia dini,
merupakan rangsangan yang akan diolah dan disimpan dalam ingatannya. Marilah
kita memberikan contoh yang nyata dan hindari penggunaan kata-kata yang tidak
layak didengar maupun sikap yang tidak layak dilihat olehnya. Untuk itu, dalam
berkomunikasi dengan anak, ibu dan ayah harus memerhatikan karakter anak usia
dini, agar komunikasi menjadi berhasil guna. Komunikasi harus dibina sedini
mungkin dan dilandasi oleh pengertian dari ibu-ayah. Tentunya, komunikasi yang
dapat dilakukan tidak hanya sebatas pada percakapan semata, tetapi juga bisa
diwujudkan melalui perbuatan, seperti sentuhan, belaian, ciuman, perhatian, dan
kata-kata positif.
Aturan
yang konsisten3 merupakan bentuk komunikasi tidak langsung, yang berperan dalam
proses pembiasaan anak selanjutnya. Jadi, ibu dan ayah harus menjaga
konsistensi tentang semua aturan yang disepakati dan pembiasaan yang dilakukan
bersama anak. Jika kesepakatan aturannya tidak boleh, maka kita pun tidak boleh
melakukannya. Ingatlah, pada dasarnya anak hanya ingin merasa diperhatikan dan
disayang oleh ibu-ayahnya.
Ibu
dan ayah tercinta, komunikasi kita yang berkualitas pada anak usia dini akan
membuat mereka mampu mengenal dan membedakan benar salah, memudahkan dalam
mengetahui akar persoalan, serta memberikan kepentingan yang terbaik untuk
anak. Harapannya, di masa yang akan datang, anak tidak salah dalam memilih
pergaulan di luar rumah dan tidak mencoba-coba sesuatu yang membahayakan, baik
bagi dirinya maupun lingkungannya.
Selamat
menjalin komunikasi dengan ananda tercinta!
DAFTAR ISTILAH
1.
Karakteristik = ciri-ciri khusus,
2.
Ekspresif = mampu memberikan (mengungkapkan) perasaan, maksud
3.
Konsisten = ajek, stabil,
SUMBER BACAAN
Perilaku
menyimpang remaja, Data survey KOMNAS • Perlindungan Anak Indonesia, tahun 2007
Episentrum,
Psikologi (Psychological Assessment, • Counseling).htm
Modul
Komunikasi Dalam Pengasuhan Anak Usia Dini, • Departemen Pendidikan Nasional,
Direktorat Jenderal Pendidikan Non-Formal Dan Informal, Direktorat Pendidikan
Anak Dini Usia, th.2008
Psikologi
Perkembangan, Hurlock, E. B.. Alih bahasa: • Dra. Istiwidayanti dan Drs
Soedjarwo, M.Sc.: Erlangga Jakarta th.1993
Hubungan
antara Gaya Pengasuhan Orang Tua dengan • Tingkah Laku Prososial Anak, Mahmud,
H. R. Jurnal Psikologi. Vol II. No. 1, h. 1-9: Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, tahun 2003.
I
love You Ayah Bunda, Kumpulan Kisah Inspirasi • Pendidikan dan Parenting
Terbaik Ayah Edy di Radio SMART FM. Tahun 2009
Dedy
Andrianto, S.Kom
Direktorat
Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat
Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian
Pendidikan Nasional
Tahun
2011
PARENTING
Komunikasi Orang Tua
PENTINGNYA KOMUNIKASI SUAMI ISTRI
Ibu – Bapak salah satu tahapan
perkembangan manusia adalah membentuk ikatan keluarga secara sah dalam lembaga
perkawinan. Itu ditunjukkan dengan saling berjanji dan berkeinginan untuk
mengikat diri dalam lembaga perkawinan antara dua manusia, yakni laki-laki dan
perempuan. Harapan selanjutnya dari setiap pasangan yang memiliki latarbelakang
berbeda tersebut mampu meraih kebahagiaan dan kelanggengan sepanjang kehidupan
perkawinan mereka. Usaha untuk mencapai tahap ini tentunya tidak mudah, perlu
penyesuaian diri dari masing-masing orang dalam perkawinan.
Perkawinan ibarat merawat tanaman. Ia
perlu disirami dan diberi pupuk agar tumbuh subur dan bisa memberikan manfaat
terhadap hubungan suami-istri dan lingkungannya. Suami-istri perlu saling
berbagi dalam irama kehidupan perkawinannya, mulai dari urusan pekerjaan, anak,
urusan pribadi dan lain-lain. Bahkan urusan keluarga besar pun perlu
diperhatikan.
Hal yang paling mendasar dalam
perkawinan selain rasa sayang dan cinta adalah komunikasi. Komunikasi merupakan
alat agar pasangan dapat saling mengerti dan memahami sehingga kualitas
hubungan menjadi makin baik. Komunikasi tidak hanya sekedar berbicara saja tapi
juga perlu beberapa ketrampilan lain. Bacaan ini diharapkan bisa membantu
pasangan suami istri agar lebih terampil berkomunikasi dalam kehidupan
rumahtangganya. Selamat membaca.
KOMUNIKASI SUKSES SUAMI ISTRI
Tanpa disadari sebagaian besar waktu
manusia dimanfaatkan untuk berkomunikasi. Mulai dari bangun tidur pagi hingga
malam menjelang mau tidur. Apa itu komunikasi? Komunikasi adalah kegiatan
penyampaian suatu pesan dari seseorang kepada orang lain. Pesan yang
disampaikan dapat berupa pemikiran atau perasaan seseorang. Penyampaiannya bisa
dilakukan dengan berbicara langsung, atau melalui tulisan, gambar, dan gerakan
tubuh tertentu. Komunikasi dianggap berhasil apa bila pesan yang disampaikan
oleh seseorang dimengerti dan dipahami oleh orang lain.
Kualitas hidup kita pun banyak
ditentukan oleh keberhasilan dalam berkomunikasi dengan sesama. Komunikasi
antara suami istri, orang tua dan anak, dengan tetangga, teman dan lain-lain.
Demikian pula dengan keberhasilan dan kepuasan perkawinan pun ternyata
ditentukan oleh keberhasilan suami dan istri dalam berkomunikasi. Kegagalan
dalam berkomunikasi tidak jarang berakhir dengan perpisahan.
Mengapa komunikasi penting dalam perkawinan?
Setelah menikah dan hidup bersama
pastilah setiap hari pasangan saling berkomunikasi. Komunikasi suami istri
tidak hanya berupa pembicaraan saja. Sentuhan fisik seperti belaian, pelukan,
tatapan mata adalah juga bentuk komunikasi yang penting dalam hubungan suami
istri. Cara kita berkomunikasi dengan pasangan pastilah berbeda ketika kita
melakukannya dengan teman, anak, tetangga.
Keberhasilan komunikasi pasangan
haruslah dimulai dengan penghargaan terhadap pasangan. Hal lain yang turut
menentukan adalah kemampuan menunjukkan empati. Empati adalah suatu upaya untuk
menempatkan diri pada situasi dan kondisi yang dialami oleh orang lain. Selain
itu, kemampuan mendengar dari masing-masing pasangan. Mendengarkan tidak hanya
melibatkan indra pendengaran saja tapi juga mendengar dengan hati dan perasaan.
GAYA KOMUNIKASI LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
Tuhan menciptakan manusia dengan
jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Mereka diciptakan dengan berbagai
perbedaan. Selain bentuk tubuh yang berbeda, cara berpikir dan berkomunikasinya
juga berbeda.
Ada
beberapa perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dapat memengaruhi
komunikasi.
- Laki-laki dinilai lebih
menggunakan pikiran, sementara perempuan dinilai menuruti perasaannya.
- Laki-laki lebih memilih diam,
ketika menghadapi masalah. Sebaliknya, perempuan merasa lebih senang
membicarakan kesulitan yang dihadapi dengan teman-teman.
- Laki-laki lebih mementingkan
urusan pekerjaan, sementara perempuan lebih mementingkan keluarga.
- Laki-laki sulit menangkap
sesuatu yang ada dalam hati atau pikiran perempuan, mereka pun tidak
terbiasa menduga-duga. Sementara perempuan ingin dimengerti dan dipahami
tanpa mereka perlu berbicara.
Perbedaan-perbedaan ini
tentunya membutuhkan penyesuaian dalam kehidupan perkawinan. Bila perbedaan itu
tidak terselesaikan, bisa jadi malah akan membawa masalah. Belum lagi
permasalahan yang muncul dalam perkawinan itu kemudian.
HAL-HAL YANG PERLU DIKOMUNIKASIKAN DALAM PERKAWINAN
Perbedaan latarbelakang keluarga,
budaya, pendidikan, ekonomi, kebiasaan adalah hal-hal yang seringkali harus
dikomunikasikan diantara suami istri. Selain hal diatas berikut ini akan
dijelaskan hal-hal yang sering dikeluhkan oleh pasangan sebagai penyebab kurang
harmonisnya komunikasi diantara mereka.
- Pekerjaan rumahtangga
Suami
dan istri seringkali berbeda pendapat dalam urusan pekerjaan rumahtangga.
Pembagian tugas ini seringkali harus disesuaikan jika kemudian istri bekerja.
Banyak suami yang merasa tidak pantas jika harus mencuci pakaian, memasak,
mengepel, atau harus memandikan anak. Sementara istri merasa berkeberatan jika
harus ke bengkel, membetulkan listrik ataupun saluran air.
- Uang
Uang
adalah masalah peka dalam perkawinan. Berapa penghasilan yang diperoleh,
bagaimana uang yang didapat akan digunakan, apakah perlu terbuka mengenai
penghasilan pada pasangan? Uang seringkali disamakan dengan kekuasaan, siapa
yang berpenghasilan besar dalam keluarga maka dialah yang kemudian menjadi
penguasa dalam keluarga.
- Hubungan intim suami istri
Perbedaan
gaya dan cara melakukan hubungan, pilihan waktu, tempat dan suasana seringkali
memicu permasalah pada suami istri.
- Kesetiaan
Apakah
benar pasangan pulang terlambat karena pekerjaan yang sangat banyak? Benarkah
ia tidak pulang karena memang harus bekerja? Semua pertanyaan diatas
menunjukkan bahwa seringkali kesetiaan perkawinan diuji, apalagi kemudian di
kota besar kesempatan bekerja untuk perempuan makin terbuka lebar sehingga
kesempatan pun semakin terbuka untuk bergaul dengan berbagai macam orang.
- Pengasuhan anak
Kehadiran
anak tidak dipungkiri lagi memberikan perasaan bahagia namun disisi lain
memiliki anak berarti siap memberikan perhatian dan kasih sayang. Siapa dan
bagaimana mengasuh anak seringkali juga menjadi sumber masalah dalam keluarga.
Komunikasi Orang Tua dan Pengaruhnya Pada Anak 13
- Hak-hak pribadi
Perkawinan
seringkali menuntut pengorbanan atas hak-hak pribadi masing-masing individu.
Mereka jadi sulit untuk bertemu dengan teman-teman masa kecilnya, sulit
melakukan hobi atau kebiasaan sebelum menikah. Ketika salah satu menuntut untuk
dihargai hak pribadinya maka yang terjadi adalah pertengkaran dan menganggap
bahwa mereka mau menang sendiri.
- Perbedaan dalam hal minat, hobi
dan kebiasaan
Perbedaan dalam memilih warna
pakaian, makanan, dan hal-hal kecil lain baru disadari ketika pasangan mulai
menjalani hidup bersama. Banyak pasangan yang baru menyadari bahwa teman
hidupnya ternyata sulit untuk rapi, semua benda diletakkan di sembarang tempat.
Perbedaan kecil ini apabila tidak ada saling mengerti bisa menjadi sumber
masalah yang berkembang besar.
Menyadari berbagai hal yang
dikomunikasikan dalam perkawinan merupakan satu langkah awal untuk menemukan
penyelesaikan yang tepat. Langkah selanjutnya adalah bagaimana pasangan mencoba
berkomunikasi mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut.
6 HAL YANG WAJIB DIHINDARI DALAM KOMUNIKASI PASUTRI
Satu langkah yang baik dalam perkawinan
adalah menyadari sumber masalah dalam perkawinan itu sendiri. Penelitian
membuktikan bahwa para istri lebih banyak berkomunikasi baik pada pasangan
maupun pada anak-anak. Para istri juga mengakui bahwa mereka lebih terbuka
dalam menunjukkan perasaannya dibandingkan dengan para suami.
Para suami umumnya dilaporkan memang
lebih banyak melakukan kegiatan yang tidak mengharuskan mereka berkomunikasi
secara terbuka dengan pasangannya. Umumnya para suami lebih banyak menggunakan
waktu di rumah dengan menonton televisi dibandingkan harus berkomunikasi dengan
istri ataupun anak.
Menyadari bahwa adanya perbedaan cara
komunikasi antara suami dan istri maka perlu disadari hal-hal apa saja yang
menghambat pasangan untuk berkomunikasi. Komunikasi yang baik akan membantu
pasangan menyelesaikan masalahnya, membuat keputusan dan mengungkapkan
perasaannya secara tepat pula.
Berikut
beberapa hal yang tidak dianjurkan ketika berkomunikasi di antara pasangan
suami istri:
1.
Pandangan yang merendahkan
Banyak
pendapat yang menyatakan bahwa mata tidak pernah berbohong, jadi cara kita
memandang pasangan menunjukkan pesan yang sesungguhnya. Tidak memandang ke arah
lawan bicara mengindikasikan bahwa lawan bicara kita tidak penting. Untuk itu
bisa Anda bayangkan bila hal ini dilakukan kepada pasangan. Ia tentu akan
merasa direndahkan dan tidak dianggap penting oleh Anda.
2.
Kritik
Mengungkapkan
ketidaksetujuan dengan memberikan kritikan yang menyinggung membuat pasangan
merasa tidak dihargai.
Contoh
: ”Mestinya tahu bahwa kamu tidak bisa masak, jadi kenapa harus susah-susah
masak!”
3.
Prasangka
Seringkali
kita sudah berprasangka terhadap apa yang akan dikatakan oleh pasangan, karena
itu kemudian kita cenderung tidak mau mendengarkan.
Contoh
: “Aku sudah tahu apa alasanmu, jadi buat apa kamu menjelaskan lagi!”
4.
Menyalahkan
Dalam
kondisi marah dan tegang, kita cenderung lebih mudah mencari kesalahan pada
oranglain.
Contoh:
”Ini semua gara-gara kamu, kalau kamu tidak pulang terlambat kejadiannya tidak
akan seperti ini!”
5.
Tidak mau mendengarkan
Merasa
bahwa kita ada dipihak yang benar, dan paling tahu segalanya sehingga tidak
lagi merasa perlu mendengarkan pendapat dan masukan dari orang lain.
6.
Menantang
Emosi
negatif seringkali membuat kita terpancing untuk menantang pasangan.
Contoh
: “Iya…memang kamu paling pandai di rumah ini.
Semua
bisa kamu selesaikan sementara saya memang tidak bisa apa-apa. Ayo tunjukkan
apa lagi kehebatan kamu!”
KIAT-KIAT KOMUNIKASI EFEKTIF PASUTRI
Menyadari
bahwa pada dasarnya suami dan istri memang berbeda. Sulit untuk mengubah
kondisi tersebut maka kita perlu melakukan suatu cara agar bisa menyelaraskan
perbedaan tersebut.
Berikut
beberapa kiat-kiat yang mungkin bisa dilakukan pasangan agar bisa berkomunikasi
dengan lebih baik.
1.Pandai-pandai memilih kesempatan
Sebelum
mengajak untuk berbicara lihatlah dulu kondisi psikologis pasangan, misalnya ia
terlihat letih atau capai. Suasana hatinya sedang baik atau tidak. Kalau ia
menunjukkan tanda-tanda itu, ajaklah pasangan mengobrol hal-hal yang ringan
saja. Bila perlu beri ia waktu istirahat tanpa diganggu. Siapkan minuman hangat
untuknya. Malam hari atau akhir minggu biasanya waktu yang paling pas. Sebelum
tidur sempatkan bicara selama kurang
lebih 15-20 menit.
lebih 15-20 menit.
2.Gunakan pesan “aku/saya”
Dalam
berkomunikasi ada istilah asertif, artinya berusaha menyampaikan apa yang ada
dalam pikiran dan perasaan kita tapi tanpa melukai ataupun merendahkan orang
lain. Untuk bisa menyampaikan sesuatu secara terus terang mengenai apa yang
dirasakan maka pesan “aku/saya” lah yang harus dipakai.
Misalnya:
“Aku merasa diabaikan dengan kamu kerja sampai malam setiap hari.” atau “Saya
merasa mengasuh anak tanpa dibantu oleh kamu.”
3. Berusaha untuk jujur dan terbuka
Mencoba
jujur dengan apa yang dirasakan dan dilihat. Bukan membesar-besarkan masalah
yang ada.
Misalnya:
“Setiap hari kamu lembur, saya tahu bahwa kamu memang sudah tidak merasa nyaman
di rumah dan lebih senang ada di kantor.” Kalimat yang baik, “Saya merasa
diabaikan dengan setiap hari kamu lembur.”
4. Belajar menjadi pendengar yang baik
Mendengarkan
bukan berarti harus diam. Sikap tubuh yang baik dengan menatap wajahnya dan
mengungkapkan kata-kata menghibur apabila ia sudah mulai mengeluh.
5. Berbicara hal yang positif/baik
Hal
ini mudah untuk dikatakan, namun sulit untuk dilakukan. Bila pembicaraan makin
memanas umumnya kita mudah terpancing untuk menunjukkan perasaan negatif. Bila
Anda dan pasangan mulai merasa bahwa situasi semakin memanas cobalah untuk
menunda pembicaraan. Berhentilah dan coba untuk mengendalikan diri. Pembicaraan
dilanjutkan lagi bila sudah bisa menjaga perasaan lebih positif. Sepakati dari
awal jika salah satu mulai terpancing maka pembicaraan harus segera dihentikan,
dan tentukan bersama waktu yang tepat untuk kembali membicarakan hal tersebut.
6. Semangat untuk berbagi
Pasangan
seharusnya berada pada posisi yang setara. Kesetaraan ini tidak berarti harus
melakukan hal yang sama, tapi saling melengkapi. Ketidakmampuan salah satu
pasangan bisa ditutupi oleh pasangan lainnya sehingga ketimpangan dalam
perkawinan tidak terjadi. Semangat ini juga harus ada dalam berkomunikasi. Anda
dan pasangan seharusnya bisa membicarakan apa saja tanpa merasa pasangan tidak
akan mengerti, mulai dari urusan pekerjaan, keuangan, pengasuhan anak,
pembantu, sampai kehidupan seks, dan lain-lain.
7.Tunjukkan ketidaksetujuan pada permasalahan bukan menyerang sosoknya
Komunikasikan
secara jelas dan spesifik masalah yang mengganggu diri Anda (bisakah menaruh
buku atau koran yang sudah dibaca pada tempatnya) dan tidak menyerang dirinya
kenapa sih kamu susah sekali diberitahu, dan selalu saja berantakan).
kenapa sih kamu susah sekali diberitahu, dan selalu saja berantakan).
BAHAN RENUNGAN
Nilai-nilai
yang perlu dikembangkan antara suami istri
•
Saling menghargai
•
Kasih sayang
• Merasakan perasaan pasangan
•
Mendengar dengan hati
•
Berpikir positif
•
Ikhlas dalam melakukan tugas
•
Menghargai perbedaan
•
Menerima pasangan apa adanya
PESAN UNTUK SUAMI ISTRI
Menciptakan
komunikasi pasangan suami istri (pasutri) yang tepat dan baik bukanlah hal yang
mudah. Itu akan menjadi lebih mudah dilakukan dengan niat dan usaha untuk
mempertahankan perkawinan.
Kesadaran bahwa perkawinan adalah menyatukan dua manusia dengan latarbelakang yang berbeda akan membantu banyak pasangan untuk melihat perbedaan itu bukan sebagai suatu ancaman namun tantangan untuk bisa menyatukannya dalam kehidupan perkawinan.
Kehadiran
buah hati dalam perkawinan tentunya sangat diharapkan oleh pasangan, dan
keberhasilan dalam berkomunikasi diantara pasangan tentunya juga akan terbawa
saat mereka melakukan hal tersebut pada anak. Berilah contoh bagaimana
menunjukkan rasa sayang, menyelesaikan masalah, mengungkapkan kemarahan dengan
konstruktif, karena pada saat ini kita sebagai pasangan sedang menabur pupuk
dan benih kepada anak-anak. Kita sebagai orangtua adalah contoh terbaik bagi
anak-anak. Perkawinan yang hanya dihiasi oleh pertengkaran, saling mendiamkan
dan masing-masing pasangan berjalan dengan keinginannya sendiri akan menjadi
contoh buruk bagi anak kelak ketika ia menjadi orangtua.
Akhir
kata, perkawinan yang ideal haruslah memiliki tiga aspek (kemesraan hubungan
suami istri, kedekatan emosi, dan komitmen) yang berjalan selaras, kegagalan
salah satu aspek akan membuat perkawinan menjadi pincang. Ketiga aspek inilah
yang menjadi isu yang harus terus dikomunikasikan dalam perkawinan agar
ketiganya tetap ada dalam kehidupan pasangan suami-istri.
DAFTAR ISTILAH
1.
Konstruktif: susunan, model atau bentuk yang teratur.
2.
Komitmen: perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu.
Sumber Bacaan
Don’t
You Dare to Get Marrie; Until you read this ; • Donaldson, C., Three Rivers
Press, 2001,
Personal
Adjustment, Marriage and Family Living; • Landis, Judson T. & Landis, Mary
G., Prentice Hall, 1970
Intimate
Relationships; A Practical Introduction; William, • B.K., Sawyer, S.C.,
Wahlstrom, C.M. , Pearson Education Inc., 2006
Perempuan;
Shihab, M.Q, Penerbit Lentera Hati, 2009•
Judiana
Ratna Sari, M.Si
Direktorat
Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat
Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian
Pendidikan Nasional
Tahun
2011
PARENTING
KONSEP MATEMATIKA
BAGIAN I PENDAHULUAN
Bagi sebagian orangtua mendampingi
anak saat bermain atau belajar bukanlah pekerjaan yang ringan, apalagi bila
harus mengaitkannya dengan tujuan dan manfaat dari setiap kegiatan bermain
anak. Demikian halnya dengan mengembangkan kemampuan matematika pada anak. Anak
lebih sering diminta menghapalkan angka-angka, jumlah, bentuk-bentuk geometri,
berbagai lambang dan bahasa matematika, tanpa perlu memahami prinsip-prinsip
dasarnya. Bila demikian, maka sangat besar kemungkinan anak akan mengalami
kesulitan ketika memasuki kelas 3 SD. Orangtua kemudian baru menyadari bahwa
anak-anak mereka sesungguhnya belum memahami konsep dasar matematika.
Padahal, anak sudah mulai
mengembangkan konsep matematika dari berbagai kegiatan sehari-hari. Misalnya
ketika bayi, anak tahu bahwa dia kecil sedangkan ibu dan ayahnya besar,
meskipun anak belum dapat mengungkapkannya dalam bahasa lisan. Ketika berusia
batita (bawah tiga tahun), anak tahu bahwa jika ia menumpuk satu balok pada
balok yang lain maka baloknya akan bertambah banyak (jadi dua) meskipun ia
tidak dapat mengungkapkannya dalam bahasa lisan. Anak juga tahu kalau ia punya
dua balok dan temannya punya sepuluh balok, maka balok temannya lebih banyak
sehingga anak ingin mengambilnya dari temannya. Selain itu, anak sering memilih
sendiri mainannya meskipun ia tidak tahu dasar pemilihannya. Anak juga tahu
jadwal kegiatannya dalam sehari bila hal itu memang dilakukan secara rutin.
Buku ini memberikan sedikit
pengetahuan bagi para orangtua anak usia dini dalam mendampingi anak-anaknya
untuk mengenalkan konsep matematika. Orangtua diharapkan dapat memotivasi anak
untuk senang belajar serta mengurangi kesulitan yang dialami anak dalam belajar
matematika kelak di kemudian hari.
BAGIAN II
MENGENALKAN KONSEP MATEMATIKA PADA ANAK
A.
Pengertian Matematika
Matematika merupakan salah satu jenis
pengetahuan yang dibutuhkan manusia dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari.
Misalnya ketika berbelanja maka kita perlu memilih dan menghitung jumlah benda
yang akan dibeli dan harga yang harus dibayar. Saat akan pergi, kita perlu
mengingat arah jalan tempat yang akan didatangi, berapa lama jauhnya, serta
memilih jalan yang lebih bisa cepat sampai di tujuan, dll.
Bila kita berpikir tentang matematika
maka kita akan membicarakan tentang persamaan dan perbedaan, pengaturan
informasi/data, memahami tentang angka, jumlah, pola-pola, ruang, bentuk,
perkiraan dan perbandingan.
Pengetahuan tentang matematika
sebenarnya sudah bisa diperkenalkan pada anak sejak usia dini (usia lahir-6
tahun). Pada anak-anak usia di bawah tiga tahun, konsep matematika ditemukan
setiap hari melalui pengalaman bermainnya. Misalnya saat membagikan kue kepada
setiap temannya, menuang air dari satu wadah ke wadah lain, mengumpulkan manik-manik
besar dalam satu wadah dan manik-manik yang lebih kecil pada wadah yang lain,
atau bertepuk tangan mengkuti pola irama.
Mengenalkan
Konsep matematika dapat dilakukan melalui kegiatan sehari-hari
B. Mengenalkan Konsep Angka pada anak usia bawah 3 tahun
Untuk mengenalkan konsep angka pada
anak usia dibawah 3 tahun dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:
- membilang, yaitu menyebutkan
bilangan berdasarkan urutan
- mencocokan setiap angka dengan
benda yang sedang dihitung,
- membandingkan antara kelompok
benda satu dengan kelompok benda yang lain untuk mengetahui jumlah benda
yang lebih banyak, lebih sedikit, atau sama
Anak-anak mulai dapat mengembangkan
pemahamannya tentang konsep angka bila mereka diajak menggunakan angka-angka di
dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Misalnya mengajak anak menyanyikan lagu
yang memuat angka seperti lagu Satu-satu, meminta tiga anak untuk membantu
menata meja makan atau meletakan alat /bahan main.
Beberapa contoh kegiatan yang bisa
dilakukan orang tua dalam mengembangkan konsep angka pada anak usia bawah tiga
tahun, yaitu :
Pada bayi (0-8 bulan) :
- Sambil memakaikan kaos kaki pada
bayi, tersenyum pada bayi dan mengucapkan “Nah ini satu kaos kaki untuk
kaki kiri, dan satu lagi untuk kaki kanan. Dua kaos kaki untuk dua kaki”.
- Saat akan menyuapkan biskuit
yang dihaluskan, sambil tersenyum ke bayi kita ucapkan” Sekarang waktunya makan
biskluit ya”. Dan ketika bayi terlihat senang, maka kita bisa ucapkan
“Kamu mau tambah biskuitnya. Kamu pasti lapar ya.”
Pada bayi (8-12 bulan):
1.
Sediakan wadah-wadah mainan dan letakan masing-masing penutup didekatnya.
Ajaklah bayi untuk meletakan tutup pada setiap wadah mainan
2.
Letakan 2 buah mainan dihadapan bayi. Ajaklah bayi untuk memilih mainan yang
akan dimainkan dan meraih mainan tersebut.
3.
Beri contoh gagasan pada bayi untuk memberikan tanda “minta lagi” bila ingin
meminta tambah biskuit lagi setelah menghabiskan biskuitnya.
Pada anak usia 12-24 bulan:
- Ajaklah anak bernyanyi lagu satu
satu, balonku, dll, yang mengandung angka sambil bergerak mengikuti irama.
- Ajaklah anak untuk membantu
memasukan setiap kuas lukis ke masing-masing wadah cat.
- Mintalah anak untuk memasukan
bola plastik ke keranjang, kemudian ajaklah anak untuk menghitung
bersama-sama jumlah bola yang ada di keranjang.
- Berikan gagasan agar anak boleh
meminta lagi playdough bila bungkahan playdough yang diberikan masih
kurang
Pada anak usia 24-36 bulan :
Contoh kegiatan mengenalkan konsep
angka pada anak
- Siapkan beberapa buah mainan
mobil-mobilan dan balok asesoris. Ajaklah anak untuk menyusun barisan
antrian mobil. Berikan gagasan untuk meletakan batasan pada setiap mobil
dengan menggunakan balok asesoris.
- Ajukan anak dengan pertanyaan
seperti, “ Berapa umurmu sekarang?” Ketika anak menjawab ” dua” maka
tunjukan dengan dua jari sambil mengucapkan “dua”.
- Ajaklah anak untuk bersama-sama
bermain menumpuk beberapa balok atau kardus. Ketika selesai, tanyakan pada
anak, “bangunan siapa yang lebih tinggi”. Biarkan anak berkata “punyaku
yang lebih tinggi”. Kemudian mintalah anak untuk menghitung balok atau
kardus yang sudah ditumpuknya.
C. Mengenalkan Konsep Pola dan Hubungan pada anak usia bawah 3 tahun
Pola merupakan susunan benda yang
terdiri atas warna, bentuk, jumlah, atau peristiwa. Contoh susunan pola
berdasarkan ukuran: besar, kecil, besar, kecil. Susunan pola berdasarkan warna:
merah, biru, merah, biru. Dan, susunan pola berdasarkan peristiwa sehari-hari:
sesudah makan biskuit, saya minum susu.
Untuk mengembangkan kemampuan
mengenal pola dan hubungan, anak perlu diberi banyak kesempatan untuk menggali
dan memanipulasi benda dan mencatat persamaan dan perbedaanya.
Beberapa
contoh kegiatan yang bisa dilakukan orangtua dalam mengembangkan pola dan
hubungan:
Pada bayi usia 0-8 bulan:
- Kenakan pakaian yang lebih
berwarna warni, dan biarkan anak memperhatikan corak pakaian tersebut.
- Sambil membawa botol susu
datangi anak dan biarkan anak melambaikan tangan menyambut kedatangan
anda.
- Letakan bayi di karpet yang
bersih dan tidak berdebu. Biarkan anak merasakan permukaan karpet dengan
kakinya.
Pada bayi 8-12 bulan:
- Ambilah sebuah sendok kemudian
dekatkan ke depan mulut anak. Biarkan anak membuka mulutnya.
- Konsep Matematika Untuk Anak
Usia Dini 13
- Letakan bermacam-macam cangkir
plastik dengan ukuran yang berbeda. Biarkan anak bermain dengan
cangkir-cangkir tersebut dan mencoba menumpuknya.
- Letakan secara acak beberapa
balok lunak atau kardus di lantai. Berikan gagasan agar anak mau
mengumpulkan dan menyusun balok atau kardus menjadi sebuah baris.
Pada anak usia 12-24 bulan:
- Sediakan alat musik gendang atau
bisa dibuat dari kaleng bekas biskuit atau susu ditutup karet balon. Ajak
anak agar mau memukul gendang tersebut. Berikan beberapa contoh irama
pukulan gendang untuk ditiru anak.
- Sediakan air dalam baskom berukuran
sedang, cangkir plastik, dan botol aqua bekas. Berikan gagasan agar anak
menuang air dengan cangkir ke botol.
- Ketika membacakan buku cerita,
ucapkan kalimat yang diulang-ulang pada beberapa halaman berikutnya,
misalnya: “Nah, kucing yang tadi warna bulunya putih. Kalau kucing yang
ini warna bulunya hitam. ”
- Ketika membacakan buku cerita,
sambil menunjuk ke gambar ucapkan “ Kelinci mana yang lebih besar ?” Amati
jawaban anak.
Pada anak usia 24-36 bulan:
- Ajak anak untuk mengelompokan
mainan mobil-mobilan atau boneka berdasarkan ukuran besar dan kecil.
- Berikan anak sebuh gendang atau
mainan yang berbunyi bila dipukul. Anda memegang botol plastik kososng.
Mintalah anak untuk memukul gendang setelah anda memukul botol. Lakukan
ini berulang-ulang. Selanjutnya anak memukul gendang terlebih dulu diikuti
anak.
- Ajak anak untuk menumpuk
buku-buku mulai dari yang berukuran besar hingga yang paling kecil.
D. Mengenalkan Konsep Hubungan Geometri dan Ruang pada anak usia
bawah 3 tahun
Pengertian yang dimaksud di sini
adalah anak mengenal bentuk-bentuk geometri (segitiga, segi empat, persegi,
lingkaran) yang sama dan posisi dirinya dalam suatu ruang. Anak bisa paham
tentang pengertian ruang yang dimaksud di sini ketika mereka sadar akan posisi
dirinya dihubungkan dengan benda-benda dan penataan di sekelilingnya. Anak
belajar tentang lokasi/tempat dan letak/posisi, seperti: di atas, di bawah,
pada, di dalam, di luar. Selain itu, anak juga belajar tentang pengertian
jarak, seperti: dekat, jauh, dll.
Mengenalkan hubungan geometri dan
ruang pada anak bisa dilakukan dengan cara mengajak anak bermain sambil
mengamati berbagai benda di sekelilingnya. Anak akan belajar bahwa benda yang
satu mempunyai bentuk yang sama dengan benda yang satunya. Ketika anak melihat
buah apel dan bercerita, “Buah apel ini bentuknya seperti bola,” maka
sebenarnya anak sedang mengembangkan pengertian tentang geometri. Orang tua
yang memiliki anak usia 1-3 tahun dapat menyediakan balok-balok lunak atau
kardus-kardus bekas obat dari berbagai ukuran agar anak bisa bereksplorasi dan
membangun.
Beberapa kegiatan yang bisa dilakukan
orangtua untuk mengembangkan hubungan geometri dan ruang pada anak:
Pada bayi 0-8 bulan:
1.
Letakan sebuah botiol susu di hadapan bayi. Biarkan bayi memegang botol
tersebut dan merasakan bentuk botol dengan kedua tangannya.
2.
Selimuti bayi. Biarkan bayi memegang dan merasakan keseluruhan bentuk dan
permukaan selimut.
3.
Biarkan bayi merangkak atau merayap sepanjang tepi meja untuk merasakan bentuk
meja.
Pada bayi 8-12 bulan:
1.
Ajak anak merangkak kedalam terowongan. Biarkan anak merasakan berada di ruang
tertutup tetapi masih bisa memandang dan menjangkau luar dengan kedua
tanggannya.
2.
Ajak anak untuk melempar bola plastik ke dalam keranjang.
Pada anak usia 12-24 bulan:
- Sediakan boneka dan kotak yang
ukurannya lebih kecil dari boneka tersebut. Berikan gagasan agar anak mau
mencoba memasukan boneka ke kotak. Setelah anak mengerti bahwa kota
terlalu kecil maka ambil kotak lain yang lebih besar, birakan anak
memasukan boneka ke kotak tersebut.
- Sediakan kotak yang permukaannya
terdapat beberapa lubang berbentuk segitiga, persegi, lingkaran,
segiempat. Biarkan anak memasukan keping segitiga, persegi, lingkaran dan
segiempat ke kotak tersebut.
Pada anak 24-36 bulan:
- Ajak anak bermain meniup busa
sabun di luar. Amati apa yang diucapkan anak. (Misalnya:” Lihat ada banyak
bola !”
- Ajak anak untuk mengenal
nama-nama benda di sekitar, misal: “Lihat, piring ini seperti apa
bentuknya”. Biarkan anak yang menjawab.
E. Mengenalkan konsep Memilih dan Mengelompokan pada anak usia bawah
3 tahun
Memilih dan mengelompokan meliputi
kemampuan mengamati dan mencatat persamaan dan perbedaan benda. Anak-anak usia
di bawah tiga tahun mengenal persamaan dan perbedaan melalui kelima indera
mereka pada saat bereksplorasi dengan benda-benda di sekitar. Anak belajar
melalui memperhatikan, mendengar, menyentuh, merasakan, mencium bau benda-benda
yang dimainkannya, sehingga mengetahui benda-benda yang sama dan yang berbeda.
Beberapa contoh kegiatan yang bisa
dilakukan orangtua untuk mengembangkan kemampuan memilih dan mengelompokan pada
anak :
Pada bayi 0-8 bulan:
- Ketika bayi menangis, katakan:
“Ya ibu datang. Ibu mendengar suaramu.” Bayi akan belajar mengenali suara
anda.
- Berikan 2 macam mainan bayi yang
berbunyi. Biarkan bayi menunjukan minat pada mainan tertentu dan
memainkannya.
Pada bayi 8-12 bulan:
- Sediakan 2 macam buah-buahan
masing-masing jenis 3, misal: apel dan jeruk pada sebuah wadah. Ajaklah
anak untuk memilih buah dan meletakan di luar wadah.
- Sediakan beberapa macam alat
dapur yang bisa dibunyikan seperti: tutup panci, tutup gelas, piring
kaleng, dll. Biarkan anak memilih alat tersebut dan membunyikannya
menggunakan supit kayu atau plastik untuk makan mi.
Pada anak 12-24 bulan:
- Memberikan sebuah gambar kucing
pada anak. Biarkan anak menyebutkan nama binatang tersebut.
- Sediakan 5 buah balok lunak
warna merah. Ajak anak untuk membariskan balok-balok tersebut seperti
barisan balok berdasarkan pola warna merah.
Pada anak 24-36 bulan:
- Sediakan 1 keranjang dan beberapa
bola plastik terdiri dari 3 warna, masing-masing warna 4 bola. Ajak anak
untuk memasukan semua bola yang berwarna misalnya yang berwarna kuning ke
keranjang.
- Sediakan bermacam-macam kotak
kardus dari berbagai ukuran dan bentuk. Ajak anak untuk menumpuk
kotak-kota tersebut menjadi seperti sebuah menara. Biarkan anak memilih
kotak-kotak yang sama bentuk dan ukurannya untuk ditumpuk.
F. Mengembangkan konsep angka pada anak usia 3-6 tahun
Konsep angka dikembangkan melalui 3 tahap:
- Menghitung. Tahap awal
menghitung pada anak adalah menghitung melalui hapalan atau membilang.
Orangtua dapat mengembangkan kemampuan ini melalui kegiatan menyanyi,
permainan jari, dll yang menggunakan angka.
- Hubungan satu-satu. Maksudnya
adalah menghubungkan satu, dan hanya satu angka dengan benda yang
berkaitan. Teknik ini bisa dilakukan melalui kegiatan sehari-hari.
- Menjumlah, membandingkan dan
simbol angka.
