PARENTING 

(BERCERITA PADA ANAK)


BERCERITA ITU APA SIH?

Bercerita adalah sebuah kegiatan menyampaikan sebuah kisah atau cerita kepada anak-anak. Kisah/cerita disampaikan melalui kata-kata, bisa diselingi lagu atau humor lucu. Bercerita adalah sebuah kegiatan seru! Sebab, semua anak di seluruh dunia menyukai kegiatan ini. Anak-anak lebih suka jika cerita disampaikan oleh ibu, ayah, paman, bibi bahkan nenek dan kakek mereka. Anak-anak juga merasa senang di dalam kelasnya, jika para guru / pamong juga bercerita setiap hari. Pembawa cerita bisa satu orang atau dua orang. Seru juga kalau mendengar ibu dan ayah bercerita berdua, seperti penyanyi sedang berduet. Cerita bisa disampaikan kapan saja, yang penting pada saat anak-anak sudah siap mendengarkan cerita. Boleh siang, sore maupun malam hari sebelum tidur. Tidak ada peraturan kapan kegiatan bercerita harus dilaksanakan. Semakin sering ibu dan ayah bercerita semakin baik bagi pertumbuhan anak-anak.
Kegiatan bercerita dalam keluarga atau kelas, persis seperti kegiatan berbincang – bincang atau “ngobrol” biasa. Tapi, dalam bercerita ada beberapa tokoh yang dibicarakan. Tokoh tersebut mengalami sebuah pengalaman atau kejadian yang menarik untuk didengar oleh anak-anak. Pengalaman yang dialami oleh sang tokoh harus sesuai dengan usia anak. Kalau pengalamannya terlalu seram sebaiknya jangan diceritakan kepada anak-anak usia balita (bawah lima tahun). Nanti anak-anak malah ketakutan atau menangis.
Pengalaman si tokoh utama diceritakan dengan kata-kata dan kalimat-kalimat yang menarik di telinga anak-anak. Bahasanya jangan terlalu susah. Kalau anda bercerita seperti orang berpidato, anak-anak pasti bosan.
Jika ada anggota keluarga yang bisa memainkan suara seperti dalang, anak-anak pasti lebih suka. Tapi, kalau tidak bisa, tidak usah kecil hati! Hal terpenting dalam kegiatan ini, semua keluarga harus menikmatinya. Suasana bisa jadi tegang, sedih atau penuh dengan canda tawa.
Kegiatan ini pasti akan menjadi kenangan yang paling indah bagi anak-anak.
APA SIH GUNANYA BERCERITA?
Pasti ibu dan ayah bertanya, apa gunanya bercerita? Coba perhatikan! Jika ibu dan ayah bercerita, pasti ia akan duduk tenang dan konsentrasi penuh pada cerita yang disampaikan. Nah, duduk tenang, konsentrasi dan mendengarkan secara cermat adalah sebuah ketrampilan bagi para batita (bawah tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun). Mendengar itu sama pentingnya dengan berbicara. Kelak ketika si kecil sudah besar, ia akan mampu mendengarkan guru di kelas dengan baik dan benar.
Selain itu, anak tanpa sadar, mempelajari kata-kata baru dari cerita cerita yang disampaikan. Mulai dari kata-kata yang mudah hingga yang sulit. Kalau sudah punya banyak simpanan kata-kata, otomatis si kecil menjadi lebih pandai berbicara ketimbang anak yang tidak pernah mendengar cerita dari keluarganya. Ibu dan ayah pasti akan bangga sekali mendengar “ocehan” si kecil dengan kata kata barunya.
Mendengarkan cerita juga memberikan rangsangan kepada anak untuk memperoleh cerita baru setiap hari. Si kecil akan semangat belajar membaca, karena anak menyadari akan mendapatkan banyak cerita baru jika ia sudah bisa membaca. Pada saat anak belajar membaca, ibu dan ayah harus lebih giat lagi bercerita, supaya anak lebih semangat lagi belajar membaca. Begitu anak sudah bisa membaca huruf dan merangkai kata, maka ia akan rajin membaca cerita dengan sendirinya. Kalau anak sudah rajin membaca, maka tidak akan sulit bagi dirinya untuk membaca buku pelajaran di sekolah jika sudah besar. Karena otaknya sudah terbiasa meramu kata dan kalimat yang mengandung sebuah arti atau makna.
Mendengar, berbicara dan membaca adalah tiga ketrampilan penting untuk batita dan balita. Dengan demikian anak sudah memiliki modal dasar yang baik untuk menghadapi jenjang sekolah yang lebih tinggi.
Penelitian menunjukkan anak yang sering mendengar cerita pada masa balita akan sukses menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Karena, anak menjadi terbiasa mendengar kalimat-kalimat panjang dan mencernanya menjadi sebuah arti.
SIAPAKAH ANAK IBU - AYAH?
Sebelum mulai bercerita, ibu dan ayah harus mengenal dulu, siapakah anakku? Hal ini penting sekali, supaya cerita yang akan disampaikan cocok dengan umur, jenis kelamin dan sifat si kecil. Kalau memaksakan bercerita sebuah cerita yang hanya disukai ibu dan ayah, maka si kecil tidak akan pernah suka mendengar cerita orangtuanya. Akibatnya, anak tidak akan pernah tertarik dengan kegiatan ini. Ibu dan ayah malah akan kehilangan kesempatan untuk mengajarkan ketrampilan mendengar, berbicara dan membaca. Pasti ibu dan ayah tidak mau itu terjadi bukan?
Anak batita (bawah tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun) biasanya suka dengan cerita yang berhubungan dengan dunia binatang. Jika nanti sudah berusia 6 tahun ke atas, maka mereka akan mulai suka cerita yang berhubungan dengan manusia.
Anak laki-laki biasanya suka dengan cerita yang energik. Pilih binatang yang gagah sebagai tokoh utamanya. Boleh juga memilih tokoh utamanya adalah mobil, traktor atau bis. Karena, anak laki laki suka dengan mainan tersebut. Kalau anak perempuan, biasanya lebih suka cerita yang sedikit lembut. Pilih binatang yang sifatnya lembut, berbulu, berwarna atau binatang yang pandai bernyanyi.
Kalau anak ibu dan ayah adalah batita maka cerita harus pendek dan mudah dicerna. Anak batita dan balita senang dengan kata -kata yang diulang-ulang. Mereka juga senang mendengar bunyi-bunyian yang lucu di dengar telinga. Seperti “Hip! Hip! Hop! Hop!” atau “Bbbrrmmm… bbbrrrmmm…” atau “Ciut…ciut…cit..cit…”.
Untuk batita dan balita, sebaiknya kalimatnya jangan terlalu panjang. Kalimat panjang sangat membingungkan bagi si kecil. Hal ini karena pengetahuan kata kata mereka yang belum banyak. Selain itu, batita dan balita masih sulit menghapal kata dan kalimat, apalagi mencernanya.
Batita dan balita juga senang dengan mendengarkan cerita yang penuh keajaiban. Misalnya, mobil bisa terbang, atau beruang punya bulu berwarna merah jambu. Ibu dan ayah boleh memasukan hal-hal yang penuh khayalan, karena mereka masih suka berkhayal.
Menghitung dan mengenal warna juga sangat disukai oleh batita dan balita.
BAGAIMANA MEMILIH CERITA UNTUK SI KECIL?
Ibu dan ayah harus pandai memilih cerita untuk si kecil. Apa lagi bagi batita (bawah tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun), karena masih belum sepandai anak anak usia di atas balita. Kalau ibu dan ayah memilih cerita yang terlalu sulit, anak akan jenuh. Nanti ibu dan ayah akan mengira anak tidak suka mendengarkan cerita. Padahal mereka suka mendengarkan cerita, namun yang sesuai dengan usianya.
Anak batita dan balita belum mampu mendengarkan cerita yang terlalu panjang dan dengan jalan cerita yang rumit. Pilih cerita sederhana. Coba ibu dan ayah membaca keras buku tersebut. Coba cermati, berapa lama ibu dan ayah membaca. Kalau lebih dari 5 menit, sebaiknya buku itu tidak di beli. Simpan saja buku cerita tersebut dan ceritakan kepada anak jika mereka sudah berusia di atas 5 tahun.
Anak batita hanya bisa mendengarkan cerita di bawah 3 menit. Sedangkan, balita mampu mendengarkan cerita di bawah 5 menit. Lebih panjang dari waktu tersebut, maka anak sudah sulit untuk konsentrasi. Anak akan mulai mengambil mainan, menangis atau lebih suka menonton televisi. Tapi, kalau anak meminta cerita dilanjutkan, silahkan lanjutkan. Berarti, kepandaian anak mendengarkan sudah lebih baik.
Pilih cerita dengan tokoh maksimum 2 – 3 tokoh saja. Lebih banyak dari jumlah tersebut, maka si kecil akan merasa bingung karena mereka belum dapat mengingat dengan baik. Batita dan balita jika sudah bingung biasanya mengalihkan perhatiannya pada hal lain yang lebih menyenangkan.
Semakin sering anak mendengarkan cerita, mereka akan lebih pandai mendengar dan lebih cepat menghapal tokoh. Oleh sebab itu, jangan heran jika anak bertahan lebih dari 5 menit mendengarkan cerita dan mampu mengingat lebih dari 3 tokoh dalam cerita. Berarti ibu dan ayah sudah sukses bercerita dengan baik bagi si kecil.
BAGAIMANA MEMULAI BERCERITA?
Jangan paksakan si kecil untuk mendengarkan cerita jika ia sedang asyik bermain. Ibu dan ayah tidak boleh memaksa, namun boleh untuk membujuk.
Tunggu sampai si kecil mencari kegiatan yang baru, maka ibu dan ayah dapat menawarkan kepadanya untuk bercerita.
Batita (bawah tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun) senang mendengarkan cerita sambil di pangku dan di dekap dalam pelukan. Lakukanlah hal ini, karena anak biasanya masih bingung dan takut dengan setiap kegiatan baru. Mendengarkan cerita sambil menikmati sentuhan kasih ibu atau ayah, adalah sebuah kombinasi yang sangat sempurna. Selain itu, dengan dipangku anak akan lebih tenang dan mudah berkonsentrasi.
Untuk beberapa batita dan balita harus dibantu untuk mulai berkonsentrasi. Caranya? Mulailah bernyanyi lagu-lagu favoritnya. Umumnya anak akan ikut bernyanyi. Nah, kalau anak sudah santai dan ikut bernyanyi, mulailah bercerita. Lembutkan suara ibu dan ayah, supaya si kecil terpikat
mendengar cerita. Tunjukkan gambar yang menarik jika ibu dan ayah punya buku bergambar, atau tunjukan sebuah boneka untuk membantu si kecil agar dapat membayangkan ceritanya.
Kalau si kecil sudah mulai “rewel” atau tidak tertarik dengan cerita ibu dan ayah boleh bernyanyi kembali, supaya si kecil tidak jenuh. Selama bernyanyi ibu dan ayah boleh bertepuk tangan atau melakukan gerakan-gerakan yang menarik minat si kecil. Setelah itu baru melanjutkan cerita.
Bagi anak yang belum pernah mendengarkan cerita, kadang memang sulit untuk tenang mendengarkan cerita. Ibu dan ayah harus sabar dan tidak boleh putus asa melewati proses ini. Begitu si kecil menemukan kenikmatan mendengarkan cerita, ibu dan ayah akan bercerita tanpa gangguan yang berarti.
Sebaiknya, matikan televisi, DVD atau VCD jika sedang bercerita supaya si kecil bisa konsentrasi pada ceritanya. Sebab, tayangan di televisi, DVD, atau VCD tetap menarik bagi batita dan balita. Tayangan tersebut memiliki suara, musik, warna dan gerakan -gerakan yang sangat menarik minat batita dan balita.

PESAN DALAM CERITA
Dalam setiap cerita pasti ada pesan yang ingin disampaikan untuk anak. Pesan cerita bagi anak usia batita (bawah tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun) harus ringan dan mudah diingat mereka. Pesan yang berat seperti, “Harus jadi anak yang saleh” atau “Harus hormat pada ayah ibu” atau “Harus rajin belajar” adalah pesan-pesan yang sulit dimengerti oleh balita apalagi batita. Konsep mengenai hal tersebut belum mereka pahami.
Sebaiknya, pesan cerita untuk batita dan balita harus sesuai dengan kegiatan mereka sehari-hari. Kaitkan kegiatan mereka sehari-hari dalam cerita anda. Batita dan balita memiliki rutinitas kehidupan yang masih sederhana. Oleh sebab itu, pesan untuk mereka juga sebaiknya sesuai dengan kegiatan mereka sehari hari, misalnya “Kalau mandi harus bersih dan pakai sabun!” atau “Waah…kalau makan wortel badan akan sehat dan kuat!” atau sesederhana “Kamu anak yang paling ibu sayang”.
Kadang ibu dan ayah tidak menemukan pesan apapun dalam cerita untuk batita dan balita. Hal tersebut jangan membuat bingung. Karena tidak setiap cerita memiliki pesan khusus. Namun, dalam cerita tersebut sebaiknya ada kegiatan menghitung, mengenalkan warna, melakukan gerakan-gerakan untuk tubuh atau bernyanyi. Bagi anak batita dan balita hal ini juga termasuk pesan yang harus mereka ingat.
Jangan paksakan memasukan pesan yang berat, apalagi lebih satu pesan. Jika ibu dan ayah terlalu sering memasukkan pesan dalam cerita, batita dan balita Anda akan melihat kegiatan bercerita sebagai ajang memberi nasihat semata. Padahal bercerita harus meninggalkan kesan yang menyenangkan bagi si kecil.
Ada beberapa orangtua yang suka “menyindir” si kecil melalui cerita ceritanya. Jangan lakukan hal ini! Karena, walau masih usia batita dan balita, mereka sudah menyadari kalau disindir karena perilakunya yang kurang berkenan. Menyindir perilaku melalui cerita akan membunuh selera mereka mendengarkan cerita.
KALAU KEHABISAN BUKU CERITA?
Ada kalanya ibu dan ayah kehabisan buku bacaan untuk dicerita kepada si kecil. Atau, ibu dan ayah lupa membeli buku baru buat si kecil, sementara itu si kecil menagih untuk diceritakan cerita baru setiap hari. Sementara si kecil juga bisa bosan dengan cerita dari buku cerita. Apa yang harus ibu dan ayah lakukan? Ibu dan ayah membuat cerita sendiri! Pasti bisa.
Jika ibu dan ayah perhatikan dalam setiap kisah atau cerita bisa di ringkas menjadi 4 kalimat saja. Bahkan novel yang tebal sekalipun, dapat di ceritakan kembali hanya dalam 4 kalimat saja. Ini adalah rumus ajaib untuk bercerita.
1.     Membuat pembuka cerita. Dalam setiap cerita selalu ada pembuka cerita. Biasanya ditandai dengan kalimat, “Pada suatu hari….” atau “Pada jaman dahulu kala…” atau “Pada suatu pagi yang indah…” Jika menemui kalimat semacam ini, berarti sedang membaca “pembuka cerita”. Ibu dan ayah tentu bisa membuat pembuka cerita. Dalam pembuka cerita, ceritakan dimana cerita itu terjadi. Bagaimana suasana dan kondisi tempat tersebut. Cukup menggunakan satu sampai dua kalimat sebagai pembuka cerita.
2.     Membuat permasalahan cerita. Setelah memperkenalkan tokoh dalam cerita, mulailah membuat permasalahan cerita. Apa masalah yang terjadi? Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Apa penyebabnya? Bagaimana tokoh dalam cerita bereaksi?
3.     Membuat penyelesaian masalah. Tokoh dalam cerita harus dapat menyelesaikan masalah. Penyelesaian masalah sebaiknya dilakukan dengan cara yang cerdik. Dalam bagian ini, ajak si kecil untuk ikut pula mencari jalan untuk menyelesaikan permasalahan. Masukan dari si kecil dapat pula dijadikan jalan keluar dari permasalahan cerita.
4.     Membuat penutupan cerita. Langkah terakhir adalah membuat penutupan cerita. Umumnya, penutupan cerita disampaikan dengan suara riang, gembira dan berbahagia.
Jangan buat cerita menjadi terlalu panjang dan rumit. Tetap hitung waktu untuk bercerita. Sebaiknya tidak lebih dari lima menit.
Jika ibu dan ayah tidak ada ide yang lain, bisa menggunakan cerita yang sama namun diganti tokoh-tokohnya dengan nama dan jenis binatang yang berbeda.
Ibu dan ayah juga dapat membuat sebuah cerita berdasarkan kisah kehidupan sehari hari yang diganti menjadi cerita untuk anak anak. Misalnya, tentang ibu pergi ke pasar dan berjumpa dengan tetangga sebelah. Dalam kisah ini, ibu dan ayah bisa mengajarkan pentingnya saling menyapa, dan beramah tamah dengan tetangga. Atau, kisah ayah pergi bekerja dan
kendaraannya rusak di jalan. Kisah ini bisa mengajarkan untuk tidak berputus asa walaupun sedang menghadapi kesulitan.
Berita di koran juga bisa menjadi ide untuk membuat cerita bagi si kecil. Namun, sederhanakan situasi cerita, mengikuti pola berpikir batita dan balita, agar cerita tetap menyenangkan dan mudah diikuti.


SI KECIL SUKA MENGULANG CERITA
Ini terjadi pada banyak batita (bawah tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun). Dalam sebuah kurun waktu, mereka akan senang sekali dengan cerita yang sama berulang – ulang. Banyak orang tua yang menjadi bosan menceritakan hal yang sama setiap hari.
Jika ini terjadi pada si kecil, jangan heran! Mengapa hal ini bisa terjadi? Batita dan balita senang sekali mampu memahami sebuah cerita dari awal hingga akhir. Mereka senang dapat menebak akhir cerita, dan menemukan hal yang lucu, menegangkan dan seru pada beberapa bagian dari cerita tersebut. Itulah sebabnya mereka senang sekali mengulang-ulang cerita yang sama. Bagi mereka ini adalah sebuah prestasi tersendiri.
Bagaimana menghadapi hal ini? Silakan bercerita hal yang sama berkali-kali. Namun, sesekali belokkan cerita sedikit demi sedikit. Bagaimana kalau si kecil protes? Ibu dan ayah bisa kembali pada alur cerita asli, namun boleh menambahkan jumlah tokohnya. Hal ini harus dilakukan untuk merangsang si kecil agar siap mendengarkan cerita baru.

SI KECIL YANG INGIN BERCERITA?
Si kecil adakalanya tidak ingin mendengarkan cerita ibu dan ayah. Mereka ingin gantian bercerita pada orang tuanya. Mengapa ini bisa terjadi? Sebab anak telah penuh daya ingatnya dengan berbagai cerita. Bagaikan gelas yang sudah penuh, si kecil sudah “luber” dengan ide cerita. Anak ingin berbagi cerita dengan orangtuanya.
Biarkan anak bercerita dan orang tua menjadi pendengar yang baik. Cerita yang disampaikan anak, umumnya berantakan. Kata, kalimat dan jalan ceritanya tidak runut. Tidak apa-apa. Anak sedang belajar mengutarakan pemikiran dengan baik. Jangan kritik cerita mereka. Sebaliknya, ibu dan ayah harus memuji kemampuan mereka. Supaya mereka lebih termotivasi lagi untuk berbicara, bertutur dan menyampaikan ide di kepala mereka.
Sesekali perbaiki perbendaharaan kata mereka, atau susunan ceritanya. Namun ibu dan ayah tetap harus bereaksi positif terhadap cerita anak. Rangsang anak untuk memberi nama pada setiap tokoh yang digunakan. Tugas orang tua mengingatkan si kecil tentang nama dan jalan cerita.
Rangsang si kecil untuk terus mampu mengembangkan jalan cerita. Tanyakan permasalahan ceritanya, dan jangan lupa menanyakan perasaan si tokoh dalam cerita tersebut.

PESAN UNTUK IBU DAN AYAH
Bercerita adalah sebuah proses yang panjang. Dalam prosesnya selalu ada hambatan yang bisa membuat ibu dan ayah putus asa untuk melakukan kegiatan ini. Namun, harus diingat bahwa dalam proses bercerita bagi batita (bawah tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun) yang ingin dicapai adalah ketrampilan mendengar, berbicara dan membaca. Jadi, jika si kecil belum dapat mencerna isi cerita dengan baik atau tidak ingat sama sekali cerita yang sudah diberikan, sebaiknya jangan putus asa!
Kegiatan ini adalah sebuah kegiatan yang bersifat seru, hangat dan penuh kasih sayang. Jangan melakukan kegiatan bercerita seperti belajar dan membuat pekerjaan rumah.
Kadang ibu dan ayah sukses bercerita bagi si kecil, kadang tidak berhasil sama sekali. Jika gagal, jangan pernah berpikir bahwa ibu dan ayah adalah orang tua yang tidak baik. Gagal bercerita itu terjadi pula pada pendongeng yang sudah mahir. Suasana hati, kesehatan tubuh, kejenuhan si kecil kadang menjadi kendala ibu dan ayah dalam bercerita. Jangan putus asa, jalan terus!
Terakhir, ibu dan ayah harus menjalankan kegiatan ini dengan hati yang ikhlas karena prosesnya tidak mudah.Ikhlaskan hati, jika si kecil tidak memedulikan cerita. Hal ini bisa terjadi karena si kecil sedang bosan dan jenuh, namun jangan pernah berhenti bercerita.
Hasil jerih payah bercerita, tidak dapat dilihat dalam seketika. Nanti jika si kecil sudah dewasa baru akan terlihat hasilnya. Oleh sebab itu bersabarlah dalam bercerita.
Kegiatan ini sebaiknya tidak saja berhenti pada masa batita dan balita, lakukanlah walau anak sudah menduduki jenjang Sekolah Dasar. Karena proses bercerita adalah proses komunikasi yang baik antara orang tua dan anak.
Selamat mencoba!

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011



Parenting

Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak


“APA TUH?”

Kata-kata “Apa tuh?” saat ini menjadi bunyi yang indah di telinga penulis. Celoteh itu keluar dari mulut anak usia 27 bulan setiap kali ia melihat sesuatu yang baru dan ingin diketahuinya. Dengan mata berbinar dan suara melengking khas anak kecil, ia tidak henti-hentinya bertanya, “Apa tuh?”, “Apa tuh?” tanpa mengenal lelah, bak seorang yang kehausan di padang pasir dan menemukan oase (daerah di padang pasir yang berair cukup untuk tumbuhan dan pemukiman manusia). 

Kadang mulut tergoda untuk berkata, “Aduh, ananda ini cerewet atau bawel banget, ya!” Untunglah kalimat tersebut tak terlontar dari mulut penulis karena penulis menyadari, ini adalah masa keemasan anak untuk belajar mengembangkan kosakata (perbendaharaan kata) dan merupakan cara dia membangun kemampuan berpikirnya, sehingga tutur kata (perkataan) dan sikap pun berubah untuk menerima pertanyaan-pertanyaan itu dengan senang hati dan berusaha menjawabnya.

Ada sebuah situasi yang menakjubkan ketika mengamati periode bertanya pada anak batita (bawah tiga tahun). Bayangkan, seorang anak yang belum bisa bicara menjadi bisa berbicara satu kata dengan terbata-bata. Tahap berikutnya adalah ketika anak berbicara dengan dua kata ajaibnya, yaitu, “Apa, tuh?” Kata tersebut seperti tombol untuk menghidupkan mesin yang baru ditekan. Dengan cepat, banyak kata yang diserap dan diucapkan kembali oleh anak, walaupun artikulasinya (pengucapannya) belum jelas. Dengan bertambahnya usia, maka artikulasinya menjadi semakin jelas dan kemampuan berbicaranya menjadi lebih kompleks.

KEMAMPUAN BAHASA ANAK
Kemampuan seorang anak dalam berbahasa menjadi sangat penting bagi perkembangan kecerdasannya. Semakin banyak kata yang dimiliki anak dan semakin rumit penggunaan kata-kata di dalam rangkaian sebuah kalimat dapat menunjukkan kecerdasan seorang anak. Tidaklah mengherankan anak yang pandai akan memperlihatkan keinginan tahunya dengan cara banyak bertanya. Walaupun tidak berarti bahwa anak yang pandai itu selalu cerewet atau sebaliknya. Keinginan tahu anak juga bisa ditampilkan dengan cara mengutak-atik benda yang ada dan lain-lain.

Kemampuan berpikir anak normal (tidak mengalami gangguan/keterlambatan perkembangan) memiliki pola yang khas. Anak mulai mempertanyakan tentang fakta-fakta melalui pertanyaan “apa”. Dengan bertambahnya usia dan kemampuan berpikirnya, anak mencoba bertanya “mengapa”(bertanya tentang sebab dan akibat) sampai pada “bagaimana” (bertanya tentang proses). Untuk pertanyaan “apa”, tidak sulit bagi ibu dan ayah menjawabnya. Tak demikian untuk menjelaskan pertanyaan “mengapa” dan “bagaimana”, ibu dan ayah membutuhkan alasan dalam menjawabnya. Penting untuk memberikan penjelasan secara sederhana saja namun masuk akal.

Perlu dipahami, tidak semua anak sering bertanya. Ada anak pendiam karena memang secara keturunan berasal dari ibu dan ayah yang pendiam atau meniru dari lingkungan keluarga yang juga pendiam. Pola pengasuhan pun ikut berperan sehingga anak malas bertanya dan menjadi pendiam, semisal sering menyalahkan, sering melarang. Selain itu, anak dapat menjadi pendiam karena keterlambatan perkembangan bahasa yang disebabkan oleh (1) gangguan secara fisik di alat pendengaran atau alat bicara, sehingga anak tidak mampu mendengar dan tidak bisa menirukan suara; (2) gangguan perkembangan di otak, sehingga terjadi keterbelakangan mental; dan (3) keterlambatan perkembangan akibat kurang stimulasi (perangsangan).

Apa pun pertanyaan yang diajukan anak, hendaknya mendapatkan tanggapan yang positif dari ibu dan ayah atau orang dewasa di sekitarnya. Tidak perlu marah-marah untuk menghentikannya, cukup dengan kalimat yang tegas dan sederhana seperti, “Tunggu sebentar ya, Nak, Ibu masih bicara dengan Ayah.” Atau, “Wah, Ibu kurang tahu, nanti kita tanya Ayah, ya.” Sikap yang tegas dan jelas akan membantu anak belajar mengatur dirinya, kapan harus bertanya dan kapan harus berhenti sejenak. Jika ibu dan bapak merasa kewalahan, coba alihkan pada kegiatan-kegiatan lain yang bermakna.

Kadang-kadang orangtua menjadi jengkel karena anak usia dininya banyak bertanya dengan pertanyaan yang sama dan berulang-ulang. Mengapa anak menanyakan secara berulang-ulang? Hal ini disebabkan anak belum paham tentang jawaban atas pertanyaannya. Selain juga, pertanyaan yang berulang merupakan cara anak untuk bisa mengingat tentang jawaban yang diberikan. Contoh, anak bertanya, “Apa tuh?” sambil menunjuk ke arah daun-daunan. Orangtua menjawab, “Itu daun, Nak.” Anak pun bertanya lagi “Apa, tuh?” sambil tetap menunjuk pada daun-daunan yang sama. Orangtua harus menjawab dengan jawaban yang lebih lengkap seperti, “Oh, itu daun sirih. Daunnya lebar, ya. Wah, itu ada yang kuning, itu daun sirih yang layu.” sambil kita menunjukkan daun sirih tersebut. Berikan kesempatan pada anak untuk menyentuh dan mencium daun sirih itu sehingga anak menjadi tahu dan yakin akan daun sirih tersebut. Setelah anak bertanya, kita yang kembali bertanya kepadanya, “Nak, ini buah apa?” sambil menunjuk gambar buah jeruk. Jika anak belum bisa menjawab secara utuh, bisa kita pancing dengan, “Ini gambar buah je… ruk.”

Ada juga anak-anak yang bertanya berulang kali dengan pertanyaan yang sama untuk mendapatkan perhatian ibu dan bapak. Oleh karena itu, jika anak bertanya, ibu dan bapak harus menjawab dengan penuh perhatian. Berikan waktu yang cukup untuk berbicara dan bermain dengan anak, serta gunakan bahasa tubuh yang benar. Jadi, ketika anak berbicara dengan kita, coba perhatikan wajahnya, berjongkoklah agar pandangan anak sejajar dengan pandangan kita, dengarkan anak berbicara sampai selesai baru kemudian menjawabnya dengan santun. Tidak perlu tergesa-gesa menyimpulkan atau menolak pertanyaan anak.
Anak pun dapat bertanya dan bertanya lagi ketika ia menghadapi situasi yang serupa dengan yang pernah dialaminya. Dalam kondisi seperti ini, ibu dan bapak harus dapat memberikan penjelasan yang lebih lengkap.

0-6 bulan Menangis dengan berbagai cara untuk menunjukkan bahwa dia mengompol, lapar, kesepian, kesakitan.
Bersuara untuk menyampaikan kesenangan atau ketidaksenangan.
Bergumam.
Mengetahui dan melihat ke arah suara atau bunyi-bunyi yang dikenalnya.

PERKEMBANGAN KEMAMPUAN BAHASA ANAK
Sebelum ibu dan bapak menjawab pertanyaan yang muncul dari anak, ada baiknya jika ibu dan bapak memahami ciri-ciri dari kemampuan bahasa anak. Dengan demikian diharapkan ibu dan bapak tidak akan salah dalam menjawab pertanyaan anak.
12 Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak

6-12 bulan
Dapat melambaikan tangan.
Menoleh ketika namanya dipanggil.
Paham nama-nama dari benda-benda yang dikenalinya.
Senang melihat buku bergambar.
Memerhatikan jika ada orang yang bercakap-cakap.
Menyebutkan satu kata.
Mengoceh seakan-akan sedang berbicara.
Mengatakan “ma… ma” atau “da… da”.
Mengidentifikasi anggota keluarga dan benda-benda yang dikenalnya.
Menunjuk beberapa anggota tubuhnya seperti hidung, telinga.
Mengikuti satu perintah sederhana.
Mengucapkan dua kata atau lebih.
Menirukan bunyi-bunyian yang dikenalnya, seperti bunyi mobil, suara kucing.
Mengulangi beberapa kata.
Memerhatikan orang yang mengajaknya bicara.
Mengatakan “dadah” atau “ekom” (untuk assalamualaikum) jika diingatkan.
Menggunakan bahasa ekspresi “oh… oh”.
Meminta sesuatu sambil menunjuk pada bendanya.
Mengidentifikasi benda yang ada di buku bergambar.
Bisa mengatakan sekitar 50 kata, tapi bisa memahami lebih dari itu.

USIA
KEMAMPUAN BAHASA
Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak 13
Menirukan satu kata yang diucapkan oleh orang lain.
Berbicara sendiri.
Menyebutkan nama dari mainan dan benda-benda yang dikenalnya.
Menggunakan dua atau tiga kata dalam kalimatnya “mama minum” “bapak pergi kantor”.
Bersenandung atau mencoba sebuah lagu sederhana.
Mendengarkan lagu anak-anak.
Menunjuk anggota tubuh yang diminta seperti, “Mana mata?” “Mana hidung?”, “Mana telinga?”
Menggunakan kata “daaah”, “minta”, “terima kasih”.
Bisa mengidentifikasi 10 gambar yang ada di buku jika disebutkan.
Menggunakan kalimat sederhana.
Merespons jika namanya dipanggil.
Merespons pada petunjuk yang sederhana.

USIA
KEMAMPUAN BAHASA
14 Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak
Menikmati cerita dan lagu yang sederhana.
Menggunakan dua atau tiga kata dalam kalimatnya.
Menikmati melihat-lihat buku.
Menunjuk pada mata, telinga dan hidung yang disebutkan.
Mengulangi kata-kata yang diucapkan orang lain.
Kosakatanya sudah bertambah menjadi 500 kata.
75—80% cara berbicaranya sudah jelas dan bisa dimengerti.
Bisa mengatakan nama depan dan nama lengkapnya.
Memahami kata-kata yang menunjukkan posisi seperti di atas, di bawah, pada, dan di dalam.
Memahami sekarang, sebentar lagi, dan nanti.
Bertanya dengan pertanyaan siapa, apa, di mana, dan mengapa.
Bicaranya sudah menggunakan 3 sampai 5 kata dengan lengkap.
Kadang bicaranya terlalu cepat atau gagap.
Senang mengulang-ulang kata dan bunyi.
Menyimak cerita pendek.
Menyukai cerita yang sudah dikenalnya dan diceritakan dengan sama.
Menikmati dongeng.

USIA
KEMAMPUAN BAHASA
Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak 15
Bisa menyanyi.
Mengenali suara-suara yang ada sehari-hari.
Bisa mengidentifikasi warna primer seperti merah, biru, kuning, hijau.
Mengenali beberapa huruf yang diajarkan dan mungkin bisa menulis namanya sendiri.
Mengenali kata-kata yang tidak asing dari buku sederhana atau simbol-simbol (stop, M untuk Mc Donald).
Berbicara dengan kalimat yang cukup kompleks.
Menikmati lagu sederhana.
Belajar tentang nama, alamat, dan nomor telepon.
Bertanya dan menjawab pertanyaan siapa, apa, mengapa, di.mana dan jika.
Menyebutkan enam hingga delapan warna dan tiga bentuk.
Mengikuti dua perintah yang tidak berhubungan, seperti “Minum susumu kemudian pakai sepatu sebelum berangkat sekolah.”
Senang bicara dan mengelaborasi (membuat) kalimat.
Senang menggunakan kata-kata yang mengejutkan orang lain.
Melucu yang tidak masuk akal orang dewasa.

USIA
KEMAMPUAN BAHASA
16 Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak
Berbicara dengan kata-kata dan tata bahasa yang benar.
Bisa mengekspresikan dirinya melalui bermain peran.
Menurut (?) namanya sendiri, huruf, dan angka.
Membaca kata-kata yang sederhana.

TIP MENGEMBANGKAN KECERDASAN BAHASA ANAK
Untuk mengembangkan kecerdasan anak melalui bahasa, ada beberapa hal yang perlu dilakukan ibu dan ba[ak, di antaranya:
1. Memberikan respons/tanggapan secepat mungkin. Ketika anak bertanya kepada kita, segeralah menjawabnya. Jangan menyia-nyiakan rasa ingin tahu dan kesempatan emas anak untuk belajar sesuatu.
2. Menyediakan jawaban yang sesuai dengan kemampuan berpikir anak.
3. Berikan pertanyaan yang terkait dengan apa yang sedang anak tanyakan atau perhatikan. Siapkan pertanyaan pancingan agar anak mau menjawab secara lebih lengkap.
4. Berikan jawaban sebatas yang ditanyakan. Jawaban yang panjang lebar dapat membuat anak bingung.
5. Lakukan kontak mata ketika berbicara dengan anak. Usahakan untuk menyesuaikan dengan tingkat

USIA
KEMAMPUAN BAHASA
Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak 17
penglihatan anak. Bila perlu, berjongkoklah ketika berbicara dengan anak, sehingga ia bisa melihat mata kita dan sebaliknya.
6. Jika orangtua tidak bisa menjawab, coba cari jawaban dengan berusaha bersama anak, sehingga anak juga belajar bagaimana mencari sumber jawaban. Jangan asal menjawab karena anak-anak dapat salah mengerti
18 Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak

ANEKA PERTANYAAN ANAK
DAN JAWABANNYA
Kadang tidak disadari kita memberikan jawaban atas pertanyaan anak dengan jawaban yang terlalu sulit atau abstrak, sehingga anak bingung atau tidak paham akan jawaban kita. Perlu diingat, anak usia dini memiliki cara berpikir yang masih sangat konkret. Jadi, setiap jawaban yang ibu dan bapak berikan hendaknya bersifat konkret dan sederhana saja. Berikut ini beberapa pertanyaan yang sering muncul pada anak-anak usia dini dan contoh jawabannya.