Ketika orangtua meminta anak
mengambilkan 3 buah biskuit, dan anak membawa 3 buah biskuit. Anak tersebut
mengerti tentang konsep jumlah. Anak yang paham urutan angka, akan tahu bahwa
kalau menghitung 3 biskuit dari kiri ke kanan dan dari kanan ke kiri maka
jumlahnya akan sama. Anak yang paham konsep perbandingan akan paham benda yang
lebih besar, jumlahnya lebih banyak, lebih sedikit, atau sama.
Beberapa
contoh kegatan yang dapat dilakukan orang tua dalam mengembangkan konsep angka,
yaitu:
- Meminta anak menghitung jumlah
cangkir yang diperlukan untuk mengisi botol sampai penuh dengan pasir.
- Mieminta anak menghitung jumlah
balok yang diperlukan untuk membuat bangunan yang dibuat anak.
G. Mengembangkan Konsep Pola dan Hubungan pada anak usia 3-6 tahun
Tujuan mengenalkan pola dan hubungan
pada anak usia 3-6 tahun adalah mengenalkan dan menganalisa pola-pola sederhana,
menjiplak, membuat, dan membuat perkiraan tentang kemungkinan dari kelanjutan
pola.
Beberapa
contoh kegiatan yang bisa dilakukan orangtua untuk mengembangkan pola dan
hubungan pada anak:
- Mengajak anak bermain menyusun
antrian mobil-mobilan membentuk pola barisan merah, hitam, merah, hitam,
merah, hitam
- Mengajak anak bermain membuat
rantai gelang dari kertas warna putih, biru, hijau, putih, biru, hijau.
H. Mengembangkan Konsep Hubungan Geometri dan Ruang pada anak usia
3-6 tahun
Anak belajar mengenal bentuk-bentuk
dan penataan di lingkungan sekitar. Saat anak bermain dengan balok, cat lukis,
menggambar, menggunting bentuk-bentuk geometri, mengembalikan balok ke rak,
sebenarnya anak sedang belajar tentang bangun datar dan bangun ruang serta
kegunaannya. Pertama anak belajar mengenal bentuk-bentuk sederhana (segitiga,
lingkaran, segi empat). Kedua, anak belajar tentang ciri-ciri dari setiap
bentuk geometri. Selanjutnya, anak belajar menerapkan pengetahuannya untuk
berkreasi membangun dengan bentuk-bentuk geometri.
Beberapa contoh kegiatan yang bisa
dilakukan orangtua untuk mengembangkan hubungan geometri dan ruang pada anak:
- Mengajak anak bermain meniup
busa sabun menggunakan sedotan plastik yang ditekukan pada bagian ujungnya
sehingga membentuk lingkaran lalu diikatkan ke batang sedotan. Ajak anak
mengamati bahwa bentuk gelembung-gelembung sabun yang ditiup anak seperti
bentuk lingkaran.
- Sediakan kardus-kardus bekas
(obat, susu), botol-botol plastik, sedotan plastik, kertas warna, dll.
Ajak anak untuk membangun sebuah halaman impian untuk tempat bermainnya
menggunakan barang-barang bekas tersebut.
I. Mengembangkan Konsep Pengukuran pada anak usia 3-6 tahun
Anak
belajar pengukuran dari berbagai kesempatan melalui kegiatan yang membutuhkan
kreativitas. Tahap awal anak tidak menggunakan alat, tetapi mengenalkan konsep
lebih panjang, lebih pendek, lebih ringan, cepat, dan lebih lambat. Tahap
berikutnya, anak diajak menggunakan alat ukur bukan standar, seperti pita,
sepatu, dll. Pada tahap lebih tinggi lagi, anak diajak menggunakan jam dinding,
penggaris, skala, termometer.
Beberapa
contoh kegiatan yang bisa dilakukan orangtua untuk mengembangkan pengukuran
pada anak:
- Mengajak anak mengukur panjang
dan lebar rak mainan menggunakan balok unit.
- Mengajak anak menghitung jumlah
cangkir berisi pasir yang diperlukan untuk mengisi penuh sebuah ember
kecil.
- Mengajak anak mengukur karpet
menggunakan pita.
J. Mengembangkan Konsep Pengumpulan, Pengaturan dan Tampilan
Data pada anak usia 3-6 Tahun
Pada awalnya anak mulai memilih benda
tanpa tujuan. Selanjutnya anak memilih mainan dengan tujuan, misalnya
berdasarkan warna, ukuran , atau bentuk. Pada tahap yang lebih tinggi anak
dapat memilih mainan berdasarkan lebih dari satu variabel, misal berdasarkan
warna dan bentuk, atau warna, bentuk dan ukuran.
Pengetahuan tentang grafik merupakan
bentuk perluasan dari memilih dan mengelompokan. Membuat grafik merupakan cara
anak untuk menampilkan bermacam-macam informasi/data dalam bentuk yang
berlainan. Misalnya anak membuat grafik sederhana tentang jenis sepatu yang
dipakai anak.
Beberapa contoh kegiatan yang bisa
dilakukan orangtua untuk mengembangkan pengumpulan, pengaturan dan tampilan
data pada anak:
a. Mengajak anak mengumpulkan
bermacam-macam daunan-daunan. Kemudian ajak anak mengelompokan bentuk daun-daunan
tersebut. Setelah itu, buatlah daftar tentang jumlah daun untuk setiap
bentuknya dengan cara menyusun daun-daun yang sama menjadi barisan tegak lurus
ke atas. Ajak anak mencatat jumlah setiap kelompok daun.
b. Mengajak anak membuat grafik tentang keadaan
cuaca setiap hari dalam 1 bulan.
BAGIAN III TIPS UNTUK ORANG TUA
Beberapa
tips yang bisa dilakukan orangtua dirumah:
- Libatkan anak dalam kegiatan
sehari-hari di rumah. Misalnya membantu meletakan piring dan gelas ke rak,
meletakan baju-baju yang sudah disetrika ke lemari.merapikan handuk dan
selimut di lemari.
- Menyediakan anak berbagai
kesempatan dalam kegiatan sehari-hari yang menggunakan angka. Misalnya
menata meja makan, menata alat main sesuai fungsi, meletakan kaos kaki
pada masing-masing sepatu.
- Meminta anak untuk membantu
menata sepatu anggota keluarga dirak mulai dari sepatu ukuran kecil hingga
yang berukuran besar.
- Mengajak anak untuk membantu
menata buku-buku, berdasarkan ukuran, ketebalan buku, atau jenis
kertasnya.
- Memberi kesempatan pada anak
untuk sering bermain dengan playdough, atau tanah liat. Biarkan anak
berkreasi dengan bahan tersebut.
- Ajak anak untuk berlari,
melompat, meloncat pada gambar bentuk-bentuk geometri yang dibuat dari
tali, kapur, dll.
BAGIAN IV PENUTUP
Sampailah kita pada akhir BAGIAN buku
tentang Mengenal Konsep Matematika pad Anak Usia Dini. Akan tetapi, penulis
berharap ini merupakan awal dari sebuah perjalanan pembelajaran menuju
pemahaman baru tentang pengenalan konsep matematika pada anak. Bacalah buku ini
dengan sabar. Ikutilah alur penjelasannya. Ulangi membaca sampai anda
benar-benar paham isi buku ini. Secara bertahap coba terapkan contoh-contoh
yang terdapat pada isi buku.
Penulis menyadari masih banyak
kekurangan yang terdapat pada buku ini yang mungkin belum dapat menjawab
permasalahan anda. Janganlah berkecil hati. Buku ini baru awal permulaan.
Penulis berharap suatu saat nanti akan ada buku lanjutan yang lebih menjawab
permasalahan anda. Semoga Tuhan merahmati segala usaha kita. Amin.
Sumber Bacaan
Schiller
Pam and Lynne Peterson (1997). Count on Math. • Activities for small hands and
lively minds. Bestville: Gryphon House, Inc.
Trister
Dodge Diane, Sherrie Rudick and Kailee Berke • (2006). Creative Curriculum :
For Infants, Toddlers, and Twos (2nd Edition). Washingto D.C.: Teaching
Strategies Inc.
Trister
Dodge Diane, Laura J. Colker and Cate Heroman • (2002). Creative Curriculum :
For Preschool (4th Edition). Washingto D.C.: Teaching Strategies Inc.
Wallace
Belle (2002). Teaching Thinking Skills Accross • The Early Years: A Practical
Approach for Children Aged 4-7 Years. London: David Fulton Publishers.
Guha
Smita. Integrating Mathematics for Young • Children Through Play. 2001. From
http:// www naecy.org/resources/journal.
26
Konsep Matematika Untuk Anak Usia Dini
Lestari KW, M.Hum
Direktorat
Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat
Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian
Pendidikan Nasional
Tahun
2011
Tema Parenting : (Kumpul Keluarga Rutin)
Kupersembahkan untuk Keluarga
tercinta dan Keluarga Indonesia., temukan ‘Keajaiban Aura Keluarga’ anda dan
raihlah kesuksesan semua anggota keluarga dengan dimulai dari keluarga.
( Soeryo Poetranto)
PEMBUKAAN / PENGANTAR
Kami panjatkan puji syukur kepada
tuhan yang maha kuasa Allah SWT karena hanya atas izin dan anugerah nya buku
panduan ‘ Kumpul Keluarga Rutin (KKR) ’ ini dapat diterbitkan, terima kasih
yang sebesar-besarnya atas dukungan yang di- berikan dari yang tercinta orang
tua kami, istri dan anak-anak, yang terhormat para guru kami, para sahabat, dan
semua pihak yang telah berkenan membantu kepada penulis sehingga dapat
terwujudnya buku ini.
Kami sampaikan selamat kepada para
pembaca dan keluarga bahagia yang telah mendapatkan kesempatan untuk belajar
bersama-sama mengenai ‘Kumpul Keluarga Rutin’ (KKR).., tidak ada sehelai
daunpun yang jatuh tanpa seijin Tuhan Yme, Allah SWT karena itu pun tidak ada
sesuatu terjadi tanpa alasan sehingga buku ini dapat di tangan anda keluarga
Bahagia maka pastilah jua Tuhan yang mengaturnya, semoga menjadi manfaat dan
berkah, dan menjadikan keluarga anda menuju keluarga sakinah dan Tangguh di
abad 21 ini.
Harta yang paling berharga adalah
keluarga..Istana yang paling indah adalah keluarga/Puisi yang paling bermakna adalah
keluarga/Mutiara tiada tara adalah keluarga...SYAIR yang sangat sering dan
akrab di telinga kita ini memberikan makna betapa berarti dan pentingnya sebuah
institusi keluarga bagi semua manusia tanpa terkecuali dan bahkan bagi
masyarakat. Jika melanjutkan bicara masyarakat, maka kita juga akan bicara
sebuah bangsa.
Keluarga ideal dan idaman adalah
keluarga yang didalamnya terdapat kepemimpinan suami yang arif dan cepat
tanggap atas permasalahan dalam keluarga (Sabda Rasulllah Saw: ‘Sebaik baiknya
kalian adalah sebaik baiknya kalian terhadap keluarganya dan aku adalah sebaik
baik kalian terhadap keluarga ku.Tidak ada yang memuliakan wanita kecuali orang
mulia, dan tidak ada yang merendahkan nya kecuali orang terkutuk’ ; HR Ibnu
‘Asakir), didampingi istri yang mampu mengimbangi keberadaan suami dengan
kelembutan dan berdaya mengelola manajemen di rumah (‘Istri adalah pemimpin
dalam urusan rumah tangga an ia akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinan nya ‘; HR Al Bukhari) dan tentunya menjadikan anak-anak yang saleh
dan berprestasi.
Tidak hanya sekedar selogan kehidupan
: Baiti Jannati (rumahku surgaku) , tapi benar-benar mampu terealisasikan dan
tampak nyata dalam keseharian berkeluarga. Keluarga adalah akar dan fondasi
kesuksesan hidup bagi semua anggota keluarganya.. siapa yang tidak ingin ..??
Bagaimana kita mewujudkan keluarga
Idaman...? Apakah bisa ? Apakah mungkin ?..., Sudah seharusnya jawabannya
adalah: Ya,Ya,dan Ya karena para pembaca yang budiman pada dasarnya Tuhan yang
maha kuasa Allah SWT telah memberikan kepada setiap keluarga anugerah tali
persaudaraan sesama keluarga yang tercipta sejak adanya pernikahan dan
mempunyai keturunan... Sehingga bagaimana caranya memberdayakanya? marilah
bersama-sama kita mempelajari apa arti makna dan manfaat ‘ Kumpul Keluarga
Rutin ( KKR) ’.
Keluarga kami pun merasa sangat
beruntung dan bersyukur karena dengan mengadakan Kumpul Keluarga Rutin (KKR)
menjadi suatu acara ritual yang sangat menyenangkan dan di nanti-nanti oleh
semua anggota keluarga, tanpa kami sadari tingkat kepercayaan, pengertian dan
tali kasih bertumbuh kembang dengan harmonis selain itu tanpa disadari
anak-anak menjadi lebih percaya diri, santun, mudah bergaul, dan menjadikan
prestasi di sekolah yang sangat membanggakan.
Kami percaya keluarga anda pun akan
dapat menikmati dan menemukan manfaat yang begitu luas dari Kumpul Keluarga
Rutin ( KKR ). Buku ini dibuat dalam beberapa bagian tahapan untuk memudahkan
para pembaca dan keluarga memahami dan mempraktekkan pada keluarganya
masing-masing
Saya sangat bersyukur atas dukungan
Kementerian Pendidikan Nasional RI khususnya Direktorat PAUD yang memiliki
program penguatan PAUD berbasis keluarga (parenting) sehingga dapat
diterbitkannya buku ini. Terima kasih kami doakan semoga bermanfaat dan
berhasil !
“ KEHARMONISAN KELUARGA ADALAH KESELARASAN DAN KEBAHAGIAAN HIDUP “
Salam
Keluarga,
Soeryo
Poetranto
2. PENGERTIAN UMUM KEHIDUPAN KELUARGA DI MASYARAKAT
Fenomena kehidupan metropolis sudah
mendarah daging dari pelosok desa sampai kota metropolitan itu sendiri sudah
memjadi hal yang ‘biasa’ di tambah lagi dengan berlombanya kenaikan biaya
kebutuhan hidup, pengangguran yang meledak, pemerkosaan, pelecehan, pornografi,
pornoaksi dan berbagai bentuk kriminalitas lainnya manjadi momok menakutkan di
masyarakat. Krisis dahsyat ini memorak-morandakan tatanan masyarakat terutama
keluarga. Suami-istri bersitegang, anak-anak terlibat narkoba atau kenakalan
remaja lainnya, jumlah keluarga miskin terus meningkat, dan generasi tak
bermoral serta tak berpendidikan membengkak.
Keluarga yang meninggalkan
nilai-nilai agama terbukti tak mampu menahan krisis. Sebab keluarga tersebut
dibangun atas landasan materialistis dan mengabaikan nilai-nilai keimanan.
Ketika mempunyai jabatan, materi
berlimpah malah menjadikan keluarga amburadul karena kebobrokan moralitas suami
atau istri yang menimbulkan perselingkuhan belum lagi akan menjadi masalah yang
lebih besar bilamana sang dewa ‘materi‘ hilang atau berkurang menjadikan semua
anggota keluarga menjadi super panik tidak terkendali karena dasarnya segala
sesuatu hanya di ukur dengan uang/materi.
Apakah hal ini yang keluarga anda
inginkan ? Apakah bisa dan mampu anggota keluarga anda membentuk keluarga
idaman ?
3. HAL-HAL KELEMAHAN DALAM KELUARGA
Para pembaca dan keluarga bahagia
demikian faktor-faktor di atas yang telah melekat pada tatanan masyarakat
sekitar kita yang sering kali karena aktifitas rutin dan tanggung jawab atas
kebutuhan di rumah tangga menyebabkan kita sebagai orang tua dan sebagai
anggota keluarga lengah.!
Reformasi sudah menjadi bahasa
keseharian di berbagai bidang, mengapa kita tidak memulai reformasi keluarga
sebagai titik awal dari segala bidang reformasi karena pada dasarnya institusi
sosial masyarakat yang terkecil adalah keluarga sehingga pada waktunya bilamana
keluarga sudah tangguh maka ketangguhan masyarakat sekitar akan menjadi nyata
dengan era reformasi menjadi masyarakat berjiwa kritis dan bertanggung jawab
Para pembaca dan keluarga bahagia
mungkin bertanya : ’lalu bagaimana memulainya?’ jawabanya ada didalam buku ini
tetapi perlu saya ingatkan keberhasilan itu terletak kepada keluarga anda
sendiri bagaimana anda melakoni Kumpul Keluarga Rutin (KKR) ini untuk menjadi
fondasi keluarga anda.
4. KETANGGUHAN KELUARGA
Apa ya maksud ketangguhan keluarga ?
kan artinya luas...?
Iya
memang artinya luas dan banyak tetapi para pembaca dan keluarga bahagia marilah
kita fokus untuk arti yang mudah dan yang terpenting keluarga kita akan sanggup
menuju keluarga tangguh.
Kapasitas dan kemampuan keluarga
termasuk anggota keluarga dalam mengatasi berbagai faktor yang telah kita bahas
di bab 2 (Faktor Kelemahan Keluarga) dan menjadi faktor unggulan adalah
indikator ketangguhan keluarga anda
Komunikasi...! komunikasi....!
komunikasi adalah media dasar didalam keluarga yang sering kali dianggap tidak
penting padahal merupakan titik awal setiap individu didalam keluarga untuk
berinteraksi secara SESUAI BUDAYA KELUARGANYA DAN BENAR..., maksudnya adalah
semua anggota keluarga seharusnya memahami apa yang paling benar apa yang
paling cocok dalam berkomunikasi di keluarganya, benar dan cocok itu melingkupi
: waktu yang tepat, suasana yang tepat, gaya dan santun bicara yang tepat,
tujuan pembicaraan yang tepat. Hal-hal inilah biasanya dimulainya terjadi :
KESALAHPAHAMAN / PENGERTIAN yang dapat menyulut emosi di dalam keluarga. Para
pembaca dan keluarga bahagia tidak perlu khawatir Karena di buku Kumpul
Keluarga Rutin (KKR) ini anda akan menemukan jawaban dan caranya
Mendengarkan adalah lebih dari sekedar
dengar, merupakan ekspresi yang penting di tunjukan kepada keluarga bahwa anda
sangat ingin mendengarkannya :
- Tunjukan anda mendengarkan
dengan melihat kepada yang bicara
- Hindari memotong pembicaraan dan
tidak terburu- buru untuk menambahkan ide anda
- Perhatikan tingkat dan volume
suara anda
- Tunjukan anda dapat mengerti
motif perasaan dari yang bicara
- Gunakan kata-kata yang tidak
menyerang
Apakah anda sudah melakukan seperti
ini ? mengapa komunikasi demikian penting seperti yang sudah di sampaikan sebelumnya
ini adalah media dasar dalam menjadikan keluarga anda keluarga tangguh dengan
membuat ritual kumpul keluarga rutin (KKR)
5. KUMPUL KELUARGA RUTIN (KKR)
Para pembaca dan keluarga bahagia
sampailah kita pada bab untuk mendapatkan jawaban mengetahui cara dan bagaimana
melakukan Kumpul Keluarga Rutin (KKR) dalam upaya menjadikan keluarga anda
keluarga idaman yang tangguh
Sesungguhnya keluarga anda adalah
merupakan anugrah yang luar biasa tinggal hanya bagaimana keluarga anda sendiri
memencet tombol untuk menjadi keluarga idaman yaitu dengan memperkaya keluarga
anda untuk keimanan, kesantunan, dan kebersamaan.
Menata kehidupan berkeluarga kalau
anda menyadari lebih dalam sama halnya seperti menata sebuah negara yang
didalamnya seharusnya ada pemimpin yang jujur, beriman, dan bijak yaitu
tercermin dari sosok suami / ayah sebagai kepala rumah tangga dan ada wakil
pemimpinnya yang selalu siap sedia dengan ikhlas membantu tanggung jawab
pemimpin ini tercermin dalam sosok Istri/Ibu yang mampu mengatur aktivitas
rumah tangga secara nyaman dan ada rakyatnya yang terjamin kesehatannya,
pendidikannya, akhlaknya yang tercermin di dalam anak-anak yang sholeh,
berprestasi dan membanggakan Maka mulai saat ini marilah membangun kesadaran
kembali pada setiap individu di keluarga untuk kembali memahami betapa
pentingnya arti sebuah keluarga.
Aktivitas rutin kehidupan sehari-hari
Ayah sibuk bekerja Ibu sibuk mengatur rumah Anak-anak mempunyai tanggung jawab
besar juga terhadap pelajaran sekolahnya menjadikan kita lengah dan makin
sedikit waktu untuk dapat berkumpul bersama-sama berbicara , berdiskusi sebagai
layaknya keluarga.
Rumah kadang sudah menjadi seperti
hotel walaupun tinggal satu atap untuk mencari waktu bersama-samapun sulit
rasanya, Ayah pergi pagi, Ibu sedang sibuk masak dan mengatur rumah sedangkan
anak-anak hanya punya waktu 10 -15 menit sebelum ke sekolah, Ayah kembali larut
malam Anak-anak sudah tidur sedangkan Ibu masih sibuk dengan cucian dan
setrikaannya yang belum diselesaikan, demikianlah rutinitas kehidupan yang
menyebabkan makin sempitnya waktu bersama belum lagi dengan tekhnologi : TV,
Internet, HP, yang dapat menyita tambahan waktu yang tersisa di keluarga
‘Mangan Ora Mangan Angger Kumpul’,
dengan arti : ‘makan atau tidak makan yang penting bisa kumpul’ ini bentuk
khiasan dari falsafah Jawa bilamana melihat nilai positifnya ratusan tahun yang
lalu para orang tua telah mengingatkan bagaimanapun kondisi kemajuan
tekhnologi, peningkatan kesibukan yang luar biasa ingatlah bahwa keluarga tetap
saling membutuhkan dan janganlah saling melupakan.
Ayo ber KKR...! inilah jawabannya,
ini bukan hanya merupakan teori karena juga telah dipelajari di budaya barat
keberhasilan dan kesuksesan individu dimulai dari KELUARGA. Memang untuk
memulai terasa kaku tapi bila anda ingat kenapa dengan mudah dan rutin bisa
meeting/kumpul bersama rekan kerja, teman, tetapi kok kepada keluarga sendiri
kaku ya ?, saya percaya dan yakin bilamana sudah dilakukan lebih dari dua kali
maka anda akan menemukan ‘KEAJAIBAN AURA KELUARGA’ yaitu timbulnya perasaan
kebersamaanya keluarga anda menjadi lebih dekat, tali kasih yang erat dan
perasaan yang terbuka dari semua anggota keluarga.
Langkah dalam melakukan kumpul
keluarga rutin memang ada metodenya dan setiap langkah mengandung arti tetapi
jangan lupa KKR ini dapat menyesuaikan budaya keluarga anda. Pada dasarnya
setiap keluarga memiliki keunikan yang berbeda-beda saya hanya memberikan
metodenya dan andalah yang dapat mengadopsi menyesuaikan keluarga.
Membuat Kumpul Keluarga Rutin (KKR), dengan metode :
Membuat janji waktu yang cocok bagi
sebanyaknya anggota keluarga untuk meluangkan waktu bersama 30 – 50 menit,
sampaikanlah niat untuk mengadakan Kumpul Keluarga Rutin (KKR) bagi yang baru
pertama kali biasanya penasaran Apaan Itu ? jawablah supaya tidak penasaran
yang penting menyediakan waktu sesuai yang sudah di tentukan bersama.
Sediakan snack ataupun kue ataupun
permen yang di sukai keluarga karena ini akan di gunakan sebagai penutup sama
seperti halnya bilamana Ayah / Ibu sedang meeting biasanya disediakan makanan
atau snack .
Siapkanlah buku catatan KKR Keluarga
anda berilah nama buku itu menggunakan nama favorit keluarga isilah selalu
catatan hasil KKR dan bahas pada KKR selanjutnya, lihat apa yang sudah berhasil
di capai dari keinginan ataupun rencana KKR sebelumnya, dan penting ! selama
KKR diharap tinggalkanlah tekhnologi ( HP,Internet,TV ), gunakanlah tempat /
ruangan yang nyaman bagi keluarga di rumah anda, sehingga bisa fokus dan
santai.
Namanya juga rutin, maka buatlah
kesempatan emas Kumpul Keluarga Rutin (KKR) ini 2 minggu 1x dan buktikan
timbulnya keajaiban Aura keluarga di keluarga Anda....! Buktikan !
Mengadakan
KKR :
1.
Pembukaan
Bukalah Kumpul Keluarga Rutin ini
seperti layaknya anda membuka sebuah pertemuan untuk menyamakan konsentrasi dan
perhatian
Contoh
: Asalamualaikum wrb keluargaku tercinta, mama, anak-ku Adi, dan Ani ayah
senang bisa berkumpul bersama sore ini, semoga KKR ini bisa menjadi tambahan
kebahagian untuk keluarga kita....
(pembukaan
adalah hal yang tidak kalah penting dengan isi dari acara KKR karena dengan
pembukaan yang baik dan jelas anggota keluarga / KKR akan lebih fokus/menikmati
acara )
2.
Doa bersama (masih tahap pembukaan)
Manfaatkan KKR ini untuk bisa doa
bersama layaknya membuka meeting
Contoh
: Ayo anak-anak baca Alfatehah bersama ayah dan ibu untuk keluarga kita.... (
mungkin sering kita berdoa sendiri, rasakan getaran doa bersama keluarga anda
sendiri..)
3.
Presentasi / Hiburan
Berikanlah kesempatan setiap anggota
keluarga khususnya anak-anak untuk mempresentasikan diri yang biasa dia lakukan
di sekolahnya di depan teman-temannya, anak-anak akan merasa bangga dan senang
bisa menunjukan kepada orangtuanya
Contoh
: Ayah mau dengar nih..,katanya Ibu, Ani sekarang sudah bisa nyanyi...(
anak-anak akan merasa sangat bahagia dan bangga menunjukan kemampuannya di
depan keluarga biasanya bahkan mereka akan cerita kepada teman-temannya )
4.
Program / Jadwal Keluarga
Setelah presentasi/hiburan bahaslah
secara bersama-sama mengenai jadwal/program aktivitas keluarga yang terdekat,
dengan cara ini memberikan kesempatan setiap angota keluarga merasa adalah
bagian dari keutuhan keluarga, rasakan proses kebersamaan ini untuk kepentingan
keluarga kita.
Contoh
: Ibu minggu ini ada undangan pengajian ditetangga, tapi gurunya Adi minta Ibu
kesekolah juga minggu ini..., jadi gimana ya ngatur waktunya ?
Adi juga bilang kalau begitu minggu
depan aja bu ke gurunya Adi, kan masih bisa.... ( sering kali membuat rencana
keluarga tidak mengikut sertakan anak-anak, padahal sangat besar potensi mereka
untuk membantu bila di berikan kesempatan )
5.
Penyampaian keinginan
Berikanlah kesempatan kesetiap
anggota keluarga untuk menyampaikan keinginanya atau rencananya, di sini juga
akan terjadi proses kebersamaan keluarga dan temukanlah keajaiban aura keluarga
anda
Contoh
: Ayo Adi, kan sudah merencanakan schedule sekolah Ibu.., ada nggak keinginan
kamu untuk disampaikan ke Ayah/Ibu.? Dan Adi pun menjawab : Sebenarnya yah..,
inginnya Adi kalau ayah sempat bisa belajar matematika sama Adi karena teman ku
bilang dia selalu belajar dengan Ayahnya...
Contoh
2 : Kalau Ani ingin rasanya kerumah nenek, kan minggu depan ada libur masa
enggak bisa sih Ayah mengantar ke Bogor ?
(
kadang kala keinginan simpel dari anggota keluarga yang sebenarnya bisa kita
lakukan tetapi tidak bisa kita berikan karena kita tidak tahu sebelumnya )
6. Penutup
Setelah
pembahasan langkah 5 dan 6 tutuplah acara dengan santai dan rileks bersamaan
disiapkannya snack favorit keluarga.
Contoh
: Alhamdulillah Ayah senang sekali bisa mendengar dan membahas aktivitas
keluarga kita semoga kalian pun bisa merasakan kebahagiaan ini...
(bercanda
rianglah anda bersama keluarga. Biasanya bahkan keluarga anda akan menanyakan
kembali ‘kapan bisa kita KKR an lagi..?)
Para pembaca dan keluarga bahagia
mungkin bertanya didalam hati apakah memang harus menyesuaikan langkah ini..?
saya sangat menyarankan tetapi sesuai 6 langkah di atas dengan juga
menyesuaikan kebudayaan masing-masing keluarga, dapat di buat pada saat setelah
shalat bersama atau yang Nasrani pulang dari Gereja bersama, bisa juga di
lakukan pada saat hari minggu pagi waktu sarapan bersama atau saat setelah
makan malam bersama sesuaikanlah waktu yang tepat dan di tempat yang nyaman
menurut keluarga anda. Temukan dan rasakanlah yang saya sampaikan yaitu
‘keajaiban aura keluarga’
HAL-HAL KELEMAHAN DALAM KELUARGA MENJADI UNGGULAN
- Kesetiaan
- Anak merasa terlindungi
- Seimbang antara Aktivitas dan
Kerja
- Kesehatan yang unggul
- Menyaring Budaya Asing yang
memang cocok untuk keluarga
- Nyaman /tentram
- Pernikahan yang kuat
6. MEMBUAT ACARA LIBURAN BERSAMA
Hasil riset membuktikan penguatan
pernikahan dan parenting, harmonisasi, pekerjaan dan keluarga, pengendalian
amarah dan mental keluarga dapat di pengaruhi oleh kepenatan aktivitas rutin. Bapak
Ibu para pembaca dan keluarga bahagia, buatlah waktu sempatkanlah, bikinlah
program 4 - 6 minggu 1 x bisa mengadakan acara liburan bersama keluarga anda,
jangan salah menerka bahwa liburan di sini adalah bukan hanya semata-mata
bepergian Liburan keluar , tetapi maksud disini adalah mengadakan kegiatan NON
rutin bersama keluarga anda , dan tidak perlu menggunakan anggaran yang besar..Bagaimana
itu ..? Nah para pembaca dan keluarga bahagia dalam acara KKR anda dengan
keluarga , sempatkan lah dalam 4/6 minggu 1 x untuk membahas kemana dan apa
yang bisa kita lakukan bersama ...dan menyesuaikan dengan anggaran yang mampu
disediakan orang tua
Contoh Aktivitas Non Rutin Bersama :
- Hari minggu mengikut sertakan
Ayah dan Anak untuk memasak bersama
- Mengajak anak-anak mengecat
ruang makan bersama
- Jalan-jalan kerumah kakek/nenek
dengan membawa makanan
Bagi
para pembaca dan Keluarga bahagia yang memiliki anggaran yang lebih, maka bisa
juga membuat acara bersama keluarga seperti :
- Makan bersama di restaurant
favorit keluarga
- Sewa vila di puncak atau di
pantai untuk berakhir pekan bersama keluarga
- Pergi memancing di pemancingan
dan makan bersama hasil pancingan
Apa
hal hal yang sebaiknya dihindari dalam memilih acara bersama seperti :
- Jalan jalan di Mall atau di
Pasar , sehingga konsentrasi kebersamaan nya terpecah dengan melihat
atraksi atau barang yang menarik hati setiap anggota keluarga
- Ikut Ibu acara arisan teman ,
sehingga aktivitas ayah dan anak pun tidak fokus untuk kebersamaan
keluarga
- Nonton bioskop bersama dan
setelahnya langsung pulang, dimana kebersamaan nya ? karena hanya fokus
terhadap film nya bukan terhadap anggota keluarga nya
Sehingga Keajaiban Aura Keluarga yang
perlu terus menerus di bina dan tumbuhkembangkan akan terhambat karena acara
nya bukan fokus untuk ‘Kebersamaan Keluarga’.
Para pembaca dan keluarga bahagia ..,
penting dalam acara liburan/Non Rutin bersama keluarga dalam menentukan tujuan
acara yang pada waktu KKR yaitu sesi : Penyampaian keinginan atau jadwal
keluarga, sehingga kebersamaan ini di ciptakan sejak dari merencanakan bersama.
Rasakan bedanya kebersamaan ini ! .
Nikmati suasana perbedaan pendapat
dengan keinginan masing masing anggota keluarga hendaklah Ayah dan Ibu tidak
berperan langsung menetukan.., dan rasakan Keajaiban Aura keluarga yang tidak
dipaksa tetapi sebaliknya menemukan rasa musyawarah keluarga itu untuk
menentukan acara keluarga ini , dan ingat ! semua harus berkomitmen untuk acara
ini dengan berupaya tidak membuat acara/jadwal lain yang telah di tentukan
bersama , dan yang tidak ketinggalan penting nya agar Ayah dan Ibu juga tidak
asyik chatting dengan Hp nya atau bahakan Ayah memabawa laptop untuk pekerjaan
....Ingat ! walaupun singkat beberapa jam manfaat kebersamaan ini Luar Biasa !!
Buktikan anda mengadakan nya dengan rutin ..
7. PENUTUP
Keluarga idaman adalah keluarga yang
beriman, solid, berbahagia dan harmonis, keluarga di bangun atas nilai-nilai
moaral yang benar dan keluarga selalu berusaha membina untuk mempersiapkan
setiap individu. Keluarga yang beriman, solid, bahagia dan harmonis adalah
tiang bangunan masyarakat yang kuat, keluarga yang bermoral merupakan solusi
bagi persoalan keluarga modern.
Keluarga beriman, Solid, bahagia, dan
harmonis adalah dambaan setiap insan. Keluarga tersebut di bangun atas
nilai-nilai moralitas yang benar, antara lain :
- Selalu berangkat dari niat baik
- Bertabur kasih sayang dan cinta
- Adanya kehangatan komunikasi dan
keterbukaan
- Adanya kerjasama yang produktif
(bukan persaingan antara karier suami dan istri namun saling melengkapi
dan mendukung)
- Segala sesuatu diputuskan secara
bijaksana melalui musyawarah yang kondusif.
Keluarga berusaha membina dan
mempersiapkan tiap individu untuk menerima perbedaan pendapat dan menyikapinya
sebagai khazanah ide-ide dalam mengambil keputusan. Sehingga tidak ada lagi
istilah anak kabur / lari dari rumah atau pun hendak bunuh diri karena merasa
terabaikan pendapatnya. Secara tidak langsung, terbangunnya pola pikir dan
sikap seperti itu akan mengurangi jumlah kekerasan dalam rumah tangga.
Para pembaca dan keluarga bahagia
Tuhanlah yang menentukan Anda di keluarga Anda, betapa indahnya kita juga yang
meneruskan membawa Amanah ini demi kebahagiaan dan masa depan keluarga. Selamat
menikmati menjadi keluarga yang Tangguh, Bahagia dan Harmonis.
“ KEHARMONISAN KELUARGA ADALAH KESELARASAN DAN KEBAHAGIAAN HIDUP “
8. SUMBER BACAAN
•
Unlimited Power , Anthoni Robbins, : Simon S Schisten, 1989
•
How to Have Confidence , Les Giblin : Prentice Hall Inc, 1995
•
Essential of Parenting , National Family Council Singapore, 2001
•
Stephen R. Covey . Tujuh Kebiasaan Manusia yang sangat Efektif. Jakarta :
Binarupa Aksara, 1997
•
Family Enrichment, Wendy W.Sheffield, LCSW, Shirley E Cox, LCSW, DSW : BYU
University, 2004
•
Jangan tunda waktu untuk Bahagia, Azim Jamal : Zaman, 2009
•
Titik Titik kekuatan anda, Wayne W Dyer : Pustaka Reka Pratasa,2007
Kumpul
Keluarga Rutin 37
•
10 Kesalahan Orang tua dalam mendidik anak, Kevin Steede,Phd : Pt Tangga
pustaka, 2007
•
Happines Inside , Gobind Vashdev : Mizan Pustaka, 2009
•
Bahagia dan Harmonisasi, Abdurahman bin Ali ad Dusiri : Best Media, 2009
•
Psikologi keluarga dari keluarga sakinah hingga keluarga bangsa, Prof Dr Achmad
Mubarok MA : III T, 2005
Direktorat
Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat
Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian
Pendidikan Nasional
Tahun
2011
SERI BACAAN ORANG TUA
Tema Parenting : Lingkungan Sekitar Sabagai Sumber Belajar
Anak
Para orang tua yang berbahagia,
tahukah bahwa alam atau lingkungan sekitar kita merupakan media (alat) dan
sumber untuk belajar yang sangat lengkap bagi kita? Demikian pula untuk
anak-anak kita, apalagi kita telah menyadari bahwa anak usia dini memiliki rasa
ingin tahu yang kuat terhadap segala sesuatu yang baru. Mereka memiliki sikap
berpetualang, senang mencoba baik dengan cara memegang, memakan atau melempar
benda-benda dan minat yang kuat untuk mengamati lingkungan. Dalam hal ini, kita
juga menyadari bahwa peran orang tua sebagai pendidik yang pertama dari sejak
anak lahir dan juga utama karena paling dekat dengan anak, sangat menentukan
kualitas anak (menjadi baik atau tidak) dikemudian hari.
Dengan demikian, kita harus mampu
memberikan fasilitas dan sarana yang terbaik dalam pengembangan potensi anak,
dengan cara memberikan kemudahan kepada anak untuk mempelajari berbagai hal
yang terdapat di lingkungannya. Pengenalan terhadap lingkungan di sekitarnya
merupakan pengalaman yang menyenangkan untuk mengembangkan kecerdasan anak
sejak dini. Selama ini, kita memahami bahwa belajar harus di sekolah atau di
dalam ruangan, memakai seragam, dengan alat permainan yang mahal, dan fasilitas
lain yang memadai. Padahal jika kita memahami anak kita, mereka sebenarnya juga
sangat tertarik belajar di alam, dengan lingkungan yang beraneka.
Mengapa hal ini terjadi? Menurut para
pakar otak, jika pada masa anak usia dini, yang dirangsang adalah otak kreatif
dan rasa ingin tahu anak, maka anak usia dini akan menyimpan banyak pertanyaan
yang membutuhkan jawaban. Semakin banyak yang ingin diketahui anak, maka
semakin besar pula usaha yang untuk mencari jawabannya. Kegemaran belajar sejak
usia dini merupakan modal dasar yang sangat diperlukan dalam rangka penyiapan
masyarakat belajar dan sumber daya manusia di masa mendatang.
Para orang tua yang berbahagia,
dengan memahami cara belajar anak usia dini, kita bisa memanfaatkan lingkungan
sebagai sumber belajar yang murah, mudah namun tetap berkualitas dalam
pengembangan potensi kecerdasan anak. Pengertian Lingkungan Sebagai Sumber
Belajar
Para orang tua di seluruh Indonesia,
sebagai makhluk hidup, anak selain berinteraksi dengan orang atau manusia lain
juga berinteraksi dengan sejumlah makhluk hidup lainnya dan benda-benda mati.
Makhluk hidup tersebut antara lain adalah berbagai tumbuhan dan hewan,
sedangkan benda-benda mati antara lain udara, air, dan tanah.
Lingkungan sebagai sumber belajar
dapat diartikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda dan keadaan makhluk
hidup, (termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya serta makhluk hidup
lainnya), sehingga memungkinkan anak usia dini untuk belajar tentang informasi,
orang, bahan dan alat.
Lingkungan itu terdiri dari unsur-unsur
makhluk hidup, benda mati dan budaya manusia, Unsur-unsur Lingkungan Sebagai
Sumber Belajar :
1. Unsur Mahluk hidup
- Manusia : Jumlahnya, jenisnya,
bagian badan dan cara melakukan sesuatu (cara kerja dan fungsinya) dan sebagainya.
Contoh : “Nak, coba hitung, ada
berapa tamu ayah yang laki-laki dan berapa yang perempuan?”
- Binatang : Serangga, unggas,
binatang ternak, binatang buas (tentunya tidak secara langsung) dan sebagainya
- Tumbuhan : jenis, bagian dan
manfaat pohon serta tanaman, dan sebagainya.
2. Unsur Benda mati
- Batu-batuan : bentuk/tekstur,
jumlah, ukuran dan berbagai jenis batu-batuan serta kegunaannya.
- Tanah : warna, jenis, dan
manfaatnya
- Air : Sifat, jenis dan manfaatnya.
- Udara : sifat dan bagaimana mengenalinya.
3. Budaya manusia.
Kehidupan manusia diberbagai belahan
dunia, yang terdiri dari berbagai : suku, agama, adat kebiasaan dan budaya,
membuat keragaman yang jika dipelajari sejak
Memanfaatkan Lingkungan Sekitar
Sabagai Sumber Belajar Anak Usia Dini 9
dini dan dipahami perbedaanya, akan
membuat kita semakin bijaksana.
Jenis-Jenis Lingkungan
Sebagai Sumber Belajar
Pada dasarnya semua jenis lingkungan
yang ada di sekitar anak dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan kegiatan
pendidikan untuk anak usia dini
1. Lingkungan alam
Lingkungan alam atau lingkungan fisik
adalah segala sesuatu yang sifatnya alamiah, seperti sumber daya alam (air,
hutan, tanah, batu-batuan), tumbuh-tumbuhan dan hewan, sungai, iklim, suhu, dan
sebagainya.
Lingkungan alam sifatnya relatif
menetap, oleh karena itu jenis lingkungan ini akan lebih mudah dikenal dan
dipelajari oleh anak. Sesuai dengan kemampuannya, anak usia dini dapat
mengamati perubahan-perubahan yang terjadi dan dialami dalam kehidupan
sehari-hari, termasuk juga proses terjadinya.
Dengan mempelajari lingkungan alam
ini, diharapkan anak usia dini akan lebih memahami gejala-gejala alam yang
terjadi dalam kehidupannya sehari-hari, selain itu diharapkan juga dapat
menumbuhkan kesadaran sejak awal untuk mencintai alam, dan mungkin juga anak
usia dini bisa turut berpartisipasi untuk menjaga dan memelihara lingkungan
alam.
2. Lingkungan sosial
Selain lingkungan alam sebagaimana
telah diuraikan di atas jenis lingkungan lain yang kaya akan informasi bagi
anak usia dini yaitu lingkungan sosial. Hal-hal yang bisa dipelajari oleh anak
usia dini dalam kaitannya dengan pemanfaatan lingkungan sosial sebagai sumber
belajar ini, misalnya:
- Mengenal jenis-jenis mata
pencaharian penduduk di sekitar tempat tinggal dan sekolah.
- Mengenal adat istiadat dan
kebiasaan penduduk setempat di mana anak usia dini tinggal.
- Mengenal organisasi-organisasi
sosial yang ada di masyarakat sekitar tempat tinggal dan sekolah.
- Mengenal kehidupan beragama yang
dianut oleh penduduk sekitar tempat tinggal dan sekolah.
- Mengenal kebudayaan termasuk
kesenian yang ada di sekitar tempat tinggal dan sekolah.
- Mengenal susunan pemerintahan
setempat seperti RT, RW, desa atau kelurahan dan kecamatan.
Pemanfaatan lingkungan sosial sebagai
sumber belajar dalam kegiatan pendidikan untuk anak usia dini sebaiknya dimulai
dari lingkungan yang terkecil atau paling dekat dengan anak.
3. Lingkungan budaya
Di samping lingkungan sosial dan
lingkungan alam yang sifatnya alami, ada juga yang disebut lingkungan budaya
atau buatan yakni lingkungan yang sengaja diciptakan atau dibangun manusia
untuk tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Misalnya ;
Bendungan Irigasi, kolam ikan, pabrik dan sebagainya.
Anak usia dini dapat mempelajari
lingkungan buatan dari berbagai aspek seperti prosesnya, pemanfaatannya,
fungsinya, pemeliharaannya, daya dukungnya, serta aspek lain yang berkenaan
dengan pembangunan dan kepentingan masyarakat pada umumnya.
Agar penggunaan lingkungan ini
efektif perlu disesuaikan dengan tujuannya. Dengan begitu, maka lingkungan ini
dapat memperkaya dan memperjelas bahan belajar dan bisa dijadikan sebagai pusat
belajar anak. Dampak Pemanfaatan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar
Memanfaatkan lingkungan sekitar kita
dengan membawa anak usia dini untuk mengamati lingkungan akan menambah
keseimbangan dalam kegiatan belajar. Artinya belajar tidak hanya terjadi di
ruangan kelas dan dalam rumah, namun juga di luar ruangan kelas atau luar
rumah. Dalam hal ini lingkungan sebagai sumber belajar, sangat berpengaruh
terhadap perkembangan fisik, keterampilan sosial, dan budaya, perkembangan
emosional serta intelektual anak usia dini.
Perkembangan Fisik
Lingkungan sangat berperan dalam
merangsang pertumbuhan fisik anak usia dini, untuk mengembangkan otot-ototnya.
Anak memiliki kesempatan yang alami untuk berlari-lari, melompat,
berkejar-kejaran dengan temannya dan menggerakkan tubuhnya dengan cara-cara
yang tidak terbatas. Kegiatan ini sangat alami dan sangat bermanfaat dalam
mengembangkan aspek fisik anak.
Dengan pemanfaatan lingkungan sebagai
sumber belajarnya, anak usia dini menjadi tahu bagaimana tubuh mereka bekerja
dan merasakan bagaimana rasanya pada saat mereka memanjat pohon tertentu,
berayun-ayun, merangkak melalui sebuah terowongan atau berguling di dedaunan.
Perkembangan aspek
keterampilan sosial
Lingkungan secara alami mendorong
anak untuk berinteraksi dengan anak-anak yang lain bahkan dengan orang-orang
dewasa. Pada saat anak mengamati objek-objek tertentu yang ada di lingkungan
pasti dia ingin menceritakan hasil penemuannya dengan yang lain. Supaya
penemuannya diketahui oleh teman-temannya, anak tersebut mencoba mendekati anak
yang lain sehinga terjadilah proses interaksi/hubungan yang harmonis.
Anak-anak dapat membangun
keterampilan sosialnya ketika mereka membuat perjanjian dengan teman-temannya
untuk bergantian dalam menggunakan alat-alat tertentu pada saat mereka
memainkan objek-objek yang ada di lingkungan tertentu. Melalui kegiatan seperti
ini anak berteman dan saling menikmati suasana yang santai dan menyenangkan.
Perkembangan aspek emosi
Lingkungan pada umumnya memberikan
tantangan untuk dilalui oleh anak usia dini. Pemanfaatannya akan
memungkinkannya untuk mengembangkan rasa percaya diri yang positif. Misalnya
bila anak diajak ke sebuah taman yang terdapat beberapa pohon yang memungkinkan
untuk mereka panjat.
Dengan memanjat pohon tersebut, anak
usia dini dapat mengembangkan aspek keberaniannya sebagai bagian dari
pengembangan aspek emosinya.
Perkembangan intelektual
Anak usia dini belajar melalui
interaksi langsung dengan benda-benda atau ide-ide. Lingkungan menawarkan
kepada orang tua kesempatan untuk menguatkan kembali konsep-konsep seperti
warna, angka, bentuk dan ukuran. Memanfaatkan lingkungan pada dasarnya adalah
menjelaskan konsep-konsep tertentu (warna, jumlah, bentuk, fungsi dll) secara
alami.
Konsep warna yang diketahui dan
dipahami anak di rumah, tentunya akan semakin nyata apabila orang tua
mengarahkan anak-anak untuk melihat konsep warna secara nyata yang ada pada
lingkungan sekitar. Pemanfaatan lingkungan menjadikan aktivitas belajar anak
usia dini yang lebih meningkat.
Begitu banyaknya nilai dan manfaat
yang dapat diraih dari lingkungan sebagai sumber belajar dalam pendidikan anak
usia dini bahkan hampir semua tema kegiatan dapat dipelajari dari lingkungan.
Namun demikian diperlukan adanya kreativitas dan jiwa inovatif dari para orang
tua untuk dapat memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar.
Lingkungan merupakan sumber belajar
yang kaya dan menarik untuk anak usia dini. Lingkungan manapun bisa menjadi
tempat yang menyenangkan bagi anak usia dini. Jika pada saat belajar di dalam
rumah anak usia dini hanya kita perkenalkan dengan gambar binatang, maka dengan
kita memanfaatkan lingkungan, anak usia dini akan dapat memperoleh pengalaman
yang lebih banyak lagi. Dalam pemanfaatan lingkungan tersebut, kita dapat
membawa kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan di dalam rumah ke alam
terbuka atau lingkungan. Namun jika kita hanya menceritakan kisah tersebut di
dalam rumah, nuansa yang terjadi tidak akan sealamiah seperti halnya jika kita
mengajak anak untuk ke luar rumah dan memanfaatkan lingkungan.
Lingkungan yang ada di sekitar anak
kita merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dioptimalkan untuk
pencapaian proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Lingkungan menyediakan
berbagai hal termasuk alat permainan yang mendidik dan bahan yang dapat
dipelajari anak usia dini.
Syarat Pemilihan Sumber
Belajar
Telah kita ketahui bersama bahwa
upaya untuk mengoptimalkan sumber belajar merupakan sesuatu yang penting.
Mengapa? Karena dengan penggunaan sumber belajar ini, orang tua akan
menghasilkan proses pembelajaran yang murah, berkualitas, menarik dan menyenangkan
bagi anak. Namun demikian ada sejumlah pertimbangan yang harus kita perhatikan,
ketika akan memilih sumber belajar, yaitu :
- Mengandung unsur pendidikan
(nilai edukatif)
- Praktis dan sederhana artinya
mudah dalam pengaturannya.
- Aman, nyaman dan bersih
- Mampu mengembangkan berbagai
aspek perkembangan anak
- Sesuai dengan taraf berfikir dan
kemampuan anak.
Berbagai kriteria tersebut tidak
kaku, tetapi penting untuk diperhatikan demi terwujudnya efektifitas dan
efisiensi dari sumber belajar yang dipilih, sehingga betul-betul bermanfaat.
Kiat-Kiat Memanfaatkan
Lingkungan Sebagai Sumber Belajar Anak Usia Dini
- Mengolah dan Memanfaatkan
Lingkungan Menjadi Alat Permainan Yang Mendidik
Contoh :
•
Membuat
mobil-mobilan dari kulit jeruk bali, batang pisang dll.
•
Membuat
rumah-rumahan dari kardus bekas
•
Membuat
ayunan di pohon dari tali yang kuat.
•
Membuat
kolam/akuarium ikan atau kandang hewan piaraan (kucing, kelinci, dll)
•
Membuat
kuda-kudaan dari pelepah pisang
•
Membuat
bola dari kertas koran
•
Dan
sebagainya.
2.
Memanfaatkan
Lingkungan Secara Langsung, seperti mengamati binatang, tumbuhan, batu-batuan,
kejadian alam (hujan, gerakan angin, air dan sebagainya)
Misal : Biasanya anak usia dini
serius jika menemukan serangga, misalnya seekor laba-laba kecil yang menarik
baginya. Bila kita melihat hal ini, berilah bimbingan kepadanya dengan cara
menanyakan apa yang sedang diamatinya.
Manfaat yang bisa diambil dari
kegiatan ini adalah anak usia dini dapat mengembangkan kecerdasannya dengan
mengetahui berbagai benda yang diamatinya. Selain itu juga anak akan dapat
mengembangkan ketrampilan sosialnya yaitu dengan mengembangkan kemampuan
berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang tuanya.
Upaya kita dengan mengamati apa yang
menarik bagi anak juga akan dapat mengembangkan emosi anak misalnya pada saat
ia mengungkapkan hal-hal yang menarik baginya, ia menunjukkan ekspresi yang
serius dan pandangan mata yang tajam. Kemampuan berbahsa anak juga akan semakin
meningkat jika kita mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya
mengungkapkan berbahasa anak, kosa katanya akan berkembang.
3.
Bertanya
dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka.
Memberikan pertanyaan kepada usia
dini mendorong mereka untuk menjelaskan mengenai berbagai hal yang mereka alami
dan mereka lihat.
“Coba ada berapa kaki laba-laba itu
Nak?”
Pertanyaan yang bersifat terbuka akan
memacu anak kita untuk mengungkap berbagai hal yang diamatinya secara bebas
sesuai dengan kemampuan berbahasanya.
4.
Perhatikan
dan gunakan saat yang tepat untuk mengajak bermain.
Memanfaatkan lingkungan sebagai
sumber belajar sebenarnya memberikan berbagai pilihan dalam pembelajaran anak
usia dini. Hal tersebut disebabkan ragam dan pilihan sumber belajarnya sangat
banyak. Dengan memanfaatkan lingkungan kegiatan belajar akan lebih berpusat
pada anak.
5.
Gunakan
kosa kata yang beragam untuk menjelaskan hal-hal baru
Anak usia dini terkadang mengalami
kekurangan perbendaharaan kata untuk menjelaskan apa yang mereka lihat.
Keterbatasan kosa kata yang terjadi pada anak harus kita bantu, sehingga tahap
demi tahap kemampuan berbahasa dan perbendaharaan kosa katanya akan semakin
bertambah.
Misalnya :
“Lihat Nak, biji jagungnya keluar
sesuatu setelah kita tanam. Itu namanya akar, alat tanaman jagung untuk mengambil
makanan dari dalam tanah” ”Coba perhatikan awan yang berwarna hitam itu Nak.
Isinya titik-titik air, yang kalau semakin berat akan jatuh, maka jadilah
hujan”
6.
Cobalah
bersikap lebih ingin tahu
Sebagai orang tua, kita tidak
selamanya mengetahui jawaban-jawaban atas pertanyaan anak kita. Namun orang tua
yang mengetahui berbagai hal akan menumbuhkan kepercayaan anak kepada kita.
Anak usia dini merasa memiliki orang yang dapat dijadikannya tempat bertanya
mengenai hal-hal yang tidak dapat mereka pecahkan. Sebaliknya jika kita tidak
mengetahui banyak hal, akan menimbulkan ketidakyakinan kepada anak kita, karena
setiap ia menanyakan sesuatu, ia tidak mendapatkan jawaban yang jelas dan tidak
memuaskan.
Jadi sebagai orang tua, sebaiknya
kita juga selalu belajar, sehingga kita memiliki pengetahuan, kemampuan, dan
keterampilan dalam mengembangkan pembelajaran anak usia dini dengan
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajarnya.
Penutup
Para orang tua yang berbahagia,
jumlah sumber belajar yang tersedia di lingkungan ini tidaklah terbatas,
sekalipun pada umumnya tidak dirancang secara sengaja untuk kepentingan
pendidikan. Sumber belajar lingkungan ini akan semakin memperkaya wawasan dan
pengetahuan anak usia dini, karena mereka belajar tidak terbatas oleh empat
dinding kelas. Selain itu lebih menyenangkan, sebab mereka dapat mengalami
secara langsung dan dapat mengoptimalkan potensi panca inderanya untuk
berkomunikasi dengan lingkungan tersebut.
Penggunaan lingkungan memungkinkan
terjadinya proses belajar yang lebih bermakna, sebab anak usia dini dihadapkan
dengan keadaan dan situasi yang sebenarnya. Hal ini akan memenuhi prinsip
kekonkritan dalam belajar sebagai salah satu prinsip pendidikan anak usia dini.
Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar akan mendorong pada penghayatan
nilai-nilai atau aspek-aspek kehidupan yang ada di lingkungannya. Kesadaran
akan pentingnya lingkungan dalam kehidupan bisa mulai ditanamkan pada anak
sejak dini, sehingga setelah mereka dewasa kesadaran tersebut bisa tetap
terpelihara.
Para orang tua yang tercinta, tahukah
berapa lama benda-benda berikut dapat terurai di dalam tanah ?
- Kertas : 2,5 bulan
- Kain katun : 1,5 tahun
- Kardus/karton : 5 bulan
- Filter rokok : 10-12 tahun
- Kantung plastik : 10-20 tahun
- Sepatu kulit : 25-43 tahun
- Baju/kaos berbahan nilon : 30-40
tahun
- Plastik keras (botol plastik,
dll) : 50-80 tahun
- Aluminium : 80-100 tahun
- Kaleng timah : 200-400 tahun
- Styrofoam : tidak bisa terurai
Padahal jika kita amati
benda-benda tersebut setiap hari semakin bertambah di lingkungan kita. Mari
kita manfaatkan berbagai jenis sumber belajar itu menjadi alat-alat permainan
yang mendidik, dan bermanfaat untuk anak kita. Semoga kita bisa membantu
menyelamatkan bumi kita, dengan cara yang sederhana namun bermakna. Selamat
mencoba.
Sumber Bacaan :
Hubungan antara Gaya Pengasuhan Orang
Tua dengan • Tingkah Laku Prososial Anak, Mahmud, H. R. Jurnal Psikologi. Vol
II. No. 1, h. 1-9: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah
Kuala, Banda Aceh tahun 2003.
Psikologi Perkembangan, Hurlock, E.
B.. Alih bahasa: • Dra. Istiwidayanti dan Drs Soedjarwo, M.Sc.: Erlangga
Jakarta th.1993
Definisi Teknologi Pendidikan
(Penerjemah Yusufhadi • Miarso),
Association for Educational
Comunication Technology • (AECT), Jakarta: C.V. Rajawali. Tahun 1986.
Instructional Technology and Media
for Learning, Sharon • E. Smaldino, dkk, New Jersey: Pearson Merril Prentice
Hall tahun 2005.
Dedy
Andrianto, S.Kom
Direktorat
Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat
Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian
Pendidikan Nasional
Tahun
2011
SERI BACAAN ORANG TUA
TEMA PARENTING : (Memahami Cita-Cita Anak)
PUSPA RAGAM CITA-CITA ANAK
Ibu dan bapak, anak usia dini pun
memiliki cita-cita. Sayangnya, anak belum mengetahui dengan jelas, apa itu
cita-cita. Dalam benaknya, cita-cita merupakan sesuatu yang tidak nyata. Untuk
itu, cita-cita perlu dijadikan nyata agar anak dapat memahami apa yang dimaksud
cita-cita. Caranya, dengan memberikan penjelasan tentang cita-cita. Harapannya,
anak dapat membayangkan seperti apa nantinya ketika sudah menjadi besar suatu
hari nanti.
Cobalah ibu dan bapak bertanya pada
seorang anak saat mereka sedang santai atau bermain. Amati ekspresi wajahnya,
khususnya matanya yang mengerling ke ujung atas, seolah-olah berpikir keras
hendak menjadi apa dia nanti. Ada kemungkinan anak asal menyebut yang terlintas
di pikirannya dan mungkin tokoh itu dikaguminya.
“Dik, besok kalau sudah besar ingin
jadi apa?” “Em.... e..... adik mau jadi
dokter e.... bukan, bukan, adik mau jadi seperti ayah aja.......”.
Cita-cita anak mudah berubah. Anak
perempuan yang masih berusia 5 tahun, umumnya akan menjawab, “Menjadi putri
yang cantik”. Ini dipengaruhi seringnya menonton film kartun, sehingga
pikirannya melambung seperti putri cantik pujaannya. Dua atau tiga tahun ke
depan, mungkin anak bercita-cita menjadi penyanyi. Ini mungkin terpengaruh
dengan penyanyi idolanya.
Sedangkan anak laki-laki sangat
mungkin bercita-cita menjadi tokoh pahlawan seperti dalam film kesukaannya. Ini
semua karena kekagumannya pada tokoh-tokoh yang memengaruhi dan memberikan
pengalaman kepadanya. Semakin bertambah besar, maka anak akan makin mengenal
jenis pekerjaan lainnya. Kelak itu akan mempengaruhi angan-angan dan
keputusannya untuk menjadi seperti tokoh tersebut.
Seiring dengan berjalannya waktu dan
kedewasaan yang diperoleh dari lingkungan dan pengalaman, anak biasanya mulai
berpikir dengan lebih jernih untuk menentukan cita-citanya. Anak yang memiliki
cita-cita sejak dini, justru akan membawa harapan pada anak dan mengajak anak
untuk berangan-angan lebih jauh lagi tentang cita-citanya. Walaupun tidak dapat
diingkari keterbatasan pengetahuan anak, membuat anak menentukan cita-cita
berdasarkan keinginan dan pengetahuannya.
Banyak anak menjadikan profesi dokter
sebagai idaman. Seolah-olah tidak ada profesi lainnya. Harap maklum. Anak-anak
umumnya sering sakit. Dokterlah yang berhasil membuat anak-anak menjadi sembuh
dari sakit. Bisa kembali bermain bersama temannya dan pergi ke sekolah lagi.
Anak pun kembali dapat menikmati makanan kesukaannya. Wajar bila anak
menganggap bahwa dokter seorang yang hebat dan perlu dikagumi. Kelak ketika
dirinya sudah besar, ia pun ingin menjadi dokter.
Demikian juga dengan cita-cita yang
lain. Menjadi pemadam kebakaran, contohnya. Di pandangan anak, pemadam
kebakaran adalah sosok yang gagah perkasa. Ia berani melawan api yang panas dan
mengganas. Ia mengambil anak-anak di dalam rumah dan ditolong untuk dikeluarkan
dari kobaran api. Wah seperti superman, tokoh-tokoh yang diidolakan anak.
PENGARUH CITA-CITA PADA ANAK
Cita-cita memiliki pengaruh yang kuat
pada kepribadian anak. Dengan mengidolakan seseorang dalam kehidupannya, maka
anak akan mendapatkan model dalam hidupnya. Ingat, anak usia dini belajar
dengan cara meniru. Ia mudah sekali dipengaruhi dan dibentuk oleh contoh yang
dekat dengan dirinya.
Jika seorang anak memiliki suatu
contoh di lingkungannya, dan dirinya ingin menjadi seperti orang itu, maka
semua perilakunya akan cenderung meniru model tersebut. Jika model yang jadi
panutan anak adalah tokoh yang baik, maka akan berpengaruh positif bagi anak.
Namun, ketika modelnya bukanlah tokoh yang baik maka berdampak negatif pada
anak. Anak menjadi tidak dapat menunjukkan gambaran yang positif. Dampaknya,
anak dikhawatirkan akan berperilaku kurang terpuji.
Pada umumnya anak mendambakan tokoh-tokoh
yang nyata dan mudah ditemukan dalam lingkungan sehari-harinya. Tokoh yang
paling dekat dengan diri anak adalah ibu dan ayah. Tidak heran ketika ditanya
cita-citanya, ada anak yang menjawab, ingin menjadi ibu atau ayah. Beberapa
anak mungkin menjawab dengan cita-cita yang beragam.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CITA-CITA ANAK
1. Latar Belakang Pendidikan Ibu-Bapak
Latar belakang pendidikan orangtua
cukup berpengaruh dalam mendidik anak. Ibu-bapak yang memiliki pendidikan baik
akan menanamkan nilai-nilai pendidikan keluarga dengan baik pula. Harapannya
nilai-nilai keluarga tersebut akan dibawa ketika anak itu menjadi dewasa dan
berkeluarga. Semua orangtua menginginkan anaknya kelak menjadi orang yang
berguna. Meski ibu-bapaknya hanya menjadi petani, mereka berharap agar kelak
anaknya tidak menjadi petani. Bahkan, kalau bisa lebih baik. Kalau tetap
menjadi petani, tentunya petani modern yang menggunakan teknologi dalam
menggarap sawah.
Anak juga akan mendapat kesempatan
untuk berpikir setinggi-tingginya dalam meraih cita-citanya. Ibu-bapak akan memberikan
pengetahuan secara sederhana kepada anaknya seperti apa pekerjaan tersebut.
2. Contoh ibu-bapak
Ibu-bapak adalah panutan anak-anak di
rumah. Ibu-bapak menjadi contoh yang pertama dan utama. Bapak yang bekerja di
kantor, memberikan contoh dari sisi penampilan, kata-kata, sikap, dan karakter
yang menunjang profesi tersebut. Anak pun mendapat gambaran laki-laki atau
wanita yang bekerja di kantor. Mungkin di rumah itu terdapat kakek atau nenek
yang berprofesi sebagai guru. Penampilan seorang guru berbeda dengan penampilan
pekerja kantor. Penokohan yang berbeda ini dapat diamati dengan jelas berikut
perilaku, kata-kata dan karakter yang mengikutinya.
3. Pola Asuh
Ibu-bapak sangat berperan dalam
pembentukan kepribadian anak. Melalui penanaman moral dan kebiasaan-kebiasaan
baik, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang diharapkan ibu-bapak. Sehubungan
dengan cita-cita anak, orang tua perlu memberikan pengertian sederhana tentang
peran-peran yang ada di lingkungan mereka. Sampaikan dengan pola asuh yang
luwes, ajak anak bertukar pikiran. Berikut contoh-contoh yang dapat dilakukan
orangtua :
- Ketika di rumah kedatangan tamu,
seorang saudara yang memiliki suatu profesi tertentu, ibu-bapak dapat
menjelaskan tentang pekerjaan tamu tersebut. Mintalah pada tamu tersebut
untuk menjelaskan kepada anak. Tunjukkan pula alat-alat yang dimiliki dan
dibawa dalam permainan sederhana dengan anak. Selanjutnya, ibu-bapak dapat
memperkuat untuk memberikan penjelasan kepada anak tentang tugas mulia
dari tamu tersebut.
- Ketika orangtua sedang bepergian
dengan anak dan menemukan orang-orang di jalan, ajaklah berdiskusi
sederhana. Sampaikan peran dari orang tersebut dan dampak kebaikan yang
ditimbulkan atas pekerjaan orang tersebut. Banyak sekali bukan yang dapat
dibahas ?
Ketika menemukan warung, dapat
berdiskusi tentang pedagang yang membantu memenuhi kebutuhan orang banyak.
Bertemu dengan polisi, dapat berdiskusi tentang manfaat adanya polisi lalu
lintas. Hal yang sama dapat dilakukan ketika bertemu dengan guru, penyapu
jalan, tukang cukur, tukang tambal ban atau petugas parkir.
Bukan berarti anak didorong untuk
bercita-cita menjadi penyapu jalan, ataupun pencukur rambut di pingir jalan,
dan sebagainya. Ibu-bapak justru perlu menekankan kepada anak kebaikan yang
dilakukan seseorang melalui pekerjaannya. Apapun juga yang dilakukannya, asal
dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh keikhlasan maka akan mendatangkan
kebaikan bagi semua orang.
Bayangkan jika orangtua tidak
memiliki pengasuhan yang baik. Bisa jadi ketika bertemu pemulung ataupun
pengemis malah memberikan kesan buruk agar tidak menyukai pengemis atau
pemulung melalui sebuah ancaman. Misalnya,”Ananda kalau tidak mau belajar,
nanti jadi seperti pengemis itu lho. Hi... jelek, kotor, dan dihina orang.”
Orangtua yang memiliki pola asuh yang
baik, akan berkata berbeda,”Nak, kasihan pengemis itu. Dia tidak mendapatkan
kesempatan untuk menjadi seperti ayah atau ibu. Apa yang dia lakukan ? Mengapa
begitu ? Apakah untungnya menjadi seperti itu? Apakah kerugiannya ?” dan
sebagainya. Percakapan tersebut akan mendorong anak untuk kelak menjadi
seseorang yang dia nilai baik untuk orang lain dan sesuai dengan dirinya.
SIKAP DAN DUKUNGAN ORANGTUA
Ibu dan bapak sebagai orangtua tentu
tidak membesarkan anak asal cukup memberi makan saja. Anak perlu diberi bekal
pendidikan agar menunjang keberhasilannya di masa yang akan datang. Bekal ini
melihat potensi, bakat, dan minat anak. Hal-hal tersebut akan mendorong anak
untuk memiliki suatu cita-cita. Untuk menumbuhkan dan mengembangkan cita-cita
anak, ibu dan bapak perlu memiliki sikap yang mendukung.
Sikap
mendukung bertumbuh dan berkembangnya cita-cita tersebut antara lain berupa :
1.
Tidak memaksakan suatu cita-cita kepada anak.
Meski ibu-bapak menjadi panutan,
tidak boleh memaksakan keinginannya kepada anak. Biarkan anak menjadi dirinya
sendiri. Dalam sebuah keluarga dokter, terkadang anak-anaknya juga menjadi
dokter. Demikian pula pada profesi lainnya.
Itu bukanlah sesuatu yang salah.
Keinginan untuk menjadi seperti orangtuanya memang berasal dari dalam diri anak
sendiri. Baik karena faktor keturunan ataupun kondisi lingkungan yang
membentuk. Apabila anak memiliki cita-cita sendiri, dukunglah cita-cita itu dan
berikan kesempatan untuk menumbuhkan cita-cita tersebut.
2.
Menemukenali bakat dan potensi anak.
Bakat sudah terbawa sejak lahir dan
diperoleh dari keturunan sebelumnya. Bakat merupakan potensi di dalam diri anak
yang belum berkembang. Untuk mengembangkannya perlu perangsangan agar optimal.
Untuk dapat mengenali bakat anak, orangtua perlu melakukan pengamatan, apakah
anak tersebut berbakat di bidang musik, gerak, bahasa, atau matematika. Bapak
dan Ibu, setiap anak memiliki beberapa kecerdasan. Berikut ini adalah
macam-macam kecerdasan yang mungkin dimiliki :
a.
Kecerdasan berpikir.
Kemampuan seorang anak dalam berpikir
dan berhitung. Anak dengan kecerdasan berpikir yang tinggi cenderung bertanya
terus menerus. Ia juga tampak lebih senang bermain dengan angka-angka. Setelah
dewasa dapat diarahkan menjadi guru matematika, insinyur, ahli teknik, ahli
matematika, pedagang, dan pekerjaan-pekerjaan yang banyak melibatkan angka.
b.
Kecerdasan bahasa.
Ditandai dengan lebih cepat berbicara
dibandingkan anak lain. Di usia 2 tahun, anak sudah mulai lancar menirukan kata-kata
yang ditemuinya. Bahkan sudah mampu becerita tentang kejadian-kejadian
sederhana di lingkungannya. Di usia 4 tahun, ia tampak senang berbicara.
Teman-temannya banyak sekali. Bisa jadi guru memberikan laporan tentang
putra-putri bapak ibu yang senang bercerita (ceriwis). Anak-anak ini besok
kalau sudah besar sangat cocok menjadi pembawa berita, pengisi acara, guru,
wartawan, penulis, pengkhotbah, pelawak, dsb.
c.
Kecerdasan gerak
Anak tergolong cerdas gerak jika
memiliki kelenturan otot-otot tubuh, sehingga dapat bergerak dengan lincah dan
lentur. Anak dapat melakukan gerakan-gerakan aneh yang tidak semua anak dapat
melakukannya. Sehari-hari ia senang sekali bergerak aktif. Ia dapat menirukan
gerakan orang lain dengan sangat mirip. Itulah tanda anak cerdas gerak. Besok
besar ia dapat menjadi penari, olahragawan, pesulap, guru olahraga, pelawak,
dokter bedah, ahli perbengkelan, dan sebagainya.
d.
Kecerdasan musik.
Peka terhadap bunyi dan irama. Anak
sering bernyanyi, bersenandung atau bersiul seorang diri. Ia terbiasa
menggerak-gerakkan tubuhnya mengikuti irama dan ikut bernyanyi. Peka terhadap
suara di lingkungan seperti bunyi jangkrik, kodok, dan bel dari kejauhan. Mampu
mendengarkan bunyi yang tidak terdengar oleh orang lain. Doronglah terus, siapa
tahu suatu saat mereka akan menjadi penyanyi atau pemain musik terkenal.
Memungkinkan pula menjadi pengarang lagu, guru tari, ataupun guru musik.
e.
Kecerdasan berteman
Kemampuan untuk berteman dengan anak
lain. Mudah bergaul, ramah, banyak berbicara, mudah bekerja sama dalam kelompok
dan peduli pada orang lain. Ia dapat bermain dengan siapa saja. Ia cenderung
main bersama tetangga-tetangganya di halaman rumah. Kelak ia dapat berhasil
dengan kecerdasan ini. Banyak teman akan banyak membantu dalam kehidupannya
setelah dewasa nanti. Jika dilatih ia bisa menjadi ahli pemasaran, guru,
pengusaha, penggagas acara, dan sebagainya.
f.
Kecerdasan diri sendiri.
Kecerdasan untuk melihat diri sendiri
ditandai dengan sikap pendiam dan banyak merenung. Ia senang melakukan periksa
diri atas segala hal yang terjadi dan menimpa dirinya. Cenderung tertutup dan
lebih suka melakukan sesuatu sendiri, bukan dalam kelompok. Meskipun ia anak
yang pendiam, ia tetap menyimpan potensi yang besar. Bisa saja kelak ia menjadi
penulis buku, pengamat, peramal, dan penasehat.
g.
Kecerdasan gambar dan ruang.
Kecerdasan ini berhubungan dengan
penglihatan dan pemahaman akan gambar dan ruang. Anak senang berpikir dalam
bentuk gambar. Sangat mengenali garis, warna, permukaan dan gambar 2 dimensi ataupun
3 dimensi. Anak kuat dalam bidang seni (keindahan), senang menggambar dan
mewarnai. Anak juga dapat mengenali ruang-ruang yang ada di suatu tempat dengan
mudah. Setelah dewasa, mungkin ia tertarik menjadi arsitek, guru gambar,
pembuat gambar, pembuat permainan anak-anak, pilot, nakhoda, dan astronot.
h.
Kecerdasan alam.
Kecerdasan ini memungkinkan seorang
anak mengenali alam yang ada di lingkungan. Ia sangat nyaman berada di alam
terbuka seperti menumbuhkan dan memelihara tanaman, memelihara, menjinakkan, dan
bermain dengan binatang. Mudah mengenali dan membedakan berbagai jenis
binatang. Dapat menirukan suara-suara binatang yang ada. Kelak ia dapat bekerja
di perkebunan, pertanian, peternakan, pendaki gunung, dsb.
Setelah merenungkan pendapat ahli tentang
kecerdasan-kecerdasan di atas, ibu-bapak melihat bahwa anak tidak hanya cerdas
di satu bidang saja, tetapi ada bidang kecerdasan lain yang dimilikinya.
Kecerdasan-kecerdasan itu memang tidak berdiri sendiri, tetapi sangat mungkin
berkaitan satu dengan yang lainnya. Misal, anak yang cerdas musik biasanya juga
akan cerdas gerak. Lihatlah para penari, mereka sangat lemah gemulai mengikuti
irama musik yang mengiringi tariannya.
3.
Mengasah dan mengarahkan cita-cita anak
Setelah mengetahui bakat dan potensi
anak, ibu-bapak dapat mendorong dan membimbing anak agar apa yang diinginkannya
dapat terwujud. Jangan biarkan anak tumbuh apa adanya secara alami seperti air
yang mengalir. Berikan dukungan, arahan dan perangsangan agar yang dimiliki
anak dapat berkembang. Motivasilah anak untuk bertanggungjawab dalam
tugas-tugas sehari-harinya, agar kelak ia dapat menjadi orang seperti yang
dicita-citakannya. Ajak pula anak untuk mendoakan cita-citanya agar suatu saat
menjadi kenyataan. Berikan gambaran tujuan yang jelas, bahwa setelah
cita-citanya tercapai, anak harus berbakti kepada Tuhan, bangsa dan negara
untuk kebaikan manusia di bumi ini.
CARA-CARA MENUMBUHKAN CITA-CITA PADA ANAK
1.
Membacakan cerita
Membacakan cerita merupakan suatu
kegiatan yang sangat berguna bagi anak. Setelah mengenal potensi anak,
ibu-bapak dapat mencarikan buku-buku cerita yang menjadi minat anak. Ajaklah
anak ke toko buku atau ke perpustakaan sekolah untuk mencari buku-buku cerita
yang menjadi minat anak. Untuk anak yang cenderung memiliki kecerdasan visual,
maka bacaan “Aku Ingin Menjadi Pilot” dapat menjadi alternatif pilihan. Berikut
ini contoh judul-judul buku cerita yang dapat menjadi referensi dalam
mengembangkan cita-cita anak sesuai dengan kecerdasannya
2.
Bermain peran mendorong tumbuhnya cita-cita anak
Pada jam-jam senggang, ibu-bapak
dapat bermain peran bersama anak. Gunakan peralatan main yang ada di rumah,
atau buatan orangtua bersama anak, akan menambah permainan menjadi lebih seru
dan semangat. Misal, seorang anak berkata bahwa ia ingin menjadi dokter. Kita
dapat mengajak anak untuk bermain dokter-dokteran. Tetangga atau adik diundang
main bersama, termasuk ibu dan ayah ikut bermain seolah-olah sedang
memeriksakan anaknya yang sakit ke dokter. Diskusikan dengan anak peran-peran apa
yang dibutuhkan, dan siapa yang akan memerankannya.
Ajaklah anak bermain peran
jual-jualan, bermain pasaran di teras atau di belakang rumah untuk anak yang
punya bakat wira usaha. Sediakan juga tas-tas kecil dan uang-uangan agar anak
tahu, bagaimana konsep tentang jual beli termasuk laba dan rugi.