BERKAITAN DENGAN SEKSUALITAS
1. ”Mengapa tempat pipisku beda dengan punya Kakak?”
”Iya, tempat pipismu berbeda dengan Kakak, karena kamu adalah laki-laki sama dengan Ayah. Kakakmu adalah perempuan sama dengan Ibu. Tempat pipismu namanya alat kelamin.”
Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak 19
2. ”Kalau habis pipis, mengapa harus disiram?”
”Untuk menjaga kebersihan. Jika kamu kesulitan, minta bantuan sama Ibu atau Ayah untuk disiram dengan air. Kalau membersihkan alat kelamin harus dari arah depan ke arah belakang, dari tempat pipis ke tempat buang air besar. Jangan terbalik ya, Nak. Setelah itu, keringkan dengan lap atau handukmu, lalu pakai celanamu kembali.”
3. ”Kenapa alat kelaminku tidak boleh dipegang-pegang oleh orang lain?”
”Alat kelaminmu adalah bagian tubuhmu yang khusus, jadi tidak boleh dipegang oleh orang sembarangan. Kalau orang lain memegang-megang alat kelaminmu, itu namanya tidak sopan. Kalau ada orang yang mau memegang alat kelaminmu, bilang, ’Tidak boleh’, ya, Nak. Beri tahu Ibu dan Bapak jika ada orang yang memegang-megang alat kelaminmu.”
4. “Ibu, adik keluarnya dari mana?”
“Adik keluar dari perut Ibu, dengan dibantu oleh dokter atau ibu bidan. Itu namanya melahirkan”.
5. “Kenapa aku enggak boleh pakai lipstik?” (anak laki-laki)
“Karena kamu laki-laki. Hanya perempuan dewasa yang boleh pakai lipstik.”

TENTANG TUHAN DAN HAL-HAL GAIB
1. ”Ayah, Tuhan itu laki-laki atau perempuan?”
”Tuhan itu bukan laki-laki maupun perempuan, karena Tuhan bukan seperti manusia.”
2. “Tuhan tinggalnya di mana, Bunda?”
20 Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak
Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak 21
“Tuhan tinggal di dalam hati kita. Tuhan selalu bersama kita dan melindungi kita.”
3. “Surga itu apa, Abi?”
“Surga adalah tempat yang sangat menyenangkan bagi anak yang baik dan taat pada orangtua.”
4. ”Orang baik itu siapa saja, Ibu?”
”Orang yang sayang pada ibu dan bapaknya dan saudara-saudaranya. Orang yang tidak pernah berbohong dan tidak suka bertengkar dengan teman di sekolah.
5. “Mama ada pocong di situ?”
“Pocong itu tidak ada, Nak. Itu hanya khayalan saja”.
6. “Kalau setan ada?”
“Ada, setan ada di mana-mana. Kita tidak bisa melihatnya, karena Tuhan menciptakan setan berbeda bentuknya dengan manusia. Jadi, kita tidak perlu takut pada setan.”
7. ”Ibu, mengapa eyang kakung meninggal?”
”Kita diciptakan oleh Tuhan dan nanti Tuhan pula yang memanggil kita kembali pada Tuhan.”
8. ”Meninggal itu apa sih, Mama?”
”Pergi meninggalkan dunia karena dipanggil Tuhan untuk bertemu.”
9. ”Kalau sudah meninggal jadi hantu?”
”Meninggal itu karena dipanggil Tuhan, tidak akan menjadi hantu.”
BERKAITAN DENGAN FENOMENA ALAM
1. “Kenapa bisa banjir, Ma?”
”Karena selokan dan sungai tersumbat oleh sampah.
22 Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak
Jadi, airnya tidak bisa mengalir, akibatnya naik dan tumpah ke jalan.”
”Hujannya turun terus-menerus dan sangat deras, sehingga airnya tidak bisa ditampung lagi oleh sungai sampai meluap. Jadi banjir deh.”
(Orangtua dapat melakukan uji coba di tempat cuci piring yang diberi sumbatan sehingga air akan meluap.)
2. ”Bunda, rumah Nenek rusak karena gempa ya, kok bisa begitu?”
”Karena gempanya sangat kuat sehingga menimbulkan guncangan yang kuat. Rumah-rumah jadi roboh, pohon-pohonan dan tiang listrik tumbang.”
(Orangtua dapat melakukan percobaan dengan menggunakan meja dan meletakkan berbagai benda di atas meja, lalu goyang-goyang yang keras sehingga benda-benda akan bergoyang dan berpindah tempat, bahkan ada yang jatuh.)
Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak 23

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia DiniDirektorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan InformalKementerian Pendidikan NasionalTahun 2011
Milik Negara
Tidak Diperjualbelikan

Dra. Rahmitha, S.Psi

Sumber Bacaan :
Family Education department, Essential Parenting Tips, • Singapore: Ministry of Community Development and Sports. 2001
Gestwicki, Carol. Developmentally Appropriate Practice • Curriculum and Dvelopment in Early Education. Third Edition. Canada: Thomson Delmar Learning. 2007
http://www.poemhunter.com/quotations/childhood/• page-5/
http://www.extension.iastate.edu/publications/pm1529f.• pdf
Panduan Menjawab Pertanyaan Anak. Jakarta: PT. • Penerbitan Sarana Bobo, 2007
Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011



PARENTING 
KDRTdan Pelecehan Seksual Dalam Kehidupan AUD

Kita sering kali menganggap dunia anak adalah dunia yang indah. Anak selalu bersenang-senang, bermain, dan belum menghadapi masalah-masalah yang sulit dalam hidup. Benarkah dunia anak selalu indah?
Ternyata, tidak sepenuhnya benar! Anak tidak sepenuhnya hidup dalam dunia yang aman dan terbebas dari masalah. Bahkan bisa dikatakan masalah yang dialami oleh ibu dan ayah, juga menjadi masalah bagi anak. Begitu pun masalah yang dialami oleh pemerintah, dapat pula menjadi masalah bagi anak, karena biar bagaimanapun anak adalah bagian dari kita.
Nah, buku yang ibu dan ayah pegang saat ini adalah buku yang memberikan informasi dan panduan praktis tentang masalah kekerasan yang mungkin dihadapi oleh anak. Di buku ini akan dibahas tentang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan seksual. Antara lain mengenai apa itu KDRT dan kekerasan seksual, apa akibatnya, fakta seputar dua masalah tersebut, tanda-tanda mereka yang mengalaminya, dan apa yang bisa dilakukan.
Tentu saja, buku ini tidak bermaksud mengajari atau menganjurkan pembaca untuk mengambil keputusan tertentu, akan tetapi lebih untuk berbagi informasi. Semoga buku ini dapat membantu mereka yang mengalami atau mengetahui orang terdekatnya mengalami KDRT ataupun kekerasan seksual.

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) PADA ANAK USIA DINI
Ibu dan ayah mungkin sudah sering mendengar istilah kekerasan dalam rumah tangga, yang biasa disingkat menjadi KDRT. Banyak pemberitaan di televisi, koran, dan radio yang menceritakan beberapa artis atau perempuan yang mengalami KDRT.
Sebagian besar dari kita beranggapan, KDRT hanya berupa kekerasan fisik atau kata-kata kasar, padahal sebenarnya KDRT itu ada banyak macamnya. Banyak pula yang menganggap KDRT adalah masalah pribadi dan tabu untuk dibicarakan, padahal KDRT adalah kejahatan dan merupakan masalah bersama. Di negara kita ada undang-undang yang khusus mengatur masalah KDRT, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (atau lebih dikenal dengan istilah UU PKDRT). Jadi, siapa pun yang melakukan KDRT bisa mendapat hukuman, baik berupa kurungan penjara maupun denda.
Cukup banyak yang mengalami KDRT memilih untuk bertahan karena menilai anak-anak membutuhkan orangtua lengkap. Pada bacaan berikut, kita akan melihat, ternyata anak juga bisa mengalami dampak kejiwaan atau psikologis akibat KDRT. Untuk lebih memahami soal seluk beluk KDRT, silakan membaca tulisan ini.

Apa itu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)?
Menurut UU PKDRT No.23 tahun 2004: KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Jadi, KDRT adalah perbuatan yang dilakukan oleh anggota keluarga kepada anggota keluarga lain yang 1) dapat menimbulkan luka, rasa sakit, luka berat, cacat, atau kematian; dan 2) dapat menyebabkan orang lain merasa ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk melakukan sesuatu, rasa tidak berdaya, dan/atau gangguan kejiwaan berat .

Perbuatannya apa saja?
1. Bisa berupa kekerasan fisik. Misalnya, memukul, menendang, menjambak, mendorong, menampar,
KDRT dan Pelecehan Seksual dalam Kehidupan AUD 9
mencubit, melempar benda, menyiram dengan air, dihukum dengan mengangkat satu kaki, dan masih banyak lagi.
2. Bisa berupa kekerasan psikis. Contohnya, memaki dengan kata-kata kasar atau binatang, memarahi di depan orang banyak, mengancam, mendiamkan, dan masih banyak lagi.
3. Memaksakan hubungan seksual, posisi seksual tertentu, atau memaksakan hubungan seksual secara komersial (”melacurkan” diri).
4. Menelantarkan, tidak merawat, tidak memelihara, membatasi, atau dipaksa bekerja untuk mencari nafkah
Apa jaminan hukum bagi yang mengalaminya?
Dalam Undang-Undang PKDRT dijelaskan soal jaminan hukum bagi mereka yang mengalaminya, yaitu:
1. Jaminan perlindungan sementara dari pihak kepolisian dan surat perintah perlindungan dari pengadilan.
2. Hukuman untuk pelaku diatur sesuai dengan jenis kekerasan yang dilakukan dan akibat yang ditimbulkan.
3. Hak-hak bagi mereka yang mengalaminya.
Sayangnya hanya mereka yang terikat perkawinan sah secara hukum sajalah yang dapat dilindungi oleh UU PKDRT ini. Kekerasan yang terjadi pada masa pacaran, nikah siri, nikah bawah tangan, atau pasangan yang hidup bersama, tidak dilindungi.

Apa akibat KDRT pada anak?
Anak bisa menjadi korban langsung maupun tidak langsung. Maksudnya, ketika anak mengalami sendiri kekerasan, maka anak adalah korban langsung. Namun jika anak hanya mendengar atau menyaksikan kekerasan terhadap anggota keluarga lainnya, maka anak menjadi korban tidak langsung. Meskipun anak tidak langsung mengalami kekerasan, akibat yang muncul pada anak sama besarnya dengan yang dialami oleh orangtuanya.
Akibat yang mungkin muncul pada anak antara lain:
• Anak merasa ketakutan, kebingungan, dan sangat kaget melihat kekerasan yang terjadi pada orangtuanya.
• Tumbuh perasaan bersalah karena menganggap diri menjadi penyebab munculnya kekerasan.
• Menjadi rewel, mengeluh sakit, sulit tidur, dan kembali berperilaku seperti bayi (mengisap jempol, mengompol, berbicara menggunakan bahasa bayi atau cadel, selalu minta digendong atau ditemani).
• Cenderung suka melawan dan kasar atau malah justru menjadi tidak mau berteman dan lebih memilih menyendiri.
• Jika hal tersebut dibiarkan terus, kemungkinan bisa mengganggu perkembangan anak, baik secara fisik, kejiwaan, perilaku, maupun prestasinya nanti.
• Dampak jangka panjang pada anak laki-laki adalah meniru perilaku kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya. Sedangkan anak perempuan cenderung menerima kekerasan sebagai suatu hal yang wajar sehingga ketika dewasa nanti besar kemungkinan akan kembali menjadi korban,

KDRT dan Pelecehan Seksual dalam Kehidupan AUD 11
Bagaimana dengan anak usia dini, apakah juga ada dampaknya?
Ternyata ada, antara lain:
1.    Suara keras dan adegan kekerasan membuat anak usia dini, bahkan bayi, merasa tertekan atau stres.
2.    Anak meniru perilaku kekerasan orangtuanya dan menggunakan kekerasan ketika bergaul dengan orang lain. Contohnya, memaki atau memukul temannya jika keinginannya tidak dipenuhi.
3.    Anak belajar mengekspresikan kemarahan dengan cara yang tidak sehat.
4.    Anak mengalami kebingungan antara apa yang dilihat dan disampaikan.
5.    Anak belajar bahwa kita boleh melakukan kekerasan, penindasan, dan pembedaan (diskriminasi) terhadap mereka yang dianggap lemah.
6.    KDRT membuat orangtua tidak dapat selalu memenuhi kebutuhan anak usia dini, padahal anak usia dini memerlukan suasana yang aman agar ia bisa belajar mengembangkan diri, mengungkapkan perasaan, dan menumbuhkan kemandiriannya.
HARAP DIINGAT, akibat di atas memang umumnya muncul pada anak korban KDRT, akan tetapi tidak semua anak atau balita yang menunjukkan masalah atau dampak di atas PASTI mengalami KDRT.

Keluar atau bertahan?
Meskipun dampak yang ditimbulkan tidak ringan, namun banyak korban KDRT memilih untuk bertahan. Mengapa? Apakah karena ia memang “menikmati” kekerasan? Apakah korbannya “bodoh”? Ataukah sangat mencintai pasangannya sehingga menerima saja perlakuan kekerasan yang dialami?
Ternyata, alasannya BUKAN itu semua. Korban memilih bertahan karena:
1. Merasa bingung akan sikap pasangannya yang kadang-kadang kasar dan brutal, namun terkadang menunjukkan sikap baik, tenang, bahkan menyesali perbuatannya. Yang perlu disadari adalah yang bisa mengubah si pelaku hanya DIRINYA SENDIRI. Perubahan tersebut mungkin terjadi jika pelaku mengikuti serangkaian proses konseling khusus dan diikuti oleh keinginan yang kuat untuk berubah.
2. Tidak bekerja dan merasa tidak memiliki keahlian.
3. Khawatir akan masa depan anak-anak. Korban khawatir kondisi kejiwaan anak akan terganggu jika tidak memiliki orangtua lengkap; khawatir jika sudah dewasa tidak ada yang mau menikahi anaknya karena berasal dari keluarga berantakan (broken home); dan khawatir tidak ada yang menjadi wali nikah untuk anaknya.
4. Khawatir akan penilaian masyarakat tentang perempuan yang bercerai.
5. Takut melanggar ajaran agama dan berdosa.
Bagaimana membantu mereka?
Jika orang yang dekat dengan kita, baik keluarga maupun teman, mengalami kekerasan sehingga menyebabkan mereka mendapatkan masalah yang berat dan terus-menerus, mungkin kitalah yang dapat membantu mereka keluar dari situasi yang tidak menguntungkan ini.
AYO, PEDULI! Keluar dari kekerasan tidak semudah kelihatannya. Mereka sangat membutuhkan bantuan kita. Dalam mendampingi mereka, inilah yang dapat kita lakukan:
Kepada orang dewasa:
• Bicaralah dengannya di tempat yang aman dan nyaman. Sediakan waktu untuk mendengarkan ceritanya. Cobalah untuk memahami dan hindari sikap menyalahkan. Ingat, peran kita adalah sebagai pendengar bukan untuk menyelidiki.
• Dorong dan dampingi dia untuk memperoleh bantuan profesional (petugas medis, konselor, psikolog, polisi, pendamping hukum, atau pengacara).
• Hargai apa pun keputusannya, baik itu tetap tinggal bersama pelaku atau meninggalkan pelaku. Jikapun ia memutuskan tetap tinggal bersama suaminya, kita tetap harus memberikan informasi seputar KDRT dan nyatakanlah kekhawatiran kita akan keselamatan dirinya.
• Tegaskan apa yang bisa dan tidak bisa kita bantu.
• Ketenangan, kehadiran, dan sedikit kata-kata lebih bermakna daripada nasihat panjang lebar
Kepada anak:
• Dengarkan cerita anak. Hindari memaksa anak untuk bercerita. Ingat, peran kita bukan untuk mencari bukti atau menyelidiki.
• Akui perasaan anak, misalnya dengan mengatakan, ”Kamu pasti sangat ketakutan.” Sampaikan terima kasih karena anak mau percaya dan betapa kita lega anak mau bercerita. Sampaikan pula, bukan dia yang menyebabkan kekerasan terjadi.
• Ikuti kecepatan anak. Anak sulit menceritakan satu hal dalam waktu lama. Hindari memaksa anak untuk terus menceritakan topik yang sama.
• Ajak orangtua yang juga menjadi korban untuk berbicara. Pilih tempat yang sepi dan aman, sampaikan kekhawatiran kita atas kondisi anak.
Apa yang sebaiknya TIDAK kita lakukan?
1. Terlalu banyak berbicara atau menasihati.
2. Terlalu banyak menanyakan fakta dan kurang menanyakan apa yang dirasakannya saat itu. Misalnya, memintanya untuk menceritakan peristiwa kekerasan dengan lengkap. Hal ini dapat sangat melelahkan bagi mereka.
3. Menjanjikan sesuatu yang tidak bisa dipenuhi. Misalnya, selalu mendampingi anak setiap saat, melindungi anak, menjanjikan ibunya tidak lagi disakiti, atau menjaga rahasia. Lebih baik katakan, kita mungkin akan menyampaikan kepada beberapa orang yang barangkali bisa membuatnya aman.
4. Menyalahkan korban.
5. Menyalahkan pelaku. Korban mungkin merasakan berbagai macam perasaan.
a. Anak mungkin sangat membenci kekerasan yang dilakukan pelaku, namun di sisi lain suka bermain dengan pelaku.
b. Istri mungkin membenci kekerasan yang dilakukan suaminya, namun di sisi lain anak-anak selalu menanyakan ayahnya.
Jika kita menyalahkan pelaku, istri ataupun anak akan berusaha melindungi pelaku dan tidak lagi mau cerita.
6. Tidak sabar.
7. Menunjukkan perilaku yang terlalu mengasihani. Contohnya, selalu memanjakan, melayani, menghindarkannya secara berlebihan dari situasi tidak menyenangkan, dan tidak memberikannya kesempatan untuk mencoba sendiri hal-hal yang sebenarnya bisa ia lakukan sendiri.
Bagaimana jika diri sendiri yang menjadi korban KDRT?
Tidak mudah mengatasi dampak peristiwa sulit yang berulang, seperti KDRT. Berikut adalah beberapa hal yang mungkin bermanfaat:
Dalam keadaan darurat:
• Hindari berlindung di tempat yang sempit dan banyak terdapat benda berbahaya, seperti dapur, kamar mandi, atau gudang (tempat penyimpanan).
• Masuklah ke dalam ruangan yang memiliki jendela, pintu, atau telepon, sehingga kita dapat meminta bantuan dari orang lain. Kunci pintu dari dalam.
• Minta bantuan dari orang lain. Pikirkan siapa (teman atau tetangga) yang bisa dipercaya dan dapat dimintai bantuan. Teman ini nantinya dapat berperan sebagai saksi jika diperlukan. Apa yang kita alami adalah kejahatan, bukan aib atau masalah keluarga yang harus ditutupi.
Jika terluka:
• Segera obati di puskesmas atau rumah sakit terdekat. Simpan bukti biaya pengobatan di tempat yang aman. Bukti tersebut bisa mendukung kita jika ingin melaporkan kekerasan yang terjadi ke kantor polisi atau kantor tempat pasangan bekerja.
• Jika memungkinkan, fotolah memar atau luka yang dialami. Aktifkan keterangan tanggal dan jam pada kamera tersebut. Nantinya foto ini dapat dijadikan bukti pendukung jika ingin melapor.
Jika ingin melapor:
• Meski sulit, cobalah untuk menenangkan diri. Jika masih mengalami kesulitan, mintalah bantuan orang lain atau lembaga yang biasa menangani masalah KDRT. Pikirkan masak-masak sebelum mengambil keputusan yang besar. Bicarakanlah dengan orang yang kita percaya.
• Siapkan bukti berupa buku nikah, foto luka, kuitansi rumah sakit, keluarga atau teman yang mengetahui kekerasan yang terjadi, dll.
• Hubungi lembaga yang biasa melakukan pendampingan korban KDRT.
• Segera hubungi Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) di Polres tempat kejadian berlangsung. Sebutkan nama pelakunya. Ceritakan apa yang terjadi secara lengkap. Jangan lupa, catat nama dan pangkat petugas tersebut. Bila kita jauh dari Polres, hubungi kantor polisi terdekat.
Agar anak aman:
• Untuk anak usia dini:
- Ketika sedang bertengkar, usahakan tidak di depan anak.
- Usahakan anak tidak sedang berada dalam gendongan kita.
- Segera pindahkan anak ke ruangan lain yang lebih aman, namun mudah untuk dijangkau.
• Untuk anak yang lebih besar:
- Ajari mereka untuk tidak ikut dalam pertengkaran, meski sebenarnya mereka ingin menolong.
- Ajari mereka bagaimana caranya menghubungi kerabat atau keluarga yang bisa dimintai bantuan.
- Ajari mereka untuk menghubungi polisi, memberikan alamat dan nomor telepon rumah kepada polisi.
- Katakan kepada mereka untuk menjauhi dapur, kamar mandi, atau gudang, selama ibu dan ayahnya bertengkar. Jika dirasa kekerasan yang terjadi semakin sering terjadi dan semakin berat, pikirkan keselamatan diri dan anak. Segera buat rencana penyelamatan diri. Mintalah bantuan dari lembaga yang biasa mendampingi perempuan dan anak.
Bagaimana jika anak bertanya soal KDRT yang dialami?
1. Usahakan tenang dalam menghadapi situasi dan tidak terbawa emosi.
2. Jujur pada anak. Berbohong dengan maksud melindungi anak tentang kekerasan yang terjadi justru akan membuat anak menjadi bingung dan tidak dapat memercayai kita.
3. Jelaskan kepada anak dengan menggunakan bahasa yang sederhana bahwa kekerasan tidak boleh dilakukan apa pun alasannya. Contoh, ”Kamu masih ingat waktu dipukul Indah? Ibu ingat waktu itu kamu menangis. Enggak enak ya, Nak, rasanya. Itu makanya kenapa kita tidak boleh memukul, ya, Nak.”
4. Yakinkan anak bahwa kekerasan yang terjadi bukanlah kesalahan anak. Misal, ”Kamu tadi melihat Ayah bertengkar ya sama Ibu? Ayah lagi marah sama Ibu, Nak.”
5. Yakinkan anak bahwa kekerasan bukanlah cara untuk menyelesaikan masalah dan bukan pula hal yang dibenarkan, terutama bila anak berubah menjadi sering melawan dan kasar. Umpama, ”Kamu ingat waktu Ayah memarahimu ketika kamu lagi main sama Suci? Malu ya, Nak? Sedih ya, Nak? Kalau kamu marah, kamu bilang aja sama temanmu, ’Aku enggak suka main sama kamu karena kamu jahat.’ Jadi, enggak usah lempar mainan atau teriak-teriak ya, Nak.”
6. Dengarkan cerita/keluhan anak.
7. Tetap menerapkan aturan yang sama seperti sebelumnya. Misalnya, jadwal bangun tidur, makan, dan waktu tidur.
8. Jika masih mengalami kesulitan dan memungkinkan, kita bisa menghubungi lembaga yang memberikan layanan konseling psikologis.

KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK USIA DINI
Mungkinkah terjadi kekerasan seksual pada anak usia dini? Mungkin saja dan banyak kasus yang sudah dilaporkan. Bacaan berikut mungkin bisa membantu ibu dan ayah untuk lebih memahami tentang kekerasan seksual pada anak usia dini. Semoga informasi yang diberikan bisa membantu kita untuk mengenali dan membantu mereka yang mengalaminya.

Apa itu kekerasan seksual?
Kekerasan seksual adalah suatu perilaku yang menjurus pada hal-hal yang berkaitan dengan hubungan seks, baik berupa kata-kata maupun perbuatan yang tidak disetujui oleh korbannya, merendahkan korbannya, atau memanfaatkan korbannya. Jadi, kekerasan seksual dapat berupa kata-kata atau candaan (humor) porno, memperlihatkan bagian tubuh maupun gambar porno, menyentuh bagian tubuh, sampai dengan memaksa melakukan hubungan seksual.
Jika korbannya adalah anak, sangat besar kemungkinan anak akan diam dan tidak melawan. Sangat besar pula kemungkinan pelakunya tidak mengancam anak. Hal ini bukan berarti anak suka dan mau atau istilahnya suka sama suka. Anak mungkin saja bingung dan tidak tahu apa yang sedang terjadi, sehingga kelihatannya anak juga mau melakukan hubungan seksual. Undang-undang negara kita yang khusus mengatur tentang perlindungan anak (UU Nomor 23 Tahun 2002) berbunyi: segala bentuk tindakan seksual yang dilakukan dengan anak di bawah 18 tahun tergolong sebagai kekerasan seksual. Baik itu ada perlawanan atau tidak, ancaman atau tidak, paksaan ataupun tidak, tetap digolongkan sebagai kekerasan seksual. Pelakunya diancam kurungan penjara dan denda.

Apa saja bentuk-bentuk kekerasan seksual pada anak usia dini?
1. Meminta anak melihat bagian tubuh dan/atau kelamin.
2. Meminta anak memperlihatkan bagian tubuh dan/atau kelamin.
3. Meminta anak melihat gambar porno atau menonton film porno.
4. Membelai, menyentuh, mencium, atau meremas bagian tubuh anak.
5. Meminta anak membelai, memegang, mencium, meremas tubuh dan alat kelamin orang dewasa.
6. Melakukan hubungan seksual (perkosaan).

Apa akibat kekerasan seksual pada anak?
Akibat yang muncul sangat bervariasi, antara lain anak mungkin:
1. Sangat tertarik terhadap perilaku seksual, misalnya dengan meraba-raba atau memainkan alat kelaminnya sendiri (masturbasi).
2. Takut pada lawan jenis atau orang dewasa.
3. Merasa dikhianati.
4. Bingung.
5. Sangat marah dengan pelaku, orang dewasa lain, lawan jenis, atau pada diri sendiri.
6. Menyakiti diri, melawan, kasar, prestasi buruk di sekolah. Pada anak remaja mungkin bisa sampai putus sekolah.
Mengapa anak tidak menceritakan kekerasan seksual yang mereka alami?
1. Anak tidak memahami apa yang sebenarnya terjadi. Ada yang baru menyadarinya ketika remaja, ada pula yang merasa tidak nyaman namun tidak mengerti apa yang harus dilakukan.
2. Anak merasa bingung, khawatir, dan takut kalau ibu dan ayahnya akan marah atau sedih.
3. Anak mengira peristiwa itu terjadi karena kesalahan mereka.
4. Pelaku mengancam dengan cara halus maupun kasar. Misalnya, kalau tidak mengikuti keinginan pelaku, anak akan dimarahi. Ada juga yang mengatakan, kalau tidak menurut, maka pelaku bisa sakit, atau pelaku akan dimarahi oleh ibu dan ayah mereka. Pelaku bisa juga mengancam akan melakukan kekerasan pada diri anak itu sendiri atau pada benda yang mereka sayangi (keluarga, binatang, mainan kesayangan, dll.).
5. Anak merasa sangat bingung jika ternyata kekerasan yang mereka alami itu menyenangkan buatnya. Sering kali pelaku memulai kekerasan dengan cara memberikan rangsangan lembut pada tubuh dan alat kelamin anak, tapi ini bukan berarti anak menikmatinya. Tubuh anak secara otomatis merasakan kenikmatan. Nah, karena anak tidak memahami apa yang sebenarnya terjadi, maka anak merasa sangat ketakutan, merasa malu dan bersalah. Pelaku biasanya sengaja mengatakan kepada anak bahwa reaksi anak muncul karena anak menyukainya, misalnya jika alat kelamin anak laki-laki menjadi tegang (ereksi).
6. Ketika melakukan aksinya, pelaku sering kali memanfaatkan ketakutan anak. Umpama, kalau tidak menurut nanti akan dikejar setan, tidak ditemani, atau tidak disayang.
7. Pelaku membujuk anak dengan permen, uang, mainan, atau barang kesukaan anak.
8. Sangatlah SULIT bagi anak untuk mengatakan TIDAK pada pelaku, terlebih jika pelaku tersebut adalah orang dewasa yang mereka percayai dan kasihi, seperti ayah, kakak, paman, kakek, atau guru.
Bagaimana jika anak kita yang menjadi korban?
1. Segera ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk memeriksakan kemungkinan adanya luka. Simpan kuitansi pembayaran karena bisa dijadikan bukti pendukung. Simpan pula pakaian anak.
2. Pikirkan baik-baik apa yang akan dilakukan. Diskusikan dengan pasangan kita. Ingat, bukti luka yang ada di tubuh anak mudah sembuh. Jika ingin melapor, semakin cepat melapor akan semakin baik.
3. Ingat, anak kita adalah korban. Sering kali ibu dan ayah memarahi dan menyalahkan anak, semisal, kenapa anak bermain dengan pelaku, tidak cerita, atau teriak. Sikap ini justru akan membuat anak merasa bersalah.
4. Terimalah anak apa adanya. Anak perempuan kita memiliki nilai yang lebih dari sekadar keperawanan. Sementara anak laki-laki yang mengalami kekerasan seksual juga belum tentu ketika dewasa nanti hanya menyukai sesama laki-laki. Anak punya banyak kemampuan dan kelebihan yang perlu dikembangkan. Dengan menganggap anak telah rusak atau kotor, kita justru akan membuat kondisi kejiwaan anak semakin buruk.
5. Jika ada, carilah lembaga yang dapat memberikan layanan konseling karena anak akan sangat membutuhkannya, meskipun akibatnya mungkin saja belum terlihat. Kita pun akan sangat membutuhkan layanan ini.
6. Perhatikan kesehatan ibu dan ayah. Anak sangat membutuhkan kita saat ini. Meski sulit, cobalah untuk tetap makan dan istirahat yang cukup.
Jika ingin melapor:
• Siapkan bukti berupa pakaian anak, fotokopi rekam medis atau surat dari dokter, dan kuitansi pembayaran rumah sakit.
• Laporkan ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) di Polres tempat kejadian berlangsung. Jika tidak yakin di mana tempat kejadiannya, laporkan ke UPPA Polda di daerah tempat tinggal ibu dan ayah. Catat nama petugas dan tanggal kita melapor. Jika tidak ada UPPA atau jauh dari Polres dan Polda, laporkan ke kantor polisi terdekat. Namun akan lebih baik jika melapor langsung ke UPPA Polres atau UPPA Polda.
• Hubungi lembaga yang melakukan pendampingan untuk perempuan dan anak. Dengan didampingi, ibu dan ayah akan merasa lebih kuat. Jika anak menunjukkan perubahan perilaku:
• Anak ketakutan atau menangis.
Berikan pelukan dan yakinkan anak bahwa ibu dan ayah bersamanya.
• Anak mengalami mimpi buruk.
Tenangkan anak, berikan pelukan dan belaian lembut. Jika perlu, tidurlah bersama anak.
• Anak melawan atau mengamuk.
Ajak anak ke tempat sepi, peluklah ia, dan katakan bahwa kita tahu ia marah dengan pelaku dan dengan apa yang terjadi. Sampaikan bahwa kita pun marah dengan pelaku.
• Anak menunjukkan kegiatan seksual dalam permainan, dengan orang lain, atau dengan kelaminnya sendiri.
Ajak anak ke tempat sepi sehingga ibu dan ayah bisa berbicara dengan anak tanpa ada yang mengganggu, Tanyakan kepada anak, mengapa ia melakukan hal tersebut. Jika ia mengatakan pelaku melakukannya kepadanya, sampaikan bahwa apa yang dilakukan oleh pelaku kepada anak adalah perbuatan yang salah dan tidak boleh dilakukan. Hindari memarahi anak, apalagi memarahi di depan umum.
Apabila ibu dan ayah menemukan kesulitan, cobalah menghubungi lembaga yang biasa mendampingi anak yang mengalami kekerasan seksual. Akan lebih baik jika dapat menghubungi lembaga yang memberikan layanan konsultasi psikologis. Tip Menghindarkan Anak dari Kekerasan Seksual
1. Ajarkan sejak masih kanak-kanak tentang tubuhnya termasuk alat kelaminnya. Jelaskan pula perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
2. Ajarkan perilaku yang wajar dalam pergaulan. Misalnya cium tangan kepada orang yang lebih tua, bergandengan tangan dengan teman, mencium pipi orangtua, atau dicium pipinya oleh orangtua.
3. Bedakan antara sayang, cium, dan pelukan. Seringkali kita mengajarkan anak untuk mencium atau memeluk orang lain dengan kata-kata ”ayo ade, sayang nenek” padahal maksudnya anak diminta untuk mencium tau memeluk nenek.
4. Ajarkan bagian tubuh yang TIDAK BOLEH disentuh oleh orang lain, termasuk ayahnya. Jelaskan pada anak bahwa beberapa orang dewasa akan mengancam atau memberikan hadiah supaya mereka dapat menyentuh bagian-bagian tertentu.
5. Jelaskan kepada anak bahwa ia harus cerita ke kita jika ada orang dewasa yang membujuk atau memaksa melakukan sesuatu yang mereka tidak suka. Misalnya meminta melihat bagian tubuh orang lain, memperlihatkan tubuhnya, atau menyentuh tubuhnya.
6. Selalu berkomunikasi dengan anak mengenai apa saja, bahkan tentang hal-hal yang dianggap tabu seperti menstruasi, mimpi basah, dan kematian.
7. Percaya pada perasaan kita dan anak. Ajarkan kepada anak untuk mempercayai perasaannya atau penilaiannya terhadap seseorang. Katakan kepada mereka bahwa tidak apa-apa jika mereka tidak suka dengan seseorang.
8. Perhatikan orang-orang yang dekat atau berhubungan dengan anak kita, misalnya pengasuh anak. Kalau perlu minta pendapat orang lain.
9. Ingatlah bahwa pelaku kekerasan seksual kebanyakan adalah orang yang dikenal, dipercaya, dan disayangi oleh keluarga

FAKTA SEPUTAR KDRT
• Terjadi pada siapa saja, berapa pun usianya, status ekonominya, latar belakang pendidikannya, apa pun pekerjaannya, agamanya dan asal sukunya.
• Ada perilaku kekerasan yang berulang dan mungkin saja bentuk kekerasannya lebih dari satu: bisa kekerasan fisik dan seksual; kekerasan fisik dan psikis; kekerasan fisik, psikis, dan seksual; atau mengalami semua bentuk kekerasan.
• Kekerasan dipelajari.
• Pelaku memilih untuk melakukan kekerasan sehingga KDRT yang terjadi bukan disebabkan oleh korbannya ataupun karena masalah dalam hubungan perkawinan.
• Rumah tangga yang mengalami kekerasan, umumnya memiliki anak, termasuk anak usia dini.
• Anak usia dini sangat mungkin mengalami luka karena mereka biasanya berada dekat orangtuanya selama kekerasan terjadi.
• Anak yang hidup dalam keluarga dengan KDRT cenderung telantar dan kurang terawat.
• Meski anak tidak mengalami langsung, pengalaman mendengar atau melihat kekerasan yang terjadi dapat memengaruhi anak.
• Kebanyakan aAnak dari keluarga dengan KDRT lebih bermasalah dibandingkan dengan anak dari keluarga yang bercerai.