Berikut
ini adalah kegiatan bermain peran yang dapat dilakukan di rumah:
NO
|
KECERDASAN
|
BACAAN
|
1
|
Berpikir
|
Aku bisa
berhitung
|
2
|
Bahasa
|
Aku
pandai bercerita
|
3
|
Musik
|
Musik Itu
Hiburanku
|
4
|
Ruang
|
Aku Ingin
Menjadi Pilot
|
5
|
5 Gerak
|
Pesulap
Kebanggaanku
|
6
|
Hubungan
|
Menjadi
Anak yang Ramah
|
7
|
Diri
|
Siapakah
Aku
|
8
|
Alam
|
Taman
Bunga yang Indah
|
Berikut ini
adalah kegiatan bermain peran yang dapat dilakukan di rumah:
a.
Bermain polisi lalu lintas
b.
Berjualan bunga
c.
Menjadi nahkoda / pilot
d.
Nelayan menangkap ikan
e.
Menjadi koki
f.
Membuka restoran
g.
Menjadi tukang cukur (membuka salon)
h.
Bengkel sepeda motor
i.
Persewaan sepeda, dan sebagainya
J
Mengajak kunjungan ke tempat-tempat kerja.
Pada waktu luang, orangtua perlu
mengajak anak untuk bermain ke rumah saudara atau teman-teman dari orangtua.
Tentunya teman yang beragam profesi pula. Tujuannya, untuk memberikan gambaran
peran-peran orang dewasa. Kunjungan juga dapat dilakukan pada saat orang dewasa
tersebut masih bekerja. Anak akan dapat melihat pakaian yang dikenakan,
peralatan yang digunakan, dan situasi yang dihadapi oleh jenis pekerjaan itu.
Anak juga akan belajar tentang kegunaan adanya pekerjaan tersebut. Jika
pengalaman yang dilihat ini sesuai dengan hati dan minat anak, niscaya akan
mendorong anak untuk memiliki cita-cita seperti orang tersebut.
PESAN UNTUK IBU-BAPAK
Anak usia dini perlu memiliki
cita-cita, meski cita-citanya bisa berubah nantinya. Dorongan ibu-bapak sangat
diperlukan dalam rangka menumbuhkan dan menyuburkan rasa cinta untuk mewujudkan
cita-cita tersebut. Ibu-bapak dapat menumbuhkan cita-cita anak dengan
memberikan bantuan-bantuan yang diperlukan.
BAHAN DISKUSI IBU-BAPAK
Diskusikanlah
topik sehubungan dengan buku ini :
- Pernahkah Ibu-bapak bertanya
tentang cita-cita putra/putri ibu-bapak ? Dapatkah berbagi pengalaman
tentang cita-cita mereka ?
- Menanggapi cita-cita mereka,
dukungan apa saja yang bapak-ibu lakukan ?
- Jika cita-cita mereka cukup
aneh, bagaimana sikap bapak-ibu ?
Sumber Bacaan :
Bambang
Trim, Kids on Bussiness – Vaksin Wirausaha • untuk Ananda. Tiga Kelana 2010.
Bunda
Lucy, Mendidik Sesuai Minat Bakat Anak, • Tangga Pustaka. 2009.
Howard
Gardner, Kecerdasan Majemuk (Multiple • Intelligences): Teori dalam Praktek.
Interaksara. 2003.
John
Maxwell C, Orang Tua Abad ke-21 : Terobosan • Menjadi Orang Tua di Zaman Sulit.
Gramedia. 2010.
Setiap
Anak Cerdas, Thomas Armstrong, Gramedia • Pustaka Utama. 2002.
Ubaedy.
Temu-Kenali Bakat Anda dan Optimalkan • Penggunaannya. Bee Media Indonesia.
2010.
Yulianti
Siantayani, 20 Hari Belajar Membaca. Kriztea • Publisher. 2010.
26
Memahami Cita-Cita Anak
Yulianti
Siantayani, M.Pd.
Direktorat
Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat
Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian
Pendidikan Nasional
Tahun
2011
Tema Parenting : (Membangun Karakter Anak Usia Dini)
SERI BACAAN ORANG TUA
Karakter bangsa merupakan aspek
penting yang menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter bangsa sangat
bergantung pada kualitas sumber daya manusianya (SDM). Oleh karena itu, karakter
yang berkualitas perlu dibina sejak usia dini agar anak terbiasa berperilaku
positif. Kegagalan penanaman kepribadian yang baik di usia dini akan membentuk
pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak.
KARAKTER adalah watak, sifat, atau
hal-hal yang sangat mendasar yang ada pada diri seseorang sehingga membedakan
seseorang daripada yang lain. Sering orang menyebutnya dengan ”tabiat” atau
”perangai”. Apa pun sebutannya, karakter adalah sifat batin manusia yang
memengaruhi segenap pikiran, perasaan, dan perbuatannya.
Karakter ibarat pisau bermata dua.
Karakter memiliki kemungkinan akan membuahkan dua sifat yang berbeda atau
saling bertolak belakang. Contoh, anak yang memiliki keyakinan tinggi. Hal ini
akan menumbuhkan sifat berani sebagai buah keyakinan yang dimilikinya atau
justru sebaliknya memunculkan sifat sembrono, kurang perhitungan karena terlalu
yakin akan kemampuannya.
Begitu besar pengaruh karakter dalam
kehidupan seseorang. Maka itulah pembentukan karakter harus dilakukan sejak
usia dini.
Taburlah satu pikiran positif, maka akan menuai tindakan.
Taburlah satu tindakan, maka akan menuai kebiasaan.
Taburlah satu kebiasaan, maka akan menuai karakter.
Taburlah satu karakter, maka akan menuai nasib.
Membangun karakter ibarat mengukir.
Sifat ukiran adalah melekat kuat di atas benda yang diukir, tidak mudah usang
tertelan waktu atau aus karena gesekan. Menghilangkan ukiran sama saja dengan
menghilangkan benda yang diukir itu, karena ukiran melekat dan menyatu dengan
bendanya. Demikian juga dengan karakter yang merupakan sebuah pola, baik itu
pikiran, perasaan, sikap, maupun tindakan, yang melekat pada diri seseorang
dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan.
Proses membangun karakter pada anak
juga ibarat mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa, sehingga ”berbentuk”
unik, menarik, dan berbeda antara satu dengan yang lain. Setiap orang memiliki
karakter berbeda-beda. Ada orang yang berperilaku sesuai dengan nilai-nilai,
ada juga yang berperilaku negatif atau tidak sesuai dengan nilai-nilai yang
berlaku dalam budaya setempat (tidak/belum berkarakter atau “berkarakter”
tercela).
Dengan demikian, dalam pendidikan
karakter, setiap anak memiliki potensi untuk berperilaku positif atau negatif.
Jika ibu-ayah membentuk karakter positif sejak anak usia dini, maka yang
berkembang adalah perilaku positif tersebut. Jika tidak, tentu yang akan
terjadi sebaliknya. Nah, bagaimana cara membangun karakter anak, berikut ini
diuraikan beberapa hal yang perlu diketahui ibu-ayah.
A. PEMBENTUKAN KARAKTER DIPENGARUHI FAKTOR BAWAAN DAN LINGKUNGAN
Ada dua faktor yang memengaruhi
pembantukan karakter, yaitu bawaan dari dalam diri anak dan pandangan anak
terhadap dunia yang dimilikinya, seperti pengetahuan, pengalaman,
prinsip-prinsip moral yang diterima, bimbingan, pengarahan dan interaksi
(hubungan) orangtua-anak. Lingkungan yang positif akan membentuk karakter yang
positif pula pada anak.
Salah satu contoh kisah nyata,
seorang anak laki-laki dibesarkan dalam lingkungan binatang. Si anak berjalan
dengan merangkak, makan, bertingkah laku, dan bersuara seperti binatang karena
ia tidak bisa bicara. Orang yang menemukan si anak berusaha mendidiknya kembali
seperti halnya anak-anak pada umumnya.
Hasilnya, si anak tetap memiliki
pribadi seperti binatang karena sebagian besar hidupnya dilalui bersama binatang
sejak usia dini. Tampak di sini betapa besar pengaruh lingkungan terhadap
pembentukan karakter. Dari contoh tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
karakter seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh bawaan, tetapi juga lingkungan
(terutama, dalam keluarga) memiliki pengaruh yang sangat besar.
Karakter
berhubungan dengan perilaku positif yang berkaitan dengan moral yang berlaku,
seperti kejujuran, percaya diri, bertanggung jawab, penolong, dapat dipercaya,
menghargai, menghormati, menyayangi, dan sebagainya. Pada dasarnya, setiap anak
memiliki semua perilaku positif tersebut, sebagaimana telah ditanamkan oleh
Sang Pencipta di dalam kodratnya.
Masalahnya, kemampuan dasar yang
terdapat di dalam diri anak itu tidak bisa berkembang dengan sendirinya,
melainkan harus dikembangkan dengan sungguh-sungguh melalui pengasuhan dan
bimbingan yang positif dari ibu-ayah. Jika setiap anak dan keluarga memiliki
karakter positif, maka akan tercipta masyarakat dengan moral yang baik,
sehingga akan tercipta pula bangsa yang dapat hidup rukun sesuai dengan
aturan-aturan yang berlaku.
B. ORANGTUA YANG BERKARAKTER MENUMBUHKAN ANAK YANG BERKARAKTER
Seseorang tidak dapat membantu orang
lain jika ia tidak dapat membantu dirinya sendiri. Begitu juga dengan orangtua
yang ingin menumbuhkan karakter positif dalam diri anak. Jika ibu-ayah ingin
anaknya memiliki karakter positif, maka ibu-ayah harus memiliki karakter
positif pula. Ini berarti, ibu-ayah dituntut menerapkan nilai-nilai moral dalam
kehidupan sehari-harinya, serta memperlakukan anak sesuai dengan nilai-nilai
moral tersebut. Jadi, tidak hanya sekadar memberi tahu apa yang harus dilakukan
dan apa yang tidak boleh dilakukan anak.
Lagi pula, pada dasarnya anak memang
lebih mudah belajar sesuatu melalui pengamatan terhadap perilaku orang lain
atau lingkungan sekitarya, bukan sekadar mendengarkan kata-kata saja.
Salah satu contohnya, jika ibu-ayah
ingin mengembangkan sifat peduli pada anak, maka ibu-ayah juga menerapkan
perilaku peduli, baik kepada anak maupun lingkungan sekitarnya. Sikap peduli
tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan perhatian kepada anak,
mendengarkan keluh-kesah anak, membantu orang lain yang sedang mengalami
masalah, dan sebagainya. Ketika ibu-ayah peduli dengan anak, anak akan merasa
nyaman.
Anak pun belajar, bersikap peduli
adalah perilaku yang tepat karena menimbulkan rasa nyaman dan bermanfaat bagi
setiap orang, sehingga anak kemudian akan menerapkan sikap peduli dalam
kehidupan sehari-harinya. Itulah mengapa, agar anak memiliki karakter positif,
ibu-ayah dituntut memiliki perilaku positif pula sehinga dapat menjadi teladan
bagi anak.
C. PEMBENTUKAN KARAKTER DIMULAI SEJAK DINI
Masa usia dini adalah masa keemasan,
artinya masa tersebut merupakan masa terbaik dalam proses belajar yang hanya
sekali dan tidak pernah akan terulang kembali. Pertumbuhan dan perkembangan
anak pada masa ini berlangsung sangat cepat dan akan menjadi penentu bagi
sifat-sifat atau karakter anak di masa dewasa. Peran ibu-ayah sebagai pendidik
pertama dan utama sangat penting untuk memaksimalkan dan memanfaatkan masa ini,
tidak dapat digantikan oleh siapa pun.
Bila masa ini gagal dimanfaatkan
secara baik, sama artinya menyia-nyiakan kesempatan masa keemasan tersebut.
Pembentukan karakter juga akan sulit dilakukan, jika ibu-ayah baru
melaksanakannya ketika anak sudah memasuki usia remaja. Ibarat sebatang pohon
bambu yang semakin tua semakin sulit dibengkokkan, begitu pula dengan membentuk
karakter, akan lebih mudah membentuk karakter seseorang ketika masih di usia
dini dan akan semakin sulit membentuk karakter seseorang jika sudah semakin
dewasa.
Peran ibu-ayah menjadi sangat penting
dalam pembentukan karakter anak untuk siap menghadapi dunia di masa yang akan
datang. Pada awalnya anak akan meniru perilaku ibu-ayah, karena ibu-ayah adalah
orang pertama yang dekat dan dikagumi oleh anak. Setelah itu, lingkungan rumah
juga berpengaruh dalam pembentukan karakter anak. Hal ini dapat terlihat dari
cara berpakaian, bersikap, dan berperilaku sehari-hari seorang anak yang biasanya
tidak jauh berbeda dengan orang-orang yang ada dalam lingkungan rumahnya.
Ibarat pepatah, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.
Kesuksesan ibu-ayah membimbing
anaknya di usia dini sangat menentukan kesuksesan anak dalam kehidupan sosial
di masa dewasanya kelak. Mereka akan tampil sebagai orang-orang yang senang
belajar, terampil menyelesaikan masalah, berkomunikasi dengan baik dan berhasil
guna, berani, jujur, dapat dipercaya dan diandalkan, penuh perhatian,
toleransi, luwes, serta bisa bersaing dalam kehidupan sosial di masa dewasanya
kelak. Mengingat pentingnya penanaman karakter di usia dini dan mengingat usia
tersebut merupakan masa persiapan untuk sekolah, maka pembentukan karakter
positif di usia dini dalam keluarga menjadi sangat penting.
D. PEMBENTUKAN KARAKTER BERLANGSUNG SEUMUR HIDUP
Proses pembentukan karakter diawali
dengan kondisi pribadi ibu-ayah sebagai figur yang berpengaruh untuk menjadi
panutan, keteladanan, dan diidolakan atau ditiru anak-anak. Anak lebih mudah
meniru perilaku daripada menuruti nasihat yang diberikan ibu-ayahnya.
Mereka belajar melalui mengamati apa
yang ada dan terjadi di sekitarnya, bukan lewat nasihat semata-mata. Nilai yang
diajarkan melalui kata-kata, hanya sedikit yang akan mereka lakukan, sedangkan
nilai yang diajarkan melalui perbuatan, akan banyak mereka lakukan. Sikap dan
perilaku ibu-ayah sehari-hari merupakan pendidikan watak yang terjadi secara
berkelanjutan, terus-menerus dalam perjalanan umur anak.
Proses selanjutnya adalah memberikan
pemahaman dan contoh perilaku kepada anak tentang baik dan buruk, benar atau
salah, mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Anak juga perlu diajarkan
untuk dapat memilah dan memilih sesuatu yang baik, sehingga ia bisa mengerti
tindakan apa yang harus diambil, serta mampu mengutamakan hal-hal positif untuk
dirinya. Untuk itu diperlukan suasana pendidikan yang menganut prinsip 3A,
yaikni asih (kasih), asah (memahirkan), dan asuh (bimbingan). Anak akan tumbuh
dan berkembang dengan baik kalau mendapatkan perlakuan kasih sayang, pengasuhan
yang penuh pengertian, serta dalam situasi yang dirasakan nyaman dan damai.
E.MENCINTAI ANAK TANPA SYARAT
Anak akan mengembangkan pergaulan
sosialnya secara sehat, jika dalam diri mereka ada perasaan berharga,
berkemampuan, dan pantas untuk dicintai. Setiap anak membutuhkan perhatian,
sapaan, penghargaan positif, dan cinta tanpa syarat sehingga anak dapat
mengembangkan seluruh kemampuan yang ada dalam dirinya dengan baik. Berdasarkan
pengalaman ini anak juga akan memperlakukan orang lain dengan cinta dan
perhatian, memperlakukan orang lain secara positif sesuai dengan nilai-nilai
moral yang diperoleh.
Anak pun akan memahami,
teman-temannya juga pantas dihargai, dicintai, dan diperhatikan seperti
dirinya. Menunjukkan cinta tanpa syarat tidak berarti ibu-ayah tak boleh
menegur perbuatan negatif anak. Ibu-ayah tetap harus menegur dan memberikan
sanksi atas pelanggaran atau perbuatan negatif tersebut. Perlu pemahaman
ibu-ayah untuk membedakan antara ”perbuatan yang dilakukan” dengan “pribadi”
anak itu sendiri.
Bukan “pribadi” anak itu yang membuat
ibu-ayah marah, tetapi salah satu perbuatannya. Tunjukkan kesalahan sikap atau
perbuatannya sekaligus tetap menghargainya sebagai anak. Cinta tanpa syarat
berpusat pada “pribadi” anak, sedangkan pendisiplinan berfokus pada perilaku
atau sikap tertentu anak. Dalam membentuk karakter anak, ibu-ayah perlu
memahami tahapan perkembangan anak.
USIA 0—18 BULAN
Tahun pertama kehidupan anak menjadi
penting dalam membangun karakter anak. Caranya dengan membangun kualitas hubungan
antara ibu-ayah dan anak. Kepekaan ibu-ayah terhadap kebutuhan anak menjadi
akar dari pembentukkan karakter anak. Jika ibu-ayah peka atau tanggap terhadap
kebutuhan anak, maka anak akan merasa nyaman dan tumbuh rasa percaya di dalam
dirinya. Contoh, ketika anak menangis, ibu/ayah segera datang dan
menenangkannya; ketika lapar, ibu segera menyusuinya.
Dari sini anak belajar, peka/tanggap
terhadap kebutuhan orang lain adalah hal yang baik untuk dilakukan karena
menimbulkan rasa nyaman dan percaya. Sebaliknya, jika ibu-ayah tidak
peka/tanggap terhadap kebutuhan anaknya di tahun pertama kehidupan, anak akan
merasa tidak nyaman, sehingga tidak tumbuh rasa peka dan percaya terhadap orang
lain di dalam dirinya.
MEMBENTUK KARAKTER SESUAI TAHAPAN PERKEMBANGAN ANAK
USIA 18 BULAN - 3 TAHUN
Anak belum dapat memahami apa yang
benar dan salah. Anak belum memahami jika memukul orang lain itu salah,
misalnya. Anak mengetahui perbuatan apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh
dilakukan karena ibu-ayah memberitahukannya atau karena ibu-ayah memberinya
konsekuensi¹. Pada tahap ini anak belajar, mematuhi ibu-ayah adalah suatu
norma.
USIA 3 - 6 TAHUN
Anak mulai menjiwai nilai-nilai yang
diterapkan oleh ibu-ayah di dalam keluarga. Anak juga mulai memahami, setiap
perbuatannya dapat memiliki akibat tertentu sesuai dengan yang diajarkan oleh
ibu-ayah. Misalnya, jika memukul adik, maka adik akan menangis; tangan itu
digunakan bukan untuk memukul tetapi untuk melakukan hal yang baik seperti
membelai, mengusap, dan mendekap.
Dalam
upaya membentuk watak atau tabiat anak, ada beberapa hal yang perlu dilakukan
ibu-ayah.
1.
Menegakkan disiplin secara ajek.
1) Anak harus diperkenalkan dengan
batasan-batasan. Anak harus tahu mana batas-batasnya, apa yang menjadi tanggung
jawabnya, dan apa yang bukan merupakan tanggung jawabnya.
2) Ajak anak untuk membuat
batasan-batasan tersebut, tidak hanya dibuat oleh ibu-ayah saja. Pengenalan
batasan merupakan dasar penegakan disiplin, sehingga anak mengetahui perilaku
yang seharusnya dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
3) Ibu-ayah harus memiliki dan
menampilkan sikap dan perlakuan yang ajek. Bila satu saat melarang atau
membolehkan tingkah laku tertentu, di saat lain ketika suatu perilaku terulang
kembali, harus tetap pada sikap yang sama (tidak berubah).
APA YANG HARUS DILAKUKAN IBU-AYAH?
1) Hindari sikap keras karena hanya akan
melahirkan disiplin semu. Maksudnya, anak patuh karena takut akan mendapat
hukuman dari ibu-ayah apabila ia melanggar disiplin.
2) Jangan pula bersikap terlalu lemah
karena disiplin akan sulit ditegakkan atau akhirnya akan menghasilkan sikap
acuh tak acuh (masa bodoh), cenderung mengembangkan sikap kurang bertanggung
jawab, dan tidak menumbuhkan norma-norma tertentu pada anak sebagai suatu
pembentukan karakter.
2.
Terlibat penuh dalam membangun karakter anak.
Ibu-ayah yang memiliki keinginan diri
dan terlibat sepenuhnya dalam menumbuhkan karakter anak akan lebih berhasil
dalam membentuk karakter anak. Begitu pun jika ibu-ayah dalam kesehariannya
mempraktikkan apa-apa yang akan ditanamkannya kepada anak.
Contoh, ibu-ayah ingin menanamkan
berperilaku jujur, bertutur kata sopan, serta bertanggung jawab. Namun bila
dalam keseharian ternyata ibu-ayah justru menampilkan perilaku yang sebaliknya,
maka apa yang akan terjadi dengan perkembangan jiwa anak? Anak akan mengalami
suatu kebingungan, mungkin juga konflik, karena ketidakajekan ibu-ayahnya dalam
berkata dan berperilaku. Inilah yang menjadikan alasan bagi anak untuk tidak
melakukan apa yang diinginkan ibu-ayahnya.
3.
Menjadi contoh yang baik atau teladan bagi anak.
Ingat, anak cenderung meniru perilaku
ibu-ayahnya dibandingkan hanya mendengarkan kata-katanya. Itulah mengapa,
ibu-ayah harus juga berperilaku sesuai dengan nilai-nilai keutamaan dalam
kehidupan sehari-hari. Nah, agar bisa menjadi contoh positif atau teladan bagi
anak, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian ibu-ayah, di antaranya:
1)
Menyadari
bahwa nilai-nilai merupakan dasar segala tingkah laku dan menjadikan diri
sebagai teladan utama bagi anak-anak.
2)
Menentukan
nilai-nilai yang paling sesuai serta menunjukkan nilai-nilai mana yang harus
diutamakan melalui kegiatan dan pengalaman sehari-hari.
3)
Menunjukkan
pribadi yang ramah, positif, dan terintegrasi².
4)
Menghadapi
anak dengan penuh penghargaan, cinta, dan pengertian.
5)
Meyakini
akan nilai-nilai yang paling sesuai untuk dimiliki.
6)
Menciptakan
pengalaman yang bernilai dan bermakna bersama anak, kemudian menanyakannya
kepada anak tentang bagaimana sebaiknya harus mengambil pilihan atau keputusan.
4.
Menumbuhkan nilai-nilai keutamaan pada anak.
Selain menjadi contoh positif atau
teladan bagi anak, untuk menumbuhkan nilai-nilai keutamaan pada anak, ibu-ayah
juga perlu melakukan hal-hal berikut:
1) Jelaskan kepada anak yang sudah dapat
berbicara, alasan penerapan nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari. Ajak
anak bertukar pikiran agar ibu-ayah dapat mengetahui pendapatnya tentang
seberapa jauh ia memahami nilai-nilai moral tersebut.
2) Jelaskan kepada anak mengenai dampak
perilaku positif maupun negatif yang dilakukannya. Contoh, ketika anak
merapikan mainannya, ibu-ayah dapat mengatakan, ”Nak, mainannya kalau
dibereskan jadi rapi dan kamu akan lebih mudah untuk menemukan mainan yang
ingin kamu mainkan.” Begitu juga ketika anak melakukan kesalahan, semisal ia
memukul adiknya, katakan, “Adik jadi menangis kalau kamu pukul.”
3) Berikan penghargaan kepada anak,
seperti pujian, pelukan, ciuman, ucapan terima kasih, dan lainnya, ketika anak
berperilaku positif, sehingga anak terdorong untuk mengulangi perilaku positif
tersebut.
4) Bacakan dongeng atau cerita yang
mengisahkan suatu perbuatan baik/positif. Gunakan bahasa sederhana yang sesuai
dengan kemampuan berpikir anak agar anak dapat memahami dan menikmati isi
cerita tersebut.
PENUTUP
Karakter diartikan sebagai tabiat,
watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang
daripada yang lain. Pembentukan karakter dimulai sejak usia dini dan
berlangsung sepanjang hidup manusia. Karakter anak akan terbentuk dengan baik
jika dalam proses tumbuh kembangnya anak mendapatkan cukup ruang untuk
mengungkapkan diri secara leluasa. Anak-anak adalah generasi yang akan
menentukan nasib bangsa ini dikemudian hari. Diharapkan, buku bacaan ini dapat
membantu membantu ibu-ayah dalam membentuk karakter ananda maupun mengubah
karakternya yang negatif, sehingga terbentuklah karakter yang baik.
DAFTAR ISTILAH
1. Konsekuensi = akibat tidak
menyenangkan yang harus diterima atas pelanggaran atau perbuatan salah/negatif
yang dilakukan
2. Terintegrasi = sudah diintegrasikan;
dapat diintegrasikan
3. Integrasi = pembauran hingga menjadi
kesatuan yang utuh atau bulat
SUMBER BACAAN
- The Family Virtue Guide: Smple Ways to Bring Out in
Our Children and Ourselves. Popov oleh Linda Kavelin. Penguin Book USA
Inc. Tahun 1997.
- Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur oleh Sedyawati,
dkk. Penerbit: Balai Pustaka, tahun 1999.
- 10 Tips for Raising Moral Kids. Dalam
http://www.micheleborba.com/Pages/ArtBMI13.htm.tanggal 23 Maret 2010
- The Disipline Book oleh Sears & Sears.Little
Brown & Company. Tahun 1995.
- Pendidikan Karakter oleh Abdullah Munir. Penerbit:
Pedagogia, tahun 2010
Dra. Nana Prasetyo, M.
Si.
Direktorat Pembinaan
Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal
Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan
Nasional
Tahun 2011
Parenting
Membangun Sosial Emosi Anak
PENTINGNYA MEMAHAMI PERKEMBANGAN ANAK
Pada rentang usia 2-4 tahun, anak
menunjukkan perubahan di seluruh aspek perkembangannya. Dari bayi yang sangat
bergantung pada orang lain menjadi anak mandiri dan mampu bergerak bebas ke
mana pun. Dari hanya bisa menangis, sekarang dapat berbincang-bincang dengan
asyik mengenai banyak hal dengan ibu-bapak. Demikian pula perkembangan
sosialnya. Pada rentang usia ini anak menikmati sekali bermain dengan teman
sebayanya. Anak pun belajar berbagai keterampilan sosial dalam berhubungan
dengan lingkungan sosialnya.
Buku berseri ini bertujuan agar
ibu-bapak dapat memahami aspek perkembangan anak di enam tahun pertama
kehidupannya. Dengan pemahaman tersebut, orangtua dapat menyediakan lingkungan
yang lebih baik dan menemani anak dalam mengembangkan kemampuannya.
Terdapat empat aspek perkembangan
anak yang dibahas dalam serial buku ini, yaitu : aspek gerakan kasar dan
gerakan halus, bahasa, kecerdasan, dan sosial-emosi. Semuanya memiliki
keterkaitan satu sama lain. Pemahaman yang menyeluruh dan seimbang terhadap
aspek perkembangan akan lebih berdaya guna dibandingkan hanya terpusat pada
satu aspek saja. Setiap kegiatan perangsangan yang diberikan di dalam buku ini
bisa memberikan dampak pada beberapa aspek dan bermanfaat bagi perkembangan
kemampuan anak.
Pada buku ini akan dibahas mengenai
aspek sosial-emosi untuk anak usia 2 sampai 4 tahun. Perkembangan sosialnya
mengalami kemajuan sejalan dengan kemampuannya berhubungan dengan anak lain.
Ibu –bapak dapat menyaksikan, bagaimana anak menunjukkan perhatiannya terhadap
anak lain yang menangis.
Penting diingat, bahwa tujuan utama
memahami tahap perkembangan anak adalah agar dapat melakukan perangsangan yang
berguna. Pelaksanaannya dapat dengan berbagai cara dan variasi. Untuk itu,
ibu–bapak dituntut banyak ide dalam merangsang perkembangan anak.
Setiap anak adalah unik dan ibu–bapak
harus dapat memahami keunikannya. Hindari memaksa anak melakukan kegiatan yang
barangkali belum dikuasainya. Apalagi bila orangtua merasa bahwa anak lain yang
seusia dengan anaknya sudah dapat melakukan. Cobalah untuk mengulangi kegiatan
yang sama beberapa kali dengan diberi rentang waktu.
Di dalam pembahasan mengenai aspek
sosial-emosi, buku ini akan memberikan contoh perangsangan dan kemampuan yang
dapat dikuasai anak pada usia tertentu. Penjelasan tersebut tidak bersifat kaku
atau suatu keharusan. Ingatlah bahwa setiap anak adalah unik dan hasil dari
perangsangan dapat berbeda antar anak.
PERKEMBANGAN SOSIAL-EMOSI PADA USIA 2 - 4 TAHUN
Seperti area perkembangan yang lain,
pada periode ini anak juga mengalami perubahan dalam aspek sosial-emosi.
Identitasnya mulai tampak, ia memiliki karakter kepribadian sendiri. Sudah
mulai tampak kekuatan dan kelemahan kemampuannya, serta pola hubungannya. Ia
pun sudah menunjukkan kemandiriannya dan berusaha mengatur dirinya sendiri.
Beberapa
area utama dari perubahan aspek sosial-emosi yang berlangsung pada diri anak
adalah :
- Pertemanan. Anak ingin disukai
oleh teman-temannya. Ia ingin bisa bermain dengan sebanyak mungkin teman.
Anak mulai memahami bahwa fungsi pertemanan termasuk didalamnya aturan
untuk berbagi, memberi dukungan, bergantian, dan berbagai keterampilan
sosial lainnya.
- Kemandirian. Anak meningkatkan
usaha agar dapat melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan dengan
kegiatannya sehari-hari. Peran ibu dan bapak sebagai orangtua sangat
penting. Anak membutuhkan kesempatan untuk berlatih mandiri agar
pekerjaannya menjadi lebih baik.
- Moralitas. Anak mulai mengenali
yang salah dan benar. Ia mulai memahami tentang berbohong dan mengapa ia
tidak boleh berbohong. Meski beberapa kali anak masih berusaha untuk
menyelamatkan dirinya dengan berbohong.
Karakter yang ditampilkan oleh anak
pada rentang usia ini membuat ibu dan bapak dapat melihat tipe kepribadian
anak. Tantangan yang dihadapi adalah bukanlah untuk mengubah ciri kepribadian
anak, tetapi memberikan penguatan pada ciri yang positif. Sebagai contoh,
bersikap teguh pada keputusan adalah satu ciri kepribadian yang baik. Namun,
bila membuat susah orang lain, tentu menjadi tidak tepat. Jadi anak pun harus
belajar menentukan pada situasi seperti apa, perilakunya harus menyesuaikan
tanpa mengubah kepribadiannya.
Ini berarti ibu dan bapak sebagai
orangtua harus menerima anak apa adanya, dengan segala keunikan yang membuatnya
menjadi istimewa. Anak membutuhkan dukungan dan panduan ibu dan bapak pada saat
ini. Bukan kritikan dan keberatan, untuk mengembangkan potensi sosial-emosinya.
Kebutuhan dasar anak untuk disayangi dan dihargai akan semakin kuat. Anak juga
membutuhkan persetujuan ibu-bapak akan sikapnya.
PERANGSANGAN SOSIAL-EMOSI USIA 2 – 3 TAHUN
Di usia ini anak mungkin merasa cemas
ketika berpisah dengan ibu dan bapaknya untuk beberapa saat. Kecemasan ini
akibat kedekatan dengan ibu dan bapaknya. Anak memiliki bayangan atau khayalan
yang mengkhawatirkan dirinya tanpa keberadaan ibu - bapak.
Jika anak tampak ingin menangis
ketika menyadari akan ditinggal oleh ibu - bapak, cobalah untuk menenangkan
anak sebelum berangkat. Tidak usah sembunyi-sembunyi atau justru
menertawakannya. Anak memerlukan pelukan hangat ibu-bapak.
Selain juga kepastian bahwa ibu-bapak
akan kembali secepatnya serta mendengarkan ceritanya selama ibu-bapak tidak
ada. Kemudian, tinggalkan anak, tidak usah risau apakah ia menangis atau tidak.
Bila ibu-bapak menunggu sampai anak mau melepaskan dengan sukarela, malah
membuat situasi makin menekan untuknya.
Untuk urusan berbagi, anak sudah
mampu memahaminya dengan baik, meskipun pada prakteknya masih mengalami
kesulitan. Bicaralah kepadanya dan latih untuk berbagi di bawah pengawasan
ibu-bapak.
- Mendapatkan rasa berharga.
Keberhasilan anak akan memberikan perasaan percaya diri bahwa anak mampu
melakukan sesuatu. Jadi, jika mendapati anak sedang berusaha untuk
meningkatkan kemandirian, berikan dukungan dan bila perlu panduan. Anak
harus merasakan berhasil dan itu akan membuatnya menikmati kegiatan.
- Berlatih sopan santun. Banyak
hal yang belum diketahui anak. Misal, berteriak-teriak menuntut keinginan
dituruti adalah sikap yang tidak baik. Ia bergantung pada ibu-bapak untuk
memberitahunya dan melatih sopan santun di usia ini. Cara belajar yang
paling tepat adalah dengan memberikan contoh berperilaku yang dilihat oleh
anak dan ia akan menirunya.
- Mengatasi rasa malu. Jika
tiba-tiba anak bersikap merajuk dan tidak mau berkegiatan di tempat baru
karena malu, berikan dukungan bahwa ia akan melakukan aktivitas yang
menyenangkan.
PERANGSANGAN SOSIAL-EMOSI USIA 3 – 4 TAHUN
Topik utama anak pada usia ini adalah
berteman. Ia senang berhubungan dengan orang lain dan keterampilan sosialnya
berkembang dengan berarti. Relasinya dengan teman-teman sebaya mengembangkan
rasa percaya dirinya. Itu membuatnya tidak terlalu malu bila bertemu dengan
teman atau orang dewasa yang baru dikenalnya. Kemandiriannya pun berkembang
baik. Anak sudah mampu melakukan dengan baik kegiatan di kamar mandi, seperti
buang air kecil atau cuci tangan. Demikian pula dengan kegiatan bantu diri
seperti mengenakan pakaian atau makan sendiri.
Banyak kegiatan yang bisa dilakukan
untuk mendukung sikap baik anak terhadap orang lain. Ibu dan bapak dapat menunjukkan
bahwa sikapnya yang peduli sangat berarti bagi orang lain. Contoh, jika ia
tidak hanya membawakan kue untuk dirinya sendiri tapi juga untuk ibu-bapak.
Sampaikan kepada anak, bagaimana senangnya perasaan ibu-bapak. Anak akan
berperilaku baik kepada orang lain jika ia menyadari dampak dari perilakunya.
Misal, berikan pujian kepada anak ketika ibu-bapak melihatnya membantu teman.
Periode ini adalah saat yang tepat
untuk mengembangkan keterampilan bantu dirinya. Anak sudah dapat berlatih
mengendalikan keinginannya untuk buang air kecil di siang hari dan ini saat
yang tepat baginya untuk berlatih agar tidak mengompol di malam hari. Kuncinya
adalah pada ketetapan dari ibu-bapak. Selain juga dukungan bahwa ia bisa
melakukannya dengan baik. Beradu pendapat sering terjadi pada anak usia ini.
Anak perlu mengetahui dan memahami cara beradu pendapat tanpa penyerangan.
Reaksi awal ketika anak menghadapi penolakan
dari temannya dapat berupa penyerangan fisik, seperti memukul, meninju, atau
menggigit. Selain itu, dapat juga berupa penyerangan non lisan, misalnya
berteriak atau mengejek. Bantu anak untuk mengatasi perilaku menyerang sehingga
dapat mengatasi konflik dengan cara yang tidak merugikan orang lain. Berikan
penjelasan kepada anak bahwa ibu-bapak sangat tidak setuju pada perilaku
menyerangnya terhadap orang lain. Ini penting diketahui oleh anak. Jelaskan
pula bahwa temannya akan marah dan tidak mau bermain lagi dengannya bila ia
bertindak menyerang.
Ibu dan bapak dapat berlatih bersama
anak cara menyampaikan perasaannya kepada orang lain tanpa bersikapmenyerang .
Misalnya, ketika ada temannya yang ingin merebut mainan, minta anak untuk
mengatakan, “Aku sedang main dengan mobil-mobilan ini. Nanti gantian kalau aku
sudah selesai ya.” Bila perilaku ini tidak berhasil, maka anak dapat meminta
bantuan kepada orang dewasa yang terdekat untuk membantu menyelesaikan
persoalan ini.
Kegiatan
perangsangan yang dapat dilakukan:
- Baca buku cerita dengan tema
sosial. Temanya tentang berbagi mainan dan bermain bersama. Tema ini akan
membantu anak untuk berpikir mengenai pertemanan yang ia lakukan. Ibu dan
bapak juga bisa membantunya dengan memberikan pertanyaan atau berdiskusi
mengenai tema tersebut.
- Hindari permainan dengan senapan
atau pistol. Bukti dari penelitian menunjukkan bahwa anak yang bermain
dengan mainan yang masuk kelompok senjata tajam juga menunjukkan perilaku
menyerang ketika berhubungan dengan temannya. Demikian pula jika menonton
tayangan yang mengandung unsur penyerangan. Meskipun itu hanya film
kartun, anak pun akan menirunya. Ingatlah bahwa anak belajar dari meniru.
- Hindari memotong pembicaraan.
Lambat laun anak akan mempelajari bahwa bercakap-cakap dengan orang lain
membutuhkan keterampilan mendengar. Jika ia memotong pembicaraan
ibu-bapak, acuhkan saja tetaplah berbicara sampai kalimatnya selesai.
Setelah itu, berikan kesempatan kepadanya untuk berbicara. Anak akan
memahami bahwa untuk berbicara pun ia harus bergantian.
PESAN UNTUK IBU-BAPAK
Memang paling mudah adalah melihat
kelemahan atau ketidak-mampuan seseorang. Demikian juga pada anak. Seringkali
orangtua lebih memusatkan perhatian pada apa saja yang tidak bisa dilakukan
anak. Misalnya, anak masih belum bisa menahan diri untuk tidak berteriak ketika
merasa kesal. Ibu dan bapak pun menjadi lebih perhatian pada perilaku berteriak
anak.
Padahal ketika anak sedang tidak
kesal, ia bisa berbagi dan menunjukkan kepeduliannya terhadap orang lain. Ibu
dan bapak dapat menggunakan perilaku baik yang ditampilkan oleh anak dalam
mengatasi perilaku negatifnya. Jika anak berperasaan negatif, cobalah untuk
memberikan sisi positifnya tanpa memuji anak berlebihan. Dengan demikian
diharapkan anak tidak lagi beranggapan bahwa dirinya tidak baik, tetapi dengan
bantuan ibu – bapak anak bisa mengubah sikapnya.
Sumber Bacaan :
Beyond
Toddlerdom : Keeping five to twelve year olds • on the rails, oleh Vermilion C,
Penerbit : Green, Tahun 2000
Bright
Start oleh R. C. Woolfson, Penerbit : Hamlyn, • Tahun 2003
Child
Development and Education, oleh Teresa M. • McDevitt dan Jeanne Ellis Ormrod,
Penerbit : Merril Prentice Hall, Tahun 2002
Guide
to Understanding Your Child : Healthy Development • from Birth to Adolescence,
oleh Linda. C Mayes dan Donald J. Cohen, Penerbit : Little Brown, Tahun 2002.
Teach
Your Child : How to discover and enhance your • child’s potential oleh Mirriam
Stoppard, Penerbit : Kindersley, Tahun 2001.
Your
Childs’s Development : from birth to adolescence, • oleh Richard Lansdown.
Marjorie Walker, Penerbit : Frances Lincoln, Tahun 1996.
Ilman
Saputra, SH
Alzena
Masykouri, M. Psi
Direktorat
Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat
Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian
Pendidikan Nasional
Tahun
2011
Parenting
Mengasah Kecerdasan
Selama periode usia 2-4 tahun, anak
menunjukkan perubahan di seluruh aspek perkembangannya. Dari bayi yang sangat
bergantung pada orang lain menjadi anak yang mandiri dan dapat bergerak bebas
ke mana pun ia inginkan. Dari hanya bisa menangis, sekarang anak dapat
berbincang-bincang dengan asyik mengenai banyak hal dengan ibu-ayah. Demikian
pula perkembangan sosialnya, anak menikmati sekali bermain dengan teman-teman
sebayanya. Ia pun belajar berbagai keterampilan sosial dalam hubungan dengan
lingkungan sosialnya.
Buku berseri ini bertujuan agar
ibu-ayah dapat memahami aspek perkembangan anak pada enam tahun pertama
kehidupannya. Dengan pemahaman tersebut, diharapkan ibu-ayah dapat mendampingi
dan menyediakan lingkungan yang lebih baik untuk anak mengembangkan
kemampuannya. Terdapat empat aspek utama perkembangan anak yang dibahas dalam
serial buku ini, yaitu: aspek gerakan kasar dan gerakan halus, bahasa,
kecerdasan, dan sosial-emosi. Setiap aspek perkembangan memiliki keterkaitan
satu sama lain. Pemahaman yang menyeluruh dan seimbang terhadap aspek
perkembangan akan lebih berguna dibandingkan hanya berpusat pada satu aspek
saja. Setiap kegiatan yang diberikan di dalam buku ini bisa berdampak pada beberapa
aspek dan bermanfaat bagi perkembangan kemampuan anak.
Ibu dan ayah dapat memahami setiap
aspek perkembangan sesuai dengan usia anak. Khusus pada buku ini akan dibahas
mengenai aspek kognisi pada anak usia 2 sampai 4 tahun. Kognisi dikenal juga
dengan kemampuan belajar atau berpikir atau kecerdasan, yaitu kemampuan untuk
mempelajari keterampilan dan konsep baru, keterampilan untuk memahami apa yang
terjadi di lingkungannya, serta keterampilan menggunakan daya ingat dan
menyelesaikan soal-soal sederhana. Setiap anak memiliki kemampuan kecerdasannya
masing-masing.
Penting diingat, tujuan utama
memahami tahap perkembangan anak adalah agar kita dapat memberikan perangsangan
secara tepat, dengan berbagai cara dan variasi. Untuk itu, ibu dan ayah dituntut
kreatif dalam menciptakan kegiatan-kegiatan yang merangsang perkembangan anak.
Contoh kegiatan yang ada di dalam buku ini dapat dikembangkan sesuai dengan
keadaan masing-masing anak. Setiap anak adalah unik dan kita harus dapat
memahami keunikannya. Hindari memaksa anak melakukan kegitan yang barangkali
belum dikuasainya. Apalagi bila ibu-ayah merasa bahwa anak lain yang seusia
dengan anak sudah dapat melakukannya. Bila anak belum dapat melakukan kegiatan
yang dirangsangkan atau terlihat belum tertarik, cobalah kegiatan yang sama
beberapa kali dengan diberi rentang waktu.
Di dalam pembahasan mengenai aspek
kecerdasan, buku ini akan memberikan contoh perangsangan dan kemampuan yang
dapat dikuasai anak pada usia 2 sampai 4 tahun. Penjelasan tersebut tidak
bersifat kaku atau suatu keharusan. Ingat, setiap anak adalah unik dan hasil
dari perangsangan dapat berbeda antar-anak. Setiap hari ibu-ayah akan menemukan
contoh-contoh bagaimana anak memahami suatu konsep baru dan menyelesaikan
persoalan yang ia hadapi. Ia menunjukkan perubahan dalam berpikir dan belajar.
KEMAMPUAN YANG DIMILIKI
Berikut adalah kemampuan
berpikir/belajar/kecerdasan yang ditunjukkan anak pada periode usia 2-4 tahun.
- Anak mampu mengenali
simbol-simbol ia lihat memiliki arti tertentu, seperti logo suatu produk
atau toko. Selain itu, anak juga mulai dapat membayangkan suatu benda yang
tidak berada di hadapannya, misalnya, anak dapat menyebutkan mainan apa
saja yang ia miliki di rumah.
- Anak mulai berlatih
mengendalikan perhatian pada suatu benda atau kegiatan yang menarik
sehingga rasa ingin tahunya terpenuhi. Dengan anak memiliki kemampuan
untuk memusatkan perhatian yang cukup terhadap suatu hal/informasi, maka
ia dapat mengerti maksud dari informasi tersebut.
PERKEMBANGAN KECERDASAN
- Anak dapat mengingat pengalaman
yang baru saja terjadi (ingatan jangka pendek) dan yang terjadi beberapa
waktu lalu (ingatan jangka panjang).
- Anak dapat menggunakan bahasa
untuk bertanya, menyampaikan ide-idenya, dan untuk memperbaiki
pemahamannya terhadap lingkungan sekitarnya. Perkembangan bahasa yang luar
biasa bukan hanya akan memengaruhi keterampilan berbicaranya, tetapi juga
kemampuannya untuk belajar.
CARA BELAJAR
Anak tetap belajar dengan cara
menjelajahi lingkungannya dan bermain, juga melalui mendengar, berbicara, dan
berdiskusi (tukar pikiran). Tidak masalah ia bermain dengan kotak kosong,
mainan karet, bermain dengan sendok ketika makan, bermain puzzle (kepingan
gambar), atau bahkan tidak menggunakan mainan apa pun. Selama ia melakukannya
dengan senang dan menikmati pengalamannya dengan lingkungan, maka ia akan
belajar banyak hal baru.
Banyak kegiatan bisa kita lakukan
untuk merangsang dan mengembangkan kecerdasan anak. Tetapi, tetap ingat bahwa
pembelajaran yang positif dan bermanfaat justru terjadi melalui rutinitas
sehari-hari. Contoh, kegiatan memakai pakaian di pagi hari melibatkan tugas
yang tidak sederhana. Ada kemampuan untuk memilih (mau pakai baju pergi atau
baju rumah), mencocokkan (baju merah dengan celana merah, mencari pasangan kaus
kaki), koordinasi (memasukkan kaki kanan terlebih dahulu sebelum kaki kiri),
daya ingat, dan konsentrasi. Percayalah, setiap hari anak akan belajar berbagai
hal baru.
KEMAMPUAN BERPIKIR MASIH TERBATAS
Penting untuk tetap memahami
kemampuan berpikir anak yang masih terbatas. Ibu-ayah harus ingat, anak
memiliki dua karakteristik yang berbeda dengan orang dewasa.
•
Pertama, anak belum memahami maksud dari “sebab-akibat” secara sempurna. Ia pun
masih kesulitan untuk mengenali hubungan antara dua kejadian. Contoh, ketika
bohlam lampu putus dan pada saat yang bersamaan anak sedang bersin, ia bisa
beranggapan bahwa bersin bisa menyebabkan lampu mati. Dengan demikian, ketika
di waktu lain anak bersin, maka ia berharap ada lampu yang mati karenanya. Oleh
karena itu, ibu-ayah harus menjelaskan kondisi yang terjadi sebenarnya kepada
anak. Ia mungkin tidak percaya dan belum mengerti, sehingga bisa jadi ia akan
meminta ibu-ayah untuk menjelaskannya berulang kali.
1. Kedua, kemampuan berpikir anak masih
menunjukkan kecenderungan bahwa ia melihat segala kejadian hanya dari sudut
pandangannya saja. Itulah sebabnya, ia masih kesulitan untuk memahami perasaan
orang lain. Ia baru akan mulai memahami sudut pandang orang lain sekitar akhir
tahun ketiganya.
Anak sangat menikmati kebersamaannya
dengan ibu-ayah, selain juga senang dengan kehadiran teman sebayanya. Melalui
kegiatan bermain bersama dan bercakap-cakap dengan temannya, anak mempelajari
banyak keterampilan baru. Bukan tidak mungkin ibu-ayah akan terperangah
dibuatnya. Di sisi lain, anak tampak tertarik dengan detail yang membuatnya
penuh rasa ingin tahu. Ibu-ayah dapat mendukung rasa ingin tahunya ini dengan
memberikan kesempatan mengetahui benda atau tempat-tempat baru sebagai
perangsangan baru.
2. Berkunjung ke kebun binatang.
Bersiaplah untuk menjawab semua
pertanyaan anak seperti, “Mengapa burung punya sayap? Kok, aku enggak punya?”
atau “Kenapa harimau memiliki belang di tubuhnya?” Mungkin juga ia akan meminta
gajah sebagai hewan peliharaan di rumah, ibu-ayah perlu menjelakan kepadanya
bahwa kita tidak bisa memelihara gajah di rumah karena rumah kita tidak muat
untuk tubuh gajah yang sangat besar, misalnya.
PERANGSANGAN KECERDASAN
Di Usia 2—3 Tahun
1. Membacakan buku cerita.
Anak
tidak hanya mendengarkan cerita ibu-ayah, tetapi juga akan bertanya banyak hal
mengenai cerita yang ibu-ayah bacakan. Sebaiknya libatkan anak dalam cerita
yang ibu-ayah bacakan dengan menanyakan apa yang akan terjadi selanjutnya.
2. Ajarkan konsep angka.
Berikan
satu mobil-mobilan sambil berkata, “Ini satu untukmu,” kemudian tambahkan satu
lagi dan katakan, “Jadi dua untukmu.” Anak akan memahami pengertian angka
sampai tiga atau empat pada periode usia ini.
3. Memilah mainan.
Minta
anak mengelompokkan mainan sesuai dengan kelompok yang sudah ibu-ayah buat.
Misalnya, kelompok mainan binatang, mobil-mobilan, dan boneka. Biarkan anak
berpikir terlebih dahulu sebelum meletakkan mainan sesuai dengan kelompoknya.
4. Mengenali tulisan namanya.
Pada awalnya anak tidak paham
perbedaan antara tulisan namanya dengan tulisan lain. Tunjukkan mana yang
bertuliskan namanya dan minta ia menemukan tulisan namanya di antara kata-kata
lainnya.
Perubahan utama yang ditampilkan anak
usia ini adalah ia mampu memusatkan perhatian secara maksimal pada setiap
kegiatan yang dilakukannya, sehingga anak bisa memperoleh informasi lebih
banyak lagi. Ia pun menjadi lebih percaya diri dalam belajar, sehingga
membuatnya bersemangat dalam mempelajari banyak hal baru.
Anak pun tertarik dengan kegiatan
berhitung dan saat ini ia lebih memahami arti bentuk serta warna dengan lebih
baik lagi. Mendekati ulang tahunnya yang ke-4, anak mulai menggunakan daya
ingatnya secara maksimal, misalnya untuk menemukan letak suatu benda dan untuk
mengingat informasi yang penting baginya. Kemampuannya terhadap pengenalan angka
juga berkembang.
5. Beri contoh.
Ingatlah, anak belajar lebih baik
dengan memerhatikan bagaimana ibu-ayah mengatasi situasi. Jelaskan pada anak
bagaimana ibu-ayah menyelesaikan suatu tugas sehingga ia bisa mempelajari
strateginya. Contoh, ibu kesulitan membuka tutup botol selai, katakan,
PERANGSANGAN KECERDASAN
Di Usia 3-4 Tahun
“Wah, tutupnya licin. Ibu ambil serbet dulu
ya, supaya membukanya lebih mudah karena sudah tidak licin lagi.”
1. Mengatur meja makan.
Ketika satanya makan bersama, minta
anak menghitung ada berapa orang yang akan makan bersama serta bagaimana cara
mengatur piring dan gelas.
2. Bermain tepuk tangan.
Bertepuklah dengan irama sederhana
dan minta anak mengulanginya. Lakukan sambil bermain. Jika anak sudah menguasai
satu irama, lanjutkan dengan irama yang lain.
3. Pengenalan angka.
Tunjukkan angka yang berada di
sekitarnya, misalnya nomor rumah, angka pada jam dinding, dan sebagainya. Minta
anak mengenali angka tersebut dan menyebutkannya.
4. Bermain tebak benda.
Minta anak mengingat benda-benda yang
ibu-ayah letakkan di atas sebuah baki, kemudian tutuplah baki itu dan minta
anak untuk menyebutkan benda-benda apa yang tadi dilihatnya.
PESAN UNTUK IBU-AYAH
Pada usia ini, ibu-ayah mungkin sudah
memiliki pandangan mengenai kemampuan anak. Di dalam hati, ibu-ayah merasa
bahwa ananda tergolong anak yang cerdas, biasa saja, atau bahkan lambat dalam
mempelajari sesuatu. Namun, perlu diingat, pendapat yang timbul terhadap anak
akan memengaruhi sikap ibu-ayah dalam menghadapi anak. Katakanlah, ibu-ayah merasa
ananda lambat dalam mempelajari sesuatu dibanding saudaranya atau teman
sebayanya, maka ibu-ayah akan menurunkan harapan padanya.
Ibu-ayah juga akan memaklumi bila
anak tidak mampu menyelesaikan tugasnya dengan alasan, “Oh ya, memang dia tidak
bisa melakukannya.” Akibatnya, anak menjadi tidak bersemangat dalam belajar dan
ini akan memperkuat anggapan ibu-ayah sebelumnya. Perkembangan anak pun akan
melambat karena alasan-alasan tersebut.
Itulah mengapa, sangat penting untuk
memiliki anggapan bahwa anak memiliki kemampuan belajar yang baik sehingga kita
sebagai orangtua dapat merangsangan dengan tepat. Jangan melarang anak terlalu
banyak. Biarkan ia menjelajahi lingkungannya di bawah pengawasan ibu-ayah dan
tetaplah menjaga keamanannya.
Sumber Bacaan :
Beyond
Toddlerdom : Keeping five to twelve year • olds on the rails, oleh Vermilion C,
Penerbit : Green, Tahun 2000
Bright
Start oleh R. C. Woolfson, Penerbit : Hamlyn, • Tahun 2003
Child
Development and Education, oleh Teresa M. • McDevitt dan Jeanne Ellis Ormrod,
Penerbit : Merril Prentice Hall, Tahun 2002
Guide
to Understanding Your Child : Healthy • Development from Birth to Adolescence,
oleh Linda. C Mayes dan Donald J. Cohen, Penerbit : Little Brown, Tahun 2002.
Teach
Your Child : How to discover and enhance • your child’s potential oleh Mirriam
Stoppard, Penerbit : Kindersley, Tahun 2001.
Your
Childs’s Development : from birth to adolescence, • oleh Richard Lansdown.
Marjorie Walker, Penerbit : Frances Lincoln, Tahun 1996
Dra.
S.R.R.Pudjiati,M.Si
Alzena
Masykouri, M. Psi
Direktorat
Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat
Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian
Pendidikan Nasional
Tahun
2011
Tema Parenting : (Mengasah Kemampuan Berbahasa)
SERI BACAAN ORANG TUA
TANDA PERKEMBANGAN ANAK USIA 2 – 4 TAHUN
Selama periode usia 2-4 tahun, anak
menunjukkan perubahan di seluruh tanda perkembangannya. Berawal dari bayi yang
bergantung kepada orang lain menjadi anak yang mandiri. Perkembangan bahasanya
juga mengalami kemajuan.
Semula hanya bisa menangis, sekarang
sudah dapat berbincang-bincang dengan asyik mengenai banyak hal dengan Ibu -
Bapak. Demikian pula perkembangan sosialnya. Pada periode ini anak menikmati
sekali bermain dengan teman sebayanya. Ia pun belajar berbagai keterampilan
sosial dalam interaksi bersama lingkungan sosialnya.
Buku berseri ini bertujuan agar
orangtua dapat memahami tanda perkembangan anak di enam tahun pertama
kehidupannya. Dengan pemahaman tersebut, diharapkan orangtua dapat menyediakan
lingkungan yang lebih baik dan dapat melakukan perangsangan serta menemani anak
dalam mengembangkan kemampuannya. Terdapat empat tanda perkembangan individu
yang dibahas dalam serial buku ini, yaitu : perkembangan gerakan kasar dan
gerakan halus, bahasa, kecerdasan, dan sosial-emosi. Tanda perkembangan
tersebut memiliki keterkaitan satu dengan lainnya. Pemahaman yang menyeluruh
dan seimbang terhadap tanda perkembangan akan lebih berhasil guna dibandingkan
hanya terpusat pada satu tanda saja.
Penggunaan bahasa yang ditunjukkan
anak dalam periode ini menjadi lebih rumit dan hampir mendekati sempurna. Ragam
katanya berkembang sangat pesat. Bahasa tidak hanya sebagai sarana
mengkomunikasikan keinginannya, tetapi juga untuk mendengar perasaan orang lain
dan memahami kebutuhan orang lain. Ia sudah menggunakan kalimat lengkap dan
penuh makna.
Buku ini akan memberikan contoh
perangsangan dan kemampuan yang dapat dikuasai anak pada usia tertentu. Namun, penjelasan
itu tidaklah kaku atau suatu keharusan. Sebab, setiap anak adalah unik dan
hasil dari perangsangan dapat berbeda antar anak. Hindari memaksa anak
melakukan kegiatan yang barangkali belum dikuasainya. Harap bersabar, dan
cobalah kegiatan yang sama beberapa kali dengan diberi rentang waktu.
PERKEMBANGAN BAHASA ANAK USIA 2 - 4 TAHUN
Dalam perkembangannya, kemampuan
berbahasa tidak hanya meliputi kemampuan bicara saja. Anak juga harus menguasai
kemampuan mendengar. Cara melatihnya, anak diminta untuk memusatkan perhatian
pada apa yang dikatakan orang lain. Sesuai dengan karakter anak usia ini,
terkadang anak bersikap tidak sabar dalam mendengarkan perkataan orang lain. Ia
sudah ingin bergerak atau bertindak sebelum paham sepenuhnya apa yang dimaksud
oleh orang yang sedang mengajaknya berbicara.
Cara yang paling sederhana dalam
mengajarkan kemampuan mendengar adalah dengan mengurangi gangguan. Contoh, anak
tidak akan mendengarkan jika Ibu – Bapak berbicara dari jarak yang jauh
sementara televisi menyala dan suaranya keras. Sebaiknya yang dilakukan adalah
mematikan televisi terlebih dahulu dan mendekat ke anak sebelum berbicara.
Kebanyakan anak tidak mendengarkan
kata-kata di awal kalimat orangtuanya, karena belum sepenuhnya memusatkan
perhatian. Untuk menghindari, sebut atau panggil dulu nama anak sebelum memulai
pembicaraan. Mulailah berbicara jika sudah merasa yakin bahwa anak memusatkan
perhatiannya. Minta anak untuk memandang ke mata Ibu – Bapak selama berbicara
kepadanya. Jika anak tidak mendengar secara seksama, mintalah untuk mengulang
pembicaraan Ibu - Bapak. Lakukan ini secara santai dan lembut, bukan dalam
bentuk marah atau bentakan.
Selain keterampilan mendengar, pada
usia ini anak juga mengembangkan kemampuan awal untuk berbahasa tulisan atau membaca.
Cobalah untuk menggunakan kata-kata yang tertulis di sekitar anak. Misalnya,
tulisan namanya, nama toko yang sering dikunjungi atau merek mobil yang sering
dilihatnya. Ibu – Bapak juga bisa menggunakan tulisan dari bungkus susu atau
biskuit yang sering ia makan atau minum.
Sebutkan dengan jelas sambil
menunjukkan tulisan itu dari kiri ke kanan. Kegiatan seperti ini akan membantu
anak untuk mengenali bahwa membaca itu sangat erat kaitannya dengan kegiatan
sehari-hari, dan tidak terbatas hanya kegiatan sekolah saja. Anak pun akan
senang melakukan kegiatan menggunting huruf-huruf yang ia temukan dan
menempelnya.
Kegiatan berbahasa juga erat
kaitannya dengan buku. Pemahaman akan buku merupakan dasar yang penting bagi
aktivitas pra-membaca. Berikan berbagai macam buku meskipun anak belum bisa
membacanya. Pada usia sekitar 3 tahun, anak sudah mulai dapat memahami bahwa
judul buku berada di bagian depan. Ada cara tertentu untuk memegang buku agar
dapat membacanya. Membaca dimulai dari depan berakhir di bagian belakang.
Keterampilan berbicara anak juga
berkembang pesat. Sekarang, ia tidak hanya berbicara untuk mengekspresikan dirinya,
tetapi juga bertujuan untuk mendapatkan informasi. Anda akan merasa bosan
mendengar kata-kata, “Kenapa?” dari mulut mungilnya. Itu dilakukannya untuk
memuaskan rasa ingin tahunya.
Selain itu, Ibu – Bapak juga akan
mendengarnya bertanya mengenai ‘siapa’, ‘bagaimana’, dan ‘apa’. Jangan khawatir
kalau anak juga bertanya hal-hal yang tak terduga, seperti “Kenapa kita punya
rambut?” dan segudang pertanyaan lainnya. Jawablah dengan tenang dan jangan
berbohong. Bila Ibu – Bapak tidak tahu, katakan bahwa kita (orangtua dan anak)
akan mencari jawabannya bersama-sama. Anak juga senang mengulang-ulang
pertanyaan, meski sudah dijawab. Faktanya adalah anak mungkin tidak memahami
penjelasan awal yang diberikan dan meminta Ibu – Bapak untuk menjelaskannya
kembali.
PERANGSANGAN BAHASA USIA 2-3 TAHUN
Perkembangan bahasa anak tampak dari
bahasa sehari-hari yang digunakannya. Ia mulai mampu memberikan gambaran atas
suatu situasi atau benda dengan menggunakan kata-kata. Tak hanya itu, ia pun
mulai dapat bercakap-cakap dengan anak seusianya, apalagi dengan orang dewasa.
Selain itu, ia tidak berhenti bertanya dan berbicara.
Pada rentang usia ini, anak juga
mendapatkan banyak perangsangan dari lingkungan pergaulannya. Hubungan yang
dilakukan dengan teman sebaya merangsang kemampuannya berkomunikasi. Ibu –
Bapak dapat mengatur pertemuan rutin antara anak dengan teman-temannya. Anak
bisa mengikuti kegiatan bermain di kelompok bermain atau berkunjung ke rumah
teman-temannya.
Kemampuan berkhayalnya pun berkembang
dengan baik. Anak menyenangi kegiatan bermain pura-pura, misalnya, berdandan
menggunakan pakaian ibu atau bapaknya, memainkan peran profesi, seperti main
polisi-polisian, dokter-dokteran, sekolah-sekolahan, dan lain-lain. Ikutlah
bermain dengan anak, dan lakukan perangsangan bahasanya dengan berlatih
memerankan tokoh yang bukan dirinya.
Kegiatan
yang dapat dilakukan:
- Percakapan mengenai tayangan
televisi atau film yang ditonton anak. Setelah ia selesai menonton, ajak
anak untuk membicarakan tayangan tersebut. Tanyakan padanya mengenai nama
tokohnya dan akhir ceritanya.
- Menggunakan kata posisi di dalam
kalimat. Bantu anak untuk memahami arti kata-kata di atas, di dalam, dan
di bawah dengan menunjukkannya nyatanya. Sebagai contoh, “Boneka
diletakkan di atas meja, sedangkan mobil-mobilan diletakkan di dalam
kotak.”
- Bersenang-senang sambil membaca
buku. Kontak fisik tetap diperlukan ketika membaca buku. Anak akan merasa
nyaman sehingga ia mengembangkan perasaan positif dan siap untuk
mendengarkan serta berdiskusi mengenai buku yang dibaca.
- Berbincang-bincang tentang
gambar dan kegiatannya. Ketika anak menunjukkan hasil karyanya, apapun
itu, berikan dukungan dengan berbincang mengenai hasil karyanya. Dengarkan
secara seksama apa yang ia jelaskan. Berikan tanggapan positif yang
sesuai.
PERANGSANGAN BAHASA USIA 3 - 4 TAHUN
Perkembangan bahasanya terus
berlanjut, anak menggunakan kata dan kalimat yang mendekati sempurna. Anak
senang sekali berbicara, bahkan ketika Ibu – Bapak sedang menginginkan suasana
sepi. Anak akan menyampaikan apa saja yang diketahuinya kepada orangtuanya. Ia
mengkombinasikan kata, gerak tubuh, dan mimik wajah untuk membuat pembahasan
yang disampaikannya menarik.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
anak semakin berbobot. Ia akan mencari informasi dengan saksama.
Kalimat-kalimatnya pun menjadi lebih panjang dari periode sebelumnya.
Ketrampilan berbahasanya berkembang baik, namun anak masih menggunakan bahasa
tubuh untuk memperjelas maksudnya. Perhatikan mimik wajah, tangan, dan lengan,
juga posisi tubuhnya. Semua mengandung informasi mengenai apa yang dirasakan
dan ingin disampaikannya.
Kegiatan
yang dapat dilakukan:
- Berikan perintah yang lebih
sulit. Ajukan permintaan dengan dua atau tiga informasi, seperti “Tolong
letakkan buku ini di atas meja dan tutup pintu itu,”. Jika anak mampu
memusatkan perhatiannya pada apa yang dikatakan, maka ia akan mampu untuk
menyelesaikan apa yang Ibu – Bapak minta.
- Bermain boneka tangan. Ajak anak
bermain pura-pura dengan menggunakan boneka jari. Bila tidak memiliki
boneka jari atau boneka tangan, gunakan kertas bergambar yang dapat
digunakan di tangan anak. Biarkan anak bermain boneka jari dengan saling
bercakap-cakap, atau akan lebih seru bila Ibu – Bapak ikut bermain
dengannya.
- Bermain “suara siapa” sambil
menonton tayangan yang disukai anak, minta ia untuk memejamkan mata dan
menebak suara tokoh yang mana yang didengarnya. Berikan dukungan dan
pujian bila ia dapat menebak dengan tepat.
- Bercerita menggunakan foto.
Gunakan foto yang menarik dan ajak anak bercerita menggunakan foto
tersebut. Biarkan anak melihat dan bertanya apa pun mengenai foto
tersebut. Tanyakan juga apakah anak mengingat pengalaman yang terekam
dalam foto tersebut.
- Bermain huruf-huruf. Buatlah
tulisan huruf-huruf di selembar kertas, misalnya nama anak “ S A R I”
lalu, dengan menggunakan guntingan huruf dari kardus atau kalender, minta
anak menyusun namanya.
- Menjelaskan rasa. Berikan
beberapa makanan untuk dicicipi oleh anak dan minta ia untuk menjelaskan
bagaimana yang dirasakan. Misalnya : kue keju, puding dingin, roti gula, dan
bakwan goreng. Katakan Ibu –Bapak tidak tahu bagaimana rasanya sehingga
harus menjelaskan dengan sejelas-jelasnya, bukan hanya sekedar “enak” atau
“tidak enak”.
PESAN UNTUK IBU - BAPAK
Menghadapi kecerewetan anak, meski
merasa kewalahan tetaplah menjadi teman bicara yang baik baginya. Anak akan
belajar banyak cara bicara dari Ibu - Bapak. Tidak perlu buru-buru mengenalkan
bahasa asing pada anak, terutama bila orangtua sendiri tidak menguasai bahasa
asing tersebut dengan baik.
Bila sampai periode ini anak belum
lancar berbicara, bahkan belum mengucapkan kata secara spontan, Ibu – Bapak
harus membawanya konsultasi ke dokter anak atau pun psikolog anak. Hal ini
perlu dilakukan dengan segera agar anak bisa mendapatkan penanganan yang tepat
sesuai dengan kesulitannya.
Sumber Bacaan :
Beyond
Toddlerdom : Keeping five to twelve year • olds on the rails, oleh Vermilion C,
Penerbit : Green, Tahun 2000
Bright
Start oleh R. C. Woolfson, Penerbit : Hamlyn, • Tahun 2003
Child
Development and Education, oleh Teresa M. • McDevitt dan Jeanne Ellis Ormrod,
Penerbit : Merril Prentice Hall, Tahun 2002
Guide
to Understanding Your Child : Healthy • Development from Birth to Adolescence,
oleh Linda. C Mayes dan Donald J. Cohen, Penerbit : Little Brown, Tahun 2002.
Teach
Your Child : How to discover and enhance • your child’s potential oleh Mirriam
Stoppard, Penerbit : Kindersley, Tahun 2001.
Your
Childs’s Development : from birth to adolescence, • oleh Richard Lansdown.
Marjorie Walker, Penerbit : Frances Lincoln, Tahun 1996.
Alzena
Masykouri, M. Psi
Direktorat
Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat
Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian
Pendidikan Nasional
Tahun
2011
PARENTING
Mengasuh Anak Dengan Bijak
PENGARUH ORANGTUA PADA TUMBUH KEMBANG ANAK
Orangtua adalah pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anak. Pendidik yang pertama, karena orangtualah yang pertama kali melakukan kegiatan pendidikan untuk memberikan pengaruh positif maupun negatif, bahkan semenjak dalam kandungan. Sebagai pendidik yang utama karena anak menjalin hubungan yang sangat kuat dalam waktu yang panjang dan dalam ikatan hubungan emosional yang kuat dengan orangtuanya.
Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa
orangtua memberi pengaruh sebesar 70% terhadap pertumbuhan dan perkembangan
anaknya, sisanya 30% dipengaruhi oleh lingkungan yaitu sekolah dan masyarakat.
Sebab, anak lebih banyak menghabiskan waktunya bersama keluarga (utamanya
dengan orangtuanya). Bahkan secara umum, orangtualah yang paling tulus ikhlas
dalam melayani anak kandungnya.
Untuk itu, orangtua yang menginginkan
masa depan anak-anaknya sukses, bermanfaat bagi sesamanya, berakhlak mulia, dan
bahagia perlu belajar cara bergaul dan melayani anak dengan benar. Sayangnya,
banyak orangtua malah melakukan hal yang seharus tidak dilakukan kepada anaknya
sehingga merugikan perkembangan anak. Sebaliknya, mereka tidak melakukan
hal-hal yang sebenarnya sangat dibutuhkan anak-anak agar mereka tumbuh dan
berkembang optimal. Akibatnya, pertumbuhan dan perkembangan anak-anak menjadi
tidak maksimal.
Tak hanya itu, pada beberapa kasus
malah berkembang menjadi anak bermasalah yang dapat merugikan masa depannya.
Selain juga, merugikan pihak lain (masyarakat dan keluarga) dengan kebiasaannya
membuat masalah. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman orangtua
tentang pendidikan anak usia dini.
Beberapa lembaga telah
menyelenggarakan kursus bagi calon pengantin. Kursus tersebut bertujuan untuk
memberi bekal kepada calon orangtua. Itu memberikan gambaran bahwa membangun
rumah tangga perlu persiapan sebaik-baiknya. Termasuk diantaranya adalah
kegiatan mendidik anak.
KIAT MENJADI ORANGTUA BIJAKSANA
Ada beberapa kunci sukses atau faktor
utama yang menentukan keberhasilan orangtua dalam mendidik dan mengasuh anak
dengan bijaksana. Berikut penjelasannya dan langkah-langkah yang dapat diikuti
oleh ibu dan bapak.
HARGAI ANAK
Anak hendaknya diperlakukan sebagai
pribadi yang dihargai sebagaimana ibu – bapak menghargai orang yang sejajar
dengan kita. Ini menjadi penting karena akan meningkatkan harga diri dan rasa
percaya dirinya (konsep diri). Selain juga secara langsung mengajarkan untuk
bersikap menghargai orang lain. Anak adalah peniru yang ulung. Mereka belajar
dari apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Oleh karena itu hanya hal-hal
positif yang perlu diberikan kepada anak. Beberapa contoh penghargaan orangtua
kepada anak antara lain:
1. Perhatikan dengan seksama saat anak
bicara.
Ketika anak bicara perhatikan dengan
sungguh-sungguh. Jangan mendengarkan anak berbicara sambil memandang ke arah
lain, mengerjakan sesuatu, atau memikirkan hal lain. Bahkan ketika anak sedang
bicara, kita tidak dianjurkan memikirkan jawabannya. Pikirkan jawabannya
setelah anak selesai bicara. Tanggapan dan senyuman yang diberikan ketika bayi
berceloteh akan memberikan dampak positif pada perkembangan bayi. Beberapa tips
sederhana ketika kita berbicara dengan anak;
- Arahkan pandangan mata ke mata
anak.
- Usahakan posisi sejajar dengan
posisi anak. Jika anak berdiri, ibu dan bapak sebaiknya jongkok.
- Kedua tangan boleh sambil
memegang bahu anak dengan hangat dan akrab.
- Jangan pikirkan jawaban atau
tanggapan atas perkataan anak ketika anak sedang bicara, karena bisa
menyebabkan ibu dan bapak menjadi kurang fokus.
2. Dengar kata-kata anak.
Seringkali anak mengeluarkan pendapat
dalam berbagai hal, misalnya tentang pakaiannya sendiri, cat rumah, cat kamar,
masakan, dan lain sebagainya. Hargai pendapatnya. Orangtualah yang sebaiknya
mengalah untuk pilihan-pilihan yang tidak prinsip atau mengganggu orang lain.
Contoh, jika anak-anak menghendaki cat rumahnya orange dan biru tua, sedangkan
orangtua lebih menyukai hijau muda (warna lembut). Sebaiknya pilihan anak yang
dipakai, sedangkan orangtua mengalah.
- Minta pendapat mereka.
Pada saat akan memutuskan sesuatu,
ajak anak bermusyawarah dan minta pendapatnya. Misal, masak apa hari ini, rumah
dicat kembali atau tidak dan warnanya apa, penempatan perabot rumah. Usahakan pendapat
anak yang diambil sebagai keputusan. Hal tersebut akan membuat mereka bangga.
Jika sering diperlakukan demikian maka akan berdampak positip bagi perkembangan
rasa percaya dirinya.
4.
Biasakan menggunakan kata tolong, permisi, terimakasih.
Sebagai kolega yang sederajat,
hendaknya ibu dan bapak santun kepada anak. Gunakan kata tolong pada saat butuh
bantuan anak. Ucapkan terimakasih setelah anak menyelesaikan “perintah” yang
diberikan. Awali dengan kata permisi dan meminta ijin atau persetujuan untuk hal-hal
yang menjadi hak otonomi anak. Misalnya, pinjam pensil anak. Menggunakan
kata-kata tersebut menggambarkan penghargaan kepada anak-anak.
5.
Jangan permalukan anak.
Orangtua tanpa sadar kerap
mempermalukan anak di depan orang lain, termasuk teman-temannya. Misalnya,
menceritakan anaknya masih ngompol, makan masih berceceran, dan lain-lain.
Tindakan tersebut sangat melukai hati anak dan dapat menurunkan harga diri,
rasa percaya diri, dan konsep dirinya. Berbagai hal yang berpotensi membuat
malu anak, biarlah menjadi rahasia anak tersebut. Bahkan sebaiknya ibu dan bapak
berpura-pura tidak tahu, serta segera melupakan berbagai kelemahan yang
dimiliki anak.
6.Gunakan
kata-kata positif.
Ketika berkomunikasi dengan anak,
gunakan bahasa yang positif. Kata-kata bernada positif yang dibarengi pandangan
mata hangat dan penuh kasih sayang akan memberikan sinyal positif bagi anak.
Selain itu juga memberikan pengaruh yang kuat bagi pertumbuhan dan perkembangan
anak. Seperti, ”Kamu hebat.”, ”Kamu anak pintar.”, ”Kami menyayangimu.”, ”Kami
bangga padamu.” Sebaliknya, kata-kata negatif akan memperburuk perkembangan
anak. Seperti, ”Kamu anak nakal.”, ”Bodoh.”, dan lain-lain
7.Berkata-kata
lembut, tidak banyak mencela dan menegur.
Ada nasihat yang sangat berharga:
”Jangan banyak mengarahkan anak didik dengan celaan setiap saat, karena
sesungguhnya yang bersangkutan akan menjadi biasa dengan celaan. Akhirnya ia
akan bertambah berani melakukan keburukan, dan nasihat pun tidak dapat
mempengaruhi hatinya lagi”.
Pada kisah lainnya di zaman
Rasulullah, beberapa anak yang banyak melakukan kenakalan, pelanggaran moral,
pada akhirnya kembali ke jalan yang lurus. Rasulullah tidak pernah sedikitpun
mencela mereka, sebaliknya Rasulullah selalu berkata lembut dan sabar kepada
mereka.
FAKTOR WAKTU
Kunci sukses berikutnya adalah
perihal pengelolaan waktu. Kesalahan orangtua adalah tidak cukup punya waktu
untuk anaknya. Seperti tenggelam oleh pekerjaan atau pun urusan yang tak
kunjung selesai. Kesalahan lainnya adalah kadang-kadang orangtua salah dalam
penetapan waktu, kapan bermain dengan anak, kapan menasihati anak, kapan
berlaku tegas (dengan suara rendah namun menampakkan kewibawaan) dan
sebagainya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengelola waktu untuk
kepentingan anak antara lain:
- 1.Sediakan cukup waktu
setidaknya seminggu sekali, lebih bagus jika setiap hari bersama anak.
Waktu bersama anak bisa diisi bermain, mendongeng sebelum tidur, nonton TV
bersama, dan lain-lain.
- 2.Jangan menasihati apalagi
memarahi anak ketika sedang marah. Anak marah mungkin karena mainannya
hilang atau rusak, badannya sakit, permennya jatuh, dan sebagainya.