TANDA-TANDA ADANYA KDRT

Pada ORANG DEWASA :
• Adanya memar-memar dan tanda lain (misalnya, bekas sundutan rokok) di kulit dengan alasan “jatuh” atau “terantuk pintu”, dll.
• Murung atau sedih.
• Sering terlambat dan tiba-tiba tidak masuk kerja, pengajian atau arisan.
• Sering menerima telepon yang mengganggu selama berkegiatan di luar rumah.
• Takut pasangannya marah.
• Menurunnya semangat, hasil kerja, kreativitas, dan konsentrasi.
• Tidak bergaul, menjauhi teman-teman dan keluarga.
• Penggunaan uang yang sangat dibatasi.
Pada ANAK :
• Adanya memar-memar dan tanda lain (misalnya, sundutan rokok, dll.) pada tubuh dengan alasan yang tidak masuk akal.
• Murung atau sedih.
• Sering terlambat dan tiba-tiba tidak ikut kegiatan atau tidak masuk sekolah.
• Takut sendirian, takut salah.
• Menurunnya semangat, prestasi belajar, kreativitas, dan konsentrasi.
• Perubahan perilaku secara tiba-tiba, misalnya menjadi kasar dan pemarah, atau justru tidak mau bergaul, menjauhi teman-teman.
• Mengatakan membenci orangtuanya atau takut orangtuanya marah.
• Terlihat tidak terawat.
Tanda-tanda di atas adalah tanda-tanda yang biasanya terdapat pada korban KDRT. Namun belum tentu yang menunjukkan tanda-tanda tersebut pasti korban KDRT.

PENUTUP
Tidak ada seorang pun yang berharap akan mengalami kekerasan dalam bentuk apa pun. Setiap anak pasti ingin dikasihi dan disayangi oleh ibu dan ayahnya maupun orang-orang di sekitarnya. Masalah KDRT dan kekerasan seksual adalah masalah kita bersama. Dengan bersikap peduli terhadap masalah ini, kita bisa membantu mereka keluar dari masalah yang mereka anggap tabu untuk dibicarakan.
Jika ibu dan ayah yang menjadi korban KDRT atau ananda yang menjadi korban kekerasan seksual, ibu dan ayah tidak sendiri. Ada banyak orang yang peduli dengan apa yang ibu dan ayah alami, juga banyak lembaga yang bisa membantu ibu dan ayah. Cari informasi lembaga di daerah tempat tinggal ibu dan ayah yang bisa membantu memilih jalan keluar lebih
KDRT dan Pelecehan Seksual dalam Kehidupan AUD 33
baik. Ibu dan ayah mungkin akan menghadapi kesulitan dalam menyelesaikan masalah tersebut, namun percayalah, sedikit demi sedikit ibu dan ayah akan dapat melaluinya, terutama jika ibu dan ayah mau membuka diri dan mencari bantuan.

KDRT dan Pelecehan Seksual dalam Kehidupan AUD
Vitria Lazzarini, M.Psi

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011


Sumber Bacaan :
Lepas dari KDRT: Panduan untuk Menolong Diri • Sendiri, Vitria Lazzarini dkk., Yayasan Pulih dan ICCO Netherland, 2009.
Understanding the Effects of Domestic Violence on • Children: a Trainer’s manual for Early Childhood Educators, Linda Baker dkk, Centre for Children and Families in the Justice System.
Sexual Abuse of Children and Adolescence: a • Preventive Guide for Parents, Teachers, and Counselors, William Prendergast, Continuum Pub, 1996.
http://www.helpguide.org/mental/child_abuse_• physical_emotional_sexual_neglect.html
http://www.vcu.edu/vissta/training/va_teachers/faq.• html



PARENTING 
KESIAPAN ANAK BERSEKOLAH

PENDIDIKAN DASAR

Khususnya sekokah dasar (SD), wajib hukumnya. Artinya, semua anak dalam rentang usia tertentu harus melaksanakan kewajiban belajar. Ibu-ayah memiliki tanggung jawab untuk mengirim anaknya bersekolah dan dapat dikenai tindakan jika ibu-ayah sampai gagal melaksanakan kewajiban ini.
Tentunya, untuk masuk SD, ananda perlu dipersiapkan lebih dahulu. Kalau ibu-bapak diajukan pertanyaan, “Apa yang Ibu-Bapak siapkan untuk ananda yang akan masuk SD?” Berbagai jawaban pun muncul, dari membiasakan bangun pagi, menyiapkan pakaian, membelikan alat tulis dan buku, membelikan seragam, dan lainnya. Namun jawaban yang paling banyak, biasanya adalah “menyiapkan ananda supaya bisa membaca, menulis, dan berhitung”. Jawaban ini muncul karena kebanyakan orangtua beranggapan, untuk masuk SD sudah harus bisa membaca, menulis, dan berhitung. Ada juga yang berpandangan, di SD itu hanya mau menerima anak (murid) yang sudah bisa membaca, menulis, dan berhitung.
Cobalah simak perbincangan ibu-ibu di suatu TK yang sedang menunggui anaknya. Begitu seorang ibu tahu anaknya sebentar lagi akan masuk SD, maka pertanyaan yang muncul dari ibu-ibu lain adalah, “Wah, anaknya sudah bisa baca, tulis, dan hitung, ya?”
Memang, tidak dapat disangkal bahwa kemampuan membaca, menulis dan berhitung amat dibutuhkan di SD. Namun, mempersiapkan ananda untuk menekuni pendidikannya di SD bukanlah semata-mata ia sudah harus bisa membaca, menulis, dan berhitung saja, karena sebenarnya masih banyak lagi kemampuan lain yang perlu dipersiapkan sebelum anak masuk SD. Sikap-sikap seperti tidak bergantung pada ibu atau nenek atau si mbak yang menunjukkan bagaimana kemandirian ananda; mau berbagi dengan teman; mau bersosialisasi alias bergaul dengan teman lain; tidak malu; dan lain-lainnya, justru lebih diperlukan oleh ananda yang akan masuk SD. Jadi, agar ananda siap masuk SD, diperlukan kesiapan dalam seluruh aspek perkembangannya, dari fisik, kecerdasan, sosial-emosional, hingga bahasa.
Buku ini disusun sebagai panduan bagi para orangtua—bukan hanya ibu, tetapi juga ayah—untuk mempersiapkan ananda tercinta yang akan masuk SD. Diharapkan setelah membaca buku ini, ibu dan ayah menjadi tahu, apa saja yang harus dilakukan agar ananda siap masuk SD. Dengan begitu, ketika tiba saatnya masuk SD, ananda benar-benar sudah siap dan—yang penting pula—kelak ananda pun menjadi senang belajar di SD.

CIRI-CIRI ANAK SIAP SEKOLAH
Sebelum ibu-ayah memahami apa yang harus dipersiapkan untuk ananda yang akan masuk SD, baiklah kita ketahui dulu ciri-ciri anak usia SD.
Anak usia SD umumnya dikenal pula dengan sebutan anak usia sekolah. Sebagian besar dari kita paham, ditinjau dari usia, seorang anak akan masuk SD jika ia sudah mencapai usia 7 tahun. Di usia ini biasanya anak telah memiliki kesiapan untuk masuk SD atau memiliki kematangan sekolah. Namun, pada kenyataannya, tidak semua anak usia 7 tahun sudah siap masuk SD. Mengapa? Karena, kesiapan anak untuk bersekolah, ternyata tidak hanya dilihat dari sisi anaknya saja, melainkan juga sisi keluarga, terutama kesiapan orangtuanya.
Ibu dan ayah harus siap untuk melepas anaknya yang akan bersekolah. Jika ibu-ayah takut melepas ananda untuk sekolah, berarti ibu-ayah belum siap untuk menyekolahkan ananda. Begitu pula jika ibu-ayah melepas tanggung jawab dengan menyerahkan semua urusan ananda kepada sekolah, sebenarnya menunjukkan ibu-ayah tidak siap melepas ananda bersekolah. Di sisi lain, ibu-ayah juga tidak bisa selalu melayani ananda sampai-sampai ananda tidak bisa berbuat apa-apa atau tidak tahu harus berbuat apa karena biasanya dia sudah tahu beres akan kebutuhannya sebab sudah biasa dibantu orangtua atau keluarganya.
Selain lingkungan keluarga, lingkungan di sekitar anak juga turut memberikan sumbangan terhadap kesiapan anak memasuki dunia sekolah. Keadaan ini bisa dimengerti karena bagaimana interaksi atau hubungan anak dengan lingkungan teman sebaya maupun orang dewasa lain, dapat memengaruhi perkembangan dirinya. Coba tengok si Budi, anak keluarga Pak Eddy yang berusia 4 tahun. Di lingkungan rumahnya, Budi memiliki banyak teman dan bersama teman-temannya itu, Budi suka suka bermain sepeeda meskipun masih roda 4. Ketika bertemu dengan orangtua dari temannya atau orang dewasa lain, Budi selalu menyapa, “Selamat pagi, Pak.” atau “Selamat pagi, Bu.” Ketika diajak ke pasar, Budi juga suka bertanya pada tukang sayur, “Pak, ini jualan sayur apa?”; “Kalau sayuran wortel seperti apa?”
Keunggulan Budi yang memiliki banyak teman dan tidak malu untuk menegur orang dewasa kenalan ibu-ayahnya, merupakan “buah” dari kebiasaan ibu-ayah yang suka mengajak Budi untuk berkenalan dengan lingkungan sekitar rumahnya. Selain juga, juga ibu-ayah kerap memberikan contoh dan kesempatan bagaimana bertanya dan berbicara dengan orang lain. Tak heran bila akhirnya kemampuan berbicara Budi perkembangan interaksi anak di luar lingkungan keluarganya turut membantu perkembangan dirinya juga mengalami perkembangan yang baik. Begitu pun dengan jawaban yang diberikan oleh Budi atas pertanyaan dari teman-teman maupun orang lain di sekitarnya, ikut meningkatkan kemampuan bahasa dan pergaulan (interaksi) Budi dengan lingkungannya.
Kemampuan berbahasa dan berinteraksi sebagaimana yang dimiliki Budi merupakan kemampuan yang nantinya dapat menyumbang kesiapan anak untuk masuk sekolah. Dengan demikian, selain perkembangan bahasa dan sosial, perkembangan fisik, emosional, serta kecerdasan (yang banyak berkaitan dengan kemampuan berpikir), juga memberikan sumbangan bagi kesiapan anak untuk sekolah.
Dari apa yang diutarakan di atas tampak bahwa usia bukan merupakan satu-satunya hal yang menentukan kesiapan atau kematangan seorang anak. Oleh karena itu ketika kita mulai memikirkan si kecil untuk masuk SD, maka kita perlu memahami ciri-ciri dari anak yang siap untuk sekolah.

CIRI-CIRI ANAK SIAP SEKOLAH
1. Dari perkembangan fisik:
1)    Anak dapat meniti. Kalau berjalan di titian, ia tidak jatuh karena sudah lebih bisa mengontrol keseimbangan dirinya.
2)    Anak dapat memegang alat tulis dengan benar, misalnya ketika ia menulis atau menggambar sesuatu. Perhatikan tahapan bagaimana anak memegang alat tulis.
3)    Anak mulai bisa memusatkan pandangannya pada benda-benda kecil. Itulah sebabnya anak dapat mengoordinasikan mata dan tangannya. Misal, anak bisa mengancingkan baju sendiri, menyusun balok-balok, atau memasukkan balok sesuai dengan bentuknya.
2. Dalam menggambar,
Anak dapat membuat coretan-coretan yang lebih bermakna. Gambaran yang tadinya hanya garis-garis tidak beraturan sudah dapat dibuat dalam bentuk tertentu seperti orang, rumah, mobil, roda, bunga, dan lainnya.
3.    Ketergantungan pada ibu-ayah atau orang dewasa lain mulai berkurang.
4.    Anak mulai mandiri dan menunjukkan rasa tanggung jawabnya. Contoh, anak bisa makan sendiri, habis bermain membereskan mainan sendiri, dan bisa mandi sendiri meskipun belum bersih betul.
5.    Anak sangat menyukai kegiatan yang dipilih sendiri dan ia sangat menikmatinya.
6.    Anak mulai bisa lebih berkonsentrasi dan Anak sudah dapat memusatkan perhatiannya, koordinasi mata dan tangan sudah lebih baik memusatkan perhatiannya pada suatu hal.
7.    Itulah sebabnya dalam mengerjakan sesuatu anak terlihat lebih tekun.
8.    Anak dapat berbagi dan bermain bersama-sama dengan temannya.
9.    Contoh, waktu bermain balok-balok, anak bisa bermain bersama-sama dengan temannya membangun sesuatu.
10. Anak senang berbicara, pertanyaan anak juga sudah lebih rumit.
Pertanyaan yang diajukan tidak lagi menggunakan kata tanya “apa”, tetapi sudah berkembang menjadi “mengapa”. Contoh, “Ayah, mengapa ayam kalau dari
Anak sudah bisa berbagi jauh menjadi kecil?” Anak juga cepat tanggap jika ada hal-hal yang bertentangan dengan apa yang sudah ibu-ayah ucapkan, “Kata Ibu, sebelum makan harus cuci tangan dulu, tapi kok Ayah boleh makan padahal belum cuci tangan?”

PANDUAN MENYIAPKAN ANAK MASUK SD
Dengan melihat ciri-ciri kesiapan anak masuk SD, inilah yang perlu dilakukan ibu-ayah agar ananda siap masuk SD.
  1. Sering mengajak anak berkunjung ke lingkungan di luar rumah, agar anak terbiasa dengan berbagai lingkungan yang ada, misalnya diajak ke pasar, ke warung, ke rumah bu RT. Dorong ananda untuk berkenalan dan minta ia memerhatikan kegiatan yang sedang dilakukan di pasar atau warung, dan sebagainya.
  2. Tanyakan pada anak, apa yang telah dilakukannya di hari itu. Hargailah setiap jawaban anak. Hindari pertanyaan yang diajukan bertubi-tubi karena akan membuat anak kesal dan akhirnya tidak mau bercerita. Contoh, “Adik sedang apa? Tadi waktu Ibu ke pasar, Adik menangis tidak? Besok Adik mau ikut Ibu dan Bapak ke rumah Eyang?” Pertanyaan-pertanyaan seperti ini membuat anak bingung; dia belum menjawab satu pertanyaan, eh sudah diajukan lagi pertanyaan lain.
  3. Berkunjung ke SD yang ada di dekat rumah atau SD yang akan dituju kelak dan berkenalanlah dengan guru-guru di sana. Hal ini berguna bagi anak agar tidak malu dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Kalau sering berkunjung dan berkenalan dengan guru-guru di sana, anak pun akan terbiasa dengan lingkungan sekolahnya kelak. Jika anak memiliki kakak di SD, tentu akan lebih mudah bagi ibu-ayah untuk memperkenalkan lingkungan SD.
  4. Ajak anak untuk menyalurkan kegiatan fisiknya secara lebih terarah, misalnya berlari, memanjat pohon, meniti trotoar (pinggir jalan raya),
  5. Perbanyak kegiatan yang menunjang perkembangan motorik halus seperti bermain tanah liat, membuat tulisan di atas pasir atau tepung dengan menggunakan jari tangan, membantu ibu menggiling adonan, membantu ibu memeras santan, dan lainnya.
  1. Tanamkan tanggung jawab dan kemandirian kepada anak, seperti selesai makan membawa piring ke dapur untuk dicuci ibu, membereskan mainan setiap kali selesai bermain, dan lain-lain. Pada awalnya ibu-ayah memberikan contoh, kemudian melakukannya bersama anak, selanjutnya biarkan anak melakukannya sendiri, sehingga lama kelamaan akhirnya anak terbiasa dan tidak selalu minta tolong ibu-ayah maupun orang dewasa lainnya
  1. Ciptakan kondisi belajar sambil bermain sehingga anak terbiasa bahwa belajar itu menyenangkan. Contoh, sambil mengajak anak ke pasar diperkenalkan nama sayuran dan warnanya, apa bedanya dengan sayuran lain, dan seterusnya.
  2. Hargai setiap hasil karya anak. Ketika anak menunjukkan hasil tempelan aneka daun-daunan di sebuah kertas, katakan kepada anak, “Wah... bagus sekali hasil buatanmu, Nak. Ibu boleh tahu tidak ini apa?”.Hal ini dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada anak. Hindari perkataan seperti, “Mestinya bentuknya seperti ini...” (sambil ditunjukkan caranya). Komentar seperti ini akan mengecilkan hati anak dan membuat anak merasa tidak dihargai hasil karyanya, akhirnya anak jadi malas untuk berkarya lagi.
  3. Jawablah setiap pertanyaan anak, namun jika ibu-ayah tidak tahu, katakanlah secara terus terang, “Wah, Nak...Ibu belum tahu kenapa kapal terbang bisa terbang.... Coba nanti kita tanya Bapak, mungkin Bapak tahu jawabnya.”
  4. Boleh juga bila ibu-ayah mau memperkenalkan anak dengan kegiatan menulis, membaca, dan berhitung untuk membantu perkembangan kemampuan dasar anak. Akan tetapi lakukan melalui kegiatan yang menyenangkan dan sambil bermain sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas. Misalnya, kegiatan menulis, “Ayo... sekarang membuat titik-titik air hujan.”
Yang Harus Dihindari Oleh Ibu Dan Ayah:
  1. Memaksa anak belajar menulis, membaca, atau berhitung di saat anak belum siap.
  2. Menuntut terlalu tinggi pada anak. Misalnya, anak harus bisa menulis dengan rapi, sehingga jika terjadi kesalahan, anak harus menghapus dan mengulangnya kembali sampai betul.
  3. Menyempurnakan hasil karya anak, karena ibu-ayah tidak puas dengan hasil karya anak. Cara ini sungguh tidak bijak, karena dapat membuat anak menjadi kecil hati.

PENUTUP
Memasuki pendidikan di SD memiliki warna tersendiri dalam kehidupan suatu keluarga, terlebih jika ananda merupakan anak pertama. Berbagai hal diupayakan pada anak agar ia berhasil masuk SD. Sejauh ini kebanyakan orangtua hanya menganggap, untuk masuk SD, anak sudah harus berusia 7 tahun serta sudah harus bisa membaca, menulis, dan berhitung. Oleh karena itu, banyak orangtua menyiapkan anaknya ke arah kemampuan-kemampuan tersebut. Padahal, harusnya tidak demikian, karena masih banyak kemampuan lainnya yang juga perlu diasah agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan maksimal.
Nah, agar ibu dan ayah dapat memberikan bantuan yang juga maksimal kepada anak, maka ibu dan ayah dapat membaca seri buku panduan yang lainnya, seperti Mengembangkan Kmampuan Dasar Anak Mengenai Angka dan Konsep Matematik; Mengembangkan Kemampuan Awal Membaca Anak Usia Dini; Anak Bertanya Orangtua Menjawab, dan lainnya. Selamat membaca dan menyiapkan anak masuk SD!

Puji Lestari Prianto, M.Psi.

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011

Sumber bacaan
Memilih Sekolah Buat Si Kecil oleh Deasy Andriani. • Penerbit: Kanisius Yogyakarta, Tahun 2008.
Pendidikan Anak Prasekolah.oleh Soemiarti • Patmonodewo. Penerbit: Rineka Cipta Jakarta, Tahun 2000.
Pendidikan Anak di SD (buku materi pokok PGSD) oleh • Hera Lestari Mikarsa, Agus Taufik dan Puji L Prianto. Penerbit: Universitas Terbuka Jakarta, Tahun 2007
Positive Child Guidance oleh Darla Ferris Miller. • Wadsworth Cangage Learning Canada, Tahun 2010
Fulfilling Your Child’s Potential. A Guide to Effective • Parenting oleh Sherry Tian. Armour Publishing Pte.Ltd Singapura, Tahun 2009
Mengembangkan Bakat dan Kreativtas Anak Usia SD • oleh S Utami Munandar. PT Gramedia Jakarta 1985.



PARENTING 
Mengasah Keterampilan Bergerak Anak Usia 2-4 Tahun

Selama periode usia 2—4 tahun, anak menunjukkan perubahan di seluruh aspek perkembangannya. Dari bayi yang sangat bergantung pada orang lain menjadi anak yang mandiri dan dapat bergerak bebas ke mana pun ia inginkan. Dari hanya bisa menangis, sekarang anak dapat berbincang-bincang dengan asyik mengenai banyak hal dengan ibu dan ayah. Demikian pula perkembangan sosialnya. Pada periode ini anak menikmati sekali bermain dengan anak-anak sebayanya. Ia pun belajar berbagai keterampilan sosial dalam interaksi bersama lingkungan sosialnya.
Buku berseri ini bertujuan agar ibu dan ayah dapat memahami aspek perkembangan anak pada enam tahun pertama kehidupannya. Dengan pemahaman tersebut, diharapkan ibu dan ayah dapat mendampingi dan menyediakan lingkungan yang lebih baik untuk anak mengembangkan kemampuannya. Terdapat empat aspek utama perkembangan anak yang dibahas dalam serial buku ini, yaitu : aspek gerakan kasar dan gerakan halus, bahasa, kecerdasan, dan sosial-emosi. Pemahaman yang menyeluruh dan seimbang terhadap aspek perkembangan akan lebih efektif dibandingkan fokus terhadap satu aspek saja. Setiap kegiatan yang diberikan di dalam buku ini bisa berdampak pada beberapa aspek dan bermanfaat bagi perkembangan kemampuan anak Ibu dan ayah dapat memahami setiap aspek perkembangan sesuai dengan usia anak. Khusus pada buku ini akan dibahas mengenai aspek gerakan kasar dan gerakan halus anak usia 2 sampai 4 tahun. Perkembangan gerakan kasar dan gerakan halus anak mengalami perubahan pesat dibanding periode usia sebelumnya. Inilah masa dimana anak melatih keterampilannya agar ia menguasai keterampilan gerakan kasar dan gerakan halus dengan lebih baik sebagai bekal ketika ia memasuki usia sekolah.
Penting diingat, tujuan utama memahami tahap perkembangan anak adalah agar kita dapat memberikan perangsangan secara berhasil guna, dengan berbagai cara dan variasi. Untuk itu, ibu dan ayah dituntut kreatif dalam menciptakan kegiatan-kegiatan yang merangsang perkembangan anak. Contoh kegiatan yang ada di dalam buku ini dapat dikembangkan sesuai dengan keadaan masing-masing anak. Setiap anak adalah unik dan kita harus dapat memahami keunikannya. Hindari memaksa anak melakukan kegiatan yang barangkali belum dikuasainya. Apalagi bila ibu dan ayah merasa bahwa anak lain yang seusia dengan anak sudah dapat melakukannya. Bila anak belum dapat melakukan kegiatan yang dirangsangkan atau terlihat belum tertarik, cobalah kegiatan yang sama beberapa kali dengan diberi rentang waktu.
Di dalam pembahasan mengenai aspek gerakan kasar dan gerakan halus, buku ini akan memberikan contoh perangsangan dan kemampuan yang dapat dikuasai anak pada usia tertentu. Penjelasan tersebut tidak bersifat kaku atau suatu keharusan. Ingat, setiap anak adalah unik dan hasil dari suatu perangsangan dapat berbeda antaranak.
Terdapat tiga sumber yang merupakan dasar dari kemampuan anak untuk mengendalikan lengan, kaki, badan, keseimbangan, dan kerja sama, yaitu kemampuan, perangsangan, dan perubahan fisik.
Kemampuan gerak sebenarnya sudah terlihat pada 15 bulan pertama kehidupan anak. Di awal kehidupannya, anggota gerak anak bergerak tanpa arah, kemudian seiring dengan perkembangannya, anak mampu mengarahkan geraknya dengan baik.
Perangsangan yang ibu dan ayah berikan sehingga anak mampu menguasai keterampilan dasar gerak tubuh seperti tengkurap dan berbaring, merangkak, sampai akhirnya berjalan. Anak masih memerlukan dukungan ibu dan ayah untuk melatih keterampilannya dalam aspek gerakan kasar dan gerakan halus.
Perubahan fisik yang terjadi sejak tahun kedua, antara lain:

PERKEMBANGAN GERAKAN KASAR DAN GERAKAN HALUS
PADA USIA 2-4 TAHUN

• Berat dan Tinggi Badan. Anak mengalami tinggi dan berat badan yang berkembang pesat. Kakinya menjadi lebih panjang dan otot-ototnya menjadi lebih kuat. Dengan demikian anak bisa bergerak lebih lincah, lebih cepat, dan lebih bertujuan.
• Otak. Ketika lahir, berat otak anak kira-kira 25% dari berat otaknya ketika ia dewasa kelak. Pada usia 2 tahun, berat otaknya mencapai 75%. Perkembangan otak sejalan dengan kematangan bagian otak yang memungkinkan anak mengendalikan postur tubuh dan keseimbangannya.
• Penglihatan. Salah satu efek dari kematangan otak yang terjadi pada periode ini adalah kemampuan penglihatan yang membaik dan anak mampu memusatkan perhatiannya lebih akurat. Untuk dapat melakukan kegiatan fisik yang menantang secara efektif, seperti memanjat, berlari, melempar, dan mempertahankan keseimbangan, anak harus mampu menggunakan penglihatannya dengan baik.
Meskipun kemampuan geraknya berkembang dengan pesat, anak juga mengembangkan kemampuan gerakan halus untuk mengembangkan kemampuan belajar dan pemahamannya. Pada periode ini, kemampuan anak mengendalikan tangan dan jari makin berkembang. Kemampuan ini memungkinkan anak memegang benda kecil dan mengendalikan tangannya pada kegiatan makan, serta membawa benda-benda tanpa bantuan.
Memasuki masa usia prasekolah, anak makin menunjukkan keterampilan fisik dan gerak yang ia kembangkan sebelumnya. Tantangan-tantangan kegiatan kerja sama fisik seperti melompat, sekarang dapat dilakukannya dan ia makin berusaha agar dapat melakukan kegiatan yang lain. Tentu saja, sebelum ia mampu melakukan kegiatan itu secara terampil, anak akan melalui banyak latihan. Tubuhnya pun menjadi lebih lincah dan kuat dari sebelumnya. Akan terlihat perbedaan yang jelas antara kemampuan gerakan kasar dan gerakan halus anak usia batita dan usia prasekolah.
Perkembangan gerakan halus menjadi sangat penting pada usia prasekolah. Bukan hanya agar anak lebih mandiri, tetapi juga berkaitan dengan kemampuan penyelesaian masalah dan kemampuan belajar. Di usia ini, anak mulai berlatih untuk menggunakan jari tangannya dalam menulis. Keterampilan menulis akan menjadi penting. Dengan kematangan otot dan saraf-sarafnya, gerakan tangan dan kerja sama penglihatan anak menjadi lebih baik.
Pilihan penggunaan tangan yang menonjol, kanan atau kidal, biasanya akan jelas terlihat pada saat anak memulai sekolah. Penelitian menunjukkan, penggunaan tangan yang menonjol berkaitan dengan belahan otak. Jika anak lebih sering menggunakan tangan kanan, berarti belahan otak kirinya yang mengendalikan seluruh bagain tubuh sebelah kanan. Sebaliknya, jika penggunaan tangan kiri (kidal) yang lebih menonjol, maka belahan otak kanannyalah yang mengendalikan seluruh bagian tubuh sebelah kiri. Oleh karena itu, ibu dan ayah tidak perlu mengubah pilihan penggunaan tangan yang dilakukan oleh anak, kanan atau kidal sama saja. Justru jika ibu dan ayah berusaha memindahkan penggunaan tangan yang menonjol ini, penelitian membuktikan ada kemungkinan terjadi keterlambatan bicara pada anak. Sebagai hasil dari proses fisik yang berkembang, kematangan otot dan sarafnya, anak membuat perubahan besar pada keterampilan geraknya, seperti melompat, berlari, memanjat, dan mempertahankan keseimbangan. Anak terlihat lebih bersemangat dalam mengikuti kegiatan fisik.
Pada periode ini, anak sudah mengenal sejauh mana kemampuannya, apa yang sudah bisa dan belum dilakukannya. Ia pun menjadi lebih mandiri dengan tidak perlu meminta bantuan kepada ibu dan ayah untuk mengambil atau meletakkan mainannya. Anak juga sudah bisa menggunakan sendok dan garpu dengan cukup baik, bahkan mungkin ia mulai berlatih mengenakan dan melepas pakaiannya sendiri.

KEGIATAN YANG DAPAT DILAKUKAN
  1. Bermain lompat kelinci, Letakkan sepotong balok atau kotak bekas ukuran kecil di lantai. Atau, buatlah garis lurus di lantai. Minta anak melompati rintangan itu seperti kelinci.
  2. Jalan-jalan, daripada mendorongnya di kereta ketika berjalan-jalan di pusat perbelanjaan atau keliling perumahan, lebih baik ibu dan ayah berjalan bersama anak.
  3. Lari-lari, Sambil bergandengan tangan, ajak anak berlari kecil. Anak akan berusaha untuk berlari kecil, meskipun ia belum seimbang dalam berlari. Dengan adanya ibu dan ayah di sisi anak, ia akan merasa aman.
  4. Senam bersama, Putar lagu yang riang dan disukai anak, kemudian lakukan gerakan-gerakan senam bersama, seperti membungkukkan badan, mengangkat kaki, melambaikan tangan, berjalan seperti bebek, dan sebagainya. Anak akan berusaha meniru gerakan ibu dan ayah dengan riang gembira.
  5. Berjalan di titian, Carilah titian yang ada di sekitar lingkungan kita, barangkali sebatang kayu atau balok di pinggiran trotoar. Awalnya, biarkan anak berpegangan npada tangan ibu dan ayah. Ia akan melatih keterampilan gerak dan keseimbangannya. Buat permainan jadi menyenangkan, misalnya dengan pura-pura menyeberangi sungai yang penuh buaya.
  6. Masak bersama, Anak senang sekali bila ia diperkenankan memetik daun dari bayam yang akan dijadikan sayur untuk makan siang. Demikian pula ketika ibu dan ayah meminta bantuannya untuk memisahkan taoge yang sudah bersih dengan yang belum. Kegiatan di dapur akan sangat menarik bila anak dapat dilibatkan.
  7. Menggambar dengan berbagai alat gambar, Spidol, krayon, pensil warna, cat air, atau arang sekalipun bisa menjadi pilihan untuk menggambar. Medianya pun bisa bermacam-macam. Anak bisa menggambar di kotak bekas susu yang sudah dilapisi kertas bekas atau di balik kalender yang sudah tidak terpakai.
  8. Libatkan dalam kegiatan sehari-hari, Anak bisa membantu ibu dan ayah dalam kegiatan harian, seperti menjepit jemuran, merapikan tempat tidurnya, atau meletakkan pakaian kotor ke keranjang cucian. Keterampilan gerak anak menjadi lebih rumit dan terkendali. Ia mampu menggunakan dua area perkembangan sekaligus sehingga kegiatannya pun menjadi lebih bervariasi. Bahkan, di usia ini anak mulai berlajar merencanakan strategi tertentu untuk mencapai tujuannya.
Anak makin percaya diri dengan kemampuan yang ia miliki. Ia mengetahui kemampuan keseimbangannya, kerja sama, dan kekuatan ototnya. Dengan pengetahuannya ini ia lebih tertantang dalam melakukan kegiatan fisik.
Bentuk permainan dan mainan untuk anak usia ini menjadi sangat bervariasi. Ia dapat bermain bongkar pasang yang lebih rumit, menggunakan pensil dan krayon sebagai alat permainan. Anak ingin mencoba apa saja yang membuatnya merasa tertantang. Ia pun senang bermain dengan anak lain.

KEGIATAN YANG DAPAT DILAKUKAN
  1. Perencanaan.
Sarankan pada anak untuk memikirkan apa yang akandilakukannya ketika hendak melakukan sesuatu. Anak mulai belajar merencanakan gerakannya sehingga ia berhasil menyelesaikan tantangan yang dihadapinya.
  1. Bermain jungkat-jungkit.
Permainan ini melatih otot lengan dan kaki anak, juga mengembangkan rasa percaya dirinya akan keseimbangan tubuh.
  1. Bermain sepak bola.
Ibu dan ayah dapat menendang bola ke arah anak dari jarak sekitar 4 meter, kemudian minta anak menendang bola itu kembali kepada ibu dan ayah tanpa menghentikan bola itu terlebih dahulu. Dengan beberapa kali latihan, anak pasti bisa melakukannya dengan baik.
  1. Berjalan di permukaan yang tidak rata.
Carilah taman atau tanah lapang yang memiliki permukaan tidak rata, misalnya ada bukit kecil atau turunan, lalu bermainlah dengan anak. Memanjat dan menuruni jalan akan melatih kemampuan keseimbangan dan kendali gerakan anak.
  1. Bermain lempar-tangkap.
Mulailah dengan bola berukuran sedang. Jika anak sudah berhasil menangkap dari arah depan, cobalah melempar bola dari arah atas atau bawah.

  1. Bermain halang rintang.
Permainan yang seru jika ibu dan ayah juga ikut menemaninya. Carilah lokasi yang memungkinkan anak dapat memanjat, berlari, dan merangkak. Atau, ibu dan ayah juga bisa melakukannya di rumah dengan menggunakan furnitur yang ada di rumah.
  1. Bermain plastisin.
Kemampuan gerakan halusnya akan semakin berkembang bila anak berlatih dengan bermain plastisin. Ia bisa membuat berbagai bentuk. Anak juga bisa berlatih memotong atau menggunakan peralatan plastisin untuk menggilingnya.
  1. Bermain konstruktif.
Aneka balok dapat menjadi sarana bagi anak untuk melatih kerja sama mata-tangannya. Ia dapat membangun kota lengkap dengan stasiun kereta. Jika tidak ada balok, ibu dan ayah dapat menggunakan kardus/kotak bekas susu dan pasta gigi yang dilapisi dengan koran. Anak juga bisa menggambar detail di balok-balok tersebut, misalnya, pintu mobil, jendela kereta, dan sebagainya.
  1. Bermain pasir dan air.
Bermain pasir berguna untuk merangsang jari-jari dan tangan anak dengan tekstur yang berbeda. Anak tidak hanya dapat membangun istana pasir, tetapi juga menggambar atau berlatih menuang. Bermain pasir dapat dilakukan di pantai atau bisa juga dengan menggunakan tepung kanji sebagai pengganti pasir. Sedangkan bermain air dapat dilakuan sambil anak mandi, bukan?
  1. • Menggambar dengan meniru dan menjiplak.
Anak dapat berlatih keterampilan memegang alat tulis dan menulis dengan menjiplak. Selipkan gambar sederhana di bawah kertas untuk anak ikuti polanya. Bila sudah bisa, anak dapat meniru gambar yang ada. Mulailah dengan yang sederhana dan beri penghargaan pada anak atas hasil karyanya.
Masa ini adalah masa yang menyenangkan bagi perkembangan anak. Ia sudah lebih mandiri dan mampu melakukan hampir semua kegiatan yang bisa dilakukan orang dewasa. Keinginannya untuk mencoba banyak hal pun menjadi sangat menarik sebagai sarana perangsangan. Tetaplah mendampingi anak dalam melakukan semua kegiatannya. Tetaplah bersikap menyenangkan dan santai sehingga anak pun merasa nyaman dan mau mencoba berbagai hal baru yang belum dikuasainya. Tak lupa, beri kesempatan pada anak untuk beristirahat atau bermain sendiri. Bila ia merasa segar dan santai, anak dapat dengan nyaman melatih keterampilannya untuk menjadi lebih baik.

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011

Sari Rahayu, S.Gz
Alzena Masykouri, M. Psi

Sumber Bacaan
Beyond Toddlerdom : Keeping five to twelve year • olds on the rails, oleh Vermilion C, Penerbit : Green, Tahun 2000
Bright Start oleh R. C. Woolfson, Penerbit : Hamlyn, • Tahun 2003
Child Development and Education, oleh Teresa M. • McDevitt dan Jeanne Ellis Ormrod, Penerbit : Merril Prentice Hall, Tahun 2002
Guide to Understanding Your Child : Healthy • Development from Birth to Adolescence, oleh Linda. C Mayes dan Donald J. Cohen, Penerbit : Little Brown, Tahun 2002.
Teach Your Child : How to discover and enhance • your child’s potential oleh Mirriam Stoppard, Penerbit : Kindersley, Tahun 2001.
Your Childs’s Development : from birth to adolescence, • oleh Richard Lansdown. Marjorie Walker, Penerbit : Frances Lincoln, Tahun 1996.