- 3.Untuk orangtua (utamanya ibu)
yang sibuk bekerja di luar rumah, usahakan menelepon setiap siang dengan
suara yang lembut dan hangat. Minta anak bercerita tentang pengalamannya
pada pagi itu di sekolah, tentang makannya, dan lain-lain. Jika anak
tengah marah, beri kesempatan menumpahkan kekesalannya melalui telepon.
MEMBANGUN DISIPLIN
Membangun disiplin pada anak tidak
sama dengan menegakkan disiplin pada orang dewasa. Harus sedikit demi sedikit
dan dimulai dari yang kecil. Pada orang dewasa dikenal dengan berbagai sangsi
pada setiap pelanggaran, tidak demikian halnya dengan anak-anak. Anak tidak
pernah melakukan pelanggaran karena anak belum mengerti yang benar dan salah.
Butuh waktu, proses serta tahapan. Untuk itu, kesabaran dan ketelatenan
orangtua sangat diperlukan dalam membangun disiplin anak. Berikut beberapa kiat
dalam membangun disiplin anak :
1. Pada usia baru lahir hingga satu tahun
Melalui pola tidur dan pola menyusui.
Upayakan anak lebih banyak tidur pada malam hari sedangkan siangnya lebih
banyak ”bermain” dengan orangtuanya. Semisal banyak diajak berbicara, atau di
sentuh-sentuh, di kudang-kudang, dan lain-lain. Pola menyusui, upayakan setiap
jam sekali. Anak yang sedang tidur pada siang hari bisa dibangunkan jika tiba
jadwalnya menyusu.
2. Pada usia 1-2 tahun
1) Pelatihan buang air kecil, misalnya
mengajak anak kencing di kamar mandi pada jam-jam tertentu, setiap bangun
tidur, pulang dari bepergian, menjelang tidur, dan lain-lain.
2) Jadwal makan, misalnya setiap jam
delapan pagi dan empat sore.
3) Memakai sandal bila bermain di luar
rumah.
4) Mendahulukan yang kanan jika memakai
baju, sandal, dan lain-lain.
5) Dan lain sebagainya.
3. Pada usia 2-3 tahun
1) Menggosok gigi setiap pagi dan malam
hari menjelang tidur
2) Mengembalikan mainan ke tempatnya
3) Mengucapkan salam setiap masuk rumah,
mengucapkan terimakasih sehabis menerima bantuan atau pemberian orang lain.
4. Pada usia 3-4 tahun
1) Membuang sampah di tempatnya
2) Menempatkan pakaian kotor, sandal,
sepatu, di tempatnya
3) Mandi pagi jam enam dan jam empat
pada sore
4) Berdoa sebelum makan dan sebelum
tidur
5. Pada usia 4-5 tahun
1) a.Menyiapkan keperluan sekolah
2) b.Memasukkan bekal ke dalam tas
3) c.Mulai diberi tanggungjawab ringan
membantu orangtua, misal, membuang sampah, menyiapkan sepatu bapak, mengambil
koran di halaman, menyiram tanaman dan lain-lain. Biarlah anak memilih tugas
yang disukainya.
6. Pada usia 5-6 tahun;
1) a.Mulai diberlakukan jadwal belajar,
jadwal bermain, dan jadwal menonton TV
2) b.Mulai disepakati acara TV apa yang
boleh ditonton dan tidak ditonton
3) c.mulai belajar sholat secara teratur
.
KASIH SAYANG
Kehangatan kasih sayang orangtua,
dalam berbagai penelitian bisa memengaruhi secara positif pertumbuhan dan
perkembangan anak. Anak yang diberi kehangatan dan kasih sayang yang tulus akan
meningkatkan status kesehatan dan kecerdasan anak. Banjiri anak-anak dengan
kalimat yang menyenangkan, sentuhan kasih-sayang, pelukan, ciuman, senyuman,
dipangku, dibelai, dan lain-lain.
Anak yang merasa lingkungannya
(utamanya orangtua) memberi kasih sayang yang tulus dan dalam jumlah yang
cukup. Hasilnya, bisa dipastikan bahwa anak akan bersikap dan berprilaku
positip. Sebaliknya, anak merasa tidak mendapatkan perhatian dan kasih-sayang
dari orangtuanya seperti yang diharapkan, maka anak berisiko akan berkembang
menjadi anak bermasalah.
Berikut
beberapa cara orangtua menyatakan kasih sayangnya kepada anak-anaknya:
1) Sering mencium, memeluk, dan
membelainya
2) Memberikan senyuman yang tulus
3) Memberi panggilan yang menyenangkan
anak, misalnya ”Hai jagoan.”, ”Hai si hebat.”, ”Hai anak pintar.”, dan
lain-lain.
4) Dengan pernyataan-pernyataan ”Aku
mencintaimu.”
5) Memanggul di pundaknya
6) Bermain bersama
7) Membacakan buku sebelum tidur
8) Menggendong sambil bersenandung
9) dan lain-lain.
RASA AMAN DAN NYAMAN
Di dalam rumah, di tempat lain saat
anak bersama keluarganya, di sekolah bersama lingkungan yang berbeda, anak
harus selalu merasa aman dan nyaman. Anak harus terhindar dari rasa takut,
khawatir, cemas, gelisah dan lain-lain. Suasana aman dan nyaman harus selalu
diciptakan oleh orang dewasa di sekitar anak. Mendidik anak dengan cara
menakut-nakuti justru akan merugikan perkembangan anak.
BERKOMUNIKASI
Berkomunikasi atau mengobrol adalah
salah satu cara untuk mengembangkan perilaku dan kemampuan dasar anak usia
dini. Lakukan kegiatan ini semenjak dalam kandungan. Mengobrol akan
meningkatkan kemampuan berkomunikasi anak sekaligus memperbanyak ragam kata
yang diketahui.
Kegiatan mengobrol bersama anak juga
meningkatkan kecerdasan berbahasa, dan intelegensinya. Daya pikir, daya cipta,
imajinasi, daya inisiasi, emosi, sosial, moral, agama, pengetahuan, fisik,
seni, dan lainnya akan meningkat sejalan dengan meningkatnya kemampuan
intelektualnya (intelegensinya). Oleh karena itu, sediakan waktu
sebanyak-banyaknya untuk mengobrol bersama anak. Kurangi acara nonton TV karena
sedikit sekali memberikan nilai tambah kepada anak. Bahkan, seringkali
merugikan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Berikut
kegiatan bermain untuk membangun komunikasi dengan anak;
1. Main telepon-teleponan.
Ibu dan bapak serta anak bisa
menggunakan hand phone (HP) sungguhan ataupun mainan menyerupai HP. Orangtua
berpura-pura sedang berbicara dengan anaknya dengan menanyakan apa kabar, dimana
sekarang, bagaimana keadaan di sekolah, tentang makanan, mainan dan lainnya.
Atau, orangtua berpura-pura berbicara dengan temannya, dengan bertanya di mana
rumahnya, sekarang kerja di mana, anaknya berapa, anaknya sekolah dimana,
anaknya suka makan sayur atau tidak, dan lain sebagainya.
2. Main tanya-jawab sambil melempar bola
Permainan ini sebaiknya dimainkan 3
orang atau lebih. Cara bermainnya:
1) Melempar bola kepada B. Selanjutnya,
A mengajukan pertanyaan ringan tentang apa saja kepada B.
2) Berikutnya B melempar bola kepada C.
Selanjutnya, B bertanya kepada C.
3) Melempar bola kepada A. C mengajukan
pertanyaan kepada A, dan seterusnya.
4) Permainan dihentikan jika salah satu
pemain minta dihentikan dan sudah tidak ingin melanjutkan permainan.
3. Main Peran
Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bermain peran:
- Ciptakan suasana yang tenang,
nyaman, hangat, dan menyenangkan.
- Gunakan bahasa yang sesuai
dengan kemampuan anak.
- Pilih topik yang menarik bagi
anak-anak.
- Jangan langsung mengkritik atau
menyalahkan yang disampaikan anak, meskipun yang disampaikan salah atau
tak pantas.
- Beri kesempatan bicara yang
seluas-luasnya kepada anak. Upayakan anak yang lebih banyak berbicara dan
orangtua hanya mendengarkan.
4.Pembicaraan di meja makan.
Saat
makan adalah kesempatan baik untuk berkomunikasi dengan anak. Upayakan dengan
posisi melingkar. Jika tidak punya meja makan, bisa dengan duduk beralas tikar.
Tidak penting bentuk meja, ruang makan, dan menu makanannya. Utamanya adalah
bisa makan bersama, mengobrol, dalam suasana damai yang diciptakan. Berikut
beberapa tip makan bersama:
- Usahakan minimal seminggu sekali
makan bersama keluarga
- Pastikan sebelum makan bersama
semua dalam keadaan gembira
- Pancing anak-anak untuk
menceritakan pengalamannya
- Berbagai hal misalnya pembagian
tugas rumah, menentukan cat rumah, dan lainnya, bisa dimusyawarahkan di
meja makan.
- Masalah yang dihadapi oleh
anggota keluarga bisa dicarikan jalan keluar dengan musyawarah di meja
makan.
- Makan bersama dalam rangka
membangun keakraban keluarga.
5. Obrolan menjelang tidur.
Ketika anak-anak berangkat tidur
sebaiknya orangtua mendampingi. Kegiatan yang bisa dilakukan antara lain
mendongeng, membacakan buku cerita, atau mengobrol, sambil memijit-mijit lembut
kaki anaknya. Berikan kesempatan kepada anak untuk menceritakan pengalamannya,
saat di rumah, bersama teman-teman di kampung, maupun di sekolah. Orangtua
hendaknya mendengarkan dengan seksama yang diceritakan anak.
Silakan bertanya bila ada yang belum
dimengerti. Jangan mengkritik atau mengadili anak dengan mengatakan salah atau
benar. Anak bebas menceritakan seluruh pengalamannya. Sifat kritis dan
menyalahkan dari orangtua hanya akan membelenggu kebebasan anak dalam
menyampaikan isi hatinya. Orangtua juga dapat menyisipkan pesan-pesan moral dan
etika melalui obrolan ini.
JAUHKAN ANAK DARI SUMBER BAHAYA
Anak yang sehat adalah selalu
bergerak dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Anak selalu ingin mencoba
apapun untuk memenuhi rasa ingin tahunya tersebut. Setiap benda yang ada
dihadapannya pasti dicoba untuk dipahaminya. Ketika masih bayi maka benda
tersebut akan dimasukkan ke mulutnya. Bayi pun memasukkan jari-jarinya ke
colokan listrik, bermain api, dan sebagainya. Itu karena anak belum mengerti
tentang bahaya dan apa yang dipegang atau dimainkannya. Tugas orangtua adalah
menjauhkan anak-anak dari bahaya:
- Singkirkan benda-benda tajam
dari jangkauan anak-anak.
- Penempatan stop kontak hendaknya
cukup tinggi sehingga tidak terjangkau oleh anak.
- Air panas di dapur hendaknya
ditutup dan dilindungi
- Sehingga tidak memungkinkan anak
menyentuhnya.
- Obat-obatan dan benda beracun
lainnya hendaknya ditaruh di tempat yang tak terjangkau anak.
- Benda-benda yang mudah roboh dan
bisa menimpa anak harus dijauhkan.
- Awasi gerak-geriknya.
BIARLAH ANAK MENJADI DIRINYA
Anak-anak terlahir dengan bekal dari
Tuhan berupa potensi yang luar biasa. Namun, satu anak dengan anak lainnya
berbeda. Untuk itu, orangtua jangan selalu memaksakan kehendaknya karena sangat
merugikan bagi anak. Orangtua yang mengarahkan (dengan paksa) anaknya sesuai
minat dan keinginan orangtua, tanpa memahami potensi dan minat anak, hanya akan
mendorong kegagalan anak dalam hidupnya.
Ingat, anak bukanlah diri kita. Ibu
dan bapak tidak bisa memprogram atau membentuk anak sesuai yang ada dalam
pikiran diri sendiri. Ibu dan bapak hanya bisa mengenalkan berbagai pilihan,
dan pada akhirnya anaklah yang menentukan sesuai minat dan bakatnya.
DOA
Hal lain yang tidak kalah penting
adalah doa orangtua. Orangtua sebaiknya mendoakan anak-anaknya dalam setiap
kesempatan. Doa orangtua akan berkaitan dengan pertolongan Tuhan. Selain juga
akan membimbing perilaku orangtua terhadap anaknya sesuai dengan doa yang
diucapkan.
PESAN UNTUK IBU DAN BAPAK
Menjadi orangtua bijaksana, yang
mampu mengasuh dengan bijaksana, sebenarnya bisa dilakukan oleh siapapun.
Asalkan mau sabar dan belajar. Orangtua yang bijaksana akan memberi pengaruh
yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Kelak setelah
dewasa, anak akan menjadi ”seseorang” sangat dipengaruhi pola asuh yang diberlakukan
oleh orangtuanya. Secara normal tidak ada orangtua yang menghendaki anaknya
sengsara dan tidak bahagia di masa dewasanya. Sayangnya, tidak jarang orangtua
yang melakukan kesalahan dan berdampak buruk. Penyebabnya, kekurangpahaman
orangtua, serta kurangnya pengetahuan.
Rumah adalah basis utama pendidikan
dan sebagai pendidik utamanya adalah orangtua. Orangtua adalah faktor utama
yang memengaruhi anak kelak. Untuk itu, rumah sebagai basis utama pendidikan
harus mendapat perhatian dibanding sekolah. Jika para pendidik di sekolah
secara berkala mendapat pelatihan untuk meningkatkan kemampuan, maka sudah
selayaknya orangtua juga mengupayakan dirinya agar meningkat kemampuannya. Jika
guru di sekolah memberlakukan peraturan jumlah minimal waktu mengajar, maka
orangtua sudah selayaknya menyediakan waktu yang cukup untuk bersama anak,
mulai dari bermain bersama anaknya dan mendampingi anaknya belajar. Jika tugas
guru di sekolah mungkin saja digantikan oleh guru lain, maka tugas orangtua
nyaris tidak mungkin digantikan, kecuali oleh keadaan yang memaksa.
DAFTAR ISTILAH
Daya
inisiasi: daya upaya atau daya juang yang harus dijalani untuk mencapai
sesuatu.
SUMBER BACAAN
1. Metode Pengembangan Perilaku dan
Kemampuan Dasar Anak Usia Dini, Winda Gunarti dkk, Universitas Terbuka, Jakarta
2008.
2. Istimewakan setiap anak, Irawati
Istadi, Pustaka Inti, Jakarta 2002.
3. Tahapan Mendidik Anak, Teladan
Rasulullah, Jamaal ’Abdur Rahman, Irsyad Baitus Salam, Bandung, 2005.
4. 10 Prinsip Spiritual parenting, Mimi
Doe & Marsha Walch, Kaifa Bandung, 2001.
5. Dream Smart for Parents, Yudistira
S.A.Soedarsono, PT Elex Media Komputindo, Jakarta 2007.
Drs.
Totok Isnanto
Direktorat
Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat
Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini
Nonformal
dan InformalKementerian Pendidikan NasionalTahun 2011
Parenting
Orang Tua dengan Anak yang Berkebutuhan Khusus
TANTANGAN BAGI ORANGTUA
Membesarkan anak adalah sebuah tantangan. Ibu dan bapak memiliki peran yang sama di dalam mengasuh anak-anak; peran yang saling melengkapi di dalam keluarga dalam membantu anak mengembangkan identitas dirinya. Hal ini berarti, ibu dan bapak perlu bekerja sama dalam memikul tanggung jawab yang seimbang agar anak-anaknya tumbuh dan berkembang optimal (baik).
Ketika
ibu dan bapak mendapat karunia untuk membesarkan anak berkebutuhan khusus,
tentunya situasi yang harus dihadapi akan menjadi sangat jauh berbeda. Ada
dukungan yang harus lebih banyak diberikan, ada diskusi yang harus lebih sering
dilakukan, ada kerja sama yang pastinya harus dijalin, berusaha sekuat tenaga
untuk bisa menjadi model (contoh) yang baik, harus dapat menunjukkan rasa cinta
yang tulus dan lebih kepada pasangan dan anak-anak.
Sebuah
puisi indah yang bisa menjadi renungan
”100
tahun dari sekarang, tidak peduli berapa banyak uang di bank yang saya miliki,
jenis rumah seperti apa yang saya tinggali, dan juga jenis mobil apa yang saya
kendarai….
Tapi
dunia akan menjadi berbeda karena saya pernah menjadi bagian yang penting di
dalam kehidupan anak” (anonymous)
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Setiap
anak lahir dengan membawa potensi (kemampuan) di dalam dirinya yang harus
dikembangkan secara optimal, potensi-potensi itu adalah:
- Bahasa dan Bicara
- Kemandirian
- Sikap dan Perilaku
- Kecerdasan
- Keterampilan Bergerak
- Sosial Emosional
Melalui
pengasuhan, perawatan, pembimbingan, dan pendidikan (4P) pada anak yang
dilakukan secara bersamaan dan berkelanjutan akan membuat potensi-potensi
tersebut berkembang. Hanya saja, 4P pada anak menjadi tidak mudah jika anak
memiliki masalah atau gangguan dalam tahap perkembangannya yang biasa disebut
anak lambat berkembang (ALB) dan anak berkebutuhan khusus (ABK).
ALB
adalah anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan, satu atau dua aspek
perkembangannya tidak sama dengan anak pada umumnya. Dengan kata lain, ALB
adalah anak yang pada waktu dilakukan pemeriksaan perkembangan mengalami
keterlambatan 1—2 aspek perkembangan dari tingkat umur.
ABK
adalah anak yang mengalami keterlambatan lebih dari dua aspek perkembangan dan
lebih dari satu tingkat umur atau anak yang mengalami penyimpangan. Gangguan
dan hambatan dalam beberapa aspek tersebut adalah:
- Fisik (tunanetra, tunarungu, tunadaksa).
- Bahasa dan komunikasi (tunarungu, anak dengan
gangguan komunikasi).
- Emosi dan perilaku (tunalaras).
- Sensorimotor (tunadaksa).
- Intelektual (tunagrahita).
- Bakat (umum dan khusus).
- Autisme.
- Gangguan belajar (learning disabilities).
Dengan
demikian, ABK membutuhkan layanan pendidikan khusus. ABK membutuhkan metode,
materi pembelajaran atau kegiatan, pelayanan dan peralatan yang khusus agar
dapat mencapai perkembangan yang optimal, karena anak-anak ini mungkin akan
belajar dengan kecepatan yang berbeda dan juga dengan cara yang berbeda.
BERI SEBUTAN YANG BERMARTABAT
Walaupun
ABK memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda dengan anak-anak secara umum,
namun mereka harus tetap mendapat perlakuan dan kesempatan yang sama. Langkah
pertama yang bisa dilakukan adalah memberikan sebutan yang bermartabat kepada
mereka.
Penyebutan
bagi ABK telah mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Penerimaan akan
penyebutan yang lebih positif menggambarkan bahwa ABK lebih banyak dilihat
persamaannya dengan anak kebanyakan dibandingkan hanya memerhatikan perbedaan
yang dimilikinya. Ketika seseorang dapat menyebutkan “anak penyandang
tunanetra”, itu memberikan pemaknaaan bahwa kata “anak” di depan memperlihatkan
pentingnya penerimaan kita akan anak itu sendiri, bukan sebagai sosok yang lain
tetapi anak secara utuh. Kata “penyandang buta” (tunanetra) menunjukkan bahwa
“buta” (tunanetra) merupakan kondisi yang dialami anak dan itu adalah persoalan
kedua yang harus menjadi perhatian kita. Dengan demikian penyebutan “anak
penyandang tunanetra” adalah untuk memperlihatkan bahwa anak itu lebih penting
daripada ketidakmampuan yang dialaminya.
Jadi,
janganlah kita menyebut anak-anak berkebutuhan khusus ini dengan sebutan anak
cacat, anak buta, anak autis, dan lain sebagainya, melainkan anak dengan
keterbatasan kemampuan fisik, anak dengan ketidakmampuan untuk melihat, anak
penyandang autisme, dan sebagainya.
MENERIMA KENYATAAN
Sebagai
seorang psikolog selama lebih kurang 20 tahun, sudah ratusan orangtua yang saya
temui dengan keluhan atau harus menghadapi anaknya yang didiagnosis sebagai
anak berkebutuhan khusus. Seorang sahabat bercerita, ketika anak yang
dilahirkannya didiagnosis mengalami sindroma down, ia pun merasa syok yang
hebat. Berbagai perasaan berkecamuk dalam dirinya; ia merasa tidak percaya akan
berita itu, sedih langsung menyergap, menolak kenyataan itu, bersalah mengapa
harus melahirkan anak dengan kondisi seperti itu, membayangkan anak itu akan
tumbuh dan berkembang berbeda dengan anak lain, hati selalu berkabung,
membutuhkan waktu yang lama untuk bisa dengan lancar mengucapkan kata sindroma
down. Perasaan-perasaan seperti itulah yang berkecamuk pada orangtua ketika
mengetahui anaknya didiagnosis mengalami suatu kelainan.
Dalam
psikologi, ada yang dinamakan “siklus kedukaan”. Ketika orang dihadapkan pada
kenyataan yang menyakitkan, secara disadari atau tidak, dia akan berusaha
menyangkal kondisi itu. Selain itu, orang juga bisa mewujudkan kedukaan
tersebut dengan cara marah, entah marah kepada dirinya sendiri atau orang
sekitar yang terdekat. Pendampingan yang bersifat netral dapat membuat orang
keluar dari masa ini.
Ketika
kedua tahapan ini dapat diatasi, yang bersangkutan dapat masuk ke dalam tahapan
perundingan. Di sini ia mulai mencari cara untuk berkompromi, mulai bisa
melihat sisi positif dari kejadian yang dialaminya, dan mencari-cari jalan
penyelesaiannya. Jadi, ada tahapan depresi (sedih, perasaan tertekan) dan ada
tahapan dimana orang mulai bisa menerima kenyataan yang harus dihadapinya,
hingga akhirnya orang tersebut masuk pada tahapan penerimaan, yaitu bisa
menerima kenyataan hidup secara objektif (yang sebenarnya).
Demikian
juga pada orangtua yang harus menghadapi kenyataan bahwa anaknya menyandang
kebutuhan khusus.
Mereka
akan melewati siklus ini, mungkin ada yang berhasil hingga bisa mencapai tahap
penerimaan tapi tidak sedikit yang terbelenggu pada tahap penolakan, kemarahan,
perundingan, atau depresi. Semua ini sangat bergantung pada kondisi fisik dan
psikologis (kejiwaan atau mental) ibu dan ayah, anak itu sendiri, serta
lingkungan sekitarnya. Dukungan positif dari lingkungan sekitar akan memberikan
dampak yang baik bagi orangtua dan anak penyandang kebutuhan khusus tersebut.
Tentunya
butuh waktu yang tidak sebentar bagi orangtua untuk bisa sampai pada tahapan
penerimaan. Ketika sudah mencapai tahapan penerimaan pun, bukan berarti akan
terus bertahan di tahap itu, karena bisa jadi malam mengalami kemunduran ke
tahap yang lebih rendah, lalu meningkat lagi, dan seterusnya.
Ada
salah satu orangtua dari anak penyandang autisme yang sudah menyadari bahwa
anaknya harus mendapatkan terapi tertentu. Dia lakukan terapi tersebut dengan
cukup tekun, bahkan dia pergi ke berbagai ahli untuk bisa “menyembuhkan”
anaknya. Dari cerita ini terlihat, sudah muncul pemahaman pada si ibu bahwa
anaknya harus mendapatkan perlakuan tertentu. Akan tetapi, bagaimana
kenyataanya? Ternyata tidak.
Hal
ini diperlihatkan dari cara si ibu memperlakukan anaknya sewaktu pergi ke
tempat terapi. Ketika anaknya turun dari mobil, si ibu akan membawa anaknya
seperti layaknya seseorang mengangkut sebuah karung barang: tangan si ibu
mencengkeram kuat tangan si anak dan menarik si anak untuk masuk ke ruang
terapi, sementara si anak berjalan dengan terseret-seret mengikuti ibunya.
Perlengkapan
minum, baju ganti, dan buku terapi hanya dimasukkan ke dalam kantong plastik
besar yang diikat dan dibawa oleh si ibu. Situasi seperti ini sangat jelas
memperlihatkan betapa sang ibu masih sulit untuk menerima sepenuh hati kondisi
anaknya. Walaupun ia tidak ragu untuk mengeluarkan uang ratusan juta rupiah
bagi pengobatan anaknya, tapi si ibu masih kesulitan untuk mengikuti proses
penyembuhan itu. Akibatnya, walaupun sudah hampir tiga tahun mengikuti terapi,
namun hasilnya belum tampak bermakna.
Ada
pula orangtua yang anaknya mengalami kelumpuhan pada kedua tangan dan kakinya,
tetapi si anak selalu disembunyikan di dalam rumah, jarang dibawa ke luar rumah
dan tidak pernah dibawa ke petugas kesehatan. Orangtua tersebut sepertinya
merasa malu, sementara si anak semakin bertambah umur semakin terlambat
perkembangannya dan orangtua pun menjadi bingung.
Kisah
lain terlihat pada anak yang mengalami keterlambatan bicara berikut ini. Si
orangtua, begitu mengetahui bahwa anaknya didiagnosis mengalami keterlambatan
bicara, langsung bahu-membahu untuk mengantarkan sang anak mengikuti terapi
bicara. Ibu dan ayah dengan sabar dan senang hati menunggu buah hatinya terapi bicara
2 kali seminggu. Terapi pun dilakukan dengan tertib dan disiplin; setiap tugas
yang diberikan oleh terapis dikerjakan dengan baik. Kesabaran, penerimaan yang
baik, serta kerja sama ibu dan ayah yang erat, terbukti memberikan hasil yang
bermakna.
Dalam
waktu 2 tahun, anak tersebut sudah bisa berbicara dengan cukup lancar dan bisa
mengikuti pendidikan prasekolahnya dengan baik.
Kedua
ilustrasi di atas diharapkan dapat memberikan gambaran bagi ibu dan ayah yang
memiliki anak berkebutuhan khusus bahwa tak mudah untuk menghadapi anak
berkebutuhan khusus. Kadang orangtua putus asa, tetapi kemauan dan usaha yang
keras dapat mengatasi kesulitan tersebut.
Memang,
tak dapat dipungkiri bahwa orangtua dari anak berkebutuhan khusus pasti
menghadapi lebih banyak kekhawatiran; bagaimana mereka membawa anaknya ke
pegawai kesehatan, pemilihan sekolah yang sesuai, berkunjung ke dokter secara
rutin, mengatasi stres dan frustrasi tingkat tinggi.
Walapun
demikian, orangtua harus tetap bisa berada dalam kondisi yang sehat, baik
secara fisik maupun psikologis.
TIP BAGI ORANGTUA YANG MEMILIKI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS.
1. Segera bawa anak ke petugas kesehatan untuk diperiksa.
Ketika
ibu dan ayah menemukan kondisi bahwa anaknya termasuk anak yang berisiko
sebagai anak berkebutuhan khusus, segera bawa anak ke petugas kesehatan
setempat (pegawai puskesmas) atau dokter untuk diperiksa dan dilakukan rujukan
sesuai kondisi anak. Namun, ibu dan
ayah tidak perlu cepat-cepat memberikan label/cap kebutuhan khusus pada
anaknya, seperti anak yang tidak bisa bicara dan tidak mau bermain dengan teman
sebaya langsung dicap autis, anak usia batita yang bergerak terus dilabelkan
hiperaktif, dan lain-lain. Penentuan gangguan yang dialami anak harus dilakukan
oleh ahlinya.
2. Orangtua harus mendidik dirinya sendiri.
Pertama-tama
tentunya ibu dan ayah harus tahu tentang pola perkembangan anak. Selanjutnya,
dengan dibantu oleh guru dan pegawai kesehatan, orangtua memantau perkembangan
anak melalui DDTK pada kartu KMS ataukartu DDTK. Dengan begitu, ibu dan ayah
akan tahu, apakah perkembangan anaknya sudah sesuai atau belum.
Jika
sudah diketahui bahwa anak didiagnosis dengan kebutuhan khusus tertentu, maka
perbanyak pengetahuan dan informasi tentang gangguan atau penyakit yang
diderita oleh anak. Dengan demikian ibu dan ayah bisa memperlakukan anak secara
lebih tepat, karena orangtua adalah orang yang paling mengetahui karakteristik
dan kondisi anak. Juga, perbanyak diskusi dengan ahlinya tentang pengetahuan
dan informasi yang didapatkan orangtua untuk kepentingan si anak secara
proporsional (seimbang).
3. Penanganan lebih lanjut oleh tim ahli.
Anak
berkebutuhan khusus membutuhkan penanganan lanjut yang disesuaikan dengan
kebutuhannya. Sebagai langkah pertama, ibu dan ayah membawa anak yang dicurigai
ada gangguan atau keterlambatan perkembangan ke pospaud untuk dinilai oleh guru
dan petugas kesehatan. Apabila dinilai ada keterlambatan perkembangan atau
gangguan perkembangan akan dirujuk ke puskesmas.
Di
puskesmas sudah ada petugas kesehatan seperti dokter, perawat, dan bidan yang
siap membantu. Apabila memang anak tersebut berisiko termasuk anak berkebutuhan
khusus, biasanya memerlukan penanganan lebih lanjut di rumah sakit Kabupaten,berupa
pemeriksaan oleh dokter ahli, psikolog, dan kemudian menjalani terapi yang
sesuai dengan kebutuhan anak.
Sedangkan
untuk pendidikannya memerlukan pendidikan khusus seperti SLB (Sekolah Luar
Biasa), disesuaikan dengan diagnosis anak. Ketika memilih terapis, coba
perhatikan, selain pengalaman dan kemampuannya yang mumpuni, juga banyak
direkomendasikan (disarankan) oleh orangtua lainnya.
Carilah
tenaga profesional yang memiliki sikap optimis (penuh harapan) akan kondisi
anak dan memiliki antusiasme (minat yang besar) dalam menolong anak kita.
Terapis yang baik adalah terapis yang mampu bekerja sama dengan orangtua dan
anak, serta tahu betul dan bisa memberikan terapi yang benar-benar sesuai dengan
kondisi anak secara individu.
Terapis
seperti ini akan memberikan peluang yang besar agar anak bisa berkembang dengan
lebih baik.
4. Hidup dengan anak berkebutuhan khusus sangat penuh tuntutan
Sehingga
ibu dan ayah harus tinggal dalam lingkungan yang menunjukkan kesediaan untuk
menolong. Harus ada pembantu atau pengasuh yang juga belajar tentang
dasar-dasar terapi dan perlakuan yang harus diberikan kepada si anak, agar ibu
dan ayah bisa secara bergantian dengan pembantu atau pengasuh melakukan terapi
dan perlakuan tertentu di rumah. Ketika pembantu atau pengasuh menggantikan
peran orangtua, maka orangtua dapat memanfaatkan waktunya untuk beristirahat
dan mengumpulkan tenaga kembali, sehingga orangtua bisa terhindar dari
kelelahan yang amat sangat. Ikutlah bergabung dengan kelompok pendukung orangtua
anak berkebutuhan khusus yang sama, terlibat di dalam kelompok itu akan
memberikan penguatan secara fisik maupun mental.
Ibu
dan ayah dapat berbagi pengalaman dan memetik pengalaman dari orangtua lain
yang sudah lebih berpengalaman. Penguatan dari kelompok yang sama akan
memberikan makna yang sangat berarti. Seperti kegiatan yang dilakukan di klinik
tempat penulis bergabung, secara regular (teratur) melakukan pertemuan untuk
orangtua dari anak dengan sindroma down. Di dalam pertemuan itu dilakukan
berbagai macam kegiatan, dari penambahan pengetahuan tentang sindroma down,
pengembangan keterampilan di dalam melatih anak dengan sindroma down untuk
latihan BAB dan BAK maupun kegiatan sehari-sehari, juga kesempatan bagi ibu dan
ayah yang baru memiliki anak dengan sindroma down untuk berbagi kisah dengan
orangtua yang telah lama memiliki anak sindroma down, serta mendapatkan
dukungan moral dan cara-cara mengatasinya.
5. Mengubah harapan tentang apa-apa yang bisa dicapai oleh anak
berkebutuhan khusus.
Jangan
pernah mencoba membanding-bandingkan dengan anak lain; setiap anak memiliki
cara dan kecepatan untuk berkembang yang berbeda dan sangat khas. Apalagi jika
anak itu adalah anak yang memiliki kebutuhan khusus. Lebih baik pusatkan
perhatian pada hal-hal yang bisa anak lakukan, cara ini akan mengurangi tingkat
stres ibu dan ayah dalam menghadapi anak. Ketika anak baru mampu mengaduk gula
di dalam segelas air teh, jangan memaksa ia untuk bisa membuat teh manis dengan
takaran yang pas secara mandiri. Jika anak berkebutuhan khusus kita memiliki
keterbatasan kemampuan intelektualnya, janganlah ibu dan ayah mempunyai harapan
tinggi pada anaknya untuk memiliki kemampuan di sekolah yang kurang lebih sama
dengan anak seusianya.
Lebih
baik ibu dan ayah mencoba mencari aspek-aspek lain dalam diri anak yang mungkin
masih bisa dikembangkan. Jika anak terlihat ada kemampuan di bidang olahraga
atau seni atau keterampilan lainnya, coba berikan wadah agar anak dapat
mengembangkan kemampuan itu. Mengutip kisah dari sahabat penulis tentang
anaknya yang berkebutuhan khusus namun memiliki kecerdasan gerak yang menonjol,
ia berikan kesempatan dan siapkan pelatih renang yang baik. Hasilnya, saat ini
anak tersebut sudah mampu melakukan empat macam gerakan renang, suatu kemampuan
yang mungkin tidak semua anak normal bisa mencapainya. Banyak anak autisme
memiliki kecerdasan gambar yang tinggi, sehingga orangtua dapat mengarahkan
dengan memasukkan anak ke sanggar lukis.
6. Bersikap proaktif (lebih aktif) atas perlakuan yang diberikan
kepada anak.
Jika
ibu dan ayah memiliki pertanyaan atas pengobatan atau perlakuan yang diberikan
kepada anaknya, maka ibu dan ayah wajib mempertanyakannya, tidak perlu ragu
karena itu merupakan hak orangtua. Ibu dan ayah adalah orang yang paling
mengenal anaknya, sehingga jikal ada perlakuan yang kurang tepat, ibu dan ayah
dapat menyampaikannya.
Menjadi
proaktif adalah cara untuk memastikan bahwa anak kita memperoleh perlakuan yang
tepat dan sesuai bagi dirinya dan kita telah berbuat segala sesuatu yang
mungkin kita lakukan bagi anak kita.
DDTK PUSKESMAS RSUD RSUP
DDTK
merupakan alat pemantauan perkembangan anak yang dapat dilakukan oleh orangtua
atau kader di rumah. Hasil pemantauan anak tersebut dapat diperkirakan apakah
ALB/ABK atau sesuai.
PUSKESMAS,
dokter, petugas kesehatan, perawat, bidan adalah orang-orang yang akan
memeriksa kembali ALB/ABK yang datang. Untuk ALB bisa ditangani di tingkat
puskesmas saja, namun jika ABK harus dirujuk ke tempat yang lebih lengkap yaitu
RSUD atau RSUP.
DAFTAR LEMBAGA PEMERHATI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
- Happy Kids Therapy, Jakarta. CP: Silvia Yuliani.
Telp. (021) 554 2722, 0812 8983 263. E-mail: silvia.yuliani@yahoo.com
- High/Scope Indonesia, Jl. TB Simatupang 8,
Cilandak, Jakarta 12430. Telp. (021) 7591 7888
- Indraprasta II – Bogor 16152. Telp. (0251) 835 4866
- Klinik Pela 9, Jl. Pela No. 9, Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan. Telp. (021) 726 2849, (021) 7091 1966, (021) 7091 1966
- Klinik Tumbuh kembang Anak FLOWRIDHA, Perum Puri
Gentan Asri No. 7, Bulusan Rt 01 Rw 19, Sardonoharjo, Nganglik, Sleman,
Jogjakarta, CP: Dwi, Amd. OT. Telp. 0881 2682 738
- PERKUMPULAN PEDULI ANAK, JL. H. Ahmad Sobana Kav.
17-19, Bogor. Telp (0251) 7191957
- PG,TK, SD Lentera Insan, Jl. Akses UI (Samping
Puskesmas Tugu), Depok. Telp. (021) 919 1558
- Prasekolah, TK, SD Cikal, Jl. TB Simatupang Kav.
18, Jakarta. Telp. (021) 7590 2570/80
- RS Azra Jl. Pajajaran 219, Bogor , Telp. (0251) 318
456
- RSIA Hermina Bekasi, Jl. Kemakmuran No. 39,
Margajaya, Bekasi. Telp. (021) 884 2121 (Hunting). Fax. (021) 8895 2275.
E-mail: bekasi@herminahospitalgroup.com
- RSUPN DR CIPTO MANGUNKUSUMO, Jl. Diponegoro No.,71,
Jakarta Pusat. Telp. (021) 391 8301-11. Fax. (021) 3134 8991
- 22 Orang Tua dengan Anak yang Berkebutuhan Khusus
- Rumah Sakit Umum Ulin Banjarmasin, Jl. Jend. A.
Yani No. 43, Banjarmasin 70233. Telp. (0511) 325 7472, (0511) 325 2180.
Fax. (0511) 252 229. Homepage: www.rsudulin.com
- SD Pantara. Jl. Senopati Raya 72, Kebayoran Baru,
Jakarta 12110. Telp. (021) 723 4581
- SD Umum Terpadu SPECTRUM Kelurahan Sawah Baru, RT
02/RW 05 (Dekat Pintu Tol BSD, Bintaro, Tangerang). Telp. (021) 7486 3152
- Sekolah Mandiga. Jl. Mulawarman No 3, Jakarta
Selatan. Telp. (021) 722 0153
- TK, SD Bani Saleh. Jl. Graha Permai 2 Blok E-5,
Margahayu, Bekasi Timur. Telp. (021) 881 7088
- TK, SD Islam Fitrah Al Fikri, Jl. Raden Saleh Raya,
Studio Alam TVRI, Sukmajaya, Depok., Telp. (021) 7782 6868
- Today’s Club Education. Villa Bogor Indah, Ruko
Blok E3/2 Lt. 2, Bogor. Telp. (0251) 656 587
- Yayasan Autisme Indonesia, Jl. Buncit Raya No 55,
Jakarta Selatan 12760. Telp.????
- Yayasan La Sipala. Komp. Baranang Siang Indah IV
Blok D No. 31, Bogor. Telp. (0251) 325 200
- Yayasan Mutiara Bunda di Gunung Putri, JL. Rambutan
VIII Blok C 19 no. 1 Bogor, Telp. (021) 867 0077
- Yayasan Mutiara Bunda. Villa Bogor Indah, Blok E3
No. 21, Bogor. Telp. (0251) 661 256
SUMBER BACAAN
1.
Family
Education department, Essential Parenting Tips, Singapore: Ministry of
Community Development and Sports. 2001
2.
http://rscm.co.id/
3.
http://www.businessballs.com/elisabeth_kubler_ross_five_stages_of_grief.htm
4.
http://www.ehow.com/how_2054838_deal-special-needs-children.html#ixzz0zOGeeElC
5.
http://www.tabloid-nakita.com/artikel.php3?edisi=05241&rubrik=teropong
6.
Ichsan
Teti., Buah hatiku memiliki Sindroma down. Jakarta: Insos Books.2010
7.
Kaltimpost.co.id.
Oscar Yura Dompas (Rabu, 27 Mei 2009)
8.
kamera-digital
forum/ 14.09.2006
9.
www.rsiahermina.com/
Dra. Rahmitha, S.Psi
Direktorat Pembinaan
Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal
Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan
Nasional
Tahun 2011
PARENTING :
Perilaku Sehat Pada
Anak Usia Dini
Masa balita adalah masa emas tumbuh-kembang anak. Peran ibu dan ayah dalam membesarkan anak menjadi bagian penting terhadap pencapaian tumbuh-kembang anak yang optimal (baik). Salah satunya dengan mengembangkan perilaku sehat sejak dini pada anak sehingga terbentuklah pola hidup sehat. Mengapa harus sejak dini? Karena, membentuk pola hidup sehat jauh lebih mudah daripada mengubah kebiasaan yang tidak sehat.
Untuk membentuk pola hidup sehat pada
anak, bukan hanya menjadi tugas orangtua semata, melainkan juga sekolah. Bila
anak luput memperoleh pendidikan tentang pola hidup sehat di sekolah dan di
rumah, maka pola hidup yang tidak sehat dapat menggagalkan pembentukan hari depan
dengan sosok tubuh yang sehat. Tentu saja, dibandingkan dengan sekolah, maka
orangtua mempunyai peran yang lebih besar dalam pembentukan pola hidup sehat
ini. Ingat, orangtua adalah pendidik yang pertama dan utama.
Ada beberapa hal yang perlu diajarkan
pada anak untuk mengembangkan perilaku sehat, yaitu menjaga kebersihan diri
maupun kebersihan lingkungan, dan menjauhi hal-hal yang berbahaya untuk
kesehatan. Nah, buku ini akan menguraikan dengan lengkap dan tuntas, apa saja
perilaku sehat yang dapat orangtua ajarkan kepada anak usia 2—4 tahun.
Pengertian Perilaku Sehat
Perilaku adalah kegiatan yang
dilakukan oleh individu (seseorang), baik yang dapat diamati (dilihat) secara
langsung maupun tidak langsung. Sedangkan sehat adalah suatu kondisi atau
keadaan yang baik, mencakup fisik, mental, dan sosial, jadi tidak hanya
terbebas dari penyakit saja. Dengan demikian, PERILAKU SEHAT adalah tindakan
seseorang atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang, baik langsung maupun
tidak langsung, untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya serta
mencegah risiko penyakit. Untuk itu, seseorang harus memperoleh zat gizi yang
sesuai dengan kebutuhannya, melakukan olahraga secara rutin, memiliki waktu
istirahat dan tidur yang cukup, melakukan perawatan gigi dan mulut, menjaga
kebersihan diri dan lingkungan, serta mencegah kecelakaan.
Manfaat Mengembangkan Perilaku Sehat Sejak Dini
Perilaku sehat yang diajarkan sejak
dini akan membentuk pola hidup sehat di kemudian hari. Anak akan terbiasa
dengan perilaku sehat yang tidak mudah hilang pada tahapan perkembangan
selanjutnya. Apabila anak telah memiliki pola hidup sehat, maka mereka akan:
1) Terbebas dari serangan berbagai macam
penyakit yang sering terjadi pada anak, seperti diare, demam, batuk/pilek,
campak. TBC, infeksi telinga, dan penyakit kulit.
2) Terlindungi dari potensi kecelakaan
yang selalu ada di lingkungan sekitar mereka, seperti terjatuh, tenggelam,
keracunan, tertusuk benda tajam atau duri.
3) Berbagai kemampuan yang dimiliki anak
akan tergali dan dapat dikembangkan dengan baik, sehingga anak dapat tumbuh dan
berkembang optimal.
Cara Anak Belajar Mengembangkan Perilaku Sehat
Kelompok anak usia 2—4 tahun memiliki
kemampuan belajar yang sangat cepat. Anak belajar dari bagaimana orang dewasa
memperlakukan mereka. Jika ibu-ayah membiasakan perilaku sehat sejak dini, maka
anak pun akan terbiasa dengan perilaku sehat tersebut. Misalnya, ibu-ayah
membiasakan anak untuk mencuci tangan sebelum makan, maka kebiasaan tersebut
akan menetap sampai tahap perkembangan selanjutnya.
Anak juga belajar dari apa yang
mereka lihat, dengar, dan dari pengalaman tentang suatu kejadian. Anak belajar
melalui pengamatan mereka terhadap suatu kegiatan yang dilakukan ibu-ayah atau
gurunya. Anak belajar dari apa yang mereka dengar dari orangtua dan orang-orang
sekitar mereka serta lingkungannya. Anak akan meniru kegiatan ibu-ayah sehingga
mereka memperoleh pengalaman tentang suatu kegiatan.
Melihat, mendengar, dan meniru suatu
kegiatan yang terjadi berulang kali akan membentuk pola tertentu pada anak
sehingga mereka mahir melakukan kegiatan tersebut. Ibu-ayah hendaknya dapat
memberikan contoh-contoh perilaku sehat pada anak sehingga mudah ditiru dan
diikuti oleh anak. Lakukan dengan cara-cara yang menarik dan menyenangkan,
seperti bermain. Ingat, dunia anak adalah dunia bermain. Melalui permainan,
anak akan merasa senang dalam meniru sehingga mau melakukan perilaku sehat
tersebut.
Menjaga Kebersihan Lingkungan
Kebersihan lingkungan adalah
kebersihan tempat tinggal, tempat kerja atau bermain, dan sarana umum.
Kebersihan tempat tinggal dapat diperoleh dengan cara mengelap pintu dan
jendela maupun perabotan rumah tangga, menyapu rumah dan mengepel lantai,
mencuci peralatan makan dan memasak, membersihkan ruangan dari debu dan
serangga, membersihkan kamar mandi dan jamban, serta membuang sampah pada
tempatnya. Kebersihan lingkungan dimulai dari membersihkan halaman dan selokan
serta jalan di depan rumah dari sampah.
Anak dapat diajarkan tentang
kebersihan lingkungan ini sejak dini. Kegiatan paling sederhana yang dapat
dilakukan anak adalah membuang sampah pada tempatnya; meletakkan sepatu pada
tempatnya; meletakkan peralatan makan yang kotor pada tempatnya; menggunakan
alas kaki jika hendak keluar rumah; menutup mulut pada saat batuk dan bersin;
menjauhi asap rokok, asap dapur, asap pembakaran sampah, asap kendaraan
bermotor; membersihkan mainan; serta buang air besar (BAB) dan buang air kecil
(BAK) di WC. Selain itu, ibu-ayah dapat melibatkan ananda dalam
kegiatan-kegiatan terkait dengan pemeliharaan kebersihan lingkungan seperti
merapikan mainan, menyapu rumah, menyapu halaman, mengepel rumah, dan
lain-lain.
Kegiatan yang dapat dilakukan untuk
menjaga kebersihan lingkungan: membuang sampah pada tempatnya, meletakkan
sepatu pada tempatnya, menutup mulut pada saat batuk dan bersin, menjauhi asap
rokok, asap dapur, asap pembakaran sampah, asap kendaraan bermotor,
menbersihkan mainannya, dan buang besar dan kecil di WC
Menjaga Kebersihan Diri
Yang dimaksud kebersihan diri adalah
kebersihan anggota tubuh dan pakaian. Adapun kegiatan untuk menjaga kebersihan
diri adalah sebagai berikut.
Mandi
Kegiatan mandi dilakukan minimal 2
kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore. Anak dimandikan dengan menggunakan
sabun dan air bersih. Berikut cara memandikan anak usia 2—4 tahun:
- Bersihkan wajah anak dengan air
bersih. Dimulai dari bagian kening, pipi, hidung, area sekitar bibir, lalu
dagu. Setelah itu, bersihkan mata dari bagian dalam mata ke arah luar
dengan usapan yang lembut. Selanjutnya yang terakhir, bersihkan daun telinga
dan bagian belakang telinga.
- Siram seluruh tubuh anak dengan
air bersih.
- Gunakan waslap yang telah
dibasahi dengan air bersih dan sabun untuk membersihkan:
a. bagian badan atas, mulai leher, dada,
perut, punggung, dan bokong;
b. tangan, mulai ketiak, lengan atas,
lengan bawah, telapak tangan, kuku, dan sela-sela jari-jari.
c. kaki, mulai selangkangan, paha,
tungkai, telapak kaki, kuku, dan sela-sela jari-jari kaki.
- Gunakan waslap baru yang telah
dibasahi air bersih dan sabun, lalu bersihkan bagian kemaluan. Pada anak
perempuan, bersihkan daerah kemaluan dari arah depan
d. Mengembangkan Perilaku Sehat Pada
Anak Usia 2-4 Tahun 15
e. ke belakang. Sedangkan pada anak
laki-laki, bersihkan alat kemaluan dengan cara menarik kulit kemaluan perlahan,
terutama bagi anak laki-laki yang belum disunat.
- Setelah disabuni dan digosok,
seluruh tubuh dibilas dan dibersihkan secara cermat sehingga sisa-sisa
sabun tidak tertinggal di tubuh anak. Berikutnya, keringkan seluruh badan
anak dengan menggunakan handuk bersih dan lembut.
- Setelah seluruh badan kering,
dapat diberikan bedak atau pelembap untuk mencegah kulit kering. Penting
diperhatikan, bagian kemaluan jangan sampai terkena bedak/pelembap karena
dapat menyebabkan iritasi pada kulit.
Keramas
Rambut dicuci dengan menggunakan
sampo khusus untuk anak secara teratur minimal 2 hari sekali. Mengajarkan
mencuci rambut pada anak bukanlah hal yang mudah. Kadang-kadang anak menolak
dengan berbagai alasan, seperti takut, matanya perih, dan sebagainya. Agar anak
tertarik, lakukan kegiatan tersebut dengan cara menyenangkan. Bila perlu, ajak
anak terlebih dahulu untuk memilih sampo yang dia sukai. Beri tahu anak untuk
memilih sampo khusus buat anak karena tidak menimbulkan rasa perih di mata.
Ajari anak cara keramas yang benar
yaitu dengan membasahi rambut, membalurinya dengan sampo, dan pijat-pijat kulit
kepala, kemudian rambut dibilas sampai bersih. Setelah itu, rambut dikeringkan
dengan menggunakan handuk yang bersih dan lembut. Sisirlah rambut dengan
menggunakan sisir yang tepat sehingga minyak alami yang terdapat pada rambut
dapat menyebar ke seluruh bagian rambut. Menyisir rambut juga dapat
membersihkan dan merangsang pertumbuhan rambut serta melancarkan peredaran darah
pada rambut dan kulit kepala. Bersihkan telinga bagian luar setiap hari dengan
menggunakan waslap pada saat mandi. Jangan lupa membersihkan bagian belakang
telinga. Hindari membersihkan lubang telinga bagian dalam karena dapat
membahayakan. Sesungguhnya kotoran telinga dapat keluar dengan sendirinya
ketika kita mengunyah makanan.
Perawatan Gigi
Gosok gigi bertujuan menghilangkan
sisa-sisa makanan yang menempel pada gigi. Sisa makanan yang tidak dibersihkan
dapat menyebabkan gigi rusak sehingga mengganggu kemampuan anak untuk menguyah
makanan. Agar anak terbiasa merawat giginya, lakukan hal-hal berikut:
1. Gosoklah gigi anak, segera setelah
gigi pertamanya tumbuh.
2. Lakukan gosok gigi secara teratur 2
kali sehari, pada pagi dan malam sebelum tidur.
3. Biasakan anak melihat ibu-ayahnya
menggosok gigi.
4. Biarkan anak memegang sendiri sikat
giginya sambil bermain meniru gerakan gosok gigi. Anak biasanya sudah mampu
memegang sikat gigi sendiri dan sudah bisa diajarkan menggosok gigi menggunakan
pasta. Beri tahu anak untuk tidak menelan odol.
5. Ajari anak gosok gigi sendiri dengan
cara berikut:
·
Ibu
(ayah) dan anak berdiri di depan cermin. Dari belakang, pegang tangan anak dan
arahkan sikat giginya ke gigi yang akan disikat.
·
Suruh
anak menirukan cara ibu (ayah) memegang sikat dan cara ibu (ayah) menggerakkan
sikat gigi untuk membersihkan gigi.
6. Berikan kesempatan pada anak untuk
mencoba menggosok giginya sendiri walaupun belum benar cara menggosoknya.
Setelah selesai gosok gigi, suruhlah anak untuk berkumur dengan air matang
beberapa kali.
7. ada anak usia 3 tahun dapat diajarkan
menggosok gigi dengan cara sederhana yaitu:
1) Gosok seluruh gigi depan bagian atas
dan bawah dengan gerakkan ke atas dan ke bawah.
2) Kemudian, seluruh gigi bagian samping
dan seluruh gigi bagian belakang.
3) Kumurlah dengan air bersih beberapa
kali.
8. Selain itu, agar gigi anak sehat,
jauhkan anak dari makanan/minuman manis dan bersoda, seperti permen, cokelat,
dan soft drink (minuman ringan mengandung soda).
Mencuci Tangan
Kuman dan virus dapat bertahan hidup
hingga 2 jam di atas permukaan kulit, meja, gagang pintu, mainan, dan
lain-lain. Kebersihan tangan yang tidak terpelihara dengan baik dapat
menyebabkan penyakit seperti diare, batuk, pilek, dan demam. Agar kebersihan
tangan tetap terjaga, anak sebaiknya diajarkan mencuci tangan setiap kali
setelah ke WC, bermain, dan berpergian, juga sebelum makan. Ajari anak
bagaimana cara mencuci tangan yang benar.
Cara mencuci tangan yang benar adalah
dengan menggunakan sabun dan dicuci pada air bersih yang mengalir. Sabun
digosokkan pada kedua telapak tangan, lalu gosok telapak tangan, punggung tangan,
sela-sela jari dan kuku hingga pergelangan tangan minimal 15—20 detik. Setelah
itu dibilas dengan air bersih yang mengalir, lalu keringkan tangan dengan
menggunakan handuk bersih atau tisu. Agar lebih menarik perhatian anak, lakukan
kegiatan cuci tangan sambil bernyanyi.
Kebersihan Kaki
Kebersihan kaki dapat dipelihara
dengan membiasakan mencuci kaki setiap kali usai bepergian, sehabis mengenakan
sepatu berlama-lama, ketika hendak naik ke tempat tidur atau saat akan
berangkat tidur. Caranya hampir mirip dengan mencuci tangan: dibasuh dengan air
mengalir, digosok secara merata sampai sela-sela jari kaki, dan gunakan sabun
sebagai alat pembersihnya.
Ganti Baju
Ajari anak mengganti baju yang sudah
dipakai saat keluar rumah. Begitu pun baju yang sudah dipakai seharian. Meski
tampaknya tidak kotor tetapi di situ banyak sekali debu, keringat, dan kotoran
yang menempel. Jika anak menolak dan bertanya, “Mana kotor?” atau mengatakan,
“Masih bersih, kok!”, ibu-ayah dapat menjawabnya dengan praktik dan pembuktian.
Perlihatkan bagian baju yang kotor atau ajak Seorang anak sedang mencuci kaki
setelah pulang sekolah anak bersama-sama mencuci bajunya dan perlihatkan air
bekas mencuci baju yang menurutnya masih bersih. Dengan begitu, anak akan paham
dan mau menerima apa yang ibu-ayah sampaikan.
Kebutuhan Gizi
Pada usia 18 bulan, biasanya anak
mulai sulit makan. Anak suka memilih dan rewel dalam hal makanan. Anak mungkin
makan sangat rakus pada suatu hari dan esok harinya tidak mau makan sama
sekali. Dalam memilih makanan, anak dipengaruhi berbagai faktor, seperti rasa,
jumlah (piring terlalu penuh), dan cara penyajian (menarik atau tidak).
Kebiasaan makan terbina pada usia 2—3 tahun. Nah,
Ibu mencuci pakaian bersama AUD dan
memperlihatkan warna air cucian yang kotor agar anak mau makan sehingga
kebutuhan gizinya dapat terpenuhi, inilah beberapa hal yang perlu menjadi
perhatian ibu dan ayah.
1) Biasakan anak (juga seluruh anggota
keluarga) setiap hari mengonsumsi makanan bergizi seimbang, terdiri atas
makanan pokok (nasi, mi, bihun), lauk (daging, ikan, ayam, tahu, tempe),
sayuran, dan buah.
2) Tidak memaksa anak untuk makan,
tetapi jadikanlah
3) Anak sedang makan nasi, lauk, sayur
dan menyuap sendiri dimeja makan dengan ditemani oleh ibu waktu makan sebagai
saat yang menyenangkan.
4) Janganlah waktu makan digunakan untuk
mengajarkan disiplin apalagi bertengkar.
5) Jangan menyuruh anak makan setelah ia
bermain aktif, karena ia tak akan bisa duduk diam selama waktu makan dan
menjadi gelisah.
6) Perhatikan cara penyajian makanan.
Jangan langsung diberikan makanan dalam porsi besar, lebih baik sedikit dulu
sehingga nanti ia minta tambah.
7) Bagi anak, yang penting bukanlah
jumlah yang dimakan, melainkan apa yang akan dia makan.
8) Anak-anak menyukai makanan yang
disajikan dalam piring atau mangkok, dengan sendok yang sama setiap kali makan.
9) Selera dan pilihan makanan anak tidak
menentu. Anak mungkin mau makan makanan yang sama selama 3 hari berturut,
setelah itu dia tidak mau memakannya lagi.
Kebutuhan Tidur dan Beraktivitas
Seiring dengan bertambahnya usia,
kebutuhan tidur seseorang semakin berkurang. Jika sewaktu bayi, sebagian besar
waktu anak dihabiskan dengan tidur, maka sekarang tidak lagi. Malah, setelah
usia 3 tahun, kebanyakan anak tidak lagi tidur siang. Adanya perubahan
kebutuhan tidur ini disebabkan anak telah “berubah” menjadi sosok yang sangat
aktif. Ini terjadi karena anak tengah mengembangkan seluruh kemampuan yang ada
di dalam dirinya, termasuk memuaskan rasa ingin tahunya yang besar.
Masalah tidur muncul terutama ketika
anak mau berangkat tidur. Biasanya karena takut akan perpisahan dengan
ibu-ayah. Kebiasaan sebelum tidur, seperti berdoa dan membaca cerita, dapat
membantu menghilangkan rasa tak aman sebelum tidur ini. Ada pula anak yang
membawa benda-benda kesayangannya, seperti mainan, selimut atau bantal khusus,
Ibu sedang menemani anak berangkat
tidur. Ibu mengajak anak untuk berdoa sebelum tidur sebagai teman tidurnya. Tak
mengapa, karena hal ini bisa membantu anak untuk bisa tidur dengan nyaman dan
aman.
Anak juga butuh beraktivitas. Seperti
sudah disinggung di atas, anak usia ini sangat aktif karena ia tengah
mengembangkan seluruh kemampuan yang ada di dalam dirinya agar ia dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik sehingga kelak menjadi anak yang berkualitas. Oleh
karena itu, berikanlah kegiatan-kegiatan yang dapat merangsang seluruh
kemampuannya itu, baik dari aspek gerak, kecerdasan, bahasa, maupun
sosial-emosionalnya. Semua kegiatan itu dapat dilakukan di rumah dan di
sekolah, tentu dengan cara-cara yang menyenangkan.
Mencegah Kecelakaan
Kecelakaan menyebabkan lebih banyak
kematian pada anak usia 1-4 tahun. Faktor utama meningkatnya kecelakaan pada
anak adalah perkembangan pergerakan yang cepat dan tidak disadarinya bahaya
dalam lingkungan. Kecelakaan yang sering terjadi pada anak adalah jatuh,
tenggelam, tertelan benda asing, luka bakar dan tertusuk duri tanaman atau
benda tajam. Agar anak terhindar dari kecelakaan, ibu-ayah harus melindungi
anak dari bahan dan benda berbahaya seperti obat-obatan, sabun, detergen,
minyak tanah, racun serangga, mercon, pisau, colokkan listrik, kabel, kompor,
setrikaan, termos air panas, dan lainnya. Hindari anak bermain dekat sumur,
kolam, sungai, dan jalan raya.
Minta anak menggunakan alas kaki pada
saat keluar rumah. Ibu-ayah atau orang dewasa lain di dalam keluarga agar
selalu mendampingi anak usia ini di mana pun ia berada, sehingga dapat mencegah
hal-hal yang tak diinginkan terjadi.
Sumber Bacaan
1. Clinical Manual of Pediatric Nursing,
Donna L. Wong, Mosby, 1996.
2. Development of Food Preferences, Birch,
L. L., Annu. Rev.Nutr., 1999.
3. Imitation and Variation: reflections
on toddlers’ strategies for learning, Marita Lindahl dan Ingrid Pramling
Samuelsson, Scandinavian Journal of Education Research, 2002.
4. Nursing Care of Infants and Children,
Donna L. Mosby, 2003.
5. Nursing Care of Infants and Children,
Hockenberry, M., J. & Wilson, D., Mosby, 2007.
6. Nutrition Essential for Nursing
Practice. Dudek, S.G., Lippincott Williams & Wilkins, 2006.
7. Play and Learning-inseparable
dimensions in preschool practice, Inggrid Pramling Samuelsson & Eva
Johansson, Early Childhood Development and Care, 2006.
Elfi
Syahreni, S.Kp., Pg.Dipl.
Direktorat
Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat
Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian
Pendidikan Nasional
Tahun
2011
Parenting
SenangnyaBisa MakanSendiri
- PENDAHULUAN
Makan merupakan kebutuhan setiap
manusia. Bahkan, saat masih berada di dalam kandungan pun, seseorang telah
membutuhkan asupan makanan. Dimulai dari memakan makanan yang diperoleh dengan
perantaraan ibu. Setelah lahir, anak pun mulai mengkonsumsi ASI sebagai makanan
utamanya hingga berusia enam bulan. Selanjutnya, anak mulai diperkenalkan
dengan berbagai variasi makanan lainnya, mulai dari yang lunak hingga yang padat.
Pada perkenalan awal, berbagai reaksi
dapat terjadi. Ada anak yang dengan mudah mencoba jenis makanan baru yang
diperkenalkan oleh ibu dan ayah, ada yang tidak. Dengan perkataan lain,
perkenalan awal ini bisa saja berlangsung dengan ¡§mulus¡¨, atau sebaliknya,
penuh dengan hambatan. Reaksi yang diberikan oleh ibu dan ayah pun bisa
berbeda, tergantung dari reaksi awal yang ditampilkan oleh anak. Jika anak
menampilkan reaksi yang sesuai dengan harapan ibu dan ayah, ibu dan ayah
cenderung akan senang.
Namun, jika anak menampilkan reaksi
yang tidak sesuai dengan harapan ibu dan ayah, apa jadinya? Bayangkan sejenak,
jika ibu sudah bersusah payah menyiapkan makanan untuk anak, namun anak menolak
untuk memakannya.Tidak semua ibu bisa menerima perilaku anak yang demikian.
Beberapa ibu mungkin akan marah dan memaksa anak untuk tetap makan. Beberapa
lainnya mungkin merasa tidak mampu mengasuh anak dengan baik.
Kejadian seperti itu tentu dapat
menjadi pengalaman yang tidak menyenangkan bagi anak. Padahal, pembentukan kebiasaan
makan yang menyenangkan haruslah dimulai sejak dini agar anak dapat tumbuh dan
berkembang secara sehat.
Dalam
buku ini, ibu dan ayah akan memperoleh informasi agar dapat lebih memahami:
„Ï
pengertian dari perilaku makan
„Ï
Hal-hal yang penting diketahui ibu dan ayah untuk mendukung perilaku makan anak
„Ï
manfaat kegiatan makan untuk anak
„Ï
tips praktis agar anak menyukai kegiatan makan
B.
SERBA-SERBI PERILAKU MAKAN
APA ITU PERILAKU MAKAN?
Perilaku makan dapat diartikan
sebagai reaksi-reaksi atau urutan tingkah laku yang berhubungan dengan makan,
termasuk di dalamnya cara pemberian makan, pola makan, dan jarak waktu
pemberian makan.
Seperti
telah dipaparkan sebelumnya, anak dapat menampilkan reaksi yang berbeda-beda
terhadap kegiatan makan. Ada yang mudah dikenalkan dengan makanan baru, ada
yang susah.
Ada yang mudah disuapi makanan, ada
yang selalu menolak. Berbagai upaya pun tak jarang dilakukan oleh ibu dan ayah
agar anak mau makan. Mulai dari duduk di kursi makan, mengajak bermain sambil
makan, bahkan ada yang sampai harus mengajak anak berjalan-jalan berkeliling
lingkungan rumah atau menanggap odong-odong hanya sekedar membuat anak mau
makan! Seberapa sering anak makan dalam sehari pun bisa beragam. Umumnya,
kegiatan makan berlangsung tiga kali dalam sehari, yang meliputi makan pagi
atau sarapan, makan siang, dan makan malam. Di sela-sela waktu makan tersebut,
tidak jarang ada pula kegiatan makan yang lain, seperti memakan penganan kecil,
seperti kue dan biskuit, serta kegiatan minum susu, terutama pada anak yang
masih berusia dini.
Waktu pemberian makan pun bisa
berbeda-beda pada tiap anak. Ada yang sarapan begitu bangun tidur, ada yang
bermain dulu sebentar baru kemudian sarapan. Ada yang makan malam pada pukul
lima sore, ada pula yang pukul tujuh. Akibatnya, jarak antara kegiatan makan
yang satu dengan kegiatan makan berikutnya pun bisa beragam antar anak yang
satu dengan anak yang lain.
C.
HAL-HAL YANG PENTING DIKETAHUI IBU DAN AYAH
UNTUK MENDUKUNG PERILAKU MAKAN ANAK
Seperti telah diceritakan sebelumnya,
orang tua, terutama ibu, bisa jadi merasa bahwa kesalahan ada pada dirinya di
saat anak menolak makanan yang telah disiapkan atau anak tidak mau diminta
makan sekalipun ibu telah melakukan berbagai usaha agar anak mau makan. Bisa
jadi ibu menilai dirinya kurang mampu mengasuh anak. Padahal, hal itu tidak
selalu benar! Bisa jadi masalahnya ada pada diri anak, misalnya anak memang
tergolong anak yang sulit untuk mencoba hal-hal baru, termasuk makanan, atau
cenderung tampil sebagai anak dengan suasana hati yang buruk, misalnya sering
rewel.
Oleh
karena itu, penting bagi ibu dan ayah untuk lebih memahami temperamen anak
serta memahami sejumlah ciri-ciri yang dimiliki oleh anak usia dini, sehingga
hal-hal tersebut bisa dimanfaatkan untuk mendukung perilaku makan anak.
- Temperamen Anak
Temperamen anak adalah ciri-ciri yang
menggambarkan bagaimana seorang anak bertingkah laku terhadap orang lain atau
situasi tertentu. Ciri-ciri tersebut cenderung menetap. Misalnya, anak yang
sulit menyesuaikan diri akan membutuhkan waktu yang lama saat dikenalkan dengan
orang-orang baru, makanan baru, atau lingkungan yang baru.
Secara umum, ada tiga jenis
temperamen. Berdasarkan jenisnya tersebut, anak dapat digolongkan sebagai anak
yang mudah, anak yang sulit dan anak yang butuh pemanasan.
Ada
beberapa hal yang membedakan anak-anak dengan ketiga bentuk temperamen
tersebut, di antaranya adalah:
Irama tubuh, yaitu dapat-tidaknya
keteraturan biologis (misalnya waktu tidur, waktu makan) dan fungsi tubuh
(misalnya keinginan untuk Buang Air Kecil/BAK dan Buang Air Besar/BAB)
diramalkan. Hal ini umumnya terlihat saat anak masih bayi.
Anak yang mudah memiliki irama tubuh
yang dapat diramalkan, misalnya, ia akan menangis karena lapar pada jam-jam
tertentu. Hal itu berbeda dari anak yang sulit, karena jam makannya tidaklah
teratur. Bisa saja pada saat tertentu anak beberapa kali minta minum di tengah
malam. Anak yang butuh pemanasan memperlihatkan irama tubuh yang lebih teratur
daripada anak yang namun tidak seteratur anak yang mudah. Dapat dikatakan irama
tubuh mereka berada di antara anak yang sulit dan anak yang mudah.
Reaksi terhadap sesuatu yang baru,
artinya bagaimana sikap awal anak terhadap sesuatu yang baru, apakah mendekat atau
menjauh. Anak yang mudah cenderung lebih mau menerima makanan baru yang
diperkenalkan kepadanya. Hal itu berbeda dari anak yang sulit, yang cenderung
menolak. Sementara, anak yang ¡¥butuh pemanasan awalnya akan menolak, namun
kemudian akan lebih mau untuk mencoba apabila terus dicoba.
Kemampuan menyesuaikan diri, yaitu
lama-tidaknya waktu yang dibutuhkan anak untuk berhadapan dengan sesuatu yang
baru, misalnya waktu yang dibutuhkan hingga anak pada akhirnya mau makan di
meja makan. Anak yang mudah tidak butuh waktu yang lama untuk membiasakan diri
makan di meja makan. Hal itu berbeda dari anak yang sulit, mereka butuh waktu
yang cukup lama. Sementara, waktu yang dibutuhkan oleh anak yang butuh
pemanasan berada di antara waktu yang dibutuhkan oleh anak yang mudah dan anak
yang sulit.
Batas usaha, yaitu seberapa gigih ibu
dan ayah harus berusaha hingga anak mau mencoba sesuatu. Orang tua dari anak
yang mudah tidak butuh usaha keras untuk mengajak anak makan. Orang tua dari
anak yang ¡¥sulit¡¦ butuh usaha yang besar, sedangkan orang tua dari anak yang
¡¥butuh pemanasan¡¦ butuh usaha yang sedang untuk membuat anak mau makan.
Suasana hati, yaitu perbandingan
antara jumlah perilaku yang menyenangkan (misalnya tersenyum dan tertawa) dan
perilaku yang tidak menyenangkan (misalnya, menangis) dari anak, termasuk
perilaku pada saat makan. Anak yang mudah¡¦ lebih banyak tersenyum dan tertawa dibandingkan
anak yang sulit dan anak yang butuh pemanasan¡¦, namun anak yang ¡¥sulit¡¦
menunjukkan perilaku tidak menyenangkan yang lebih banyak.
Dengan mengetahui temperamen anak, ibu
dan ayah diharapkan dapat menyesuaikan harapan dan tuntutannya terhadap anak.
Sebagai contoh, jika ibu dan ayah mengenali bahwa anak tergolong anak yang
¡¥sulit¡¦, ibu dan ayah akan lebih bersabar saat mengajak anak makan, lebih
memahami bahwa anak butuh waktu untuk mencoba makanan baru yang diperkenalkan,
yang mungkin tidak secepat anak-anak yang lain, dapat menerima kerewelan anak
saat diajak makan tanpa membalas dengan kemarahan, serta mencoba berbagai cara
agar anak mau makan atau menyukai makanan yang diperkenalkan.
- Ciri-ciri Perkembangan Anak
Terdapat beberapa ciri perkembangan
anak usia dini yang penting diketahui oleh ayah dan bunda, terkait dengan
kegiatan pemberian makan pada ananda, yaitu:
- Berkembangnya keinginan untuk
mandiri.
Dengan kemampuan bahasa dan kemampuan
gerak yang terus meningkat, anak selanjutnya mengembangkan keinginan untuk
dapat melakukan berbagai hal sendiri, termasuk keinginan untuk makan sendiri.
Sekitar usia 1 tahun, anak umumnya sudah menunjukkan keinginan untuk makan
sendiri. Mereka sedang mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk
memasukkan makanan ke dalam mulut tanpa tumpah.
Pemberian makanan yang dapat
digenggam oleh jari anak, seperti biskuit untuk bayi, sejak anak berusia 6
bulan akan membuat anak lebih siap untuk makan dengan menggunakan sendok untuk
jenis makanan yang lain. Ibu dan ayah tidak perlu khawatir, karena meskipun belum
mempunyai gigi, anak mempunyai gusi yang kuat dan air liur yang cukup untuk
menghancurkan biskuit. Selanjutnya, untuk anak yang sudah tumbuh gigi, dapat
diberikan potongan buah-buahan yang bisa digenggam.
Namun, keterampilan untuk bisa makan
sendiri tentunya sangat tergantung dari kesempatan yang diberikan ibu dan ayah
kepada anak untuk makan sendiri.
Di
bawah ini, ayah dan bunda dapat melihat tabel yang memaparkan perkembangan anak
terkait dengan kegiatan minum dan makan sendiri.
Kemampuan
minum sendiri (dengan cangkir)
|
|
15
bulan
|
Memegang
cangkir dengan cara digenggam.Cenderung untuk memiringkan cangkir terlalu
cepat sehingga air banyak yang tumpah, perlu pengawasan dari ibu dan ayah
|
18
bulan
|
Mengangkat
cangkir ke mulut dan minum dengan tepat. Menyerahkan cangkir yang sudah
kosong ke ibu/ayah, namun jika ibu/ayah tidak ada cenderung untuk menjatuhkan
cangkir begitu saja
|
21
bulan
|
Memegang
cangkir dengan baik: mengangkat, minum, dan meletakkan kembali
|
24
bulan
|
Memegang
gelas kecil dengan satu tangan saat minum
|
36
bulan
|
Menuang
air dari tempat minum/teko
Tabel
Perkembangan Minum dan Makan Sendiri
|
Kemampuan makan sendiri (dengan sendok)
|
|
15
bulan
18
bulan
24
bulan
36
bulan
|
Memegang
sendok dan menyendok makanan di piring
Belum
terampil menyendok makanan.
Jika
mengarahkan sendok ke mulut cenderung memutar sendok ke arah bawah sebelum
masuk ke mulut
Menyendok
makanan
Sulit
memasukkan sendok ke mulut, cenderung memutar sendok di dalam mulut
Banyak
makanan yang tumpah
Memasukkan
sendok ke dalam mulut tanpa memutar sendok
Jumlah
makanan yang tumpah tergolong sedang
Sedikit
makanan yang tumpah
|
Respons umum terhadap makanan
|
|
15
bulan
18
bulan
24
bulan
36
bulan
48
bulan
60
bulan
|
Tertarik
untuk ikut serta dalam kegiatan makan
Menyerahkan
piring kosong kepada bunda
Memperlihatkan
kebutuhan untuk makan sendiri
Cenderung
berlama-lama dan memainkan makanan, khususnya mengaduk-aduk makanan
Menolak
makanan
Sedikit
bercakap-cakap saat makan
Jarang
butuh bantuan untuk menghabiskan makan
Tertarik
makan di meja makan namun sering bangun dari kursi
Berbicara
sementara melakukan kegiatan makan
Dapat
mengatur meja makan dengan baik
Memiliki
keinginan untuk memilih menu
Seimbang
antara makan dan bicara
Jarang
bangun dari kursi
Senang
melayani diri sendiri (misalnya mengambil makanan sendiri)
Makan
dengan cepat
Banyak
bicara dan mau berbagi selama waktu makan
|
Bersikap
membangkang
Pernahkah ibu dan ayah meminta anak
untuk makan malam dan ia bilang ¡¥tidak¡¦. Kemudian, saat ibu dan ayah hendak
pergi tidur, tiba-tiba anak minta disiapkan makan malam? Sebenarnya, apa yang
dilakukan oleh anak masih terkait dengan keinginannya untuk mandiri. Dalam hal
ini, anak ingin menunjukkan bahwa dirinya dapat membuat keputusan tentang
kegiatannya sehari-hari tanpa campur tangan orang dewasa. Namun, orang tua
sering memandang perilaku anak yang demikian sebagai perilaku melawan atau
membangkang.
Sebenarnya, perilaku tersebut adalah
sesuatu yang tergolong wajar, sebagai bagian dari proses pencapaian kemandirian
anak. Namun, ibu dan ayah juga perlu mulai mengembangkan batasan dan aturan
untuk anak, termasuk membuat aturan mengenai kegiatan makan secara jelas.
Dalam membuat aturan, gunakan kalimat
yang langsung menunjukkan tingkah laku apa yang diharapkan dari anak, seperti
¡§makan di meja makan¡¨ dan bukan kalimat larangan, seperti ¡§jangan makan di
kamar¡¨. Anak yang usianya lebih kecil bisa langsung digendong ke meja makan
tanpa ibu dan ayah harus banyak berkata-kata. Anak yang usianya lebih besar
dapat diajak untuk memikirkan akibat dari tindakannya yang ingin makan di
waktu-waktu sesukanya, misalnya ¡§Besok pagi kan kakak harus sekolah.
Apa jadinya kalau kakak tidur kemalaman
karena baru makan jam sepuluh malam?¡¨. Atau ibu dan ayah juga dapat
menunjukkan perasaan keberatan atas tingkah laku anak dengan cara yang tidak
memojokkan anak, misalnya ¡§Ibu besok pagi pasti lelah dan mengantuk karena
malam-malam masih harus merapikan meja makan dan mencuci piring. Bisa-bisa
besok pagi Ibu terlambat menyiapkan sarapanmu¡¨.
Banyak energi dan mudah teralih perhatiannya
Anak, khususnya yang sudah dapat
berjalan dan berlari, mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk dapat menjelajahi
lingkungan sekitarnya. Mereka seakan tidak bisa diam dan justru merasa lelah
jika diminta untuk duduk diam. Tak heran, jika anak seakan ¡¥tidak betah¡¦
untuk duduk di kursi makan dan ingin segera beranjak.
Rentang perhatian anak pun dapat
dikatakan terbatas. Hal itu dapat membuat mereka tidak bisa bertahan lama dalam
kegiatan makan, apalagi jika anak tidak melakukan apa-apa (hanya disuapi).