PARENTING 
KOMUNIKASI DENGAN AUD
                                    

Komunikasi yang terjalin antara ibu dan ayah dengan anak sering kali tidak berjalan selaras. Padahal, ketidakselarasan komunikasi ini selanjutnya dapat berdampak pada perilaku anak di masyarakat. Anak bisa mencari pelarian yang salah di luar rumah (lingkungan) karena anak merasa ibu dan ayahnya tidak dapat mengerti permasalahan yang dihadapinya. Ketidakselarasan komunikasi antara ibu-ayah dan anak biasanya disebabkan adanya perbedaan dunia anak dengan dunia orang dewasa. Tentunya bukan anak yang harus menyesuaikan, melainkan ibu-ayahlah yang seharusnya memahami.
Ibu dan ayah tercinta, sebelumnya mari kita lihat sebuah data survei yang menggemparkan dari KOMNAS Perlindungan Anak Indonesia terhadap anak-anak SMP dan SMU di 12 kota besar di indonesia, tahun 2007 tentang perilaku menyimpang pada remaja. Dari 4.500 anak SMP dan SMU, 3.000 di antaranya mengaku sudah tidak perawan! Bahkan, ada pula (21,2%) yang pernah menggugurkan kandungan!
Para pakar pendidikan menyimpulkan, sebagian besar hal ini terjadi awalnya disebabkan oleh kurangnya komunikasi ibu-ayah dengan anak sejak usia dini, yang kemudian terkumpul dan membesar. Pengakuan dari salah seorang anak mengungkap bahwa mereka melakukan hal itu tanpa sepengetahuan orangtuanya, selain itu beberapa melakukannya karena merasa kurang diperhatikan oleh orangtuanya. Kurangnya komunikasi antara ibu-ayah dengan anaknya membuat anak merasa kurang diperhatikan sehingga mereka mencari sumber perhatian dan kasih sayang yang lain.
Sebagai orangtua, kita merasa sudah memberikan perhatian dan kasih sayang cukup. Sering kali kita tidak mau menyadari kesalahan kita dan cenderung lebih menyalahkan anak atas perbuatannya tersebut. Hingga akhirnya bisa berakibat fatal dan hal ini tentu akan sangat merugikan kita maupun anak.
Apakah komunikasi itu?
Secara umum komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau pertukaran kata-kata/gagasan dan perasaan, di antara dua orang atau lebih.
Pada anak usia dini, berbicara adalah salah satu contoh dari bentuk komunikasi. Contoh lainnya, seorang bayi berusia 3 bulan menangis keras, ibunya datang menghampiri dan memeriksa popok bayi yang ternyata basah. Tangisan si bayi merupakan bahasa komunikasi yang digunakannya untuk menyampaikan pesan. Mengapa diperlukan komunikasi dengan anak sejak usia dini?
Anak usia dini memiliki karakteristik yang unik. Mereka berpikir konkret (nyata) dan lebih percaya dengan apa yang mereka lihat daripada yang mereka dengar. Ibu dan ayah yang memiliki keterampilan berkomunikasi akan mamputi :
  1. Mengenali anak-anak dengan lebih baik lagi
  2. Mengetahui keinginan dan minat anak;
  3. Dapat menjelaskan suatu pengetahuan, nilai agama, nilai moral, nilai sosial pada anak dengan cara yang lebih mudah;
  4. Menjadi lebih percaya diri dalam berkomunikasi sehingga menjadi berhasil guna.
  5. Pentingnya komunikasi bagi anak usia dini:
  6. Mampu mengembangkan kecerdasan bahasa.
  7. Mampu belajar tentang pengetahuan sekitarnya.
  8. Mampu membangun kecerdasan sosial emosional.
  9. Mampu menjalin hubungan kekeluargaan, mengembangkan kepercayaan diri dan harga diri anak.
  10. Mampu meningkatkan kecerdasan berpikir anak untuk membedakan benar salah.
  11. Mengembangkan kepedulian terhadap lingkungan dan alam sekitar.
  12. Mengenalkan pada Tuhan Maha Pencipta.
  13. Sebagai alat untuk menyelesaikan masalah.
Karakteristik anak usia dini dalam berkomunikasi :
  1. Anak berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata dan isyarat tubuhnya.
  2. Kemampuan bahasa anak terus didorong untuk membantu anak dalam mengungkapkan keinginan dan menjalin hubungan dengan orang lain.
Awal Kata dan Kalimat Pada Komunikasi Anak Usia Dini
Kata-kata pertama adalah ucapan seorang anak setelah mampu bicara dengan orang lain. Kata-kata pertama merupakan cara seorang anak untuk menyampaikan pesan kepada orang lain, biasanya dianggap sebagai proses perkembangan bahasa yang dipengaruhi oleh kematangan kecerdasan. Kematangan kecerdasan tersebut biasanya ditandai dengan kemampuan anak usia dini untuk menyusun kata dalam berbicara. Kemampuan ini akan terus berkembang jika anak usia dini sering berkomunikasi atau berinteraksi2 dengan orang lain.

Perkembangan kalimat pada anak usia lima tahun pertama :

1. Tahap Awal Bahasa di Usia 0—1 Tahun
Ditandai dengan kemampuan bayi untuk mengoceh sebagai cara berkomunikasi dengan ibu dan ayahnya. Bayi mampu memberikan respons atau tanggapan yang berbeda-beda terhadap perangsangan yang diberikan oleh orang di sekelilingnya. Contoh, bayi akan tersenyum
kepada orang yang dianggapnya ramah; sebaliknya, dia akan menangis dan menjerit kepada orang yang dianggap tidak ramah atau ditakutinya.

2. Tahap Bahasa Dini di Usia 1—2½ Tahun
Ditandai dengan kemampuan anak membuat kalimat menggunakan satu kata maupun dua kata dalam suatu percakapan dengan orang lain. Periode ini terbagi atas 3 tahap:
a. Bicara satu kata, yaitu kemampuan anak membuat kalimat yang terdiri dari satu kata tetapi mengandung pengertian secara menyeluruh dalam suatu percakapan. Misal, ananda mengatakan, ”Ibu.” Hal ini dapat berarti, “Ibu tolong saya.”; ”Itu Ibu.”; ”Ibu ke sini.”
b. Bicara dua kata, yaitu kemampuan anak membuat kalimat menggunakan dua kata sebagai ungkapan komunikasi dengan orang lain. Contoh, “Kakak jatuh.”; “Lihat gambar.”
c. Bicara lebih dari dua kata, yaitu kemampuan anak membuat kalimat secara lengkap lagi. Umpama, ”Saya minum susu.”

3. Tahap Bahasa usia 2½—5 Tahun
Ditandai dengan kemampuan anak menguasai bahasa yang lebih lengkap. Ragam kata dan jumlahnyapun sudah berkembang. Contoh, “Saya mau makan buah melon.”; ”Saya kemarin pergi ke rumah nenek di Bandung.”

Bentuk-Bentuk Komunikasi Berdasarkan Cara Pengasuhan Orangtua
A.Bentuk Komunikasi Otoriter (Memaksakan Kehendak)
Saat anak usia dini berkomunikasi, berbincang, maupun berdebat dengan kita, sering kali seorang anak merasa kesal, marah, dan berakhir dengan keterpaksaan anak menerima pendapat kita. Ini disebabkan sering kali anak dianggap sebagai orang yang tak tahu apa-apa dan harus menurut apa kata dan kehendak kita. Hal tersebutlah yang membuat anak enggan berkomunikasi dengan kita, karena sudah dapat diketahui hasil akhirnya: anak harus menuruti kehendak ibu dan ayahnya.
Inilah bentuk komunikasi otoriter yang tidak disukai anak usia dini. Ciri-cirinya saat sedang menjalin komunikasi bisa dilihat sebagai berikut :
a.    Lebih banyak bicara daripada mendengar, ini merupakan sifat kebanyakan ibu dan ayah. Kita merasa lebih mengerti dan lebih berpengalaman daripada anak kita. Padahal ini dapat membuat anak putus asa dan enggan menjalin komunikasi yang lebih baik dengan kita.
b.    Cenderung memberi nasihat dan arahan, tanpa memedulikan perbedaan masa lalu kita dengan masa anak. Kita cenderung mengatakan ini boleh atau itu tidak boleh dan mengharuskan anak mematuhi tanpa menjelaskan alasan dan sebab akibat jika mereka melakukannya. Tak jarang kita memberikan alasan yang tidak dipahami anak kita.
c.    Tidak mau mendengar dan memahami dahulu masalah yang dialami anak. Hal ini biasanya lebih dikarenakan keterbatasan waktu yang kita miliki, sehingga kita enggan berlama-lama mendengarkan masalah anak kita.
d.    Tidak memberi kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan pendapat. Kita cenderung merasa paling tahu dan paling benar daripada anak.
e.    Selalu menyalahkan anak. Jika anak melakukan kesalahan, kita tidak meminta penjelasan mengapa ia melakukan hal itu dan mengapa ia tidak boleh melakukan hal itu.
f.    Ibu dan ayah yang budiman, itulah gaya komunikasi otoriter atau komunikasi yang memaksakan kehendak pada anak usia dini dan hal ini tidak disukai oleh anak-anak kita.

B. Bentuk Komunikasi Demokratis (Saling Menghargai)
Kita harusnya mampu menjadikan saat berkumpul dan berbincang dengan keluarga sebagai saat yang berkesan bagi anak, meski itu hanya beberapa menit dalam sehari. Yang perlu kita pahami adalah setiap anak memiliki keinginan untuk dihargai dan pendapat yang mungkin berbeda.
Hal-hal yang bisa ibu dan ayah lakukan dalam menciptakan komunikasi yang berkesan dengan anak, antara lain :
  1. Anggap anak sebagai teman. Berikan perhatian dan kasih sayang pada saat ia menceritakan kisahnya, berikan tanggapan selayaknya seorang teman dan bukan sebagai orangtua yang mengatur hidup anaknya.
  2. Puji keberhasilan-keberhasilan kecil yang telah dilakukan anak. Hal ini akan membuat anak merasa dihargai dan bisa membuat bangga keluarga, juga dapat menumbuhkan rasa percaya dirinya.
  3. Hargai apa yang telah dilakukannya pada kita. Mungkin hanya sekadar perbuatan kecil, seperti mengembalikan mainan pada tempatnya, menata sepatu di raknya, dan sebagainya.
  4. Gunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak, bila perlu kita cari ungkapan yang paling sederhana agar ia dapat menangkap maksud tanpa salah mengartikan perkataan kita. Selain itu, gunakan kata-kata yang menarik saat berbicara dengannya dan sertai dengan canda-canda kecil agar ia tidak merasa tertekan.
  5. Yakinkan pada anak, kita bisa diandalkan. Tentu tidak hanya sebatas kata-kata, melainkan harus diwujudkan dengan perbuatan. Jadilah kita sebagai ibu dan ayah yang dapat diandalkan dan selalu ada di saat-saat ia sedang membutuhkan bimbingan, dorongan atau hanya sekadar pujian.
  6. Ungkapkan dengan perbuatan. Adakalanya komunikasi tidak terjalin melalui kata-kata namun tidak berarti komunikasi tidak terjalin. Untuk menunjukkan kasih sayang bisa diungkapkan melalui sentuhan, memeluk, membelai, menatap dengan lembut ataupun mencium. Hal ini bisa membuat anak merasa disayang dan diperhatikan.
  7. Ibu dan ayah terkasih, bila komunikasi demokratis yang saling menghargai ini dilakukan, anak akan menyukainya dan akan menjadi komunikasi yang berkesan.
C. Bentuk Komunikasi Permisif (Membiarkan)
Kita cenderung membiarkan anak, tidak peduli, dan kurang sekali terlibat saat berkomunikasi dengan anak. Biasanya kita kurang menggunakan hak kita untuk membuat aturan dan cenderung menerapkan hukuman pada anak, namun tidak membimbing dan memberikan peran anak dalam keluarga.

Tip Berkomunikasi dengan Anak
Ibu dan ayah yang berbahagia, berkomunikasi dengan anak usia dini berbeda dari berkomunikasi dengan remaja maupun orang dewasa. Pemikiran anak cenderung lebih sederhana, konkret (nyata), penuh khayal, kreatif, ekspresif2, aktif, dan selalu berkembang. Untuk itu, ibu dan ayah harus dapat menyesuaikan cara berkomunikasinya dengan anak-anak (bukan anak-anak yang harus menyesuaikan dengan ibu dan ayahnya). Dalam bahasa lain, kita menerapkan komunikasi demokratis atau yang saling menghargai.
Untuk membuat anak usia dini merasa nyaman saat berkomunikasi dengan ibu dan ayah, upayakanlah menerapkan hal-hal berikut:
1.     Dengarkan apa yang diceritakan ananda dan pancing untuk lebih banyak bercerita. Ia senang sekali menceritakan pengalaman-pengalaman yang baru dilaluinya dan ia akan bersemangat bercerita, jika ibu-ayah mendengarkan dan tertarik dengan apa yang diceritakannya.
2.    Saat ananda sedang menceritakan sesuatu, fokuskan perhatian pada ceritanya. Hentikan sejenak kegiatan yang ibu-ayah lakukan, ajak ia mendekat dan dengarkan dengan saksama. Jika perlu, beri sedikit tanggapan.
3.    Ulangi cerita ananda untuk menyamakan pengertian, karena mungkin bahasa anak berbeda dengan bahasa kita, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami cerita anak.
4.    Bantu ananda mengungkapkan perasaannya dengan bertanya. Jika ananda masih bingung tentang apa yang dirasakannya, apa yang membuatnya sedih atau gembira, maka dengan meminta ia bercerita akan membuatnya merasa diperhatikan.
5.    Bimbing ananda untuk memutuskan sesuatu yang tepat. Jelaskan akibat apa yang akan terjadi jika ia mengambil suatu keputusan, jelaskan sebab dan akibat dari keputusan itu secara sederhana agar mudah dimengerti olehnya.
6.    Emosi ananda yang masih belum stabil membuat ia mudah marah. Tunggu sampai ia tenang, baru dekati dan tanyakan apa yang mengesalkan hatinya. Jangan sampai membuat ananda merasa sedang diabaikan atau tak diacuhkan.
7.    Saat berkomunikasi dengan anak usia dini, ibu dan ayah tak perlu malu, misalnya harus berperan sebagai badut di depan anak, jika dengan cara itu anak akan lebih bisa memahami dan mengerti apa yang ibu-ayah maksudkan.
Komunikasi dengan anak yang dijalin sejak dini dapat memudahkan dalam mendidik dan mengarahkan anak usia dini. Yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan Ibu-Ayah Ketika Berkomunikasi dengan Anak

Hindari dan tidak dilakukan:

A. 12  gaya berkomunikasi negatif sebagai berikut :
1. Memerintah                                   7. Menyalahkan
2. Meremehkan                                 8. Menasehati
3. Membandingkan                           9. Membohongi
4. Memberi julukan negatif            10. Menghibur
5. Mengancam                                   11. Mengkritik
6. Menyindir                                      12. Menyelidik
Bila salah satu gaya itu dilakukan, maka:
- Anak usia dini tidak percaya pada perasaannya sendiri.
- Anak usia dini tidak percaya diri.

B. Berbicara tergesa-gesa.
Karena:
- Kemampuan anak usia dini menangkap pesan masih terbatas.
- Tidak memberi kesempatan pada anak usia dini untuk memahami pesan.
Bila hal tersebut dilakukan, maka:
- Anak usia dini tidak memahami pesan.
- Terjadi banyak kesalahan dalam proses pengasuhan, akhirnya ibu-ayah jadi sering marah.
II. Yang boleh dilakukan:
A. Membaca bahasa isyarat tubuh (perilaku anak).
Karena:
- Bahasa tubuh atau perilaku anak lebih mudah dilihat dan tidak pernah berbohong.
- Bahasa tubuh lebih nyata dibandingkan dengan bahasa lisan.
Bila hal tersebut tidak dilakukan, maka:
- Kita tidak akan memahami anak.
- Anak usia dini lebih mudah emosi/marah.
B. Mendengarkan ungkapan perasaan anak.
Dengan kita mendengarkan ungkapan perasaan anak berarti:
- Mengurangi emosi anak.
- Merangsang kemampuan berbicara.
Caranya:
- Kita ikut merasakan kesedihan, kegelisahan, dan kesenangan anak.
C. Mendengarkan aktif.
Untuk membangun anak dalam hubungan sosialnya dan kepercayaan dirinya..
Caranya:
- Dengarkan dengan sungguh-sungguh sepenuh perasaan.
- Wajah ibu-ayah menghadap langsung ke wajah anak, dengan pandangan mata sejajar.

D. Menggunakan pesan sayang.
Untuk melatih anak memahami perasaan orang lain.
Caranya:
- Ungkapkan perasaan sayang (positif) ibu-ayah kepada anak. Contoh, ”Ibu khawatir kalau kamu berlari-larian seperti itu, nanti kamu bisa terjatuh, Nak.” Atau, “Ayah sayang kamu, Nak. Karena itu Ayah sedih kalau kamu suka memukul temanmu.”
E. Menggunakan kata motivasi
Gunakan kata ”ayo”, ”coba”, ”mari”, ”silakan” untuk menggantikan kata ”jangan” dan ”tidak”. Catatlah berapa kali dalam sehari ibu dan ayah menggunakan kata ”tidak”, ”sudah”, ”berhenti”, ”jangan”, ”tunggu”, ”ayah/ibu bilang apa”. Gantilah kata-kata tersebut dengan kata-kata positif dalam komunikasi:
- Untuk memberikan motivasi dan dukungan, kata ”ayo”, ”coba”, ”mari”, ”silakan” dapat membantu anak usia dini mencoba melakukan. Sedangkan kata ”jangan” dan ”tidak boleh” kadang malah dapat mendorong anak melakukan perlawanan, penolakan atau ingin mencoba. Contoh kalimat larangan, ”Jangan naik pohon, nanti jatuh!”
Dapat diganti dengan kalimat ajakan, “Ayo, kita bermain di bawah pohon saja, pasti lebih menyenangkan.”
- Untuk menggantikan kalimat larangan harus diberikan pilihan yang dapat dipilih anak. Misalnya, seorang anak bernama Ade, meloncat-loncat di atas kursi, maka kalimat yang kita gunakan, misalnya, “Ade boleh duduk di atas kursi atau boleh meloncat di atas karpet ini.”
F. Menggunakan kalimat dan kata-kata positif.
Mengajak dengan menggunakan kalimat positif dan melarang dengan alasan yang bisa dipahami anak.
Contoh:
- Anak mau naik pohon yang basah karena hujan.
Kalimat yang biasa digunakan adalah, ”Kamu jangan naik pohon, nanti jatuh.” Sebaiknya ganti dengan kalimat, ”Nak, coba lihat, pohon ini licin karena hujan semalam, kamu bisa terpeleset dan jatuh kalau naik pohon ini.” Atau, ”Pohon ini licin karena hujan semalam, kamu bisa terpeleset dan jatuh kalau memanjatnya, jadi sebaiknya kamu tidak naik pohon ini.”
- Anak berjalan dengan menyeret selimutnya.
Kalimat yang biasa digunakan, ”Selimutnya jangan diseret-seret begitu, nanti jadi kotor.” Gantilah dengan kalimat positif berikut, ”Maaf, Nak, selimutnya sebaiknya tidak diseret-seret begitu, nanti jadi kotor.” Atau, ”Maaf, Nak, angkat selimutnya supaya tetap bersih.”
G. Membiasakan mengucapkan kata “terima kasih”, “permisi”, ”maaf” dan ”minta tolong” pada anak sesuai dengan kejadiannya.
Contoh:
- “Terima kasih ya, Nak, Bunda dibantu merapikan mainan.”
- “Permisi ya, Nak, Ibu ke dapur sebentar.”
- “Maaf, Nak, kita bermainnya sudah cukup dulu, sekarang waktunya mandi.”
- “Nah, Ayah minta tolong, sampahnya dibuang di tempat sampah, ya.”

H. Mengembangkan pertanyaan terbuka.
Untuk melatih berpikir kritis dan kecerdasan anak usia dini.
Caranya:
- Ajari anak membedakan perbuatan baik dan buruk.
Contoh, ketika anak menonton film kartun Tom and Jerry, tanyakan kepadanya, ”Nak, menurutmu, perbuatan Tom dan Jerry yang selalu berkelahi itu, baik apa tidak ya? Sebaiknya bagaimana, ya?”
- Ajari anak membedakan benar dan salah.
Contoh, ”Nak, sebaiknya kita membuang sampah di mana, ya?”
I. Menggunakan kata-kata yang benar.
Untuk melatih anak memiliki pengetahuan tentang tata bahasa yang benar, kita tidak dibenarkan mengikuti atau menirukan kata-kata anak yang masih belum jelas, atau pemenggalan kata yang tidak utuh. Contoh: kata ”mam-mam” untuk ”makan”, ”embin” atau ”obin” untuk ”mobil”, dan sebagainya.
Jadi, kita harus mengucapkan kata dengan istilah yang sebenarnya dan jelas. Contoh, kita mau meminta anak usia dini menirukan kata ”makan”. Jangan katakan, ”Nak, agar kamu jadi kuat dan sehat, kamu harus ma....” (mengharap anak melanjutnya dengan suku kata ”kan”). Seharusnya kita mengatakan, ”Nak, agar kamu jadi kuat dan sehat, kamu harus makan. Harus apa, Nak?”, dengan harapan anak akan mengatakan ”makan”. Jadi, gunakan kata yang utuh.
J. Memberikan contoh perbuatan dari orangtua.
Apa yang dilihat anak akan dilakukan, karena anak lebih percaya pada apa yang dilihat daripada didengar. Jadi, sebaiknya ibu dan ayah memberikan contoh perbuatan secara langsung pada anak.
Antara lain:
- Pembiasaan menggosok gigi saat anak telah tumbuh giginya. Ibu dan ayah menggosok gigi di dekat anak, anak diberikan sikat gigi yang sesuai dan dapat memotivasinya untuk mencoba, semisal sikat gigi dengan bentuk dan gambar-gambar lucu.
- Pembiasaan membuang sampah di tempat sampah. Ibu dan ayah menunjukkan sambil berkata, ”Kalau membuang sampah harus di tempat sampah.”
- Pembiasaan merapikan mainan. Ibu dan ayah memberikan contoh merapikan mainan, lalu anak diminta melanjutkan sampai tuntas. Atau, ibu-ayah mengajak dan anak merapikan mainan bersama-sama, ”Nak, ayo kita simpan kembali mobil-mobilan ini di kotak mainannya.”
- Pembiasaan membaca. Ibu dan ayah seringlah membaca buku, majalah, atau koran di dekat anak. Sediakan buku cerita bergambar yang sesuai dengan usia anak untuk merangsang anak tertarik dengan buku dan akhirnya jadi gemar membaca.

PESAN UNTUK IBU - AYAH
Ibu dan ayah yang budiman, apa pun yang didengar dan dilihat oleh anak usia dini, merupakan rangsangan yang akan diolah dan disimpan dalam ingatannya. Marilah kita memberikan contoh yang nyata dan hindari penggunaan kata-kata yang tidak layak didengar maupun sikap yang tidak layak dilihat olehnya. Untuk itu, dalam berkomunikasi dengan anak, ibu dan ayah harus memerhatikan karakter anak usia dini, agar komunikasi menjadi berhasil guna. Komunikasi harus dibina sedini mungkin dan dilandasi oleh pengertian dari ibu-ayah. Tentunya, komunikasi yang dapat dilakukan tidak hanya sebatas pada percakapan semata, tetapi juga bisa diwujudkan melalui perbuatan, seperti sentuhan, belaian, ciuman, perhatian, dan kata-kata positif.
Aturan yang konsisten3 merupakan bentuk komunikasi tidak langsung, yang berperan dalam proses pembiasaan anak selanjutnya. Jadi, ibu dan ayah harus menjaga konsistensi tentang semua aturan yang disepakati dan pembiasaan yang dilakukan bersama anak. Jika kesepakatan aturannya tidak boleh, maka kita pun tidak boleh melakukannya. Ingatlah, pada dasarnya anak hanya ingin merasa diperhatikan dan disayang oleh ibu-ayahnya.
Ibu dan ayah tercinta, komunikasi kita yang berkualitas pada anak usia dini akan membuat mereka mampu mengenal dan membedakan benar salah, memudahkan dalam mengetahui akar persoalan, serta memberikan kepentingan yang terbaik untuk anak. Harapannya, di masa yang akan datang, anak tidak salah dalam memilih pergaulan di luar rumah dan tidak mencoba-coba sesuatu yang membahayakan, baik bagi dirinya maupun lingkungannya.
Selamat menjalin komunikasi dengan ananda tercinta!

DAFTAR ISTILAH
1. Karakteristik = ciri-ciri khusus,
2. Ekspresif = mampu memberikan (mengungkapkan) perasaan, maksud
3. Konsisten = ajek, stabil,
SUMBER BACAAN
Perilaku menyimpang remaja, Data survey KOMNAS • Perlindungan Anak Indonesia, tahun 2007
Episentrum, Psikologi (Psychological Assessment, • Counseling).htm
Modul Komunikasi Dalam Pengasuhan Anak Usia Dini, • Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Non-Formal Dan Informal, Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia, th.2008
Psikologi Perkembangan, Hurlock, E. B.. Alih bahasa: • Dra. Istiwidayanti dan Drs Soedjarwo, M.Sc.: Erlangga Jakarta th.1993
Hubungan antara Gaya Pengasuhan Orang Tua dengan • Tingkah Laku Prososial Anak, Mahmud, H. R. Jurnal Psikologi. Vol II. No. 1, h. 1-9: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, tahun 2003.
I love You Ayah Bunda, Kumpulan Kisah Inspirasi • Pendidikan dan Parenting Terbaik Ayah Edy di Radio SMART FM. Tahun 2009
Dedy Andrianto, S.Kom

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011


PARENTING
Komunikasi Orang Tua

PENTINGNYA KOMUNIKASI SUAMI ISTRI
Ibu – Bapak salah satu tahapan perkembangan manusia adalah membentuk ikatan keluarga secara sah dalam lembaga perkawinan. Itu ditunjukkan dengan saling berjanji dan berkeinginan untuk mengikat diri dalam lembaga perkawinan antara dua manusia, yakni laki-laki dan perempuan. Harapan selanjutnya dari setiap pasangan yang memiliki latarbelakang berbeda tersebut mampu meraih kebahagiaan dan kelanggengan sepanjang kehidupan perkawinan mereka. Usaha untuk mencapai tahap ini tentunya tidak mudah, perlu penyesuaian diri dari masing-masing orang dalam perkawinan.
Perkawinan ibarat merawat tanaman. Ia perlu disirami dan diberi pupuk agar tumbuh subur dan bisa memberikan manfaat terhadap hubungan suami-istri dan lingkungannya. Suami-istri perlu saling berbagi dalam irama kehidupan perkawinannya, mulai dari urusan pekerjaan, anak, urusan pribadi dan lain-lain. Bahkan urusan keluarga besar pun perlu diperhatikan.
Hal yang paling mendasar dalam perkawinan selain rasa sayang dan cinta adalah komunikasi. Komunikasi merupakan alat agar pasangan dapat saling mengerti dan memahami sehingga kualitas hubungan menjadi makin baik. Komunikasi tidak hanya sekedar berbicara saja tapi juga perlu beberapa ketrampilan lain. Bacaan ini diharapkan bisa membantu pasangan suami istri agar lebih terampil berkomunikasi dalam kehidupan rumahtangganya. Selamat membaca.

KOMUNIKASI SUKSES SUAMI ISTRI
Tanpa disadari sebagaian besar waktu manusia dimanfaatkan untuk berkomunikasi. Mulai dari bangun tidur pagi hingga malam menjelang mau tidur. Apa itu komunikasi? Komunikasi adalah kegiatan penyampaian suatu pesan dari seseorang kepada orang lain. Pesan yang disampaikan dapat berupa pemikiran atau perasaan seseorang. Penyampaiannya bisa dilakukan dengan berbicara langsung, atau melalui tulisan, gambar, dan gerakan tubuh tertentu. Komunikasi dianggap berhasil apa bila pesan yang disampaikan oleh seseorang dimengerti dan dipahami oleh orang lain.
Kualitas hidup kita pun banyak ditentukan oleh keberhasilan dalam berkomunikasi dengan sesama. Komunikasi antara suami istri, orang tua dan anak, dengan tetangga, teman dan lain-lain. Demikian pula dengan keberhasilan dan kepuasan perkawinan pun ternyata ditentukan oleh keberhasilan suami dan istri dalam berkomunikasi. Kegagalan dalam berkomunikasi tidak jarang berakhir dengan perpisahan.

Mengapa komunikasi penting dalam perkawinan?
Setelah menikah dan hidup bersama pastilah setiap hari pasangan saling berkomunikasi. Komunikasi suami istri tidak hanya berupa pembicaraan saja. Sentuhan fisik seperti belaian, pelukan, tatapan mata adalah juga bentuk komunikasi yang penting dalam hubungan suami istri. Cara kita berkomunikasi dengan pasangan pastilah berbeda ketika kita melakukannya dengan teman, anak, tetangga.
Keberhasilan komunikasi pasangan haruslah dimulai dengan penghargaan terhadap pasangan. Hal lain yang turut menentukan adalah kemampuan menunjukkan empati. Empati adalah suatu upaya untuk menempatkan diri pada situasi dan kondisi yang dialami oleh orang lain. Selain itu, kemampuan mendengar dari masing-masing pasangan. Mendengarkan tidak hanya melibatkan indra pendengaran saja tapi juga mendengar dengan hati dan perasaan.

GAYA KOMUNIKASI LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
Tuhan menciptakan manusia dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Mereka diciptakan dengan berbagai perbedaan. Selain bentuk tubuh yang berbeda, cara berpikir dan berkomunikasinya juga berbeda.
Ada beberapa perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dapat memengaruhi komunikasi.
  1. Laki-laki dinilai lebih menggunakan pikiran, sementara perempuan dinilai menuruti perasaannya.
  2. Laki-laki lebih memilih diam, ketika menghadapi masalah. Sebaliknya, perempuan merasa lebih senang membicarakan kesulitan yang dihadapi dengan teman-teman.
  3. Laki-laki lebih mementingkan urusan pekerjaan, sementara perempuan lebih mementingkan keluarga.
  4. Laki-laki sulit menangkap sesuatu yang ada dalam hati atau pikiran perempuan, mereka pun tidak terbiasa menduga-duga. Sementara perempuan ingin dimengerti dan dipahami tanpa mereka perlu berbicara.
Perbedaan-perbedaan ini tentunya membutuhkan penyesuaian dalam kehidupan perkawinan. Bila perbedaan itu tidak terselesaikan, bisa jadi malah akan membawa masalah. Belum lagi permasalahan yang muncul dalam perkawinan itu kemudian.

HAL-HAL YANG PERLU DIKOMUNIKASIKAN DALAM PERKAWINAN
Perbedaan latarbelakang keluarga, budaya, pendidikan, ekonomi, kebiasaan adalah hal-hal yang seringkali harus dikomunikasikan diantara suami istri. Selain hal diatas berikut ini akan dijelaskan hal-hal yang sering dikeluhkan oleh pasangan sebagai penyebab kurang harmonisnya komunikasi diantara mereka.

  1. Pekerjaan rumahtangga
Suami dan istri seringkali berbeda pendapat dalam urusan pekerjaan rumahtangga. Pembagian tugas ini seringkali harus disesuaikan jika kemudian istri bekerja. Banyak suami yang merasa tidak pantas jika harus mencuci pakaian, memasak, mengepel, atau harus memandikan anak. Sementara istri merasa berkeberatan jika harus ke bengkel, membetulkan listrik ataupun saluran air.

  1. Uang
Uang adalah masalah peka dalam perkawinan. Berapa penghasilan yang diperoleh, bagaimana uang yang didapat akan digunakan, apakah perlu terbuka mengenai penghasilan pada pasangan? Uang seringkali disamakan dengan kekuasaan, siapa yang berpenghasilan besar dalam keluarga maka dialah yang kemudian menjadi penguasa dalam keluarga.

  1. Hubungan intim suami istri
Perbedaan gaya dan cara melakukan hubungan, pilihan waktu, tempat dan suasana seringkali memicu permasalah pada suami istri.

  1. Kesetiaan
Apakah benar pasangan pulang terlambat karena pekerjaan yang sangat banyak? Benarkah ia tidak pulang karena memang harus bekerja? Semua pertanyaan diatas menunjukkan bahwa seringkali kesetiaan perkawinan diuji, apalagi kemudian di kota besar kesempatan bekerja untuk perempuan makin terbuka lebar sehingga kesempatan pun semakin terbuka untuk bergaul dengan berbagai macam orang.

  1. Pengasuhan anak
Kehadiran anak tidak dipungkiri lagi memberikan perasaan bahagia namun disisi lain memiliki anak berarti siap memberikan perhatian dan kasih sayang. Siapa dan bagaimana mengasuh anak seringkali juga menjadi sumber masalah dalam keluarga.

Komunikasi Orang Tua dan Pengaruhnya Pada Anak 13

  1. Hak-hak pribadi
Perkawinan seringkali menuntut pengorbanan atas hak-hak pribadi masing-masing individu. Mereka jadi sulit untuk bertemu dengan teman-teman masa kecilnya, sulit melakukan hobi atau kebiasaan sebelum menikah. Ketika salah satu menuntut untuk dihargai hak pribadinya maka yang terjadi adalah pertengkaran dan menganggap bahwa mereka mau menang sendiri.
  1. Perbedaan dalam hal minat, hobi dan kebiasaan
Perbedaan dalam memilih warna pakaian, makanan, dan hal-hal kecil lain baru disadari ketika pasangan mulai menjalani hidup bersama. Banyak pasangan yang baru menyadari bahwa teman hidupnya ternyata sulit untuk rapi, semua benda diletakkan di sembarang tempat. Perbedaan kecil ini apabila tidak ada saling mengerti bisa menjadi sumber masalah yang berkembang besar.
Menyadari berbagai hal yang dikomunikasikan dalam perkawinan merupakan satu langkah awal untuk menemukan penyelesaikan yang tepat. Langkah selanjutnya adalah bagaimana pasangan mencoba berkomunikasi mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut.

6 HAL YANG WAJIB DIHINDARI DALAM KOMUNIKASI PASUTRI
Satu langkah yang baik dalam perkawinan adalah menyadari sumber masalah dalam perkawinan itu sendiri. Penelitian membuktikan bahwa para istri lebih banyak berkomunikasi baik pada pasangan maupun pada anak-anak. Para istri juga mengakui bahwa mereka lebih terbuka dalam menunjukkan perasaannya dibandingkan dengan para suami.
Para suami umumnya dilaporkan memang lebih banyak melakukan kegiatan yang tidak mengharuskan mereka berkomunikasi secara terbuka dengan pasangannya. Umumnya para suami lebih banyak menggunakan waktu di rumah dengan menonton televisi dibandingkan harus berkomunikasi dengan istri ataupun anak.
Menyadari bahwa adanya perbedaan cara komunikasi antara suami dan istri maka perlu disadari hal-hal apa saja yang menghambat pasangan untuk berkomunikasi. Komunikasi yang baik akan membantu pasangan menyelesaikan masalahnya, membuat keputusan dan mengungkapkan perasaannya secara tepat pula.
Berikut beberapa hal yang tidak dianjurkan ketika berkomunikasi di antara pasangan suami istri:
1. Pandangan yang merendahkan
Banyak pendapat yang menyatakan bahwa mata tidak pernah berbohong, jadi cara kita memandang pasangan menunjukkan pesan yang sesungguhnya. Tidak memandang ke arah lawan bicara mengindikasikan bahwa lawan bicara kita tidak penting. Untuk itu bisa Anda bayangkan bila hal ini dilakukan kepada pasangan. Ia tentu akan merasa direndahkan dan tidak dianggap penting oleh Anda.
2. Kritik
Mengungkapkan ketidaksetujuan dengan memberikan kritikan yang menyinggung membuat pasangan merasa tidak dihargai.
Contoh : ”Mestinya tahu bahwa kamu tidak bisa masak, jadi kenapa harus susah-susah masak!”
3. Prasangka
Seringkali kita sudah berprasangka terhadap apa yang akan dikatakan oleh pasangan, karena itu kemudian kita cenderung tidak mau mendengarkan.
Contoh : “Aku sudah tahu apa alasanmu, jadi buat apa kamu menjelaskan lagi!”
4. Menyalahkan
Dalam kondisi marah dan tegang, kita cenderung lebih mudah mencari kesalahan pada oranglain.
Contoh: ”Ini semua gara-gara kamu, kalau kamu tidak pulang terlambat kejadiannya tidak akan seperti ini!”
5. Tidak mau mendengarkan
Merasa bahwa kita ada dipihak yang benar, dan paling tahu segalanya sehingga tidak lagi merasa perlu mendengarkan pendapat dan masukan dari orang lain.
6. Menantang
Emosi negatif seringkali membuat kita terpancing untuk menantang pasangan.
Contoh : “Iya…memang kamu paling pandai di rumah ini.
Semua bisa kamu selesaikan sementara saya memang tidak bisa apa-apa. Ayo tunjukkan apa lagi kehebatan kamu!”