Rata-rata rentang perhatian yang dimiliki oleh anak usia 2 tahun adalah 7
menit. Selanjutnya, anak usia 3 tahun memiliki rentang perhatian selama „b „b 9
menit, 12 menit untuk anak usia 4 tahun, dan 14 menit untuk anak usia 5 tahun.
Saat anak mulai gelisah, ibu dan ayah
harus mencari cara-cara yang kreatif agar anak tetap bertahan pada kegiatan
makan. Misalnya, ibu dapat berkata, Dek, coba deh lihat, Bunda buat mata dan
mulut di mangkuk bubur adek dari tahu dan wortel¡¨ atau Tolong kak, sepedanya
kehujanan, mau berteduh di dalam rumah¡¨ sambil menggerakkan sendok berisi
makanan ke arah mulut anak. Ibu juga dapat mengetuk-ngetukkan sendok ke mangkuk
sehingga menghasilkan bunyi-bunyi tertentu untuk menarik perhatian anak dan
sebagai tanda waktu makan segera tiba.
Sudah paham perintah dan senang meniru tingkah laku orang lain
Sekitar usia 6 hingga 12 bulan, anak
sudah mulai dapat meniru dan mengikuti perintah sederhana. Oleh karena itu, ibu
dan ayah dapat menjadi model bagi anak terkait dengan kegiatan makan. Ketika
menyuapi anak yang usianya lebih muda, ajaklah anak bicara, misalnya ¡§Ayo buka
mulutmu¡¨ atau ibu dan ayah juga dapat ikut membuka mulut. Untuk anak yang
usianya lebih tua, ibu dan ayah dapat mengatakan Tusuk dagingnya dengan garpu,
tahan, lalu potong dagingnya dengan sendok, seperti ini¡¨ sambil menunjukkan
caranya pada anak.
Ibu dan ayah juga dapat ikut minum
susu atau makan sayur bersama anak sehingga anak pun memiliki keinginan untuk
mencoba karena melihat ibu dan ayah menikmati makanan yang dimakan. Jika ibu
dan ayah tidak menyukai satu jenis makanan tertentu, jangan perlihatkan
ketidaksukaan tersebut di hadapan anak. Melalui kegiatan makan, anak juga
belajar mengatakan ¡§Tolong¡¨ dan ¡§Terima kasih¡¨ dari meniru perkataan ibu
dan ayah pada saat makan.
Senang bermain
Anak-anak menyukai kegiatan bermain.
Mereka senang bermain dengan benda-benda di sekitarnya ataupun bermain
pura-pura (misalnya, pura-pura makan, pura-pura memasak). Oleh karena itu,
kegiatan makan pun dapat disuguhkan dalam situasi yang menyenangkan. Salah satu
kegiatan yang dapat dilakukan adalah mengajak anak mempersiapkan makanannya sendiri.
Anak dapat diminta untuk mengaduk atau menambahkan bumbu-bumbu. Anak juga dapat
diajak berlomba untuk meminum segelas susu.
Pemilih makanan
Saat anak menginjak usia 3 tahun,
kebutuhan anak akan makan cenderung berkurang. Selera makan mereka pun juga
menurun dibandingkan masa-masa sebelumnya. Hal itu dapat dipahami mengingat
tingkat perkembangan anak pada masa ini tidak secepat pada masa bayi. Bisa juga
karena anak lebih sering mengemil atau lebih banyak minum susu. Untuk itu,
jangan paksa anak untuk makan. Perlu ibu dan ayah ketahui, anak pasti akan
meminta makan saat ia lapar.
Dalam keadaan seperti ini, ada
baiknya ibu dan ayah mencari tahu dan meluangkan waktu untuk mendengarkan
cerita anak. Cari tahu mengapa anak tidak memiliki selera ataupun tidak mau
makan. Sebaiknya, ibu dan ayah tidak langsung menyalahkan atau menasihati anak
tanpa tahu apa penyebabnya.
Coba berikan pula makanan yang lebih
bervariasi atau tanyakan pada anak makanan yang ingin ia makan. Saat anak ingin
dibuatkan makanan tertentu, minta anak untuk bertanggung jawab terhadap
pilihannya. Minta anak untuk memakan makanan yang telah dipilihnya. Buatlah
perjanjian untuk itu sebelumnya.
D.
MANFAAT KEGIATAN MAKAN UNTUK ANANDA
Ibu dan ayah, kegiatan makan tidak
semata-mata ditujukan untuk memenuhi kebutuhan anak akan gizi yang seimbang
agar kelak anak dapat tumbuh menjadi anak yang kuat dan sehat. Ada sejumlah
manfaat lain yang dapat dicapai dari kegiatan makan.
Pertama, kegiatan makan merupakan
saat-saat yang dapat mendekatkan hubungan antara ibu-ayah dan anak. Melalui
kegiatan makan, anak dapat mengembangkan rasa aman dan percaya kepada ibu dan
ayah. Rasa aman dan percaya tersebut berkembang karena anak melihat bahwa ibu
dan ayah cukup peka dan cepat tanggap terhadap kebutuhan anak akan makan dan
minum. Dalam hal ini, sifat peka terkait dengan kemampuan ibu dan ayah untuk
memberi perhatian terhadap tanda-tanda lapar dan haus yang ditampilkan oleh
anak dan memberi arti pada tanda-tanda tersebut secara tepat. Sebagai contoh,
ada anak yang menangis saat lapar atau haus, adapula yang menjadi rewel dan
marah-marah. Ibu dan ayah yang peka juga dapat memahami kondisi anak yang sudah
kenyang, bosan terhadap jenis makanan yang diberikan, atau ingin mencoba untuk
makan sendiri.
Selanjutnya, cepat tanggap
menunjukkan kemampuan ibu dan ayah untuk mengambil tindakan yang tepat sehingga
anak merasa bahwa tanda-tanda yang ditampilkannyalah yang membuat ibu dan ayah
melakukan sesuatu untuknya. Sebagai contoh, ibu yang paham bahwa anak menangis
karena lapar akan segera menyiapkan atau menyuapi anak makanan. Ibu juga tidak
akan memaksa anak yang terlihat sudah kenyang untuk terus menghabiskan
makanannya, mencoba mengganti menu makanan ketika anak terlihat sudah bosan
dengan menu harian yang diberikan, dan membiarkan anak untuk mencoba makan
sendiri.
Kedua, kegiatan makan yang dilakukan
pada tempat dan waktu-waktu tertentu dapat membentuk pola makan yang baik dan
memperkenalkan anak pada suatu rutinitas baru. Ditambah dengan pembiasaan untuk
duduk di meja makan pada saat makan, disiplin anak akan terlatih. Jika
memungkinkan, sediakan tempat khusus di mana anak seharusnya duduk. Lakukan
terus hal itu untuk membentuk kebiasaan makan anak. Jangan mengajak anak makan
sambil menonton tivi atau berjalan-jalan di sekitar rumah. Kegiatan menonton
tivi atau berjalan-jalan justru seharusnya menjadi ¡§hadiah¡¨ jika anak telah
menyelesaikan kegiatan makan atau minumnya. Ingatlah bahwa rutinitas bahkan
sudah mulai dapat dibentuk sejak anak berusia 3 bulan!
Ketiga, kegiatan makan dapat
meningkatkan wawasan pengetahuan anak. Melalui kegiatan makan, ibu dan ayah
dapat memperkenalkan berbagai warna, misalnya warna kuning untuk kentang, hijau
untuk bayam, dan oranye untuk wortel. Ada baiknya dalam pengenalan warna
tersebut, anak diperkenalkan hanya satu warna dalam satu kali penyajian makanan
sehingga anak benar-benar memusatkan perhatiannya pada warna tertentu, misalnya
sajikan anak jagung rebus dan air jeruk atau bubur sumsum yang diberi sepuhan
daun suji dan jus alpukat. Dalam kegiatan makan, anak juga dapat diperkenalkan
dengan permukaan kasar dan halus, seperti kembang kol dan agar-agar. Kondisi
hangat dan dingin juga dapat dikenalkan kepada anak saat ia meminum segelas
susu hangat atau memakan setangkai es krim. Hal lain yang dapat diperkenalkan
kepada anak adalah bermacam-macam bentuk, misalnya bentuk kotak untuk tahu dan
lingkaran untuk kuning telur.
Pengenalan rasa, seperti manis, asin,
dan asam, serta pengertian akan jumlah benda, misalnya menghitung jumlah kacang
merah yang ada dalam mangkuk sup atau menyendok lima sendok susu, juga dapat
diberikan. Dengan memperkenalkan hal-hal tersebut, ibu dan ayah dapat
memperkaya perbendaharaan kosa kata anak. Anak pun juga dapat belajar
mengelompokkan makanan, seperti yang mana saja yang termasuk sayur, buah, atau
daging.
Keempat, kegiatan makan melatih
kemandirian anak untuk makan sendiri. Memberikan kesempatan kepada anak untuk
makan sendiri terkadang terlupakan oleh ibu yang ingin anak cepat-cepat
menghabiskan makanannya, khawatir anak hanya memainkan makanan, atau hanya
makan sedikit jika dibiarkan makan sendiri. Belum lagi alasan kerepotan karena
harus membersihkan sisa-sisa makanan anak yang tumpah di atas meja dan lantai
(untuk itu, lihat kembali tabel perkembangan minum dan makan sendiri agar ibu
dan ayah dapat menerima dan memaklumi perilaku makan anak)..
Ciptakan situasi yang menyenangkan
dalam kegiatan makan, misalnya ajak anak menyiapkan dan memasak makanan
bersama. Anak bisa diminta untuk menuangkan bubuk agar-agar ke dalam panci
selagi panci belum dipanaskan, mengambilkan telur, atau mengoles sendiri
rotinya dengan mentega dan menabur gula di atasnya. Anak juga bisa diajak untuk
berbelanja di pasar dalam rangka persiapan memasak atau mengajak anak untuk
menebak nama buah dari rasanya seraya menutup mata anak dengan sehelai kain
Hindari pemberian ancaman, teriakan,
dan hukuman karena semua itu akan membuat anak memandang kegiatan makan sebagai
sesuatu yang tidak menyenangkan. Tersenyumlah saat memberi atau mengajak anak
makan.
Sajikan
makanan sebelum anak kesal atau lelah. Penting bagi anak untuk beristirahat
sejenak sebelum makan setelah melakukan kegiatan yang banyak menguras tenaga,
misalnya dengan cara membacakan buku cerita untuk anak. Hal itu akan membuat
anak bereaksi lebih positif terhadap kegiatan makan.
Untuk mencoba makanan baru,
perkenalkan makanan tersebut pada anak dalam jumlah kecil. Sebaiknya pemberian
dipasangkan dengan jenis
E.
PENUTUP
Membentuk perilaku makan yang sehat
sejak usia dini merupakan suatu hal yang penting. Tidak hanya terkait dengan
jenis makanan yang dimakan, perilaku makan meliputi pula pembiasaan dan
rutinitas yang terbentuk terkait dengan kegiatan makan. Saat anak masih berusia
dini, peran ibu dan ayah untuk membentuk perilaku makan anak sangatlah besar.
Ibu dan ayahlah yang pertama kali memperkenalkan anak pada berbagai jenis
makanan. Ibu dan ayah pula yang memberikan pengalaman makan pada anak sebagai
sesuatu yang menyenangkan atau tidak menyenangkan. Selanjutnya, pengalaman
tersebut akan berdampak terhadap hubungan antara anak dan ibu-ayah, apakah akan
terbentuk hubungan yang hangat atau tidak.
Agar anak mendapatkan manfaat yang
besar dari kegiatan makan dan agar ibu dan ayah tidak merasa gagal dalam
mengasuh anak, ibu dan ayah perlu memahami ciri-ciri perkemSenangnya bangan
anak, termasuk pula temperamen yang dimiliki oleh anak. Pemahaman terhadap hal
tersebut akan membuat ibu dan ayah lebih dapat menetapkan tuntutan dan harapan
yang sesuai dengan kondisi anak, terutama dalam hal yang terkait dengan
kegiatan makan.
Akhirnya, ibu dan ayah perlu
menciptakan berbagai cara yang dapat membuat anak menyukai kegiatan makan.
Perlu diingat bahwa tidak ada satu cara yang berlaku untuk semua anak. Oleh
karena itu, ibu dan ayah perlu pandai-pandai memikirkan cara agar anak mau
makan. Pikirkan berbagai menu makanan. Ciptakan pula cara penyajian dan
cara-cara yang menarik untuk mengajak anak terlibat dalam kegiatan makan.
Selamat menjadi ibu dan ayah yang kaya akan cara! Didukung dengan penerimaan
terhadap diri anak apa adanya, semangat, dan kesabaran, Ibu dan Ayah pasti
dapat mengatasi segala tingkah polah anak, khususnya yang terkait dengan
perilaku makan.
Sumber Bacaan :
Children, play and development oleh
FP Hughes. Allyn ¡E and Bacon, tahun 1999.
Guiding young children oleh V.
Hildebrand. Collier ¡E Macmillan Publishers, tahun 1975.
How to help children with common
problem. Oleh CE ¡E Schaefer, HL Millman. Van Nostrand Reinhold Company, tahun
1981.
http://dictionary.sensagent.com/eating+behavior/en-¡E
en/, tahun 2010.
Human development oleh DE Papalia, SW
Olds, dan ¡E RD Feldman. McGraw-Hill Companies Inc, tahun 2009.
Lifespan development oleh JS Turne,
DB Helms. ¡E Harcourt Brace College Publishers, tahun 1987.
Parenting: a life span perspective
oleh CA Martin, KK ¡E Colbert. McGraw-Hill, tahun 1997.
Play and early childhood development
oleh JE Johnson, ¡E JF Christie, dan TD Ywekey. Longman, tahun 1999.
Positive parenting from A to Z oleh
KR Josli. Fawcett ¡E Columbine, tahun 1994.
The first five years of life: a guide
to the study of the pr-¡E school child oleh A. Gesell. Methuen & Co, Ltd,
tahun 1978.
The process of parenting oleh JB
Brooks. Mayfield ¡E Publishing Company, tahun 1991.
Rini
Hildayani, M.Si
Direktorat
Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat
Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian
Pendidikan Nasional
Tahun
2011
Parenting
Sukses Mengasuh AnakUsia Dini
Ibu dan ayah, tidak terasa sekarang
ananda sudah semakin besar. Tulang dan otot kaki-tangannya, sudah semakin
panjang dan kuat. Ia sekarang bergerak lebih lincah dan bisa berlari. Kelucuan
bayi kecil memang masih terlihat di wajah dan tubuhnya, tetapi sekarang ia
bukan bayi lagi.
Selepas masa bayi, umumnya anak-anak
dimasukkan ke program pendidikan nonformal, seperti Kelompok Bermain (KB) untuk
anak umur 3—4 tahun atau Taman Kanak-kanak (TK) untuk anak umur 5—6 tahun.
Nantinya, pada umur sekitar 6 tahun, barulah ananda akan memasuki pendidikan
formal, seperti Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI).
Mengingat program pendidikan di KB
dan TK sering terlihat seperti bermain dan bernyanyi saja, sehingga banyak juga
orangtua yang memilih untuk mengasuh sendiri anak di rumah dan nanti langsung
memasukkannya ke SD. Hal ini sah-sah saja, meski sebenarnya banyak hal yang
dipelajari anak elalui kegiatan bermain dan bernyanyi ini. Anak memperoleh
rangsangan yang dapat membantu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangannya,
sehingga ia menjadi lebih siap memasuki program pendidikan di SD.
Apa pun pilihan ibu-ayah, baik untuk
anak yang diikutkan dalam program pendidikan KB dan TK atau anak yang diasuh sendiri
sampai usia masuk SD, tetap saja ibu dan ayah merupakan peran utama dalam
proses pengasuhan anak. Ibu dan ayah diharapkan dapat memberikan rangsangan
yang membantu anak mencapai perkembangan yang berkualitas. Apalagi kita tahu
masa 0—6 tahun adalah masa dimana anak memiliki kemampuan belajar yang sangat
besar. Jadi, bila hanya mengandalkan program belajar di KB dan TK yang biasanya
berlangsung paling lama 2 jam, tidaklah cukup. Kegiatan memberi rangsangan pada
anak harus berlangsung juga di rumah.
Tidak mudah memang, mengasuh anak
yang mulai besar. Terdapat beberapa tantangan tersendiri yang harus dihadapi
ibu dan ayah. Buku kecil ini dipersembahkan untuk memudahkan ibu-ayah dan orang
dewasa lain dalam menghadapi anak-anak usia 3—6 tahun. Dengan membaca buku ini,
diharapkan ibu dan ayah dapat bekerja sama dengan mentor atau guru di KB dan TK
dalam upaya mengoptimalkan perkembangan anak.
A.
MEMAHAMI ANAK USIA 3-6 TAHUN
Usia 3-6 tahun adalah masa
perkembangan yang menarik. Di usia ini anak menjadi amat menggemaskan karena
mereka sudah bisa berjalan dan bicara. Banyak sekali kemampuan baru lain yang
ditunjukkannya.
Nah,
berikut ini perkembangan yang dialami anak dalam rentang umur 3—6 tahun.
Perkembangan Fisik
Selain bertambah tinggi dan berat,
terjadi perkembangan sel-sel otak yang sangat pesat. Dengan berkembangnya sel
otak, kemampuan anak mengendalikan gerakannya pun semakin baik. Terdapat 2
jenis gerakan yang mulai dikuasai anak usia ini, yaitu gerakan motorik kasar
(gerakan yang melibatkan otot-otot besar) dan gerakan motorik halus (gerakan
yang melibatkan otot-otot kecil).
Perkembangan Kecerdasan
Perkembangan sel otak membuat anak
mulai dapat memusatkan perhatian lebih lama terhadap sesuatu; mulai bisa
mengingat sesuatu, bahkan untuk hal-hal yang detail; juga mulai bisa membedakan
hal-hal nyata dan bayangan atau mimpi.
Perkembangan Bahasa
Sampai sekitar usia usia 6 tahun,
anak dapat mengucapkan sekitar 10.000 kata. Ia juga mampu merangkai kata
menjadi sebuah kalimat sederhana. Mula-mula hanya kalimat yang terdiri atas 2
kata, seperti, “Ade mamam”, lalu menjadi lebih banyak dan kalimatnya pun
semakin lengkap, seperti, “Ade besok mau makan ayam goreng buatan nenek.”
Perkembangan bahasa berkaitan dengan
perkembangan aspek lain. Ketika anak berbicara dengan ibu-ayah, ia bukan hanya
belajar berbahasa, melainkan juga belajar tentang aturan-aturan, apa yang harus
dilakukannya atau petunjuk umum tentang cara menghadapi suatu masalah.
Perkembangan Emosi
Anak mulai mengenali
perasaan-perasaan yang lebih rumit selain rasa senang dan sedih. Ia juga mulai
lebih paham apa yang menyebabkan munculnya suatu perasaan tertentu. Meski
demikian, pemahamannya masih sangat sederhana. Hal lain yang juga mulai
terlihat adalah kemampuan memahami perasaan orang lain dan mengendalikan diri.
Kedua kemampuan itu amat dibutuhkan untuk belajar berteman dan mempertahankan
pertemanan.
Selain itu, anak-anak usia ini masih
sangat mudah terpengaruh oleh perasaan orang lain, sehingga ia sering terlihat
mudah kasihan pada orang lain. Perasaan seperti ini dibutuhkan untuk
menumbuhkan kepedulian dan ketulusan membantu.
Perkembangan Identitas Diri
Anak masih berpikir dengan cara
sederhana. Bagi mereka hanya ada “hitam dan putih” atau “baik dan buruk”.
Kebanyakan anak melihat diri mereka sebagai anak baik. Hanya anak-anak yang
sering mengalami kekerasan akan merasa dirinya anak yang tidak berguna atau
nakal.
Perkembangan konsep diri memang
banyak dipengaruhi lingkungan. Lihat saja konsep diri yang berkaitan dengan
jenis kelamin. Bagaimana lingkungan memperlakukan anak laki-laki atau
perempuan, akan berpengaruh terhadap perilaku anak. Misalnya, dengan membedakan
permainan atau baju-bajunya, maka anak laki-laki akan menyukai permainan bola,
sedangkan anak perempuan main boneka; baju anak laki-laki berwarna biru, anak
perempuan berwarna merah muda. Terkadang lingkungan juga dapat menentukan sikap
anak laki-laki atau perempuan. Contoh, anak laki-laki dibiasakan berani, tidak
boleh menangis, boleh memanjat dan boleh bermain jauh. Sedangkan anak perempuan
boleh terlihat malu-malu, atau harus rapi dan teliti.
Perkembangan Sosial
Bila semasa bayi anak lebih sering
bersama ibu dan ayah, maka dengan kemampuan berbahasa yang makin baik, ia mulai
dapat menjalin hubungan dengan orang-orang di sekitarnya, seperti adik, kakak,
anak-anak kecil lain atau orang dewasa lain. Bagaimana cara ibu dan ayah
berhubungan dengan anak, akan sangat memengaruhi caranya bergaul dengan orang
lain.
Orangtua yang peka dan memberi rasa
aman pada anak, akan membuat anak memiliki rasa percaya diri ketika berhubungan
dengan orang-orang di sekitarnya.
Sedangkan hubungan anak dengan adik
atau kakak, akan mengembangkan kemampuannya untuk peduli pada orang lain dan
keinginan membantu. Itulah sebabnya terlihat tingkat kepedulian yang berbeda
antara anak-anak tunggal dan anak-anak yang bersaudara banyak.
Hubungan dengan teman sebaya, umumnya
mulai dijalin ketika anak memasuki usia 2 tahun, terutama anak belajar
bagaimana berbagi dan menunggu giliran main. Anak di usia ini memang mulai
ingin terlibat dalam kegiatan bermain bersama teman.
B.
APA YANG DIPELAJARI ANAK DI KB ATAU TK?
Perkembangan otak diyakini oleh para
ahli terjadi sangat pesat di masa anak-anak. Bayangkan saja, 50% perkembangan
sel-sel otak terjadi ketika anak mencapai usia 4 tahun dan 80% ketika anak
berusia 8 tahun. Oleh karena itu, anak-anak usia 3—6 tahun diharapkan diikutkan
dalam program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Negara-negara yang sudah
mengembangkan program PAUD dengan serius, menganggap program pendidikan di
tahap ini tidak lagi hanya sebagai pelengkap, tetapi sama penting dengan
pendidikan di SD dan selanjutnya.
Terdapat 2 tingkatan program untuk
anak usia 3—6 tahun yang sudah dikenal masyarakat Indonesia, yaitu:
- Program untuk anak 3-4 tahun,
dikenal dengan nama Kelompok Bermain (KB).
- Program untuk anak 5-6 tahun,
dikenal dengan nama Taman Kanak-Kanak (TK) atau Raudatul Athfal (RA).
Kedua program pendidikan ini,
utamanya bertujuan untuk menyiapkan anak menghadapi cara belajar di SD. Meski
demikian, kegiatan pembelajaran dalam program ini, tampak belum seserius cara
belajar anak-anak SD.
Anak
usia dini belajar dengan caranya sendiri. Bermain merupakan cara belajar yang
sangat penting dan utama. Bermain dianggap penting karena anak akan belajar
dengan perasaan senang, aktif, tidak terpaksa dan merdeka. Nantinya guru akan
memasukkan unsur-unsur pembelajaran dalam kegiatan bermain, sehingga anak tidak
sadar telah belajar berbagai hal. Misalnya, ketika anak diajak menyanyikan lagu
yang menyebutkan semua anggota tubuh, anak juga belajar tentang anggota
tubuhnya (kepala, pundak, lutut, kaki, dan sebagainya).
Proses belajar yang dilakukan melalui
pemberian rangsang fisik maupun psikologis ini, diharapkan dapat mengoptimalkan
semua aspek perkembangan, meliputi (1) moral dan nilai agama, (2)
sosial-emosional, (3) kecerdasan, (4) bahasa, (5) fisik-motorik, dan (6) seni.
Pengembangan secara menyeluruh ini dianggap perlu, karena anak-anak dalam
program PAUD dipandang sebagai individu yang baru mengenal dunia.
Anak belum mengenal tatakrama,
sopan-santun, aturan, norma atau aturan bergaul yang membantunya untuk
berhubungan dengan orang di sekitarnya, sehingga perlu dibimbing. Anak juga
perlu dibimbing memahami berbagai fenomena alam dan mengetahui keterampilan
yang dibutuhkan untuk hidup.
C.
BEBERAPA KEMAMPUAN YANG HARUS DIAJARKAN PADA ANAK USIA 3—6 TAHUN.
Melakukan jadwal beraktivitas dan beristirahat yang sehat.
Anak seharusnya sudah tahu kapan
waktu istirahat dan kapan waktu beraktivitas. Ia tidak perlu lagi dipaksa untuk
berhenti bermain kala berada di sekolah atau diminta tidur ketika di rumah.
Memperlihatkan kebiasaan makan yang sehat.
Anak diharapkan sudah bisa makan
sendiri dengan rapi. Ia juga mau mencoba berbagai rasa atau jenis makanan baru.
Dapat buang air besar dan kecil sendiri di tempatnya.
Paling tidak ia harus sudah bisa
memberi tahu kapan akan buang air besar (BAB) atau kecil (BAK) dan mau belajar
untuk dapat BAB atau BAK sendiri, dengan cara yang sesuai jenis kelaminnya.
Selain itu, anak juga perlu belajar menyesuaikan diri dan dapat menerima
berbagai kondisi jamban atau kamar mandi.
Mampu melakukan aktivitas fisik yang dibutuhkan sesuai usianya.
Termasuk kegiatan motorik kasar
(seperti memanjat, menyeimbangkan diri, berlari, meloncat, mendorong, menarik,
menangkap), motorik halus (seperti mengancingkan baju, menarik retsleting,
menggunting, menggambar, mewarnai, membentuk tanah liat).
Ikut serta dalam kegiatan keluarga.
Anak seharusnya sudah mampu terlibat
dalam berbagai kegiatan keluarga (seperti ke acara pernikahan) dan menerima
tanggung jawab, meski sederhana (seperti membereskan mainan).
Menunda dan mengendalikan keinginan.
Bayi-bayi kecil tentu saja tidak bisa
menunda keinginannya untuk mendapatkan sesuatu. Semakin besar, anak harus dapat
mengendalikan diri. Terhadap teman, ia harus dapat berbagi dan menunggu
giliran. Sedangkan ketika berada di tempat tertentu, seperti tempat ibadah, ia
harus menyesuaikan tindakannya, seperti tidak boleh berlari atau
berteriak-teriak.
Menunjukkan perasaan dengan cara yang sehat.
Di usia ini, anak diharapkan mampu
membedakan lebih banyak jenis perasaan, bukan hanya terbatas pada senang atau
sedih. Jenis perasaan lain yang perlu dikenalnya adalah rasa takut, sayang,
bersemangat, senang, cemas atau sedih. Selain memahami perasaan sendiri, anak
juga diharapkan dapat memahami perasaan orang lain, sehingga ketika menun18 jukkan
perasaannya, sudah mempertimbangkan perasaan orang lain. Misalnya, ketika
marah, ia tidak boleh berteriak dan memukul, karena hal itu menyakiti orang
lain.
Memulai dan mempertahankan hubungan dengan orang-orang di
sekitarnya.
Anak sudah bisa bercerita atau
mendengarkan orang lain. Keterampilan ini diperlukan dalam berteman, sehingga
tidak heran bila di usia ini anak sudah dapat berteman
Menghindari bahaya.
Anak diharapkan paham hal-hal yang
membahayakan, seperti api, lalu lintas, tempat tinggi, racun, binatang, kolam
yang dalam, dan sebagainya. Ia juga perlu paham apa yang harus dilakukan untuk
menghindari bahaya sesuai usianya. Contoh, anak diajarkan cara menyeberang jalan,
menghadapi anjing, atau menolak tawaran orang asing.
Berani menunjukkan keinginannya.
Anak mampu bercakap-cakap. Ia juga
memiliki rasa ingin tahu yang besar, sehingga kebanyakan anak sudah mampu
menyampaikan pemikirannya, bertanya, dan berinisiatif melakukan sesuatu
Mulai
memahami tentang dirinya sendiri, konsep Tuhan dan benda-benda di sekitar.
Misalnya,
perbedaan jenis kelamin, cara kerja suatu alat atau paham tentang benda-benda
alam (bintang, matahari).
D.
TANTANGAN MENGASUH ANAK USIA DINI DAN CARA MENGATASINYA
Baik sekolah maupun ibu-ayah, pada
dasarnya memiliki keinginan yang sama dalam mendidik dan mengasuh anak usia
dini, yaitu menyiapkan anak untuk menghadapi kehidupan. Hanya saja, sekolah
lebih khusus menyoroti kesiapan anak menghadapi pelajaran di SD, sedang
ibu-ayah menyoroti kesiapan anak menghadapi tantangan dalam kehidupannya secara
keseluruhan. Adanya kesamaan tujuan ini seharusnya membuat kedua pihak dapat
saling bahu membahu dalam mengembangkan kemampuan anak usia dini.
Memang, tidak mudah mengasuh anak
pada usia ini. Setelah mengetahui kemampuan apa yang harus dicapai anak di usia
ini, ibu dan ayah juga perlu tahu masalah yang sering muncul pada usia ini dan
cara mengatasinya. Berikut adalah berbagai tantangan yang sering dihadapi
orangtua berkaitan dengan perkembangan anak usia 3—6 tahun dan cara
mengatasinya.
Tantangan
Anak sangat aktif, tidak bisa diam,
sehingga membutuhkan perhatian lebih. Hal ini sering melelahkan ibu dan ayah.
Saran Tindakan
- Anak menjadi sangat aktif karena
rasa ingin tahunya. Untuk membuatnya mau memusatkan perhatian lebih lama
pada suatu kegiatan, pikirkan kegiatan bermain yang menarik. Mengajak
bermain juga dapat mengajari anak akan banyak hal.
- Berikan fasilitas bermain sesuai
dengan usianya. Tidak perlu mahal, karena banyak barang yang dapat
dimanfaatkan. Cari barang yang menarik perhatian dan dapat digunakan untuk
belajar sesuatu, tetapi aman.
- Contoh, kotak karton mi instan
dipakai bermain rumah-rumahan.
- Sempatkan diri untuk
beristirahat, karena memang mengikuti aktivitas anak sering membuat kita
lelah.
Tantangan
Dalam beraktivitas (berkegiatan),
anak belum bisa memperkirakan bahaya, sehingga selalu harus dijaga.
Saran Tindakan
- Perhatikan lingkungan rumah,
cari alat-alat yang membahayakan anak, lalu jauhkan atau simpan di tempat
yang aman. Selain itu, ubah tata ruang bila memang membahayakan. Contoh,
buatlah tempat penyimpanan khusus untuk pisau, linggis, cangkul, gergaji
dan benda-benda tajam lain; tumpulkan sudut-sudut meja, terutama meja
kaca; berikan pagar pengaman di tangga
- Jelaskan pada anak tentang
bahaya dan ajarkan cara menghindarinya
- Misalnya, naik ke tempat tinggi
akan membuatnya jatuh, jadi ajarkan cara memanjat yang benar.
- Manfaatkan bantuan orang lain
untuk membantu menjaga anak, tetapi jangan lupa untuk memberi tahu apa
yang harus dan tidak boleh dilakukan, selain juga harus tetap “memeriksa”
sesekali.
Tantangan
Anak belum bisa mematuhi jadwal
kegiatan rutin dan mulai suka melawan atau menghindar bila diminta melakukan
sesuatu
Saran Tindakan
Hindari hukuman dalam mengajarkan
disiplin. Untuk itu lakukan:
- Pertama kali, tentukan perilaku
yang ibu-ayah harapkan.
- Jelaskan pada anak, mengapa hal
itu harus dilakukan. Semakin konkret penjelasannya, semakin mudah
dipahami.
- Bantu anak untuk mengikuti
jadwal atau perilaku yang telah ditetapkan.
- Berikan pujian ketika anak mampu
melakukannya, bahkan ketika perubahan yang terjadi amat sedikit.
- Sepakati hadiah di awal. Hadiah
tidak perlu mahal. Contoh, bila dalam 1 minggu minimal ia menyikat gigi
sebelum tidur sebanyak 5 kali, akan diberi 1 buah ikat rambut. Anak-anak
selalu senang melakukan sesuatu untuk hadiah
Tantangan
Anak sering bertengkar dengan
temannya.
Saran Tindakan
- Di usia ini anak memang sedang
belajar membina hubungan sosial, terutama dengan teman. Agar dapat berteman,
paling tidak ia harus belajar berbagi dan menunggu giliran. Jadi, biasakan
anak untuk melakukannya di rumah, baik dengan ayah, ibu maupun anggota
keluarga lain.
- Jelaskan pada anak, apa yang
diharapkan untuk dilakukannya dalam situasi itu, misalnya meminta pada
teman, bukan merebut.
- Beri kesempatan pada anak untuk
menceritakan situasi sebenarnya. Dalam menceritakan, terdapat hal penting
yang sangat berarti bagi anak, yaitu kesempatan menunjukkan emosinya.
Tunjukkan bahwa ibu-ayah memahami emosinya, misalnya dengan mengatakan,
“Anak Ibu sepertinya sedih sekali mainannya direbut ya?”
- Jelaskan kemungkinan-kemungkinan
mengapa hal itu dapat terjadi, seperti, “Mungkin Dodi marah karena kamu
memukul tangannya, Nak.”
- Ajarkan cara mengatasinya.
Bahkan ajarkan kata-kata yang harus diucapkan untuk mengatasi situasi
pertengkaran itu.
- Bila memungkinkan, fasilitasi
anak untuk memperbaiki hubungannya dengan temannya, dengan mengutamakan
keadilan. Cara ibu-ayah mengatasi masalah akan ditirunya dan hal itu
membuat anak belajar menghadapi masalah dalam hubungan pertemanan
- Selalu berikan pujian pada anak
ketika ia melakukan suatu tindakan yang sudah sesuai.
Tantangan
Anak masih suka mengamuk dan
berlebihan ketika mengekspresikan (mengungkapkan) perasaannya
Saran Tindakan
- Anak-anak menjadi berlebihan
dalam mengekspresikan emosi (berteriak, menangis keras, mengamuk,
berguling-guling di lantai) karena ketika ia mencoba menarik perhatian
ibu-ayah, tidak segera mendapatkannya. Oleh karena itu, tunjukkan
perhatian ibu-ayah sejak awal, misalnya dengan menoleh padanya atau
mendekat ketika ia memanggil atau mengajak bicara.
- Bila sudah mengamuk, jauhkan
anak dari benda-benda berbahaya.
- Peluk anak atau tunjukkan bahwa
ibu-ayah peduli padanya. Emosi anak biasanya akan mereda. Tindakan
ibu-ayah menunjukkan kepekaan dan pemahaman atas perasaannya. Ini akan
mengajari anak untuk peka pula pada perasaan orang-orang di sekitarnya.
- Bila anak mulai memukul, tangkap
tangannya dan tatap matanya sambil mengatakan “STOP”. Pilih kata yang
singkat
- Ajak bicara, pahami masalahnya,
lalu ajarkan dan bantu anak menyelesaikan masalahnya. Tidak berarti
aibu-ayah harus selalu mengikuti kemauannya, lo. Misalnya, ia ingin es
krim, padahal tidak boleh karena sedang pilek. Alihkan dia pada makanan
yang memungkinkan.
- Dalam suasana yang sudah
menyenangkan, ajarkan cara meminta perhatian ibu-ayah tanpa perlu
berteriak atau marah.
Tantangan
Mengingat anak mulai bersekolah,
ibu-ayah sering cemas tentang biaya pendidikan untuk anak.
Saran Tindakan
- Persiapkan anggaran sedini
mungkin, bahkan sejak ananda masih bayi, agar upaya menabung tidak dirasa
memberatkan.
- Pisahkan tabungan untuk
pendidikan agar memudahkan ibu-ayah mengatur anggaran keuangan keluarga.
- Realistis dalam merencanakan
anggaran. Hitung dulu seberapa besar penghasilan ibu-ayah, baru kemudian
tentukan rencana yang paling mungkin dicapai.
- Tentukan prioritas. Jika
kebutuhan hidup sangat banyak dan sulit untuk menyisihkan dana pendidikan
ananda, maka kurangi beberapa pos pengeluaran yang tidak terlalu penting,
seperti belanja pakaian dan jajan yang tak perlu.
- Pilih cara menyimpan dana
pendidikan. Umumnya dana pendidikan diatur dengan menabung atau membeli
asuransi. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Pelajari keduanya dan pilih yang paling sesuai untuk ibu-ayah,
Tantangan
Anak sering meniru perilaku ibu dan
ayah. Misalnya, ketika ia menegur kakak untuk tidak ribut, sangat mirip dengan
ayah, lengkap dengan tangan yang menunjuk-nunjuk.
Saran Tindakan
- Anak-anak pada usia ini memang
sedang senang meniru. Ketika meniru, sebenarnya ia sedang mengembangkan
kemampuan sosialnya. Dalam perkembangan sosialnya, ibu dan ayah memang
memiliki pengaruh yang besar. Peran yang dijalani ibu dan ayah dalam
membantu perkembangan sosial anak adalah sebagai :
1) Lawan bicara. Mengajak anak bicara,
berarti mengajari dan mendorongnya untuk berinteraksi dan menjalin hubungan.
2) Pelatih. Ibu-ayah memang merupakan
pelatih dan contoh bagi anak tentang bagaimana cara menjalin hubungan dengan
orang di sekitarnya.
3) Sebagai orang yang mencarikan
kesempatan dan aktivitas bagi anak agar kemampuan bersosialisasinya berkembang.
Terkadang anak-anak tidak berani bicara dengan orang lain. Ketika ia diminta
untuk bersalaman, mengucapkan terima kasih atau menyebut nama, ibu dan ayah telah
memberinya kesempatanan untuk menjalin hubungan dengan orang lain.
Sumber Bacaan
The Process of Parenting oleh J.
Brook. Penerbit: Mc. • Graw-Hill, tahun 2008
Marriage and Family Development oleh
E. Duvall. • Penerbit: J.B. Lippincott Company. tahun 1977
Child Development oleh Laura E. Berk.
Penerbit: • Pearson Education Inc., tahun 2003
The Big Book of How to Say It oleh
Dr. Paul Coleman & • Richard Heyman, Ed. D. Penerbit: Prentice Hall Press,
tahun 2001
28 Sukses Mengasuh Anak 3-6 Tahun
Amy
Kadarharutami, M.Psi
Direktorat
Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat
Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian
Pendidikan Nasional
Tahun
2011