KIAT-KIAT KOMUNIKASI EFEKTIF PASUTRI
Menyadari bahwa pada dasarnya suami dan istri memang berbeda. Sulit untuk mengubah kondisi tersebut maka kita perlu melakukan suatu cara agar bisa menyelaraskan perbedaan tersebut.
Berikut beberapa kiat-kiat yang mungkin bisa dilakukan pasangan agar bisa berkomunikasi dengan lebih baik.

1.Pandai-pandai memilih kesempatan
Sebelum mengajak untuk berbicara lihatlah dulu kondisi psikologis pasangan, misalnya ia terlihat letih atau capai. Suasana hatinya sedang baik atau tidak. Kalau ia menunjukkan tanda-tanda itu, ajaklah pasangan mengobrol hal-hal yang ringan saja. Bila perlu beri ia waktu istirahat tanpa diganggu. Siapkan minuman hangat untuknya. Malam hari atau akhir minggu biasanya waktu yang paling pas. Sebelum tidur sempatkan bicara selama kurang 
lebih 15-20 menit.

2.Gunakan pesan “aku/saya”
Dalam berkomunikasi ada istilah asertif, artinya berusaha menyampaikan apa yang ada dalam pikiran dan perasaan kita tapi tanpa melukai ataupun merendahkan orang lain. Untuk bisa menyampaikan sesuatu secara terus terang mengenai apa yang dirasakan maka pesan “aku/saya” lah yang harus dipakai.
Misalnya: “Aku merasa diabaikan dengan kamu kerja sampai malam setiap hari.” atau “Saya merasa mengasuh anak tanpa dibantu oleh kamu.”

3. Berusaha untuk jujur dan terbuka
Mencoba jujur dengan apa yang dirasakan dan dilihat. Bukan membesar-besarkan masalah yang ada.
Misalnya: “Setiap hari kamu lembur, saya tahu bahwa kamu memang sudah tidak merasa nyaman di rumah dan lebih senang ada di kantor.” Kalimat yang baik, “Saya merasa diabaikan dengan setiap hari kamu lembur.”

4. Belajar menjadi pendengar yang baik
Mendengarkan bukan berarti harus diam. Sikap tubuh yang baik dengan menatap wajahnya dan mengungkapkan kata-kata menghibur apabila ia sudah mulai mengeluh.

5. Berbicara hal yang positif/baik
Hal ini mudah untuk dikatakan, namun sulit untuk dilakukan. Bila pembicaraan makin memanas umumnya kita mudah terpancing untuk menunjukkan perasaan negatif. Bila Anda dan pasangan mulai merasa bahwa situasi semakin memanas cobalah untuk menunda pembicaraan. Berhentilah dan coba untuk mengendalikan diri. Pembicaraan dilanjutkan lagi bila sudah bisa menjaga perasaan lebih positif. Sepakati dari awal jika salah satu mulai terpancing maka pembicaraan harus segera dihentikan, dan tentukan bersama waktu yang tepat untuk kembali membicarakan hal tersebut.

6. Semangat untuk berbagi
Pasangan seharusnya berada pada posisi yang setara. Kesetaraan ini tidak berarti harus melakukan hal yang sama, tapi saling melengkapi. Ketidakmampuan salah satu pasangan bisa ditutupi oleh pasangan lainnya sehingga ketimpangan dalam perkawinan tidak terjadi. Semangat ini juga harus ada dalam berkomunikasi. Anda dan pasangan seharusnya bisa membicarakan apa saja tanpa merasa pasangan tidak akan mengerti, mulai dari urusan pekerjaan, keuangan, pengasuhan anak, pembantu, sampai kehidupan seks, dan lain-lain.

7.Tunjukkan ketidaksetujuan pada permasalahan bukan menyerang sosoknya
Komunikasikan secara jelas dan spesifik masalah yang mengganggu diri Anda (bisakah menaruh buku atau koran yang sudah dibaca pada tempatnya) dan tidak menyerang dirinya 
kenapa sih kamu susah sekali diberitahu, dan selalu saja berantakan).

BAHAN RENUNGAN
Nilai-nilai yang perlu dikembangkan antara suami istri
• Saling menghargai
• Kasih sayang
• Merasakan perasaan pasangan
• Mendengar dengan hati
• Berpikir positif
• Ikhlas dalam melakukan tugas
• Menghargai perbedaan
• Menerima pasangan apa adanya

PESAN UNTUK SUAMI ISTRI
Menciptakan komunikasi pasangan suami istri (pasutri) yang tepat dan baik bukanlah hal yang mudah. Itu akan menjadi lebih mudah dilakukan dengan niat dan usaha untuk mempertahankan perkawinan.

Kesadaran bahwa perkawinan adalah menyatukan dua manusia dengan latarbelakang yang berbeda akan membantu banyak pasangan untuk melihat perbedaan itu bukan sebagai suatu ancaman namun tantangan untuk bisa menyatukannya dalam kehidupan perkawinan.
Kehadiran buah hati dalam perkawinan tentunya sangat diharapkan oleh pasangan, dan keberhasilan dalam berkomunikasi diantara pasangan tentunya juga akan terbawa saat mereka melakukan hal tersebut pada anak. Berilah contoh bagaimana menunjukkan rasa sayang, menyelesaikan masalah, mengungkapkan kemarahan dengan konstruktif, karena pada saat ini kita sebagai pasangan sedang menabur pupuk dan benih kepada anak-anak. Kita sebagai orangtua adalah contoh terbaik bagi anak-anak. Perkawinan yang hanya dihiasi oleh pertengkaran, saling mendiamkan dan masing-masing pasangan berjalan dengan keinginannya sendiri akan menjadi contoh buruk bagi anak kelak ketika ia menjadi orangtua.
Akhir kata, perkawinan yang ideal haruslah memiliki tiga aspek (kemesraan hubungan suami istri, kedekatan emosi, dan komitmen) yang berjalan selaras, kegagalan salah satu aspek akan membuat perkawinan menjadi pincang. Ketiga aspek inilah yang menjadi isu yang harus terus dikomunikasikan dalam perkawinan agar ketiganya tetap ada dalam kehidupan pasangan suami-istri.

DAFTAR ISTILAH
1. Konstruktif: susunan, model atau bentuk yang teratur.
2. Komitmen: perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu.
Sumber Bacaan
Don’t You Dare to Get Marrie; Until you read this ; • Donaldson, C., Three Rivers Press, 2001,
Personal Adjustment, Marriage and Family Living; • Landis, Judson T. & Landis, Mary G., Prentice Hall, 1970
Intimate Relationships; A Practical Introduction; William, • B.K., Sawyer, S.C., Wahlstrom, C.M. , Pearson Education Inc., 2006
Perempuan; Shihab, M.Q, Penerbit Lentera Hati, 2009•

Judiana Ratna Sari, M.Si
Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011




PARENTING 
KONSEP MATEMATIKA

BAGIAN I PENDAHULUAN

Bagi sebagian orangtua mendampingi anak saat bermain atau belajar bukanlah pekerjaan yang ringan, apalagi bila harus mengaitkannya dengan tujuan dan manfaat dari setiap kegiatan bermain anak. Demikian halnya dengan mengembangkan kemampuan matematika pada anak. Anak lebih sering diminta menghapalkan angka-angka, jumlah, bentuk-bentuk geometri, berbagai lambang dan bahasa matematika, tanpa perlu memahami prinsip-prinsip dasarnya. Bila demikian, maka sangat besar kemungkinan anak akan mengalami kesulitan ketika memasuki kelas 3 SD. Orangtua kemudian baru menyadari bahwa anak-anak mereka sesungguhnya belum memahami konsep dasar matematika.
Padahal, anak sudah mulai mengembangkan konsep matematika dari berbagai kegiatan sehari-hari. Misalnya ketika bayi, anak tahu bahwa dia kecil sedangkan ibu dan ayahnya besar, meskipun anak belum dapat mengungkapkannya dalam bahasa lisan. Ketika berusia batita (bawah tiga tahun), anak tahu bahwa jika ia menumpuk satu balok pada balok yang lain maka baloknya akan bertambah banyak (jadi dua) meskipun ia tidak dapat mengungkapkannya dalam bahasa lisan. Anak juga tahu kalau ia punya dua balok dan temannya punya sepuluh balok, maka balok temannya lebih banyak sehingga anak ingin mengambilnya dari temannya. Selain itu, anak sering memilih sendiri mainannya meskipun ia tidak tahu dasar pemilihannya. Anak juga tahu jadwal kegiatannya dalam sehari bila hal itu memang dilakukan secara rutin.
Buku ini memberikan sedikit pengetahuan bagi para orangtua anak usia dini dalam mendampingi anak-anaknya untuk mengenalkan konsep matematika. Orangtua diharapkan dapat memotivasi anak untuk senang belajar serta mengurangi kesulitan yang dialami anak dalam belajar matematika kelak di kemudian hari.

BAGIAN II
MENGENALKAN KONSEP MATEMATIKA PADA ANAK
A. Pengertian Matematika
Matematika merupakan salah satu jenis pengetahuan yang dibutuhkan manusia dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari. Misalnya ketika berbelanja maka kita perlu memilih dan menghitung jumlah benda yang akan dibeli dan harga yang harus dibayar. Saat akan pergi, kita perlu mengingat arah jalan tempat yang akan didatangi, berapa lama jauhnya, serta memilih jalan yang lebih bisa cepat sampai di tujuan, dll.
Bila kita berpikir tentang matematika maka kita akan membicarakan tentang persamaan dan perbedaan, pengaturan informasi/data, memahami tentang angka, jumlah, pola-pola, ruang, bentuk, perkiraan dan perbandingan.
Pengetahuan tentang matematika sebenarnya sudah bisa diperkenalkan pada anak sejak usia dini (usia lahir-6 tahun). Pada anak-anak usia di bawah tiga tahun, konsep matematika ditemukan setiap hari melalui pengalaman bermainnya. Misalnya saat membagikan kue kepada setiap temannya, menuang air dari satu wadah ke wadah lain, mengumpulkan manik-manik besar dalam satu wadah dan manik-manik yang lebih kecil pada wadah yang lain, atau bertepuk tangan mengkuti pola irama.
Mengenalkan Konsep matematika dapat dilakukan melalui kegiatan sehari-hari
B. Mengenalkan Konsep Angka pada anak usia bawah 3 tahun
Untuk mengenalkan konsep angka pada anak usia dibawah 3 tahun dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:
  1. membilang, yaitu menyebutkan bilangan berdasarkan urutan
  2. mencocokan setiap angka dengan benda yang sedang dihitung,
  3. membandingkan antara kelompok benda satu dengan kelompok benda yang lain untuk mengetahui jumlah benda yang lebih banyak, lebih sedikit, atau sama
Anak-anak mulai dapat mengembangkan pemahamannya tentang konsep angka bila mereka diajak menggunakan angka-angka di dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Misalnya mengajak anak menyanyikan lagu yang memuat angka seperti lagu Satu-satu, meminta tiga anak untuk membantu menata meja makan atau meletakan alat /bahan main.
Beberapa contoh kegiatan yang bisa dilakukan orang tua dalam mengembangkan konsep angka pada anak usia bawah tiga tahun, yaitu :
Pada bayi (0-8 bulan) :
  1. Sambil memakaikan kaos kaki pada bayi, tersenyum pada bayi dan mengucapkan “Nah ini satu kaos kaki untuk kaki kiri, dan satu lagi untuk kaki kanan. Dua kaos kaki untuk dua kaki”.
  2. Saat akan menyuapkan biskuit yang dihaluskan, sambil tersenyum ke bayi kita ucapkan” Sekarang waktunya makan biskluit ya”. Dan ketika bayi terlihat senang, maka kita bisa ucapkan “Kamu mau tambah biskuitnya. Kamu pasti lapar ya.”
Pada bayi (8-12 bulan):
1. Sediakan wadah-wadah mainan dan letakan masing-masing penutup didekatnya. Ajaklah bayi untuk meletakan tutup pada setiap wadah mainan
2. Letakan 2 buah mainan dihadapan bayi. Ajaklah bayi untuk memilih mainan yang akan dimainkan dan meraih mainan tersebut.
3. Beri contoh gagasan pada bayi untuk memberikan tanda “minta lagi” bila ingin meminta tambah biskuit lagi setelah menghabiskan biskuitnya.
Pada anak usia 12-24 bulan:
  1. Ajaklah anak bernyanyi lagu satu satu, balonku, dll, yang mengandung angka sambil bergerak mengikuti irama.
  2. Ajaklah anak untuk membantu memasukan setiap kuas lukis ke masing-masing wadah cat.
  3. Mintalah anak untuk memasukan bola plastik ke keranjang, kemudian ajaklah anak untuk menghitung bersama-sama jumlah bola yang ada di keranjang.
  4. Berikan gagasan agar anak boleh meminta lagi playdough bila bungkahan playdough yang diberikan masih kurang
Pada anak usia 24-36 bulan :
Contoh kegiatan mengenalkan konsep angka pada anak
  1. Siapkan beberapa buah mainan mobil-mobilan dan balok asesoris. Ajaklah anak untuk menyusun barisan antrian mobil. Berikan gagasan untuk meletakan batasan pada setiap mobil dengan menggunakan balok asesoris.
  2. Ajukan anak dengan pertanyaan seperti, “ Berapa umurmu sekarang?” Ketika anak menjawab ” dua” maka tunjukan dengan dua jari sambil mengucapkan “dua”.
  3. Ajaklah anak untuk bersama-sama bermain menumpuk beberapa balok atau kardus. Ketika selesai, tanyakan pada anak, “bangunan siapa yang lebih tinggi”. Biarkan anak berkata “punyaku yang lebih tinggi”. Kemudian mintalah anak untuk menghitung balok atau kardus yang sudah ditumpuknya.
C. Mengenalkan Konsep Pola dan Hubungan pada anak usia bawah 3 tahun
Pola merupakan susunan benda yang terdiri atas warna, bentuk, jumlah, atau peristiwa. Contoh susunan pola berdasarkan ukuran: besar, kecil, besar, kecil. Susunan pola berdasarkan warna: merah, biru, merah, biru. Dan, susunan pola berdasarkan peristiwa sehari-hari: sesudah makan biskuit, saya minum susu.
Untuk mengembangkan kemampuan mengenal pola dan hubungan, anak perlu diberi banyak kesempatan untuk menggali dan memanipulasi benda dan mencatat persamaan dan perbedaanya.
Beberapa contoh kegiatan yang bisa dilakukan orangtua dalam mengembangkan pola dan hubungan:
Pada bayi usia 0-8 bulan:
  1. Kenakan pakaian yang lebih berwarna warni, dan biarkan anak memperhatikan corak pakaian tersebut.
  2. Sambil membawa botol susu datangi anak dan biarkan anak melambaikan tangan menyambut kedatangan anda.
  3. Letakan bayi di karpet yang bersih dan tidak berdebu. Biarkan anak merasakan permukaan karpet dengan kakinya.
Pada bayi 8-12 bulan:
  1. Ambilah sebuah sendok kemudian dekatkan ke depan mulut anak. Biarkan anak membuka mulutnya.
  1. Konsep Matematika Untuk Anak Usia Dini 13
  2. Letakan bermacam-macam cangkir plastik dengan ukuran yang berbeda. Biarkan anak bermain dengan cangkir-cangkir tersebut dan mencoba menumpuknya.
  3. Letakan secara acak beberapa balok lunak atau kardus di lantai. Berikan gagasan agar anak mau mengumpulkan dan menyusun balok atau kardus menjadi sebuah baris.
Pada anak usia 12-24 bulan:
  1. Sediakan alat musik gendang atau bisa dibuat dari kaleng bekas biskuit atau susu ditutup karet balon. Ajak anak agar mau memukul gendang tersebut. Berikan beberapa contoh irama pukulan gendang untuk ditiru anak.
  2. Sediakan air dalam baskom berukuran sedang, cangkir plastik, dan botol aqua bekas. Berikan gagasan agar anak menuang air dengan cangkir ke botol.
  3. Ketika membacakan buku cerita, ucapkan kalimat yang diulang-ulang pada beberapa halaman berikutnya, misalnya: “Nah, kucing yang tadi warna bulunya putih. Kalau kucing yang ini warna bulunya hitam. ”
  4. Ketika membacakan buku cerita, sambil menunjuk ke gambar ucapkan “ Kelinci mana yang lebih besar ?” Amati jawaban anak.
Pada anak usia 24-36 bulan:
  1. Ajak anak untuk mengelompokan mainan mobil-mobilan atau boneka berdasarkan ukuran besar dan kecil.
  2. Berikan anak sebuh gendang atau mainan yang berbunyi bila dipukul. Anda memegang botol plastik kososng. Mintalah anak untuk memukul gendang setelah anda memukul botol. Lakukan ini berulang-ulang. Selanjutnya anak memukul gendang terlebih dulu diikuti anak.
  3. Ajak anak untuk menumpuk buku-buku mulai dari yang berukuran besar hingga yang paling kecil.
D. Mengenalkan Konsep Hubungan Geometri dan Ruang pada anak usia bawah 3 tahun
Pengertian yang dimaksud di sini adalah anak mengenal bentuk-bentuk geometri (segitiga, segi empat, persegi, lingkaran) yang sama dan posisi dirinya dalam suatu ruang. Anak bisa paham tentang pengertian ruang yang dimaksud di sini ketika mereka sadar akan posisi dirinya dihubungkan dengan benda-benda dan penataan di sekelilingnya. Anak belajar tentang lokasi/tempat dan letak/posisi, seperti: di atas, di bawah, pada, di dalam, di luar. Selain itu, anak juga belajar tentang pengertian jarak, seperti: dekat, jauh, dll.
Mengenalkan hubungan geometri dan ruang pada anak bisa dilakukan dengan cara mengajak anak bermain sambil mengamati berbagai benda di sekelilingnya. Anak akan belajar bahwa benda yang satu mempunyai bentuk yang sama dengan benda yang satunya. Ketika anak melihat buah apel dan bercerita, “Buah apel ini bentuknya seperti bola,” maka sebenarnya anak sedang mengembangkan pengertian tentang geometri. Orang tua yang memiliki anak usia 1-3 tahun dapat menyediakan balok-balok lunak atau kardus-kardus bekas obat dari berbagai ukuran agar anak bisa bereksplorasi dan membangun.
Beberapa kegiatan yang bisa dilakukan orangtua untuk mengembangkan hubungan geometri dan ruang pada anak:
Pada bayi 0-8 bulan:
1. Letakan sebuah botiol susu di hadapan bayi. Biarkan bayi memegang botol tersebut dan merasakan bentuk botol dengan kedua tangannya.
2. Selimuti bayi. Biarkan bayi memegang dan merasakan keseluruhan bentuk dan permukaan selimut.
3. Biarkan bayi merangkak atau merayap sepanjang tepi meja untuk merasakan bentuk meja.
Pada bayi 8-12 bulan:
1. Ajak anak merangkak kedalam terowongan. Biarkan anak merasakan berada di ruang tertutup tetapi masih bisa memandang dan menjangkau luar dengan kedua tanggannya.
2. Ajak anak untuk melempar bola plastik ke dalam keranjang.
Pada anak usia 12-24 bulan:
  1. Sediakan boneka dan kotak yang ukurannya lebih kecil dari boneka tersebut. Berikan gagasan agar anak mau mencoba memasukan boneka ke kotak. Setelah anak mengerti bahwa kota terlalu kecil maka ambil kotak lain yang lebih besar, birakan anak memasukan boneka ke kotak tersebut.
  2. Sediakan kotak yang permukaannya terdapat beberapa lubang berbentuk segitiga, persegi, lingkaran, segiempat. Biarkan anak memasukan keping segitiga, persegi, lingkaran dan segiempat ke kotak tersebut.
Pada anak 24-36 bulan:
  1. Ajak anak bermain meniup busa sabun di luar. Amati apa yang diucapkan anak. (Misalnya:” Lihat ada banyak bola !”
  2. Ajak anak untuk mengenal nama-nama benda di sekitar, misal: “Lihat, piring ini seperti apa bentuknya”. Biarkan anak yang menjawab.
E. Mengenalkan konsep Memilih dan Mengelompokan pada anak usia bawah 3 tahun
Memilih dan mengelompokan meliputi kemampuan mengamati dan mencatat persamaan dan perbedaan benda. Anak-anak usia di bawah tiga tahun mengenal persamaan dan perbedaan melalui kelima indera mereka pada saat bereksplorasi dengan benda-benda di sekitar. Anak belajar melalui memperhatikan, mendengar, menyentuh, merasakan, mencium bau benda-benda yang dimainkannya, sehingga mengetahui benda-benda yang sama dan yang berbeda.
Beberapa contoh kegiatan yang bisa dilakukan orangtua untuk mengembangkan kemampuan memilih dan mengelompokan pada anak :
Pada bayi 0-8 bulan:
  1. Ketika bayi menangis, katakan: “Ya ibu datang. Ibu mendengar suaramu.” Bayi akan belajar mengenali suara anda.
  2. Berikan 2 macam mainan bayi yang berbunyi. Biarkan bayi menunjukan minat pada mainan tertentu dan memainkannya.
Pada bayi 8-12 bulan:
  1. Sediakan 2 macam buah-buahan masing-masing jenis 3, misal: apel dan jeruk pada sebuah wadah. Ajaklah anak untuk memilih buah dan meletakan di luar wadah.
  2. Sediakan beberapa macam alat dapur yang bisa dibunyikan seperti: tutup panci, tutup gelas, piring kaleng, dll. Biarkan anak memilih alat tersebut dan membunyikannya menggunakan supit kayu atau plastik untuk makan mi.
Pada anak 12-24 bulan:
  1. Memberikan sebuah gambar kucing pada anak. Biarkan anak menyebutkan nama binatang tersebut.
  2. Sediakan 5 buah balok lunak warna merah. Ajak anak untuk membariskan balok-balok tersebut seperti barisan balok berdasarkan pola warna merah.
Pada anak 24-36 bulan:
  1. Sediakan 1 keranjang dan beberapa bola plastik terdiri dari 3 warna, masing-masing warna 4 bola. Ajak anak untuk memasukan semua bola yang berwarna misalnya yang berwarna kuning ke keranjang.
  2. Sediakan bermacam-macam kotak kardus dari berbagai ukuran dan bentuk. Ajak anak untuk menumpuk kotak-kota tersebut menjadi seperti sebuah menara. Biarkan anak memilih kotak-kotak yang sama bentuk dan ukurannya untuk ditumpuk.
F. Mengembangkan konsep angka pada anak usia 3-6 tahun
Konsep angka dikembangkan melalui 3 tahap:
  1. Menghitung. Tahap awal menghitung pada anak adalah menghitung melalui hapalan atau membilang. Orangtua dapat mengembangkan kemampuan ini melalui kegiatan menyanyi, permainan jari, dll yang menggunakan angka.
  2. Hubungan satu-satu. Maksudnya adalah menghubungkan satu, dan hanya satu angka dengan benda yang berkaitan. Teknik ini bisa dilakukan melalui kegiatan sehari-hari.
  3. Menjumlah, membandingkan dan simbol angka.
Ketika orangtua meminta anak mengambilkan 3 buah biskuit, dan anak membawa 3 buah biskuit. Anak tersebut mengerti tentang konsep jumlah. Anak yang paham urutan angka, akan tahu bahwa kalau menghitung 3 biskuit dari kiri ke kanan dan dari kanan ke kiri maka jumlahnya akan sama. Anak yang paham konsep perbandingan akan paham benda yang lebih besar, jumlahnya lebih banyak, lebih sedikit, atau sama.
Beberapa contoh kegatan yang dapat dilakukan orang tua dalam mengembangkan konsep angka, yaitu:
  1. Meminta anak menghitung jumlah cangkir yang diperlukan untuk mengisi botol sampai penuh dengan pasir.
  2. Mieminta anak menghitung jumlah balok yang diperlukan untuk membuat bangunan yang dibuat anak.
G. Mengembangkan Konsep Pola dan Hubungan pada anak usia 3-6 tahun
Tujuan mengenalkan pola dan hubungan pada anak usia 3-6 tahun adalah mengenalkan dan menganalisa pola-pola sederhana, menjiplak, membuat, dan membuat perkiraan tentang kemungkinan dari kelanjutan pola.
Beberapa contoh kegiatan yang bisa dilakukan orangtua untuk mengembangkan pola dan hubungan pada anak:
  1. Mengajak anak bermain menyusun antrian mobil-mobilan membentuk pola barisan merah, hitam, merah, hitam, merah, hitam
  2. Mengajak anak bermain membuat rantai gelang dari kertas warna putih, biru, hijau, putih, biru, hijau.
H. Mengembangkan Konsep Hubungan Geometri dan Ruang pada anak usia 3-6 tahun
Anak belajar mengenal bentuk-bentuk dan penataan di lingkungan sekitar. Saat anak bermain dengan balok, cat lukis, menggambar, menggunting bentuk-bentuk geometri, mengembalikan balok ke rak, sebenarnya anak sedang belajar tentang bangun datar dan bangun ruang serta kegunaannya. Pertama anak belajar mengenal bentuk-bentuk sederhana (segitiga, lingkaran, segi empat). Kedua, anak belajar tentang ciri-ciri dari setiap bentuk geometri. Selanjutnya, anak belajar menerapkan pengetahuannya untuk berkreasi membangun dengan bentuk-bentuk geometri.
Beberapa contoh kegiatan yang bisa dilakukan orangtua untuk mengembangkan hubungan geometri dan ruang pada anak:
  1. Mengajak anak bermain meniup busa sabun menggunakan sedotan plastik yang ditekukan pada bagian ujungnya sehingga membentuk lingkaran lalu diikatkan ke batang sedotan. Ajak anak mengamati bahwa bentuk gelembung-gelembung sabun yang ditiup anak seperti bentuk lingkaran.
  2. Sediakan kardus-kardus bekas (obat, susu), botol-botol plastik, sedotan plastik, kertas warna, dll. Ajak anak untuk membangun sebuah halaman impian untuk tempat bermainnya menggunakan barang-barang bekas tersebut.
I. Mengembangkan Konsep Pengukuran pada anak usia 3-6 tahun
Anak belajar pengukuran dari berbagai kesempatan melalui kegiatan yang membutuhkan kreativitas. Tahap awal anak tidak menggunakan alat, tetapi mengenalkan konsep lebih panjang, lebih pendek, lebih ringan, cepat, dan lebih lambat. Tahap berikutnya, anak diajak menggunakan alat ukur bukan standar, seperti pita, sepatu, dll. Pada tahap lebih tinggi lagi, anak diajak menggunakan jam dinding, penggaris, skala, termometer.
Beberapa contoh kegiatan yang bisa dilakukan orangtua untuk mengembangkan pengukuran pada anak:
  1. Mengajak anak mengukur panjang dan lebar rak mainan menggunakan balok unit.
  2. Mengajak anak menghitung jumlah cangkir berisi pasir yang diperlukan untuk mengisi penuh sebuah ember kecil.
  3. Mengajak anak mengukur karpet menggunakan pita.

J. Mengembangkan Konsep Pengumpulan, Pengaturan dan Tampilan
   Data pada anak usia 3-6 Tahun
Pada awalnya anak mulai memilih benda tanpa tujuan. Selanjutnya anak memilih mainan dengan tujuan, misalnya berdasarkan warna, ukuran , atau bentuk. Pada tahap yang lebih tinggi anak dapat memilih mainan berdasarkan lebih dari satu variabel, misal berdasarkan warna dan bentuk, atau warna, bentuk dan ukuran.
Pengetahuan tentang grafik merupakan bentuk perluasan dari memilih dan mengelompokan. Membuat grafik merupakan cara anak untuk menampilkan bermacam-macam informasi/data dalam bentuk yang berlainan. Misalnya anak membuat grafik sederhana tentang jenis sepatu yang dipakai anak.
Beberapa contoh kegiatan yang bisa dilakukan orangtua untuk mengembangkan pengumpulan, pengaturan dan tampilan data pada anak:
a.    Mengajak anak mengumpulkan bermacam-macam daunan-daunan. Kemudian ajak anak mengelompokan bentuk daun-daunan tersebut. Setelah itu, buatlah daftar tentang jumlah daun untuk setiap bentuknya dengan cara menyusun daun-daun yang sama menjadi barisan tegak lurus ke atas. Ajak anak mencatat jumlah setiap kelompok daun.
b.    Mengajak anak membuat grafik tentang keadaan cuaca setiap hari dalam 1 bulan.


BAGIAN III TIPS UNTUK ORANG TUA
Beberapa tips yang bisa dilakukan orangtua dirumah:
  1. Libatkan anak dalam kegiatan sehari-hari di rumah. Misalnya membantu meletakan piring dan gelas ke rak, meletakan baju-baju yang sudah disetrika ke lemari.merapikan handuk dan selimut di lemari.
  2. Menyediakan anak berbagai kesempatan dalam kegiatan sehari-hari yang menggunakan angka. Misalnya menata meja makan, menata alat main sesuai fungsi, meletakan kaos kaki pada masing-masing sepatu.
  3. Meminta anak untuk membantu menata sepatu anggota keluarga dirak mulai dari sepatu ukuran kecil hingga yang berukuran besar.
  4. Mengajak anak untuk membantu menata buku-buku, berdasarkan ukuran, ketebalan buku, atau jenis kertasnya.
  5. Memberi kesempatan pada anak untuk sering bermain dengan playdough, atau tanah liat. Biarkan anak berkreasi dengan bahan tersebut.
  6. Ajak anak untuk berlari, melompat, meloncat pada gambar bentuk-bentuk geometri yang dibuat dari tali, kapur, dll.

BAGIAN IV PENUTUP
Sampailah kita pada akhir BAGIAN buku tentang Mengenal Konsep Matematika pad Anak Usia Dini. Akan tetapi, penulis berharap ini merupakan awal dari sebuah perjalanan pembelajaran menuju pemahaman baru tentang pengenalan konsep matematika pada anak. Bacalah buku ini dengan sabar. Ikutilah alur penjelasannya. Ulangi membaca sampai anda benar-benar paham isi buku ini. Secara bertahap coba terapkan contoh-contoh yang terdapat pada isi buku.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat pada buku ini yang mungkin belum dapat menjawab permasalahan anda. Janganlah berkecil hati. Buku ini baru awal permulaan. Penulis berharap suatu saat nanti akan ada buku lanjutan yang lebih menjawab permasalahan anda. Semoga Tuhan merahmati segala usaha kita. Amin.







Sumber Bacaan
Schiller Pam and Lynne Peterson (1997). Count on Math. • Activities for small hands and lively minds. Bestville: Gryphon House, Inc.
Trister Dodge Diane, Sherrie Rudick and Kailee Berke • (2006). Creative Curriculum : For Infants, Toddlers, and Twos (2nd Edition). Washingto D.C.: Teaching Strategies Inc.
Trister Dodge Diane, Laura J. Colker and Cate Heroman • (2002). Creative Curriculum : For Preschool (4th Edition). Washingto D.C.: Teaching Strategies Inc.
Wallace Belle (2002). Teaching Thinking Skills Accross • The Early Years: A Practical Approach for Children Aged 4-7 Years. London: David Fulton Publishers.
Guha Smita. Integrating Mathematics for Young • Children Through Play. 2001. From http:// www naecy.org/resources/journal.
26 Konsep Matematika Untuk Anak Usia Dini

Lestari KW, M.Hum

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011

Tema Parenting : (Kumpul Keluarga Rutin)
Kupersembahkan untuk Keluarga tercinta dan Keluarga Indonesia., temukan ‘Keajaiban Aura Keluarga’ anda dan raihlah kesuksesan semua anggota keluarga dengan dimulai dari keluarga.
 ( Soeryo Poetranto)

PEMBUKAAN / PENGANTAR
Kami panjatkan puji syukur kepada tuhan yang maha kuasa Allah SWT karena hanya atas izin dan anugerah nya buku panduan ‘ Kumpul Keluarga Rutin (KKR) ’ ini dapat diterbitkan, terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan yang di- berikan dari yang tercinta orang tua kami, istri dan anak-anak, yang terhormat para guru kami, para sahabat, dan semua pihak yang telah berkenan membantu kepada penulis sehingga dapat terwujudnya buku ini.
Kami sampaikan selamat kepada para pembaca dan keluarga bahagia yang telah mendapatkan kesempatan untuk belajar bersama-sama mengenai ‘Kumpul Keluarga Rutin’ (KKR).., tidak ada sehelai daunpun yang jatuh tanpa seijin Tuhan Yme, Allah SWT karena itu pun tidak ada sesuatu terjadi tanpa alasan sehingga buku ini dapat di tangan anda keluarga Bahagia maka pastilah jua Tuhan yang mengaturnya, semoga menjadi manfaat dan berkah, dan menjadikan keluarga anda menuju keluarga sakinah dan Tangguh di abad 21 ini.
Harta yang paling berharga adalah keluarga..Istana yang paling indah adalah keluarga/Puisi yang paling bermakna adalah keluarga/Mutiara tiada tara adalah keluarga...SYAIR yang sangat sering dan akrab di telinga kita ini memberikan makna betapa berarti dan pentingnya sebuah institusi keluarga bagi semua manusia tanpa terkecuali dan bahkan bagi masyarakat. Jika melanjutkan bicara masyarakat, maka kita juga akan bicara sebuah bangsa.
Keluarga ideal dan idaman adalah keluarga yang didalamnya terdapat kepemimpinan suami yang arif dan cepat tanggap atas permasalahan dalam keluarga (Sabda Rasulllah Saw: ‘Sebaik baiknya kalian adalah sebaik baiknya kalian terhadap keluarganya dan aku adalah sebaik baik kalian terhadap keluarga ku.Tidak ada yang memuliakan wanita kecuali orang mulia, dan tidak ada yang merendahkan nya kecuali orang terkutuk’ ; HR Ibnu ‘Asakir), didampingi istri yang mampu mengimbangi keberadaan suami dengan kelembutan dan berdaya mengelola manajemen di rumah (‘Istri adalah pemimpin dalam urusan rumah tangga an ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinan nya ‘; HR Al Bukhari) dan tentunya menjadikan anak-anak yang saleh dan berprestasi.
Tidak hanya sekedar selogan kehidupan : Baiti Jannati (rumahku surgaku) , tapi benar-benar mampu terealisasikan dan tampak nyata dalam keseharian berkeluarga. Keluarga adalah akar dan fondasi kesuksesan hidup bagi semua anggota keluarganya.. siapa yang tidak ingin ..??
Bagaimana kita mewujudkan keluarga Idaman...? Apakah bisa ? Apakah mungkin ?..., Sudah seharusnya jawabannya adalah: Ya,Ya,dan Ya karena para pembaca yang budiman pada dasarnya Tuhan yang maha kuasa Allah SWT telah memberikan kepada setiap keluarga anugerah tali persaudaraan sesama keluarga yang tercipta sejak adanya pernikahan dan mempunyai keturunan... Sehingga bagaimana caranya memberdayakanya? marilah bersama-sama kita mempelajari apa arti makna dan manfaat ‘ Kumpul Keluarga Rutin ( KKR) ’.
Keluarga kami pun merasa sangat beruntung dan bersyukur karena dengan mengadakan Kumpul Keluarga Rutin (KKR) menjadi suatu acara ritual yang sangat menyenangkan dan di nanti-nanti oleh semua anggota keluarga, tanpa kami sadari tingkat kepercayaan, pengertian dan tali kasih bertumbuh kembang dengan harmonis selain itu tanpa disadari anak-anak menjadi lebih percaya diri, santun, mudah bergaul, dan menjadikan prestasi di sekolah yang sangat membanggakan.
Kami percaya keluarga anda pun akan dapat menikmati dan menemukan manfaat yang begitu luas dari Kumpul Keluarga Rutin ( KKR ). Buku ini dibuat dalam beberapa bagian tahapan untuk memudahkan para pembaca dan keluarga memahami dan mempraktekkan pada keluarganya masing-masing
Saya sangat bersyukur atas dukungan Kementerian Pendidikan Nasional RI khususnya Direktorat PAUD yang memiliki program penguatan PAUD berbasis keluarga (parenting) sehingga dapat diterbitkannya buku ini. Terima kasih kami doakan semoga bermanfaat dan berhasil !
“ KEHARMONISAN KELUARGA ADALAH KESELARASAN DAN KEBAHAGIAAN HIDUP “
Salam Keluarga,
Soeryo Poetranto
2. PENGERTIAN UMUM KEHIDUPAN KELUARGA DI MASYARAKAT
Fenomena kehidupan metropolis sudah mendarah daging dari pelosok desa sampai kota metropolitan itu sendiri sudah memjadi hal yang ‘biasa’ di tambah lagi dengan berlombanya kenaikan biaya kebutuhan hidup, pengangguran yang meledak, pemerkosaan, pelecehan, pornografi, pornoaksi dan berbagai bentuk kriminalitas lainnya manjadi momok menakutkan di masyarakat. Krisis dahsyat ini memorak-morandakan tatanan masyarakat terutama keluarga. Suami-istri bersitegang, anak-anak terlibat narkoba atau kenakalan remaja lainnya, jumlah keluarga miskin terus meningkat, dan generasi tak bermoral serta tak berpendidikan membengkak.
Keluarga yang meninggalkan nilai-nilai agama terbukti tak mampu menahan krisis. Sebab keluarga tersebut dibangun atas landasan materialistis dan mengabaikan nilai-nilai keimanan.
Ketika mempunyai jabatan, materi berlimpah malah menjadikan keluarga amburadul karena kebobrokan moralitas suami atau istri yang menimbulkan perselingkuhan belum lagi akan menjadi masalah yang lebih besar bilamana sang dewa ‘materi‘ hilang atau berkurang menjadikan semua anggota keluarga menjadi super panik tidak terkendali karena dasarnya segala sesuatu hanya di ukur dengan uang/materi.
Apakah hal ini yang keluarga anda inginkan ? Apakah bisa dan mampu anggota keluarga anda membentuk keluarga idaman ?
3. HAL-HAL KELEMAHAN DALAM KELUARGA
Para pembaca dan keluarga bahagia demikian faktor-faktor di atas yang telah melekat pada tatanan masyarakat sekitar kita yang sering kali karena aktifitas rutin dan tanggung jawab atas kebutuhan di rumah tangga menyebabkan kita sebagai orang tua dan sebagai anggota keluarga lengah.!
Reformasi sudah menjadi bahasa keseharian di berbagai bidang, mengapa kita tidak memulai reformasi keluarga sebagai titik awal dari segala bidang reformasi karena pada dasarnya institusi sosial masyarakat yang terkecil adalah keluarga sehingga pada waktunya bilamana keluarga sudah tangguh maka ketangguhan masyarakat sekitar akan menjadi nyata dengan era reformasi menjadi masyarakat berjiwa kritis dan bertanggung jawab
Para pembaca dan keluarga bahagia mungkin bertanya : ’lalu bagaimana memulainya?’ jawabanya ada didalam buku ini tetapi perlu saya ingatkan keberhasilan itu terletak kepada keluarga anda sendiri bagaimana anda melakoni Kumpul Keluarga Rutin (KKR) ini untuk menjadi fondasi keluarga anda.
4. KETANGGUHAN KELUARGA
Apa ya maksud ketangguhan keluarga ? kan artinya luas...?
Iya memang artinya luas dan banyak tetapi para pembaca dan keluarga bahagia marilah kita fokus untuk arti yang mudah dan yang terpenting keluarga kita akan sanggup menuju keluarga tangguh.
Kapasitas dan kemampuan keluarga termasuk anggota keluarga dalam mengatasi berbagai faktor yang telah kita bahas di bab 2 (Faktor Kelemahan Keluarga) dan menjadi faktor unggulan adalah indikator ketangguhan keluarga anda
Komunikasi...! komunikasi....! komunikasi adalah media dasar didalam keluarga yang sering kali dianggap tidak penting padahal merupakan titik awal setiap individu didalam keluarga untuk berinteraksi secara SESUAI BUDAYA KELUARGANYA DAN BENAR..., maksudnya adalah semua anggota keluarga seharusnya memahami apa yang paling benar apa yang paling cocok dalam berkomunikasi di keluarganya, benar dan cocok itu melingkupi : waktu yang tepat, suasana yang tepat, gaya dan santun bicara yang tepat, tujuan pembicaraan yang tepat. Hal-hal inilah biasanya dimulainya terjadi : KESALAHPAHAMAN / PENGERTIAN yang dapat menyulut emosi di dalam keluarga. Para pembaca dan keluarga bahagia tidak perlu khawatir Karena di buku Kumpul Keluarga Rutin (KKR) ini anda akan menemukan jawaban dan caranya
Mendengarkan adalah lebih dari sekedar dengar, merupakan ekspresi yang penting di tunjukan kepada keluarga bahwa anda sangat ingin mendengarkannya :
  1. Tunjukan anda mendengarkan dengan melihat kepada yang bicara
  2. Hindari memotong pembicaraan dan tidak terburu- buru untuk menambahkan ide anda
  3. Perhatikan tingkat dan volume suara anda
  4. Tunjukan anda dapat mengerti motif perasaan dari yang bicara
  5. Gunakan kata-kata yang tidak menyerang
Apakah anda sudah melakukan seperti ini ? mengapa komunikasi demikian penting seperti yang sudah di sampaikan sebelumnya ini adalah media dasar dalam menjadikan keluarga anda keluarga tangguh dengan membuat ritual kumpul keluarga rutin (KKR)
5. KUMPUL KELUARGA RUTIN (KKR)
Para pembaca dan keluarga bahagia sampailah kita pada bab untuk mendapatkan jawaban mengetahui cara dan bagaimana melakukan Kumpul Keluarga Rutin (KKR) dalam upaya menjadikan keluarga anda keluarga idaman yang tangguh
Sesungguhnya keluarga anda adalah merupakan anugrah yang luar biasa tinggal hanya bagaimana keluarga anda sendiri memencet tombol untuk menjadi keluarga idaman yaitu dengan memperkaya keluarga anda untuk keimanan, kesantunan, dan kebersamaan.
Menata kehidupan berkeluarga kalau anda menyadari lebih dalam sama halnya seperti menata sebuah negara yang didalamnya seharusnya ada pemimpin yang jujur, beriman, dan bijak yaitu tercermin dari sosok suami / ayah sebagai kepala rumah tangga dan ada wakil pemimpinnya yang selalu siap sedia dengan ikhlas membantu tanggung jawab pemimpin ini tercermin dalam sosok Istri/Ibu yang mampu mengatur aktivitas rumah tangga secara nyaman dan ada rakyatnya yang terjamin kesehatannya, pendidikannya, akhlaknya yang tercermin di dalam anak-anak yang sholeh, berprestasi dan membanggakan Maka mulai saat ini marilah membangun kesadaran kembali pada setiap individu di keluarga untuk kembali memahami betapa pentingnya arti sebuah keluarga.
Aktivitas rutin kehidupan sehari-hari Ayah sibuk bekerja Ibu sibuk mengatur rumah Anak-anak mempunyai tanggung jawab besar juga terhadap pelajaran sekolahnya menjadikan kita lengah dan makin sedikit waktu untuk dapat berkumpul bersama-sama berbicara , berdiskusi sebagai layaknya keluarga.
Rumah kadang sudah menjadi seperti hotel walaupun tinggal satu atap untuk mencari waktu bersama-samapun sulit rasanya, Ayah pergi pagi, Ibu sedang sibuk masak dan mengatur rumah sedangkan anak-anak hanya punya waktu 10 -15 menit sebelum ke sekolah, Ayah kembali larut malam Anak-anak sudah tidur sedangkan Ibu masih sibuk dengan cucian dan setrikaannya yang belum diselesaikan, demikianlah rutinitas kehidupan yang menyebabkan makin sempitnya waktu bersama belum lagi dengan tekhnologi : TV, Internet, HP, yang dapat menyita tambahan waktu yang tersisa di keluarga
‘Mangan Ora Mangan Angger Kumpul’, dengan arti : ‘makan atau tidak makan yang penting bisa kumpul’ ini bentuk khiasan dari falsafah Jawa bilamana melihat nilai positifnya ratusan tahun yang lalu para orang tua telah mengingatkan bagaimanapun kondisi kemajuan tekhnologi, peningkatan kesibukan yang luar biasa ingatlah bahwa keluarga tetap saling membutuhkan dan janganlah saling melupakan.
Ayo ber KKR...! inilah jawabannya, ini bukan hanya merupakan teori karena juga telah dipelajari di budaya barat keberhasilan dan kesuksesan individu dimulai dari KELUARGA. Memang untuk memulai terasa kaku tapi bila anda ingat kenapa dengan mudah dan rutin bisa meeting/kumpul bersama rekan kerja, teman, tetapi kok kepada keluarga sendiri kaku ya ?, saya percaya dan yakin bilamana sudah dilakukan lebih dari dua kali maka anda akan menemukan ‘KEAJAIBAN AURA KELUARGA’ yaitu timbulnya perasaan kebersamaanya keluarga anda menjadi lebih dekat, tali kasih yang erat dan perasaan yang terbuka dari semua anggota keluarga.
Langkah dalam melakukan kumpul keluarga rutin memang ada metodenya dan setiap langkah mengandung arti tetapi jangan lupa KKR ini dapat menyesuaikan budaya keluarga anda. Pada dasarnya setiap keluarga memiliki keunikan yang berbeda-beda saya hanya memberikan metodenya dan andalah yang dapat mengadopsi menyesuaikan keluarga.
Membuat Kumpul Keluarga Rutin (KKR), dengan metode :
Membuat janji waktu yang cocok bagi sebanyaknya anggota keluarga untuk meluangkan waktu bersama 30 – 50 menit, sampaikanlah niat untuk mengadakan Kumpul Keluarga Rutin (KKR) bagi yang baru pertama kali biasanya penasaran Apaan Itu ? jawablah supaya tidak penasaran yang penting menyediakan waktu sesuai yang sudah di tentukan bersama.
Sediakan snack ataupun kue ataupun permen yang di sukai keluarga karena ini akan di gunakan sebagai penutup sama seperti halnya bilamana Ayah / Ibu sedang meeting biasanya disediakan makanan atau snack .
Siapkanlah buku catatan KKR Keluarga anda berilah nama buku itu menggunakan nama favorit keluarga isilah selalu catatan hasil KKR dan bahas pada KKR selanjutnya, lihat apa yang sudah berhasil di capai dari keinginan ataupun rencana KKR sebelumnya, dan penting ! selama KKR diharap tinggalkanlah tekhnologi ( HP,Internet,TV ), gunakanlah tempat / ruangan yang nyaman bagi keluarga di rumah anda, sehingga bisa fokus dan santai.
Namanya juga rutin, maka buatlah kesempatan emas Kumpul Keluarga Rutin (KKR) ini 2 minggu 1x dan buktikan timbulnya keajaiban Aura keluarga di keluarga Anda....! Buktikan !
Mengadakan KKR :
1. Pembukaan
Bukalah Kumpul Keluarga Rutin ini seperti layaknya anda membuka sebuah pertemuan untuk menyamakan konsentrasi dan perhatian
Contoh : Asalamualaikum wrb keluargaku tercinta, mama, anak-ku Adi, dan Ani ayah senang bisa berkumpul bersama sore ini, semoga KKR ini bisa menjadi tambahan kebahagian untuk keluarga kita....
(pembukaan adalah hal yang tidak kalah penting dengan isi dari acara KKR karena dengan pembukaan yang baik dan jelas anggota keluarga / KKR akan lebih fokus/menikmati acara )
2. Doa bersama (masih tahap pembukaan)
Manfaatkan KKR ini untuk bisa doa bersama layaknya membuka meeting
Contoh : Ayo anak-anak baca Alfatehah bersama ayah dan ibu untuk keluarga kita.... ( mungkin sering kita berdoa sendiri, rasakan getaran doa bersama keluarga anda sendiri..)
3. Presentasi / Hiburan
Berikanlah kesempatan setiap anggota keluarga khususnya anak-anak untuk mempresentasikan diri yang biasa dia lakukan di sekolahnya di depan teman-temannya, anak-anak akan merasa bangga dan senang bisa menunjukan kepada orangtuanya
Contoh : Ayah mau dengar nih..,katanya Ibu, Ani sekarang sudah bisa nyanyi...( anak-anak akan merasa sangat bahagia dan bangga menunjukan kemampuannya di depan keluarga biasanya bahkan mereka akan cerita kepada teman-temannya )
4. Program / Jadwal Keluarga
Setelah presentasi/hiburan bahaslah secara bersama-sama mengenai jadwal/program aktivitas keluarga yang terdekat, dengan cara ini memberikan kesempatan setiap angota keluarga merasa adalah bagian dari keutuhan keluarga, rasakan proses kebersamaan ini untuk kepentingan keluarga kita.
Contoh : Ibu minggu ini ada undangan pengajian ditetangga, tapi gurunya Adi minta Ibu kesekolah juga minggu ini..., jadi gimana ya ngatur waktunya ?
Adi juga bilang kalau begitu minggu depan aja bu ke gurunya Adi, kan masih bisa.... ( sering kali membuat rencana keluarga tidak mengikut sertakan anak-anak, padahal sangat besar potensi mereka untuk membantu bila di berikan kesempatan )
5. Penyampaian keinginan
Berikanlah kesempatan kesetiap anggota keluarga untuk menyampaikan keinginanya atau rencananya, di sini juga akan terjadi proses kebersamaan keluarga dan temukanlah keajaiban aura keluarga anda
Contoh : Ayo Adi, kan sudah merencanakan schedule sekolah Ibu.., ada nggak keinginan kamu untuk disampaikan ke Ayah/Ibu.? Dan Adi pun menjawab : Sebenarnya yah.., inginnya Adi kalau ayah sempat bisa belajar matematika sama Adi karena teman ku bilang dia selalu belajar dengan Ayahnya...
Contoh 2 : Kalau Ani ingin rasanya kerumah nenek, kan minggu depan ada libur masa enggak bisa sih Ayah mengantar ke Bogor ?
( kadang kala keinginan simpel dari anggota keluarga yang sebenarnya bisa kita lakukan tetapi tidak bisa kita berikan karena kita tidak tahu sebelumnya )
6. Penutup
Setelah pembahasan langkah 5 dan 6 tutuplah acara dengan santai dan rileks bersamaan disiapkannya snack favorit keluarga.
Contoh : Alhamdulillah Ayah senang sekali bisa mendengar dan membahas aktivitas keluarga kita semoga kalian pun bisa merasakan kebahagiaan ini...
(bercanda rianglah anda bersama keluarga. Biasanya bahkan keluarga anda akan menanyakan kembali ‘kapan bisa kita KKR an lagi..?)
Para pembaca dan keluarga bahagia mungkin bertanya didalam hati apakah memang harus menyesuaikan langkah ini..? saya sangat menyarankan tetapi sesuai 6 langkah di atas dengan juga menyesuaikan kebudayaan masing-masing keluarga, dapat di buat pada saat setelah shalat bersama atau yang Nasrani pulang dari Gereja bersama, bisa juga di lakukan pada saat hari minggu pagi waktu sarapan bersama atau saat setelah makan malam bersama sesuaikanlah waktu yang tepat dan di tempat yang nyaman menurut keluarga anda. Temukan dan rasakanlah yang saya sampaikan yaitu ‘keajaiban aura keluarga’
HAL-HAL KELEMAHAN DALAM KELUARGA MENJADI UNGGULAN
  1. Kesetiaan
  2. Anak merasa terlindungi
  3. Seimbang antara Aktivitas dan Kerja
  4. Kesehatan yang unggul
  5. Menyaring Budaya Asing yang memang cocok untuk keluarga
  6. Nyaman /tentram
  7. Pernikahan yang kuat

6. MEMBUAT ACARA LIBURAN BERSAMA
Hasil riset membuktikan penguatan pernikahan dan parenting, harmonisasi, pekerjaan dan keluarga, pengendalian amarah dan mental keluarga dapat di pengaruhi oleh kepenatan aktivitas rutin. Bapak Ibu para pembaca dan keluarga bahagia, buatlah waktu sempatkanlah, bikinlah program 4 - 6 minggu 1 x bisa mengadakan acara liburan bersama keluarga anda, jangan salah menerka bahwa liburan di sini adalah bukan hanya semata-mata bepergian Liburan keluar , tetapi maksud disini adalah mengadakan kegiatan NON rutin bersama keluarga anda , dan tidak perlu menggunakan anggaran yang besar..Bagaimana itu ..? Nah para pembaca dan keluarga bahagia dalam acara KKR anda dengan keluarga , sempatkan lah dalam 4/6 minggu 1 x untuk membahas kemana dan apa yang bisa kita lakukan bersama ...dan menyesuaikan dengan anggaran yang mampu disediakan orang tua
Contoh Aktivitas Non Rutin Bersama :
  1. Hari minggu mengikut sertakan Ayah dan Anak untuk memasak bersama
  2. Mengajak anak-anak mengecat ruang makan bersama
  3. Jalan-jalan kerumah kakek/nenek dengan membawa makanan
Bagi para pembaca dan Keluarga bahagia yang memiliki anggaran yang lebih, maka bisa juga membuat acara bersama keluarga seperti :
  1. Makan bersama di restaurant favorit keluarga
  2. Sewa vila di puncak atau di pantai untuk berakhir pekan bersama keluarga
  3. Pergi memancing di pemancingan dan makan bersama hasil pancingan
Apa hal hal yang sebaiknya dihindari dalam memilih acara bersama seperti :
  1. Jalan jalan di Mall atau di Pasar , sehingga konsentrasi kebersamaan nya terpecah dengan melihat atraksi atau barang yang menarik hati setiap anggota keluarga
  2. Ikut Ibu acara arisan teman , sehingga aktivitas ayah dan anak pun tidak fokus untuk kebersamaan keluarga
  3. Nonton bioskop bersama dan setelahnya langsung pulang, dimana kebersamaan nya ? karena hanya fokus terhadap film nya bukan terhadap anggota keluarga nya
Sehingga Keajaiban Aura Keluarga yang perlu terus menerus di bina dan tumbuhkembangkan akan terhambat karena acara nya bukan fokus untuk ‘Kebersamaan Keluarga’.
Para pembaca dan keluarga bahagia .., penting dalam acara liburan/Non Rutin bersama keluarga dalam menentukan tujuan acara yang pada waktu KKR yaitu sesi : Penyampaian keinginan atau jadwal keluarga, sehingga kebersamaan ini di ciptakan sejak dari merencanakan bersama. Rasakan bedanya kebersamaan ini ! .
Nikmati suasana perbedaan pendapat dengan keinginan masing masing anggota keluarga hendaklah Ayah dan Ibu tidak berperan langsung menetukan.., dan rasakan Keajaiban Aura keluarga yang tidak dipaksa tetapi sebaliknya menemukan rasa musyawarah keluarga itu untuk menentukan acara keluarga ini , dan ingat ! semua harus berkomitmen untuk acara ini dengan berupaya tidak membuat acara/jadwal lain yang telah di tentukan bersama , dan yang tidak ketinggalan penting nya agar Ayah dan Ibu juga tidak asyik chatting dengan Hp nya atau bahakan Ayah memabawa laptop untuk pekerjaan ....Ingat ! walaupun singkat beberapa jam manfaat kebersamaan ini Luar Biasa !! Buktikan anda mengadakan nya dengan rutin ..
7. PENUTUP
Keluarga idaman adalah keluarga yang beriman, solid, berbahagia dan harmonis, keluarga di bangun atas nilai-nilai moaral yang benar dan keluarga selalu berusaha membina untuk mempersiapkan setiap individu. Keluarga yang beriman, solid, bahagia dan harmonis adalah tiang bangunan masyarakat yang kuat, keluarga yang bermoral merupakan solusi bagi persoalan keluarga modern.
Keluarga beriman, Solid, bahagia, dan harmonis adalah dambaan setiap insan. Keluarga tersebut di bangun atas nilai-nilai moralitas yang benar, antara lain :
  1. Selalu berangkat dari niat baik
  2. Bertabur kasih sayang dan cinta
  3. Adanya kehangatan komunikasi dan keterbukaan
  4. Adanya kerjasama yang produktif (bukan persaingan antara karier suami dan istri namun saling melengkapi dan mendukung)
  5. Segala sesuatu diputuskan secara bijaksana melalui musyawarah yang kondusif.
Keluarga berusaha membina dan mempersiapkan tiap individu untuk menerima perbedaan pendapat dan menyikapinya sebagai khazanah ide-ide dalam mengambil keputusan. Sehingga tidak ada lagi istilah anak kabur / lari dari rumah atau pun hendak bunuh diri karena merasa terabaikan pendapatnya. Secara tidak langsung, terbangunnya pola pikir dan sikap seperti itu akan mengurangi jumlah kekerasan dalam rumah tangga.
Para pembaca dan keluarga bahagia Tuhanlah yang menentukan Anda di keluarga Anda, betapa indahnya kita juga yang meneruskan membawa Amanah ini demi kebahagiaan dan masa depan keluarga. Selamat menikmati menjadi keluarga yang Tangguh, Bahagia dan Harmonis.
“ KEHARMONISAN KELUARGA ADALAH KESELARASAN DAN KEBAHAGIAAN HIDUP “




















8. SUMBER BACAAN
• Unlimited Power , Anthoni Robbins, : Simon S Schisten, 1989
• How to Have Confidence , Les Giblin : Prentice Hall Inc, 1995
• Essential of Parenting , National Family Council Singapore, 2001
• Stephen R. Covey . Tujuh Kebiasaan Manusia yang sangat Efektif. Jakarta : Binarupa Aksara, 1997
• Family Enrichment, Wendy W.Sheffield, LCSW, Shirley E Cox, LCSW, DSW : BYU University, 2004
• Jangan tunda waktu untuk Bahagia, Azim Jamal : Zaman, 2009
• Titik Titik kekuatan anda, Wayne W Dyer : Pustaka Reka Pratasa,2007
Kumpul Keluarga Rutin 37
• 10 Kesalahan Orang tua dalam mendidik anak, Kevin Steede,Phd : Pt Tangga pustaka, 2007
• Happines Inside , Gobind Vashdev : Mizan Pustaka, 2009
• Bahagia dan Harmonisasi, Abdurahman bin Ali ad Dusiri : Best Media, 2009
• Psikologi keluarga dari keluarga sakinah hingga keluarga bangsa, Prof Dr Achmad Mubarok MA : III T, 2005

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011


SERI BACAAN ORANG TUA
Tema Parenting  : Lingkungan Sekitar Sabagai Sumber Belajar Anak

Para orang tua yang berbahagia, tahukah bahwa alam atau lingkungan sekitar kita merupakan media (alat) dan sumber untuk belajar yang sangat lengkap bagi kita? Demikian pula untuk anak-anak kita, apalagi kita telah menyadari bahwa anak usia dini memiliki rasa ingin tahu yang kuat terhadap segala sesuatu yang baru. Mereka memiliki sikap berpetualang, senang mencoba baik dengan cara memegang, memakan atau melempar benda-benda dan minat yang kuat untuk mengamati lingkungan. Dalam hal ini, kita juga menyadari bahwa peran orang tua sebagai pendidik yang pertama dari sejak anak lahir dan juga utama karena paling dekat dengan anak, sangat menentukan kualitas anak (menjadi baik atau tidak) dikemudian hari.
Dengan demikian, kita harus mampu memberikan fasilitas dan sarana yang terbaik dalam pengembangan potensi anak, dengan cara memberikan kemudahan kepada anak untuk mempelajari berbagai hal yang terdapat di lingkungannya. Pengenalan terhadap lingkungan di sekitarnya merupakan pengalaman yang menyenangkan untuk mengembangkan kecerdasan anak sejak dini. Selama ini, kita memahami bahwa belajar harus di sekolah atau di dalam ruangan, memakai seragam, dengan alat permainan yang mahal, dan fasilitas lain yang memadai. Padahal jika kita memahami anak kita, mereka sebenarnya juga sangat tertarik belajar di alam, dengan lingkungan yang beraneka.
Mengapa hal ini terjadi? Menurut para pakar otak, jika pada masa anak usia dini, yang dirangsang adalah otak kreatif dan rasa ingin tahu anak, maka anak usia dini akan menyimpan banyak pertanyaan yang membutuhkan jawaban. Semakin banyak yang ingin diketahui anak, maka semakin besar pula usaha yang untuk mencari jawabannya. Kegemaran belajar sejak usia dini merupakan modal dasar yang sangat diperlukan dalam rangka penyiapan masyarakat belajar dan sumber daya manusia di masa mendatang.
Para orang tua yang berbahagia, dengan memahami cara belajar anak usia dini, kita bisa memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar yang murah, mudah namun tetap berkualitas dalam pengembangan potensi kecerdasan anak. Pengertian Lingkungan Sebagai Sumber Belajar
Para orang tua di seluruh Indonesia, sebagai makhluk hidup, anak selain berinteraksi dengan orang atau manusia lain juga berinteraksi dengan sejumlah makhluk hidup lainnya dan benda-benda mati. Makhluk hidup tersebut antara lain adalah berbagai tumbuhan dan hewan, sedangkan benda-benda mati antara lain udara, air, dan tanah.
Lingkungan sebagai sumber belajar dapat diartikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda dan keadaan makhluk hidup, (termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya serta makhluk hidup lainnya), sehingga memungkinkan anak usia dini untuk belajar tentang informasi, orang, bahan dan alat.
Lingkungan itu terdiri dari unsur-unsur makhluk hidup, benda mati dan budaya manusia, Unsur-unsur Lingkungan Sebagai Sumber Belajar :
1. Unsur Mahluk hidup
- Manusia : Jumlahnya, jenisnya, bagian badan dan cara melakukan sesuatu (cara kerja dan fungsinya) dan sebagainya.
Contoh : “Nak, coba hitung, ada berapa tamu ayah yang laki-laki dan berapa yang perempuan?”
- Binatang : Serangga, unggas, binatang ternak, binatang buas (tentunya tidak secara langsung) dan sebagainya
- Tumbuhan : jenis, bagian dan manfaat pohon serta tanaman, dan sebagainya.
2. Unsur Benda mati
- Batu-batuan : bentuk/tekstur, jumlah, ukuran dan berbagai jenis batu-batuan serta kegunaannya.
- Tanah : warna, jenis, dan manfaatnya
- Air : Sifat, jenis dan manfaatnya.
- Udara : sifat dan bagaimana mengenalinya.
3. Budaya manusia.
Kehidupan manusia diberbagai belahan dunia, yang terdiri dari berbagai : suku, agama, adat kebiasaan dan budaya, membuat keragaman yang jika dipelajari sejak
Memanfaatkan Lingkungan Sekitar Sabagai Sumber Belajar Anak Usia Dini 9
dini dan dipahami perbedaanya, akan membuat kita semakin bijaksana.
Jenis-Jenis Lingkungan Sebagai Sumber Belajar
Pada dasarnya semua jenis lingkungan yang ada di sekitar anak dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan kegiatan pendidikan untuk anak usia dini
1. Lingkungan alam
Lingkungan alam atau lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang sifatnya alamiah, seperti sumber daya alam (air, hutan, tanah, batu-batuan), tumbuh-tumbuhan dan hewan, sungai, iklim, suhu, dan sebagainya.
Lingkungan alam sifatnya relatif menetap, oleh karena itu jenis lingkungan ini akan lebih mudah dikenal dan dipelajari oleh anak. Sesuai dengan kemampuannya, anak usia dini dapat mengamati perubahan-perubahan yang terjadi dan dialami dalam kehidupan sehari-hari, termasuk juga proses terjadinya.
Dengan mempelajari lingkungan alam ini, diharapkan anak usia dini akan lebih memahami gejala-gejala alam yang terjadi dalam kehidupannya sehari-hari, selain itu diharapkan juga dapat menumbuhkan kesadaran sejak awal untuk mencintai alam, dan mungkin juga anak usia dini bisa turut berpartisipasi untuk menjaga dan memelihara lingkungan alam.
2. Lingkungan sosial
Selain lingkungan alam sebagaimana telah diuraikan di atas jenis lingkungan lain yang kaya akan informasi bagi anak usia dini yaitu lingkungan sosial. Hal-hal yang bisa dipelajari oleh anak usia dini dalam kaitannya dengan pemanfaatan lingkungan sosial sebagai sumber belajar ini, misalnya:
- Mengenal jenis-jenis mata pencaharian penduduk di sekitar tempat tinggal dan sekolah.
- Mengenal adat istiadat dan kebiasaan penduduk setempat di mana anak usia dini tinggal.
- Mengenal organisasi-organisasi sosial yang ada di masyarakat sekitar tempat tinggal dan sekolah.
- Mengenal kehidupan beragama yang dianut oleh penduduk sekitar tempat tinggal dan sekolah.
- Mengenal kebudayaan termasuk kesenian yang ada di sekitar tempat tinggal dan sekolah.
- Mengenal susunan pemerintahan setempat seperti RT, RW, desa atau kelurahan dan kecamatan.
Pemanfaatan lingkungan sosial sebagai sumber belajar dalam kegiatan pendidikan untuk anak usia dini sebaiknya dimulai dari lingkungan yang terkecil atau paling dekat dengan anak.
3. Lingkungan budaya
Di samping lingkungan sosial dan lingkungan alam yang sifatnya alami, ada juga yang disebut lingkungan budaya atau buatan yakni lingkungan yang sengaja diciptakan atau dibangun manusia untuk tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Misalnya ; Bendungan Irigasi, kolam ikan, pabrik dan sebagainya.
Anak usia dini dapat mempelajari lingkungan buatan dari berbagai aspek seperti prosesnya, pemanfaatannya, fungsinya, pemeliharaannya, daya dukungnya, serta aspek lain yang berkenaan dengan pembangunan dan kepentingan masyarakat pada umumnya.
Agar penggunaan lingkungan ini efektif perlu disesuaikan dengan tujuannya. Dengan begitu, maka lingkungan ini dapat memperkaya dan memperjelas bahan belajar dan bisa dijadikan sebagai pusat belajar anak. Dampak Pemanfaatan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar
Memanfaatkan lingkungan sekitar kita dengan membawa anak usia dini untuk mengamati lingkungan akan menambah keseimbangan dalam kegiatan belajar. Artinya belajar tidak hanya terjadi di ruangan kelas dan dalam rumah, namun juga di luar ruangan kelas atau luar rumah. Dalam hal ini lingkungan sebagai sumber belajar, sangat berpengaruh terhadap perkembangan fisik, keterampilan sosial, dan budaya, perkembangan emosional serta intelektual anak usia dini.
Perkembangan Fisik
Lingkungan sangat berperan dalam merangsang pertumbuhan fisik anak usia dini, untuk mengembangkan otot-ototnya. Anak memiliki kesempatan yang alami untuk berlari-lari, melompat, berkejar-kejaran dengan temannya dan menggerakkan tubuhnya dengan cara-cara yang tidak terbatas. Kegiatan ini sangat alami dan sangat bermanfaat dalam mengembangkan aspek fisik anak.
Dengan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajarnya, anak usia dini menjadi tahu bagaimana tubuh mereka bekerja dan merasakan bagaimana rasanya pada saat mereka memanjat pohon tertentu, berayun-ayun, merangkak melalui sebuah terowongan atau berguling di dedaunan.
Perkembangan aspek keterampilan sosial
Lingkungan secara alami mendorong anak untuk berinteraksi dengan anak-anak yang lain bahkan dengan orang-orang dewasa. Pada saat anak mengamati objek-objek tertentu yang ada di lingkungan pasti dia ingin menceritakan hasil penemuannya dengan yang lain. Supaya penemuannya diketahui oleh teman-temannya, anak tersebut mencoba mendekati anak yang lain sehinga terjadilah proses interaksi/hubungan yang harmonis.
Anak-anak dapat membangun keterampilan sosialnya ketika mereka membuat perjanjian dengan teman-temannya untuk bergantian dalam menggunakan alat-alat tertentu pada saat mereka memainkan objek-objek yang ada di lingkungan tertentu. Melalui kegiatan seperti ini anak berteman dan saling menikmati suasana yang santai dan menyenangkan.
Perkembangan aspek emosi
Lingkungan pada umumnya memberikan tantangan untuk dilalui oleh anak usia dini. Pemanfaatannya akan memungkinkannya untuk mengembangkan rasa percaya diri yang positif. Misalnya bila anak diajak ke sebuah taman yang terdapat beberapa pohon yang memungkinkan untuk mereka panjat.
Dengan memanjat pohon tersebut, anak usia dini dapat mengembangkan aspek keberaniannya sebagai bagian dari pengembangan aspek emosinya.
Perkembangan intelektual
Anak usia dini belajar melalui interaksi langsung dengan benda-benda atau ide-ide. Lingkungan menawarkan kepada orang tua kesempatan untuk menguatkan kembali konsep-konsep seperti warna, angka, bentuk dan ukuran. Memanfaatkan lingkungan pada dasarnya adalah menjelaskan konsep-konsep tertentu (warna, jumlah, bentuk, fungsi dll) secara alami.
Konsep warna yang diketahui dan dipahami anak di rumah, tentunya akan semakin nyata apabila orang tua mengarahkan anak-anak untuk melihat konsep warna secara nyata yang ada pada lingkungan sekitar. Pemanfaatan lingkungan menjadikan aktivitas belajar anak usia dini yang lebih meningkat.
Begitu banyaknya nilai dan manfaat yang dapat diraih dari lingkungan sebagai sumber belajar dalam pendidikan anak usia dini bahkan hampir semua tema kegiatan dapat dipelajari dari lingkungan. Namun demikian diperlukan adanya kreativitas dan jiwa inovatif dari para orang tua untuk dapat memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar.
Lingkungan merupakan sumber belajar yang kaya dan menarik untuk anak usia dini. Lingkungan manapun bisa menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak usia dini. Jika pada saat belajar di dalam rumah anak usia dini hanya kita perkenalkan dengan gambar binatang, maka dengan kita memanfaatkan lingkungan, anak usia dini akan dapat memperoleh pengalaman yang lebih banyak lagi. Dalam pemanfaatan lingkungan tersebut, kita dapat membawa kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan di dalam rumah ke alam terbuka atau lingkungan. Namun jika kita hanya menceritakan kisah tersebut di dalam rumah, nuansa yang terjadi tidak akan sealamiah seperti halnya jika kita mengajak anak untuk ke luar rumah dan memanfaatkan lingkungan.
Lingkungan yang ada di sekitar anak kita merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dioptimalkan untuk pencapaian proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Lingkungan menyediakan berbagai hal termasuk alat permainan yang mendidik dan bahan yang dapat dipelajari anak usia dini.
Syarat Pemilihan Sumber Belajar
Telah kita ketahui bersama bahwa upaya untuk mengoptimalkan sumber belajar merupakan sesuatu yang penting. Mengapa? Karena dengan penggunaan sumber belajar ini, orang tua akan menghasilkan proses pembelajaran yang murah, berkualitas, menarik dan menyenangkan bagi anak. Namun demikian ada sejumlah pertimbangan yang harus kita perhatikan, ketika akan memilih sumber belajar, yaitu :
  1. Mengandung unsur pendidikan (nilai edukatif)
  2. Praktis dan sederhana artinya mudah dalam pengaturannya.
  3. Aman, nyaman dan bersih
  4. Mampu mengembangkan berbagai aspek perkembangan anak
  5. Sesuai dengan taraf berfikir dan kemampuan anak.
Berbagai kriteria tersebut tidak kaku, tetapi penting untuk diperhatikan demi terwujudnya efektifitas dan efisiensi dari sumber belajar yang dipilih, sehingga betul-betul bermanfaat.
Kiat-Kiat Memanfaatkan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar Anak Usia Dini
  1. Mengolah dan Memanfaatkan Lingkungan Menjadi Alat Permainan Yang Mendidik
Contoh :
      Membuat mobil-mobilan dari kulit jeruk bali, batang pisang dll.
      Membuat rumah-rumahan dari kardus bekas
      Membuat ayunan di pohon dari tali yang kuat.
      Membuat kolam/akuarium ikan atau kandang hewan piaraan (kucing, kelinci, dll)
      Membuat kuda-kudaan dari pelepah pisang
      Membuat bola dari kertas koran
      Dan sebagainya.
2.    Memanfaatkan Lingkungan Secara Langsung, seperti mengamati binatang, tumbuhan, batu-batuan, kejadian alam (hujan, gerakan angin, air dan sebagainya)
Misal : Biasanya anak usia dini serius jika menemukan serangga, misalnya seekor laba-laba kecil yang menarik baginya. Bila kita melihat hal ini, berilah bimbingan kepadanya dengan cara menanyakan apa yang sedang diamatinya.
Manfaat yang bisa diambil dari kegiatan ini adalah anak usia dini dapat mengembangkan kecerdasannya dengan mengetahui berbagai benda yang diamatinya. Selain itu juga anak akan dapat mengembangkan ketrampilan sosialnya yaitu dengan mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang tuanya.
Upaya kita dengan mengamati apa yang menarik bagi anak juga akan dapat mengembangkan emosi anak misalnya pada saat ia mengungkapkan hal-hal yang menarik baginya, ia menunjukkan ekspresi yang serius dan pandangan mata yang tajam. Kemampuan berbahsa anak juga akan semakin meningkat jika kita mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya mengungkapkan berbahasa anak, kosa katanya akan berkembang.
3.    Bertanya dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka.
Memberikan pertanyaan kepada usia dini mendorong mereka untuk menjelaskan mengenai berbagai hal yang mereka alami dan mereka lihat.
“Coba ada berapa kaki laba-laba itu Nak?”
Pertanyaan yang bersifat terbuka akan memacu anak kita untuk mengungkap berbagai hal yang diamatinya secara bebas sesuai dengan kemampuan berbahasanya.
4.    Perhatikan dan gunakan saat yang tepat untuk mengajak bermain.
Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar sebenarnya memberikan berbagai pilihan dalam pembelajaran anak usia dini. Hal tersebut disebabkan ragam dan pilihan sumber belajarnya sangat banyak. Dengan memanfaatkan lingkungan kegiatan belajar akan lebih berpusat pada anak.
5.    Gunakan kosa kata yang beragam untuk menjelaskan hal-hal baru
Anak usia dini terkadang mengalami kekurangan perbendaharaan kata untuk menjelaskan apa yang mereka lihat. Keterbatasan kosa kata yang terjadi pada anak harus kita bantu, sehingga tahap demi tahap kemampuan berbahasa dan perbendaharaan kosa katanya akan semakin bertambah.
Misalnya :
“Lihat Nak, biji jagungnya keluar sesuatu setelah kita tanam. Itu namanya akar, alat tanaman jagung untuk mengambil makanan dari dalam tanah” ”Coba perhatikan awan yang berwarna hitam itu Nak. Isinya titik-titik air, yang kalau semakin berat akan jatuh, maka jadilah hujan”
6.    Cobalah bersikap lebih ingin tahu
Sebagai orang tua, kita tidak selamanya mengetahui jawaban-jawaban atas pertanyaan anak kita. Namun orang tua yang mengetahui berbagai hal akan menumbuhkan kepercayaan anak kepada kita. Anak usia dini merasa memiliki orang yang dapat dijadikannya tempat bertanya mengenai hal-hal yang tidak dapat mereka pecahkan. Sebaliknya jika kita tidak mengetahui banyak hal, akan menimbulkan ketidakyakinan kepada anak kita, karena setiap ia menanyakan sesuatu, ia tidak mendapatkan jawaban yang jelas dan tidak memuaskan.
Jadi sebagai orang tua, sebaiknya kita juga selalu belajar, sehingga kita memiliki pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan dalam mengembangkan pembelajaran anak usia dini dengan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajarnya.
Penutup
Para orang tua yang berbahagia, jumlah sumber belajar yang tersedia di lingkungan ini tidaklah terbatas, sekalipun pada umumnya tidak dirancang secara sengaja untuk kepentingan pendidikan. Sumber belajar lingkungan ini akan semakin memperkaya wawasan dan pengetahuan anak usia dini, karena mereka belajar tidak terbatas oleh empat dinding kelas. Selain itu lebih menyenangkan, sebab mereka dapat mengalami secara langsung dan dapat mengoptimalkan potensi panca inderanya untuk berkomunikasi dengan lingkungan tersebut.
Penggunaan lingkungan memungkinkan terjadinya proses belajar yang lebih bermakna, sebab anak usia dini dihadapkan dengan keadaan dan situasi yang sebenarnya. Hal ini akan memenuhi prinsip kekonkritan dalam belajar sebagai salah satu prinsip pendidikan anak usia dini. Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar akan mendorong pada penghayatan nilai-nilai atau aspek-aspek kehidupan yang ada di lingkungannya. Kesadaran akan pentingnya lingkungan dalam kehidupan bisa mulai ditanamkan pada anak sejak dini, sehingga setelah mereka dewasa kesadaran tersebut bisa tetap terpelihara.
Para orang tua yang tercinta, tahukah berapa lama benda-benda berikut dapat terurai di dalam tanah ?
  1. Kertas : 2,5 bulan
  2. Kain katun : 1,5 tahun
  3. Kardus/karton : 5 bulan
  4. Filter rokok : 10-12 tahun
  5. Kantung plastik : 10-20 tahun
  6. Sepatu kulit : 25-43 tahun
  7. Baju/kaos berbahan nilon : 30-40 tahun
  8. Plastik keras (botol plastik, dll) : 50-80 tahun
  9. Aluminium : 80-100 tahun
  10. Kaleng timah : 200-400 tahun
  11. Styrofoam : tidak bisa terurai
Padahal jika kita amati benda-benda tersebut setiap hari semakin bertambah di lingkungan kita. Mari kita manfaatkan berbagai jenis sumber belajar itu menjadi alat-alat permainan yang mendidik, dan bermanfaat untuk anak kita. Semoga kita bisa membantu menyelamatkan bumi kita, dengan cara yang sederhana namun bermakna. Selamat mencoba.



Sumber Bacaan :
Hubungan antara Gaya Pengasuhan Orang Tua dengan • Tingkah Laku Prososial Anak, Mahmud, H. R. Jurnal Psikologi. Vol II. No. 1, h. 1-9: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh tahun 2003.
Psikologi Perkembangan, Hurlock, E. B.. Alih bahasa: • Dra. Istiwidayanti dan Drs Soedjarwo, M.Sc.: Erlangga Jakarta th.1993
Definisi Teknologi Pendidikan (Penerjemah Yusufhadi • Miarso),
Association for Educational Comunication Technology • (AECT), Jakarta: C.V. Rajawali. Tahun 1986.
Instructional Technology and Media for Learning, Sharon • E. Smaldino, dkk, New Jersey: Pearson Merril Prentice Hall tahun 2005.

Dedy Andrianto, S.Kom

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011

SERI BACAAN ORANG TUA
TEMA PARENTING : (Memahami Cita-Cita Anak)

PUSPA RAGAM CITA-CITA ANAK
Ibu dan bapak, anak usia dini pun memiliki cita-cita. Sayangnya, anak belum mengetahui dengan jelas, apa itu cita-cita. Dalam benaknya, cita-cita merupakan sesuatu yang tidak nyata. Untuk itu, cita-cita perlu dijadikan nyata agar anak dapat memahami apa yang dimaksud cita-cita. Caranya, dengan memberikan penjelasan tentang cita-cita. Harapannya, anak dapat membayangkan seperti apa nantinya ketika sudah menjadi besar suatu hari nanti.
Cobalah ibu dan bapak bertanya pada seorang anak saat mereka sedang santai atau bermain. Amati ekspresi wajahnya, khususnya matanya yang mengerling ke ujung atas, seolah-olah berpikir keras hendak menjadi apa dia nanti. Ada kemungkinan anak asal menyebut yang terlintas di pikirannya dan mungkin tokoh itu dikaguminya.
“Dik, besok kalau sudah besar ingin jadi apa?”  “Em.... e..... adik mau jadi dokter e.... bukan, bukan, adik mau jadi seperti ayah aja.......”.
Cita-cita anak mudah berubah. Anak perempuan yang masih berusia 5 tahun, umumnya akan menjawab, “Menjadi putri yang cantik”. Ini dipengaruhi seringnya menonton film kartun, sehingga pikirannya melambung seperti putri cantik pujaannya. Dua atau tiga tahun ke depan, mungkin anak bercita-cita menjadi penyanyi. Ini mungkin terpengaruh dengan penyanyi idolanya.
Sedangkan anak laki-laki sangat mungkin bercita-cita menjadi tokoh pahlawan seperti dalam film kesukaannya. Ini semua karena kekagumannya pada tokoh-tokoh yang memengaruhi dan memberikan pengalaman kepadanya. Semakin bertambah besar, maka anak akan makin mengenal jenis pekerjaan lainnya. Kelak itu akan mempengaruhi angan-angan dan keputusannya untuk menjadi seperti tokoh tersebut.
Seiring dengan berjalannya waktu dan kedewasaan yang diperoleh dari lingkungan dan pengalaman, anak biasanya mulai berpikir dengan lebih jernih untuk menentukan cita-citanya. Anak yang memiliki cita-cita sejak dini, justru akan membawa harapan pada anak dan mengajak anak untuk berangan-angan lebih jauh lagi tentang cita-citanya. Walaupun tidak dapat diingkari keterbatasan pengetahuan anak, membuat anak menentukan cita-cita berdasarkan keinginan dan pengetahuannya.
Banyak anak menjadikan profesi dokter sebagai idaman. Seolah-olah tidak ada profesi lainnya. Harap maklum. Anak-anak umumnya sering sakit. Dokterlah yang berhasil membuat anak-anak menjadi sembuh dari sakit. Bisa kembali bermain bersama temannya dan pergi ke sekolah lagi. Anak pun kembali dapat menikmati makanan kesukaannya. Wajar bila anak menganggap bahwa dokter seorang yang hebat dan perlu dikagumi. Kelak ketika dirinya sudah besar, ia pun ingin menjadi dokter.
Demikian juga dengan cita-cita yang lain. Menjadi pemadam kebakaran, contohnya. Di pandangan anak, pemadam kebakaran adalah sosok yang gagah perkasa. Ia berani melawan api yang panas dan mengganas. Ia mengambil anak-anak di dalam rumah dan ditolong untuk dikeluarkan dari kobaran api. Wah seperti superman, tokoh-tokoh yang diidolakan anak.

PENGARUH CITA-CITA PADA ANAK
Cita-cita memiliki pengaruh yang kuat pada kepribadian anak. Dengan mengidolakan seseorang dalam kehidupannya, maka anak akan mendapatkan model dalam hidupnya. Ingat, anak usia dini belajar dengan cara meniru. Ia mudah sekali dipengaruhi dan dibentuk oleh contoh yang dekat dengan dirinya.
Jika seorang anak memiliki suatu contoh di lingkungannya, dan dirinya ingin menjadi seperti orang itu, maka semua perilakunya akan cenderung meniru model tersebut. Jika model yang jadi panutan anak adalah tokoh yang baik, maka akan berpengaruh positif bagi anak. Namun, ketika modelnya bukanlah tokoh yang baik maka berdampak negatif pada anak. Anak menjadi tidak dapat menunjukkan gambaran yang positif. Dampaknya, anak dikhawatirkan akan berperilaku kurang terpuji.
Pada umumnya anak mendambakan tokoh-tokoh yang nyata dan mudah ditemukan dalam lingkungan sehari-harinya. Tokoh yang paling dekat dengan diri anak adalah ibu dan ayah. Tidak heran ketika ditanya cita-citanya, ada anak yang menjawab, ingin menjadi ibu atau ayah. Beberapa anak mungkin menjawab dengan cita-cita yang beragam.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CITA-CITA ANAK
1. Latar Belakang Pendidikan Ibu-Bapak
Latar belakang pendidikan orangtua cukup berpengaruh dalam mendidik anak. Ibu-bapak yang memiliki pendidikan baik akan menanamkan nilai-nilai pendidikan keluarga dengan baik pula. Harapannya nilai-nilai keluarga tersebut akan dibawa ketika anak itu menjadi dewasa dan berkeluarga. Semua orangtua menginginkan anaknya kelak menjadi orang yang berguna. Meski ibu-bapaknya hanya menjadi petani, mereka berharap agar kelak anaknya tidak menjadi petani. Bahkan, kalau bisa lebih baik. Kalau tetap menjadi petani, tentunya petani modern yang menggunakan teknologi dalam menggarap sawah.
Anak juga akan mendapat kesempatan untuk berpikir setinggi-tingginya dalam meraih cita-citanya. Ibu-bapak akan memberikan pengetahuan secara sederhana kepada anaknya seperti apa pekerjaan tersebut.
2. Contoh ibu-bapak
Ibu-bapak adalah panutan anak-anak di rumah. Ibu-bapak menjadi contoh yang pertama dan utama. Bapak yang bekerja di kantor, memberikan contoh dari sisi penampilan, kata-kata, sikap, dan karakter yang menunjang profesi tersebut. Anak pun mendapat gambaran laki-laki atau wanita yang bekerja di kantor. Mungkin di rumah itu terdapat kakek atau nenek yang berprofesi sebagai guru. Penampilan seorang guru berbeda dengan penampilan pekerja kantor. Penokohan yang berbeda ini dapat diamati dengan jelas berikut perilaku, kata-kata dan karakter yang mengikutinya.
3. Pola Asuh
Ibu-bapak sangat berperan dalam pembentukan kepribadian anak. Melalui penanaman moral dan kebiasaan-kebiasaan baik, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang diharapkan ibu-bapak. Sehubungan dengan cita-cita anak, orang tua perlu memberikan pengertian sederhana tentang peran-peran yang ada di lingkungan mereka. Sampaikan dengan pola asuh yang luwes, ajak anak bertukar pikiran. Berikut contoh-contoh yang dapat dilakukan orangtua :
  1. Ketika di rumah kedatangan tamu, seorang saudara yang memiliki suatu profesi tertentu, ibu-bapak dapat menjelaskan tentang pekerjaan tamu tersebut. Mintalah pada tamu tersebut untuk menjelaskan kepada anak. Tunjukkan pula alat-alat yang dimiliki dan dibawa dalam permainan sederhana dengan anak. Selanjutnya, ibu-bapak dapat memperkuat untuk memberikan penjelasan kepada anak tentang tugas mulia dari tamu tersebut.
  2. Ketika orangtua sedang bepergian dengan anak dan menemukan orang-orang di jalan, ajaklah berdiskusi sederhana. Sampaikan peran dari orang tersebut dan dampak kebaikan yang ditimbulkan atas pekerjaan orang tersebut. Banyak sekali bukan yang dapat dibahas ?
Ketika menemukan warung, dapat berdiskusi tentang pedagang yang membantu memenuhi kebutuhan orang banyak. Bertemu dengan polisi, dapat berdiskusi tentang manfaat adanya polisi lalu lintas. Hal yang sama dapat dilakukan ketika bertemu dengan guru, penyapu jalan, tukang cukur, tukang tambal ban atau petugas parkir.
Bukan berarti anak didorong untuk bercita-cita menjadi penyapu jalan, ataupun pencukur rambut di pingir jalan, dan sebagainya. Ibu-bapak justru perlu menekankan kepada anak kebaikan yang dilakukan seseorang melalui pekerjaannya. Apapun juga yang dilakukannya, asal dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh keikhlasan maka akan mendatangkan kebaikan bagi semua orang.
Bayangkan jika orangtua tidak memiliki pengasuhan yang baik. Bisa jadi ketika bertemu pemulung ataupun pengemis malah memberikan kesan buruk agar tidak menyukai pengemis atau pemulung melalui sebuah ancaman. Misalnya,”Ananda kalau tidak mau belajar, nanti jadi seperti pengemis itu lho. Hi... jelek, kotor, dan dihina orang.”
Orangtua yang memiliki pola asuh yang baik, akan berkata berbeda,”Nak, kasihan pengemis itu. Dia tidak mendapatkan kesempatan untuk menjadi seperti ayah atau ibu. Apa yang dia lakukan ? Mengapa begitu ? Apakah untungnya menjadi seperti itu? Apakah kerugiannya ?” dan sebagainya. Percakapan tersebut akan mendorong anak untuk kelak menjadi seseorang yang dia nilai baik untuk orang lain dan sesuai dengan dirinya.
SIKAP DAN DUKUNGAN ORANGTUA
Ibu dan bapak sebagai orangtua tentu tidak membesarkan anak asal cukup memberi makan saja. Anak perlu diberi bekal pendidikan agar menunjang keberhasilannya di masa yang akan datang. Bekal ini melihat potensi, bakat, dan minat anak. Hal-hal tersebut akan mendorong anak untuk memiliki suatu cita-cita. Untuk menumbuhkan dan mengembangkan cita-cita anak, ibu dan bapak perlu memiliki sikap yang mendukung.
Sikap mendukung bertumbuh dan berkembangnya cita-cita tersebut antara lain berupa :
1. Tidak memaksakan suatu cita-cita kepada anak.
Meski ibu-bapak menjadi panutan, tidak boleh memaksakan keinginannya kepada anak. Biarkan anak menjadi dirinya sendiri. Dalam sebuah keluarga dokter, terkadang anak-anaknya juga menjadi dokter. Demikian pula pada profesi lainnya.
Itu bukanlah sesuatu yang salah. Keinginan untuk menjadi seperti orangtuanya memang berasal dari dalam diri anak sendiri. Baik karena faktor keturunan ataupun kondisi lingkungan yang membentuk. Apabila anak memiliki cita-cita sendiri, dukunglah cita-cita itu dan berikan kesempatan untuk menumbuhkan cita-cita tersebut.
2. Menemukenali bakat dan potensi anak.
Bakat sudah terbawa sejak lahir dan diperoleh dari keturunan sebelumnya. Bakat merupakan potensi di dalam diri anak yang belum berkembang. Untuk mengembangkannya perlu perangsangan agar optimal. Untuk dapat mengenali bakat anak, orangtua perlu melakukan pengamatan, apakah anak tersebut berbakat di bidang musik, gerak, bahasa, atau matematika. Bapak dan Ibu, setiap anak memiliki beberapa kecerdasan. Berikut ini adalah macam-macam kecerdasan yang mungkin dimiliki :
a. Kecerdasan berpikir.
Kemampuan seorang anak dalam berpikir dan berhitung. Anak dengan kecerdasan berpikir yang tinggi cenderung bertanya terus menerus. Ia juga tampak lebih senang bermain dengan angka-angka. Setelah dewasa dapat diarahkan menjadi guru matematika, insinyur, ahli teknik, ahli matematika, pedagang, dan pekerjaan-pekerjaan yang banyak melibatkan angka.
b. Kecerdasan bahasa.
Ditandai dengan lebih cepat berbicara dibandingkan anak lain. Di usia 2 tahun, anak sudah mulai lancar menirukan kata-kata yang ditemuinya. Bahkan sudah mampu becerita tentang kejadian-kejadian sederhana di lingkungannya. Di usia 4 tahun, ia tampak senang berbicara. Teman-temannya banyak sekali. Bisa jadi guru memberikan laporan tentang putra-putri bapak ibu yang senang bercerita (ceriwis). Anak-anak ini besok kalau sudah besar sangat cocok menjadi pembawa berita, pengisi acara, guru, wartawan, penulis, pengkhotbah, pelawak, dsb.
c. Kecerdasan gerak
Anak tergolong cerdas gerak jika memiliki kelenturan otot-otot tubuh, sehingga dapat bergerak dengan lincah dan lentur. Anak dapat melakukan gerakan-gerakan aneh yang tidak semua anak dapat melakukannya. Sehari-hari ia senang sekali bergerak aktif. Ia dapat menirukan gerakan orang lain dengan sangat mirip. Itulah tanda anak cerdas gerak. Besok besar ia dapat menjadi penari, olahragawan, pesulap, guru olahraga, pelawak, dokter bedah, ahli perbengkelan, dan sebagainya.


d. Kecerdasan musik.
Peka terhadap bunyi dan irama. Anak sering bernyanyi, bersenandung atau bersiul seorang diri. Ia terbiasa menggerak-gerakkan tubuhnya mengikuti irama dan ikut bernyanyi. Peka terhadap suara di lingkungan seperti bunyi jangkrik, kodok, dan bel dari kejauhan. Mampu mendengarkan bunyi yang tidak terdengar oleh orang lain. Doronglah terus, siapa tahu suatu saat mereka akan menjadi penyanyi atau pemain musik terkenal. Memungkinkan pula menjadi pengarang lagu, guru tari, ataupun guru musik.
e. Kecerdasan berteman
Kemampuan untuk berteman dengan anak lain. Mudah bergaul, ramah, banyak berbicara, mudah bekerja sama dalam kelompok dan peduli pada orang lain. Ia dapat bermain dengan siapa saja. Ia cenderung main bersama tetangga-tetangganya di halaman rumah. Kelak ia dapat berhasil dengan kecerdasan ini. Banyak teman akan banyak membantu dalam kehidupannya setelah dewasa nanti. Jika dilatih ia bisa menjadi ahli pemasaran, guru, pengusaha, penggagas acara, dan sebagainya.
f. Kecerdasan diri sendiri.
Kecerdasan untuk melihat diri sendiri ditandai dengan sikap pendiam dan banyak merenung. Ia senang melakukan periksa diri atas segala hal yang terjadi dan menimpa dirinya. Cenderung tertutup dan lebih suka melakukan sesuatu sendiri, bukan dalam kelompok. Meskipun ia anak yang pendiam, ia tetap menyimpan potensi yang besar. Bisa saja kelak ia menjadi penulis buku, pengamat, peramal, dan penasehat.
g. Kecerdasan gambar dan ruang.
Kecerdasan ini berhubungan dengan penglihatan dan pemahaman akan gambar dan ruang. Anak senang berpikir dalam bentuk gambar. Sangat mengenali garis, warna, permukaan dan gambar 2 dimensi ataupun 3 dimensi. Anak kuat dalam bidang seni (keindahan), senang menggambar dan mewarnai. Anak juga dapat mengenali ruang-ruang yang ada di suatu tempat dengan mudah. Setelah dewasa, mungkin ia tertarik menjadi arsitek, guru gambar, pembuat gambar, pembuat permainan anak-anak, pilot, nakhoda, dan astronot.
h. Kecerdasan alam.
Kecerdasan ini memungkinkan seorang anak mengenali alam yang ada di lingkungan. Ia sangat nyaman berada di alam terbuka seperti menumbuhkan dan memelihara tanaman, memelihara, menjinakkan, dan bermain dengan binatang. Mudah mengenali dan membedakan berbagai jenis binatang. Dapat menirukan suara-suara binatang yang ada. Kelak ia dapat bekerja di perkebunan, pertanian, peternakan, pendaki gunung, dsb.
Setelah merenungkan pendapat ahli tentang kecerdasan-kecerdasan di atas, ibu-bapak melihat bahwa anak tidak hanya cerdas di satu bidang saja, tetapi ada bidang kecerdasan lain yang dimilikinya. Kecerdasan-kecerdasan itu memang tidak berdiri sendiri, tetapi sangat mungkin berkaitan satu dengan yang lainnya. Misal, anak yang cerdas musik biasanya juga akan cerdas gerak. Lihatlah para penari, mereka sangat lemah gemulai mengikuti irama musik yang mengiringi tariannya.
3. Mengasah dan mengarahkan cita-cita anak
Setelah mengetahui bakat dan potensi anak, ibu-bapak dapat mendorong dan membimbing anak agar apa yang diinginkannya dapat terwujud. Jangan biarkan anak tumbuh apa adanya secara alami seperti air yang mengalir. Berikan dukungan, arahan dan perangsangan agar yang dimiliki anak dapat berkembang. Motivasilah anak untuk bertanggungjawab dalam tugas-tugas sehari-harinya, agar kelak ia dapat menjadi orang seperti yang dicita-citakannya. Ajak pula anak untuk mendoakan cita-citanya agar suatu saat menjadi kenyataan. Berikan gambaran tujuan yang jelas, bahwa setelah cita-citanya tercapai, anak harus berbakti kepada Tuhan, bangsa dan negara untuk kebaikan manusia di bumi ini.
CARA-CARA MENUMBUHKAN CITA-CITA PADA ANAK
1. Membacakan cerita
Membacakan cerita merupakan suatu kegiatan yang sangat berguna bagi anak. Setelah mengenal potensi anak, ibu-bapak dapat mencarikan buku-buku cerita yang menjadi minat anak. Ajaklah anak ke toko buku atau ke perpustakaan sekolah untuk mencari buku-buku cerita yang menjadi minat anak. Untuk anak yang cenderung memiliki kecerdasan visual, maka bacaan “Aku Ingin Menjadi Pilot” dapat menjadi alternatif pilihan. Berikut ini contoh judul-judul buku cerita yang dapat menjadi referensi dalam mengembangkan cita-cita anak sesuai dengan kecerdasannya
2. Bermain peran mendorong tumbuhnya cita-cita anak
Pada jam-jam senggang, ibu-bapak dapat bermain peran bersama anak. Gunakan peralatan main yang ada di rumah, atau buatan orangtua bersama anak, akan menambah permainan menjadi lebih seru dan semangat. Misal, seorang anak berkata bahwa ia ingin menjadi dokter. Kita dapat mengajak anak untuk bermain dokter-dokteran. Tetangga atau adik diundang main bersama, termasuk ibu dan ayah ikut bermain seolah-olah sedang memeriksakan anaknya yang sakit ke dokter. Diskusikan dengan anak peran-peran apa yang dibutuhkan, dan siapa yang akan memerankannya.
Ajaklah anak bermain peran jual-jualan, bermain pasaran di teras atau di belakang rumah untuk anak yang punya bakat wira usaha. Sediakan juga tas-tas kecil dan uang-uangan agar anak tahu, bagaimana konsep tentang jual beli termasuk laba dan rugi.
Berikut ini adalah kegiatan bermain peran yang dapat dilakukan di rumah:
NO
KECERDASAN
BACAAN
1
Berpikir
Aku bisa berhitung
2
Bahasa
Aku pandai bercerita
3
Musik
Musik Itu Hiburanku
4
Ruang
Aku Ingin Menjadi Pilot
5
5 Gerak
Pesulap Kebanggaanku
6
Hubungan
Menjadi Anak yang Ramah
7
Diri
Siapakah Aku
8
Alam
Taman Bunga yang Indah
Berikut ini adalah kegiatan bermain peran yang dapat di­lakukan di rumah:
a. Bermain polisi lalu lintas
b. Berjualan bunga
c. Menjadi nahkoda / pilot
d. Nelayan menangkap ikan
e. Menjadi koki
f. Membuka restoran
g. Menjadi tukang cukur (membuka salon)
h. Bengkel sepeda motor
i. Persewaan sepeda, dan sebagainya
J Mengajak kunjungan ke tempat-tempat kerja.
Pada waktu luang, orangtua perlu mengajak anak untuk bermain ke rumah saudara atau teman-teman dari orangtua. Tentunya teman yang beragam profesi pula. Tujuannya, untuk memberikan gambaran peran-peran orang dewasa. Kunjungan juga dapat dilakukan pada saat orang dewasa tersebut masih bekerja. Anak akan dapat melihat pakaian yang dikenakan, peralatan yang digunakan, dan situasi yang dihadapi oleh jenis pekerjaan itu. Anak juga akan belajar tentang kegunaan adanya pekerjaan tersebut. Jika pengalaman yang dilihat ini sesuai dengan hati dan minat anak, niscaya akan mendorong anak untuk memiliki cita-cita seperti orang tersebut.

PESAN UNTUK IBU-BAPAK
Anak usia dini perlu memiliki cita-cita, meski cita-citanya bisa berubah nantinya. Dorongan ibu-bapak sangat diperlukan dalam rangka menumbuhkan dan menyuburkan rasa cinta untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Ibu-bapak dapat menumbuhkan cita-cita anak dengan memberikan bantuan-bantuan yang diperlukan.
BAHAN DISKUSI IBU-BAPAK
Diskusikanlah topik sehubungan dengan buku ini :
  1. Pernahkah Ibu-bapak bertanya tentang cita-cita putra/putri ibu-bapak ? Dapatkah berbagi pengalaman tentang cita-cita mereka ?
  2. Menanggapi cita-cita mereka, dukungan apa saja yang bapak-ibu lakukan ?
  3. Jika cita-cita mereka cukup aneh, bagaimana sikap bapak-ibu ?


Sumber Bacaan :
Bambang Trim, Kids on Bussiness – Vaksin Wirausaha • untuk Ananda. Tiga Kelana 2010.
Bunda Lucy, Mendidik Sesuai Minat Bakat Anak, • Tangga Pustaka. 2009.
Howard Gardner, Kecerdasan Majemuk (Multiple • Intelligences): Teori dalam Praktek. Interaksara. 2003.
John Maxwell C, Orang Tua Abad ke-21 : Terobosan • Menjadi Orang Tua di Zaman Sulit. Gramedia. 2010.
Setiap Anak Cerdas, Thomas Armstrong, Gramedia • Pustaka Utama. 2002.
Ubaedy. Temu-Kenali Bakat Anda dan Optimalkan • Penggunaannya. Bee Media Indonesia. 2010.
Yulianti Siantayani, 20 Hari Belajar Membaca. Kriztea • Publisher. 2010.
26 Memahami Cita-Cita Anak

Yulianti Siantayani, M.Pd.

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011


Tema Parenting : (Membangun Karakter Anak Usia Dini)
SERI BACAAN ORANG TUA

Karakter bangsa merupakan aspek penting yang menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter bangsa sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusianya (SDM). Oleh karena itu, karakter yang berkualitas perlu dibina sejak usia dini agar anak terbiasa berperilaku positif. Kegagalan penanaman kepribadian yang baik di usia dini akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak.
KARAKTER adalah watak, sifat, atau hal-hal yang sangat mendasar yang ada pada diri seseorang sehingga membedakan seseorang daripada yang lain. Sering orang menyebutnya dengan ”tabiat” atau ”perangai”. Apa pun sebutannya, karakter adalah sifat batin manusia yang memengaruhi segenap pikiran, perasaan, dan perbuatannya.
Karakter ibarat pisau bermata dua. Karakter memiliki kemungkinan akan membuahkan dua sifat yang berbeda atau saling bertolak belakang. Contoh, anak yang memiliki keyakinan tinggi. Hal ini akan menumbuhkan sifat berani sebagai buah keyakinan yang dimilikinya atau justru sebaliknya memunculkan sifat sembrono, kurang perhitungan karena terlalu yakin akan kemampuannya.
Begitu besar pengaruh karakter dalam kehidupan seseorang. Maka itulah pembentukan karakter harus dilakukan sejak usia dini.
Taburlah satu pikiran positif, maka akan menuai tindakan.
Taburlah satu tindakan, maka akan menuai kebiasaan.
Taburlah satu kebiasaan, maka akan menuai karakter.
Taburlah satu karakter, maka akan menuai nasib.
Membangun karakter ibarat mengukir. Sifat ukiran adalah melekat kuat di atas benda yang diukir, tidak mudah usang tertelan waktu atau aus karena gesekan. Menghilangkan ukiran sama saja dengan menghilangkan benda yang diukir itu, karena ukiran melekat dan menyatu dengan bendanya. Demikian juga dengan karakter yang merupakan sebuah pola, baik itu pikiran, perasaan, sikap, maupun tindakan, yang melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan.
Proses membangun karakter pada anak juga ibarat mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa, sehingga ”berbentuk” unik, menarik, dan berbeda antara satu dengan yang lain. Setiap orang memiliki karakter berbeda-beda. Ada orang yang berperilaku sesuai dengan nilai-nilai, ada juga yang berperilaku negatif atau tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam budaya setempat (tidak/belum berkarakter atau “berkarakter” tercela).
Dengan demikian, dalam pendidikan karakter, setiap anak memiliki potensi untuk berperilaku positif atau negatif. Jika ibu-ayah membentuk karakter positif sejak anak usia dini, maka yang berkembang adalah perilaku positif tersebut. Jika tidak, tentu yang akan terjadi sebaliknya. Nah, bagaimana cara membangun karakter anak, berikut ini diuraikan beberapa hal yang perlu diketahui ibu-ayah.

A. PEMBENTUKAN KARAKTER DIPENGARUHI FAKTOR BAWAAN DAN LINGKUNGAN
Ada dua faktor yang memengaruhi pembantukan karakter, yaitu bawaan dari dalam diri anak dan pandangan anak terhadap dunia yang dimilikinya, seperti pengetahuan, pengalaman, prinsip-prinsip moral yang diterima, bimbingan, pengarahan dan interaksi (hubungan) orangtua-anak. Lingkungan yang positif akan membentuk karakter yang positif pula pada anak.
Salah satu contoh kisah nyata, seorang anak laki-laki dibesarkan dalam lingkungan binatang. Si anak berjalan dengan merangkak, makan, bertingkah laku, dan bersuara seperti binatang karena ia tidak bisa bicara. Orang yang menemukan si anak berusaha mendidiknya kembali seperti halnya anak-anak pada umumnya.
Hasilnya, si anak tetap memiliki pribadi seperti binatang karena sebagian besar hidupnya dilalui bersama binatang sejak usia dini. Tampak di sini betapa besar pengaruh lingkungan terhadap pembentukan karakter. Dari contoh tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa karakter seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh bawaan, tetapi juga lingkungan (terutama, dalam keluarga) memiliki pengaruh yang sangat besar.
Karakter berhubungan dengan perilaku positif yang berkaitan dengan moral yang berlaku, seperti kejujuran, percaya diri, bertanggung jawab, penolong, dapat dipercaya, menghargai, menghormati, menyayangi, dan sebagainya. Pada dasarnya, setiap anak memiliki semua perilaku positif tersebut, sebagaimana telah ditanamkan oleh Sang Pencipta di dalam kodratnya.
Masalahnya, kemampuan dasar yang terdapat di dalam diri anak itu tidak bisa berkembang dengan sendirinya, melainkan harus dikembangkan dengan sungguh-sungguh melalui pengasuhan dan bimbingan yang positif dari ibu-ayah. Jika setiap anak dan keluarga memiliki karakter positif, maka akan tercipta masyarakat dengan moral yang baik, sehingga akan tercipta pula bangsa yang dapat hidup rukun sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku.
B. ORANGTUA YANG BERKARAKTER MENUMBUHKAN ANAK YANG BERKARAKTER
Seseorang tidak dapat membantu orang lain jika ia tidak dapat membantu dirinya sendiri. Begitu juga dengan orangtua yang ingin menumbuhkan karakter positif dalam diri anak. Jika ibu-ayah ingin anaknya memiliki karakter positif, maka ibu-ayah harus memiliki karakter positif pula. Ini berarti, ibu-ayah dituntut menerapkan nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-harinya, serta memperlakukan anak sesuai dengan nilai-nilai moral tersebut. Jadi, tidak hanya sekadar memberi tahu apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan anak.
Lagi pula, pada dasarnya anak memang lebih mudah belajar sesuatu melalui pengamatan terhadap perilaku orang lain atau lingkungan sekitarya, bukan sekadar mendengarkan kata-kata saja.
Salah satu contohnya, jika ibu-ayah ingin mengembangkan sifat peduli pada anak, maka ibu-ayah juga menerapkan perilaku peduli, baik kepada anak maupun lingkungan sekitarnya. Sikap peduli tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan perhatian kepada anak, mendengarkan keluh-kesah anak, membantu orang lain yang sedang mengalami masalah, dan sebagainya. Ketika ibu-ayah peduli dengan anak, anak akan merasa nyaman.
Anak pun belajar, bersikap peduli adalah perilaku yang tepat karena menimbulkan rasa nyaman dan bermanfaat bagi setiap orang, sehingga anak kemudian akan menerapkan sikap peduli dalam kehidupan sehari-harinya. Itulah mengapa, agar anak memiliki karakter positif, ibu-ayah dituntut memiliki perilaku positif pula sehinga dapat menjadi teladan bagi anak.
C. PEMBENTUKAN KARAKTER DIMULAI SEJAK DINI
Masa usia dini adalah masa keemasan, artinya masa tersebut merupakan masa terbaik dalam proses belajar yang hanya sekali dan tidak pernah akan terulang kembali. Pertumbuhan dan perkembangan anak pada masa ini berlangsung sangat cepat dan akan menjadi penentu bagi sifat-sifat atau karakter anak di masa dewasa. Peran ibu-ayah sebagai pendidik pertama dan utama sangat penting untuk memaksimalkan dan memanfaatkan masa ini, tidak dapat digantikan oleh siapa pun.
Bila masa ini gagal dimanfaatkan secara baik, sama artinya menyia-nyiakan kesempatan masa keemasan tersebut. Pembentukan karakter juga akan sulit dilakukan, jika ibu-ayah baru melaksanakannya ketika anak sudah memasuki usia remaja. Ibarat sebatang pohon bambu yang semakin tua semakin sulit dibengkokkan, begitu pula dengan membentuk karakter, akan lebih mudah membentuk karakter seseorang ketika masih di usia dini dan akan semakin sulit membentuk karakter seseorang jika sudah semakin dewasa.
Peran ibu-ayah menjadi sangat penting dalam pembentukan karakter anak untuk siap menghadapi dunia di masa yang akan datang. Pada awalnya anak akan meniru perilaku ibu-ayah, karena ibu-ayah adalah orang pertama yang dekat dan dikagumi oleh anak. Setelah itu, lingkungan rumah juga berpengaruh dalam pembentukan karakter anak. Hal ini dapat terlihat dari cara berpakaian, bersikap, dan berperilaku sehari-hari seorang anak yang biasanya tidak jauh berbeda dengan orang-orang yang ada dalam lingkungan rumahnya. Ibarat pepatah, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.
Kesuksesan ibu-ayah membimbing anaknya di usia dini sangat menentukan kesuksesan anak dalam kehidupan sosial di masa dewasanya kelak. Mereka akan tampil sebagai orang-orang yang senang belajar, terampil menyelesaikan masalah, berkomunikasi dengan baik dan berhasil guna, berani, jujur, dapat dipercaya dan diandalkan, penuh perhatian, toleransi, luwes, serta bisa bersaing dalam kehidupan sosial di masa dewasanya kelak. Mengingat pentingnya penanaman karakter di usia dini dan mengingat usia tersebut merupakan masa persiapan untuk sekolah, maka pembentukan karakter positif di usia dini dalam keluarga menjadi sangat penting.
D. PEMBENTUKAN KARAKTER BERLANGSUNG SEUMUR HIDUP
Proses pembentukan karakter diawali dengan kondisi pribadi ibu-ayah sebagai figur yang berpengaruh untuk menjadi panutan, keteladanan, dan diidolakan atau ditiru anak-anak. Anak lebih mudah meniru perilaku daripada menuruti nasihat yang diberikan ibu-ayahnya.
Mereka belajar melalui mengamati apa yang ada dan terjadi di sekitarnya, bukan lewat nasihat semata-mata. Nilai yang diajarkan melalui kata-kata, hanya sedikit yang akan mereka lakukan, sedangkan nilai yang diajarkan melalui perbuatan, akan banyak mereka lakukan. Sikap dan perilaku ibu-ayah sehari-hari merupakan pendidikan watak yang terjadi secara berkelanjutan, terus-menerus dalam perjalanan umur anak.
Proses selanjutnya adalah memberikan pemahaman dan contoh perilaku kepada anak tentang baik dan buruk, benar atau salah, mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Anak juga perlu diajarkan untuk dapat memilah dan memilih sesuatu yang baik, sehingga ia bisa mengerti tindakan apa yang harus diambil, serta mampu mengutamakan hal-hal positif untuk dirinya. Untuk itu diperlukan suasana pendidikan yang menganut prinsip 3A, yaikni asih (kasih), asah (memahirkan), dan asuh (bimbingan). Anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik kalau mendapatkan perlakuan kasih sayang, pengasuhan yang penuh pengertian, serta dalam situasi yang dirasakan nyaman dan damai.
E.MENCINTAI ANAK TANPA SYARAT
Anak akan mengembangkan pergaulan sosialnya secara sehat, jika dalam diri mereka ada perasaan berharga, berkemampuan, dan pantas untuk dicintai. Setiap anak membutuhkan perhatian, sapaan, penghargaan positif, dan cinta tanpa syarat sehingga anak dapat mengembangkan seluruh kemampuan yang ada dalam dirinya dengan baik. Berdasarkan pengalaman ini anak juga akan memperlakukan orang lain dengan cinta dan perhatian, memperlakukan orang lain secara positif sesuai dengan nilai-nilai moral yang diperoleh.
Anak pun akan memahami, teman-temannya juga pantas dihargai, dicintai, dan diperhatikan seperti dirinya. Menunjukkan cinta tanpa syarat tidak berarti ibu-ayah tak boleh menegur perbuatan negatif anak. Ibu-ayah tetap harus menegur dan memberikan sanksi atas pelanggaran atau perbuatan negatif tersebut. Perlu pemahaman ibu-ayah untuk membedakan antara ”perbuatan yang dilakukan” dengan “pribadi” anak itu sendiri.
Bukan “pribadi” anak itu yang membuat ibu-ayah marah, tetapi salah satu perbuatannya. Tunjukkan kesalahan sikap atau perbuatannya sekaligus tetap menghargainya sebagai anak. Cinta tanpa syarat berpusat pada “pribadi” anak, sedangkan pendisiplinan berfokus pada perilaku atau sikap tertentu anak. Dalam membentuk karakter anak, ibu-ayah perlu memahami tahapan perkembangan anak.
USIA 0—18 BULAN
Tahun pertama kehidupan anak menjadi penting dalam membangun karakter anak. Caranya dengan membangun kualitas hubungan antara ibu-ayah dan anak. Kepekaan ibu-ayah terhadap kebutuhan anak menjadi akar dari pembentukkan karakter anak. Jika ibu-ayah peka atau tanggap terhadap kebutuhan anak, maka anak akan merasa nyaman dan tumbuh rasa percaya di dalam dirinya. Contoh, ketika anak menangis, ibu/ayah segera datang dan menenangkannya; ketika lapar, ibu segera menyusuinya.
Dari sini anak belajar, peka/tanggap terhadap kebutuhan orang lain adalah hal yang baik untuk dilakukan karena menimbulkan rasa nyaman dan percaya. Sebaliknya, jika ibu-ayah tidak peka/tanggap terhadap kebutuhan anaknya di tahun pertama kehidupan, anak akan merasa tidak nyaman, sehingga tidak tumbuh rasa peka dan percaya terhadap orang lain di dalam dirinya.

MEMBENTUK KARAKTER SESUAI TAHAPAN PERKEMBANGAN ANAK
USIA 18 BULAN - 3 TAHUN
Anak belum dapat memahami apa yang benar dan salah. Anak belum memahami jika memukul orang lain itu salah, misalnya. Anak mengetahui perbuatan apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan karena ibu-ayah memberitahukannya atau karena ibu-ayah memberinya konsekuensi¹. Pada tahap ini anak belajar, mematuhi ibu-ayah adalah suatu norma.
USIA 3 - 6 TAHUN
Anak mulai menjiwai nilai-nilai yang diterapkan oleh ibu-ayah di dalam keluarga. Anak juga mulai memahami, setiap perbuatannya dapat memiliki akibat tertentu sesuai dengan yang diajarkan oleh ibu-ayah. Misalnya, jika memukul adik, maka adik akan menangis; tangan itu digunakan bukan untuk memukul tetapi untuk melakukan hal yang baik seperti membelai, mengusap, dan mendekap.
Dalam upaya membentuk watak atau tabiat anak, ada beberapa hal yang perlu dilakukan ibu-ayah.
1. Menegakkan disiplin secara ajek.
1)    Anak harus diperkenalkan dengan batasan-batasan. Anak harus tahu mana batas-batasnya, apa yang menjadi tanggung jawabnya, dan apa yang bukan merupakan tanggung jawabnya.
2)    Ajak anak untuk membuat batasan-batasan tersebut, tidak hanya dibuat oleh ibu-ayah saja. Pengenalan batasan merupakan dasar penegakan disiplin, sehingga anak mengetahui perilaku yang seharusnya dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
3)    Ibu-ayah harus memiliki dan menampilkan sikap dan perlakuan yang ajek. Bila satu saat melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu, di saat lain ketika suatu perilaku terulang kembali, harus tetap pada sikap yang sama (tidak berubah).
APA YANG HARUS DILAKUKAN IBU-AYAH?
1)    Hindari sikap keras karena hanya akan melahirkan disiplin semu. Maksudnya, anak patuh karena takut akan mendapat hukuman dari ibu-ayah apabila ia melanggar disiplin.
2)    Jangan pula bersikap terlalu lemah karena disiplin akan sulit ditegakkan atau akhirnya akan menghasilkan sikap acuh tak acuh (masa bodoh), cenderung mengembangkan sikap kurang bertanggung jawab, dan tidak menumbuhkan norma-norma tertentu pada anak sebagai suatu pembentukan karakter.

2. Terlibat penuh dalam membangun karakter anak.
Ibu-ayah yang memiliki keinginan diri dan terlibat sepenuhnya dalam menumbuhkan karakter anak akan lebih berhasil dalam membentuk karakter anak. Begitu pun jika ibu-ayah dalam kesehariannya mempraktikkan apa-apa yang akan ditanamkannya kepada anak.
Contoh, ibu-ayah ingin menanamkan berperilaku jujur, bertutur kata sopan, serta bertanggung jawab. Namun bila dalam keseharian ternyata ibu-ayah justru menampilkan perilaku yang sebaliknya, maka apa yang akan terjadi dengan perkembangan jiwa anak? Anak akan mengalami suatu kebingungan, mungkin juga konflik, karena ketidakajekan ibu-ayahnya dalam berkata dan berperilaku. Inilah yang menjadikan alasan bagi anak untuk tidak melakukan apa yang diinginkan ibu-ayahnya.
3. Menjadi contoh yang baik atau teladan bagi anak.
Ingat, anak cenderung meniru perilaku ibu-ayahnya dibandingkan hanya mendengarkan kata-katanya. Itulah mengapa, ibu-ayah harus juga berperilaku sesuai dengan nilai-nilai keutamaan dalam kehidupan sehari-hari. Nah, agar bisa menjadi contoh positif atau teladan bagi anak, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian ibu-ayah, di antaranya:
1)        Menyadari bahwa nilai-nilai merupakan dasar segala tingkah laku dan menjadikan diri sebagai teladan utama bagi anak-anak.
2)        Menentukan nilai-nilai yang paling sesuai serta menunjukkan nilai-nilai mana yang harus diutamakan melalui kegiatan dan pengalaman sehari-hari.
3)        Menunjukkan pribadi yang ramah, positif, dan terintegrasi².
4)        Menghadapi anak dengan penuh penghargaan, cinta, dan pengertian.
5)        Meyakini akan nilai-nilai yang paling sesuai untuk dimiliki.
6)        Menciptakan pengalaman yang bernilai dan bermakna bersama anak, kemudian menanyakannya kepada anak tentang bagaimana sebaiknya harus mengambil pilihan atau keputusan.
4. Menumbuhkan nilai-nilai keutamaan pada anak.
Selain menjadi contoh positif atau teladan bagi anak, untuk menumbuhkan nilai-nilai keutamaan pada anak, ibu-ayah juga perlu melakukan hal-hal berikut:
1)    Jelaskan kepada anak yang sudah dapat berbicara, alasan penerapan nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari. Ajak anak bertukar pikiran agar ibu-ayah dapat mengetahui pendapatnya tentang seberapa jauh ia memahami nilai-nilai moral tersebut.
2)    Jelaskan kepada anak mengenai dampak perilaku positif maupun negatif yang dilakukannya. Contoh, ketika anak merapikan mainannya, ibu-ayah dapat mengatakan, ”Nak, mainannya kalau dibereskan jadi rapi dan kamu akan lebih mudah untuk menemukan mainan yang ingin kamu mainkan.” Begitu juga ketika anak melakukan kesalahan, semisal ia memukul adiknya, katakan, “Adik jadi menangis kalau kamu pukul.”
3)    Berikan penghargaan kepada anak, seperti pujian, pelukan, ciuman, ucapan terima kasih, dan lainnya, ketika anak berperilaku positif, sehingga anak terdorong untuk mengulangi perilaku positif tersebut.
4)    Bacakan dongeng atau cerita yang mengisahkan suatu perbuatan baik/positif. Gunakan bahasa sederhana yang sesuai dengan kemampuan berpikir anak agar anak dapat memahami dan menikmati isi cerita tersebut.
PENUTUP
Karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang daripada yang lain. Pembentukan karakter dimulai sejak usia dini dan berlangsung sepanjang hidup manusia. Karakter anak akan terbentuk dengan baik jika dalam proses tumbuh kembangnya anak mendapatkan cukup ruang untuk mengungkapkan diri secara leluasa. Anak-anak adalah generasi yang akan menentukan nasib bangsa ini dikemudian hari. Diharapkan, buku bacaan ini dapat membantu membantu ibu-ayah dalam membentuk karakter ananda maupun mengubah karakternya yang negatif, sehingga terbentuklah karakter yang baik.

DAFTAR ISTILAH
1.    Konsekuensi = akibat tidak menyenangkan yang harus diterima atas pelanggaran atau perbuatan salah/negatif yang dilakukan
2.    Terintegrasi = sudah diintegrasikan; dapat diintegrasikan
3.    Integrasi = pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat

SUMBER BACAAN
  1. The Family Virtue Guide: Smple Ways to Bring Out in Our Children and Ourselves. Popov oleh Linda Kavelin. Penguin Book USA Inc. Tahun 1997.
  2. Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur oleh Sedyawati, dkk. Penerbit: Balai Pustaka, tahun 1999.
  3. 10 Tips for Raising Moral Kids. Dalam http://www.micheleborba.com/Pages/ArtBMI13.htm.tanggal 23 Maret 2010
  4. The Disipline Book oleh Sears & Sears.Little Brown & Company. Tahun 1995.
  5. Pendidikan Karakter oleh Abdullah Munir. Penerbit: Pedagogia, tahun 2010


Dra. Nana Prasetyo, M. Si.

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011



Parenting 
Membangun Sosial Emosi Anak


PENTINGNYA MEMAHAMI PERKEMBANGAN ANAK
Pada rentang usia 2-4 tahun, anak menunjukkan perubahan di seluruh aspek perkembangannya. Dari bayi yang sangat bergantung pada orang lain menjadi anak mandiri dan mampu bergerak bebas ke mana pun. Dari hanya bisa menangis, sekarang dapat berbincang-bincang dengan asyik mengenai banyak hal dengan ibu-bapak. Demikian pula perkembangan sosialnya. Pada rentang usia ini anak menikmati sekali bermain dengan teman sebayanya. Anak pun belajar berbagai keterampilan sosial dalam berhubungan dengan lingkungan sosialnya.
Buku berseri ini bertujuan agar ibu-bapak dapat memahami aspek perkembangan anak di enam tahun pertama kehidupannya. Dengan pemahaman tersebut, orangtua dapat menyediakan lingkungan yang lebih baik dan menemani anak dalam mengembangkan kemampuannya.
Terdapat empat aspek perkembangan anak yang dibahas dalam serial buku ini, yaitu : aspek gerakan kasar dan gerakan halus, bahasa, kecerdasan, dan sosial-emosi. Semuanya memiliki keterkaitan satu sama lain. Pemahaman yang menyeluruh dan seimbang terhadap aspek perkembangan akan lebih berdaya guna dibandingkan hanya terpusat pada satu aspek saja. Setiap kegiatan perangsangan yang diberikan di dalam buku ini bisa memberikan dampak pada beberapa aspek dan bermanfaat bagi perkembangan kemampuan anak.
Pada buku ini akan dibahas mengenai aspek sosial-emosi untuk anak usia 2 sampai 4 tahun. Perkembangan sosialnya mengalami kemajuan sejalan dengan kemampuannya berhubungan dengan anak lain. Ibu –bapak dapat menyaksikan, bagaimana anak menunjukkan perhatiannya terhadap anak lain yang menangis.
Penting diingat, bahwa tujuan utama memahami tahap perkembangan anak adalah agar dapat melakukan perangsangan yang berguna. Pelaksanaannya dapat dengan berbagai cara dan variasi. Untuk itu, ibu–bapak dituntut banyak ide dalam merangsang perkembangan anak.
Setiap anak adalah unik dan ibu–bapak harus dapat memahami keunikannya. Hindari memaksa anak melakukan kegiatan yang barangkali belum dikuasainya. Apalagi bila orangtua merasa bahwa anak lain yang seusia dengan anaknya sudah dapat melakukan. Cobalah untuk mengulangi kegiatan yang sama beberapa kali dengan diberi rentang waktu.
Di dalam pembahasan mengenai aspek sosial-emosi, buku ini akan memberikan contoh perangsangan dan kemampuan yang dapat dikuasai anak pada usia tertentu. Penjelasan tersebut tidak bersifat kaku atau suatu keharusan. Ingatlah bahwa setiap anak adalah unik dan hasil dari perangsangan dapat berbeda antar anak.


PERKEMBANGAN SOSIAL-EMOSI PADA USIA 2 - 4 TAHUN
Seperti area perkembangan yang lain, pada periode ini anak juga mengalami perubahan dalam aspek sosial-emosi. Identitasnya mulai tampak, ia memiliki karakter kepribadian sendiri. Sudah mulai tampak kekuatan dan kelemahan kemampuannya, serta pola hubungannya. Ia pun sudah menunjukkan kemandiriannya dan berusaha mengatur dirinya sendiri.
Beberapa area utama dari perubahan aspek sosial-emosi yang berlangsung pada diri anak adalah :
  1. Pertemanan. Anak ingin disukai oleh teman-temannya. Ia ingin bisa bermain dengan sebanyak mungkin teman. Anak mulai memahami bahwa fungsi pertemanan termasuk didalamnya aturan untuk berbagi, memberi dukungan, bergantian, dan berbagai keterampilan sosial lainnya.
  2. Kemandirian. Anak meningkatkan usaha agar dapat melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan dengan kegiatannya sehari-hari. Peran ibu dan bapak sebagai orangtua sangat penting. Anak membutuhkan kesempatan untuk berlatih mandiri agar pekerjaannya menjadi lebih baik.
  3. Moralitas. Anak mulai mengenali yang salah dan benar. Ia mulai memahami tentang berbohong dan mengapa ia tidak boleh berbohong. Meski beberapa kali anak masih berusaha untuk menyelamatkan dirinya dengan berbohong.
Karakter yang ditampilkan oleh anak pada rentang usia ini membuat ibu dan bapak dapat melihat tipe kepribadian anak. Tantangan yang dihadapi adalah bukanlah untuk mengubah ciri kepribadian anak, tetapi memberikan penguatan pada ciri yang positif. Sebagai contoh, bersikap teguh pada keputusan adalah satu ciri kepribadian yang baik. Namun, bila membuat susah orang lain, tentu menjadi tidak tepat. Jadi anak pun harus belajar menentukan pada situasi seperti apa, perilakunya harus menyesuaikan tanpa mengubah kepribadiannya.
Ini berarti ibu dan bapak sebagai orangtua harus menerima anak apa adanya, dengan segala keunikan yang membuatnya menjadi istimewa. Anak membutuhkan dukungan dan panduan ibu dan bapak pada saat ini. Bukan kritikan dan keberatan, untuk mengembangkan potensi sosial-emosinya. Kebutuhan dasar anak untuk disayangi dan dihargai akan semakin kuat. Anak juga membutuhkan persetujuan ibu-bapak akan sikapnya.
PERANGSANGAN SOSIAL-EMOSI USIA 2 – 3 TAHUN
Di usia ini anak mungkin merasa cemas ketika berpisah dengan ibu dan bapaknya untuk beberapa saat. Kecemasan ini akibat kedekatan dengan ibu dan bapaknya. Anak memiliki bayangan atau khayalan yang mengkhawatirkan dirinya tanpa keberadaan ibu - bapak.
Jika anak tampak ingin menangis ketika menyadari akan ditinggal oleh ibu - bapak, cobalah untuk menenangkan anak sebelum berangkat. Tidak usah sembunyi-sembunyi atau justru menertawakannya. Anak memerlukan pelukan hangat ibu-bapak.
Selain juga kepastian bahwa ibu-bapak akan kembali secepatnya serta mendengarkan ceritanya selama ibu-bapak tidak ada. Kemudian, tinggalkan anak, tidak usah risau apakah ia menangis atau tidak. Bila ibu-bapak menunggu sampai anak mau melepaskan dengan sukarela, malah membuat situasi makin menekan untuknya.
Untuk urusan berbagi, anak sudah mampu memahaminya dengan baik, meskipun pada prakteknya masih mengalami kesulitan. Bicaralah kepadanya dan latih untuk berbagi di bawah pengawasan ibu-bapak.
  1. Mendapatkan rasa berharga. Keberhasilan anak akan memberikan perasaan percaya diri bahwa anak mampu melakukan sesuatu. Jadi, jika mendapati anak sedang berusaha untuk meningkatkan kemandirian, berikan dukungan dan bila perlu panduan. Anak harus merasakan berhasil dan itu akan membuatnya menikmati kegiatan.
  2. Berlatih sopan santun. Banyak hal yang belum diketahui anak. Misal, berteriak-teriak menuntut keinginan dituruti adalah sikap yang tidak baik. Ia bergantung pada ibu-bapak untuk memberitahunya dan melatih sopan santun di usia ini. Cara belajar yang paling tepat adalah dengan memberikan contoh berperilaku yang dilihat oleh anak dan ia akan menirunya.
  3. Mengatasi rasa malu. Jika tiba-tiba anak bersikap merajuk dan tidak mau berkegiatan di tempat baru karena malu, berikan dukungan bahwa ia akan melakukan aktivitas yang menyenangkan.
PERANGSANGAN SOSIAL-EMOSI USIA 3 – 4 TAHUN
Topik utama anak pada usia ini adalah berteman. Ia senang berhubungan dengan orang lain dan keterampilan sosialnya berkembang dengan berarti. Relasinya dengan teman-teman sebaya mengembangkan rasa percaya dirinya. Itu membuatnya tidak terlalu malu bila bertemu dengan teman atau orang dewasa yang baru dikenalnya. Kemandiriannya pun berkembang baik. Anak sudah mampu melakukan dengan baik kegiatan di kamar mandi, seperti buang air kecil atau cuci tangan. Demikian pula dengan kegiatan bantu diri seperti mengenakan pakaian atau makan sendiri.
Banyak kegiatan yang bisa dilakukan untuk mendukung sikap baik anak terhadap orang lain. Ibu dan bapak dapat menunjukkan bahwa sikapnya yang peduli sangat berarti bagi orang lain. Contoh, jika ia tidak hanya membawakan kue untuk dirinya sendiri tapi juga untuk ibu-bapak. Sampaikan kepada anak, bagaimana senangnya perasaan ibu-bapak. Anak akan berperilaku baik kepada orang lain jika ia menyadari dampak dari perilakunya. Misal, berikan pujian kepada anak ketika ibu-bapak melihatnya membantu teman.
Periode ini adalah saat yang tepat untuk mengembangkan keterampilan bantu dirinya. Anak sudah dapat berlatih mengendalikan keinginannya untuk buang air kecil di siang hari dan ini saat yang tepat baginya untuk berlatih agar tidak mengompol di malam hari. Kuncinya adalah pada ketetapan dari ibu-bapak. Selain juga dukungan bahwa ia bisa melakukannya dengan baik. Beradu pendapat sering terjadi pada anak usia ini. Anak perlu mengetahui dan memahami cara beradu pendapat tanpa penyerangan.
Reaksi awal ketika anak menghadapi penolakan dari temannya dapat berupa penyerangan fisik, seperti memukul, meninju, atau menggigit. Selain itu, dapat juga berupa penyerangan non lisan, misalnya berteriak atau mengejek. Bantu anak untuk mengatasi perilaku menyerang sehingga dapat mengatasi konflik dengan cara yang tidak merugikan orang lain. Berikan penjelasan kepada anak bahwa ibu-bapak sangat tidak setuju pada perilaku menyerangnya terhadap orang lain. Ini penting diketahui oleh anak. Jelaskan pula bahwa temannya akan marah dan tidak mau bermain lagi dengannya bila ia bertindak menyerang.
Ibu dan bapak dapat berlatih bersama anak cara menyampaikan perasaannya kepada orang lain tanpa bersikapmenyerang . Misalnya, ketika ada temannya yang ingin merebut mainan, minta anak untuk mengatakan, “Aku sedang main dengan mobil-mobilan ini. Nanti gantian kalau aku sudah selesai ya.” Bila perilaku ini tidak berhasil, maka anak dapat meminta bantuan kepada orang dewasa yang terdekat untuk membantu menyelesaikan persoalan ini.

Kegiatan perangsangan yang dapat dilakukan:
  1. Baca buku cerita dengan tema sosial. Temanya tentang berbagi mainan dan bermain bersama. Tema ini akan membantu anak untuk berpikir mengenai pertemanan yang ia lakukan. Ibu dan bapak juga bisa membantunya dengan memberikan pertanyaan atau berdiskusi mengenai tema tersebut.
  2. Hindari permainan dengan senapan atau pistol. Bukti dari penelitian menunjukkan bahwa anak yang bermain dengan mainan yang masuk kelompok senjata tajam juga menunjukkan perilaku menyerang ketika berhubungan dengan temannya. Demikian pula jika menonton tayangan yang mengandung unsur penyerangan. Meskipun itu hanya film kartun, anak pun akan menirunya. Ingatlah bahwa anak belajar dari meniru.
  3. Hindari memotong pembicaraan. Lambat laun anak akan mempelajari bahwa bercakap-cakap dengan orang lain membutuhkan keterampilan mendengar. Jika ia memotong pembicaraan ibu-bapak, acuhkan saja tetaplah berbicara sampai kalimatnya selesai. Setelah itu, berikan kesempatan kepadanya untuk berbicara. Anak akan memahami bahwa untuk berbicara pun ia harus bergantian.
PESAN UNTUK IBU-BAPAK
Memang paling mudah adalah melihat kelemahan atau ketidak-mampuan seseorang. Demikian juga pada anak. Seringkali orangtua lebih memusatkan perhatian pada apa saja yang tidak bisa dilakukan anak. Misalnya, anak masih belum bisa menahan diri untuk tidak berteriak ketika merasa kesal. Ibu dan bapak pun menjadi lebih perhatian pada perilaku berteriak anak.
Padahal ketika anak sedang tidak kesal, ia bisa berbagi dan menunjukkan kepeduliannya terhadap orang lain. Ibu dan bapak dapat menggunakan perilaku baik yang ditampilkan oleh anak dalam mengatasi perilaku negatifnya. Jika anak berperasaan negatif, cobalah untuk memberikan sisi positifnya tanpa memuji anak berlebihan. Dengan demikian diharapkan anak tidak lagi beranggapan bahwa dirinya tidak baik, tetapi dengan bantuan ibu – bapak anak bisa mengubah sikapnya.


Sumber Bacaan :
Beyond Toddlerdom : Keeping five to twelve year olds • on the rails, oleh Vermilion C, Penerbit : Green, Tahun 2000
Bright Start oleh R. C. Woolfson, Penerbit : Hamlyn, • Tahun 2003
Child Development and Education, oleh Teresa M. • McDevitt dan Jeanne Ellis Ormrod, Penerbit : Merril Prentice Hall, Tahun 2002
Guide to Understanding Your Child : Healthy Development • from Birth to Adolescence, oleh Linda. C Mayes dan Donald J. Cohen, Penerbit : Little Brown, Tahun 2002.
Teach Your Child : How to discover and enhance your • child’s potential oleh Mirriam Stoppard, Penerbit : Kindersley, Tahun 2001.
Your Childs’s Development : from birth to adolescence, • oleh Richard Lansdown. Marjorie Walker, Penerbit : Frances Lincoln, Tahun 1996.
Ilman Saputra, SH
Alzena Masykouri, M. Psi


Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011


Parenting
Mengasah Kecerdasan


Selama periode usia 2-4 tahun, anak menunjukkan perubahan di seluruh aspek perkembangannya. Dari bayi yang sangat bergantung pada orang lain menjadi anak yang mandiri dan dapat bergerak bebas ke mana pun ia inginkan. Dari hanya bisa menangis, sekarang anak dapat berbincang-bincang dengan asyik mengenai banyak hal dengan ibu-ayah. Demikian pula perkembangan sosialnya, anak menikmati sekali bermain dengan teman-teman sebayanya. Ia pun belajar berbagai keterampilan sosial dalam hubungan dengan lingkungan sosialnya.
Buku berseri ini bertujuan agar ibu-ayah dapat memahami aspek perkembangan anak pada enam tahun pertama kehidupannya. Dengan pemahaman tersebut, diharapkan ibu-ayah dapat mendampingi dan menyediakan lingkungan yang lebih baik untuk anak mengembangkan kemampuannya. Terdapat empat aspek utama perkembangan anak yang dibahas dalam serial buku ini, yaitu: aspek gerakan kasar dan gerakan halus, bahasa, kecerdasan, dan sosial-emosi. Setiap aspek perkembangan memiliki keterkaitan satu sama lain. Pemahaman yang menyeluruh dan seimbang terhadap aspek perkembangan akan lebih berguna dibandingkan hanya berpusat pada satu aspek saja. Setiap kegiatan yang diberikan di dalam buku ini bisa berdampak pada beberapa aspek dan bermanfaat bagi perkembangan kemampuan anak.
Ibu dan ayah dapat memahami setiap aspek perkembangan sesuai dengan usia anak. Khusus pada buku ini akan dibahas mengenai aspek kognisi pada anak usia 2 sampai 4 tahun. Kognisi dikenal juga dengan kemampuan belajar atau berpikir atau kecerdasan, yaitu kemampuan untuk mempelajari keterampilan dan konsep baru, keterampilan untuk memahami apa yang terjadi di lingkungannya, serta keterampilan menggunakan daya ingat dan menyelesaikan soal-soal sederhana. Setiap anak memiliki kemampuan kecerdasannya masing-masing.
Penting diingat, tujuan utama memahami tahap perkembangan anak adalah agar kita dapat memberikan perangsangan secara tepat, dengan berbagai cara dan variasi. Untuk itu, ibu dan ayah dituntut kreatif dalam menciptakan kegiatan-kegiatan yang merangsang perkembangan anak. Contoh kegiatan yang ada di dalam buku ini dapat dikembangkan sesuai dengan keadaan masing-masing anak. Setiap anak adalah unik dan kita harus dapat memahami keunikannya. Hindari memaksa anak melakukan kegitan yang barangkali belum dikuasainya. Apalagi bila ibu-ayah merasa bahwa anak lain yang seusia dengan anak sudah dapat melakukannya. Bila anak belum dapat melakukan kegiatan yang dirangsangkan atau terlihat belum tertarik, cobalah kegiatan yang sama beberapa kali dengan diberi rentang waktu.
Di dalam pembahasan mengenai aspek kecerdasan, buku ini akan memberikan contoh perangsangan dan kemampuan yang dapat dikuasai anak pada usia 2 sampai 4 tahun. Penjelasan tersebut tidak bersifat kaku atau suatu keharusan. Ingat, setiap anak adalah unik dan hasil dari perangsangan dapat berbeda antar-anak. Setiap hari ibu-ayah akan menemukan contoh-contoh bagaimana anak memahami suatu konsep baru dan menyelesaikan persoalan yang ia hadapi. Ia menunjukkan perubahan dalam berpikir dan belajar.
KEMAMPUAN YANG DIMILIKI
Berikut adalah kemampuan berpikir/belajar/kecerdasan yang ditunjukkan anak pada periode usia 2-4 tahun.
  1. Anak mampu mengenali simbol-simbol ia lihat memiliki arti tertentu, seperti logo suatu produk atau toko. Selain itu, anak juga mulai dapat membayangkan suatu benda yang tidak berada di hadapannya, misalnya, anak dapat menyebutkan mainan apa saja yang ia miliki di rumah.
  2. Anak mulai berlatih mengendalikan perhatian pada suatu benda atau kegiatan yang menarik sehingga rasa ingin tahunya terpenuhi. Dengan anak memiliki kemampuan untuk memusatkan perhatian yang cukup terhadap suatu hal/informasi, maka ia dapat mengerti maksud dari informasi tersebut.
PERKEMBANGAN KECERDASAN
  1. Anak dapat mengingat pengalaman yang baru saja terjadi (ingatan jangka pendek) dan yang terjadi beberapa waktu lalu (ingatan jangka panjang).
  2. Anak dapat menggunakan bahasa untuk bertanya, menyampaikan ide-idenya, dan untuk memperbaiki pemahamannya terhadap lingkungan sekitarnya. Perkembangan bahasa yang luar biasa bukan hanya akan memengaruhi keterampilan berbicaranya, tetapi juga kemampuannya untuk belajar.
CARA BELAJAR
Anak tetap belajar dengan cara menjelajahi lingkungannya dan bermain, juga melalui mendengar, berbicara, dan berdiskusi (tukar pikiran). Tidak masalah ia bermain dengan kotak kosong, mainan karet, bermain dengan sendok ketika makan, bermain puzzle (kepingan gambar), atau bahkan tidak menggunakan mainan apa pun. Selama ia melakukannya dengan senang dan menikmati pengalamannya dengan lingkungan, maka ia akan belajar banyak hal baru.
Banyak kegiatan bisa kita lakukan untuk merangsang dan mengembangkan kecerdasan anak. Tetapi, tetap ingat bahwa pembelajaran yang positif dan bermanfaat justru terjadi melalui rutinitas sehari-hari. Contoh, kegiatan memakai pakaian di pagi hari melibatkan tugas yang tidak sederhana. Ada kemampuan untuk memilih (mau pakai baju pergi atau baju rumah), mencocokkan (baju merah dengan celana merah, mencari pasangan kaus kaki), koordinasi (memasukkan kaki kanan terlebih dahulu sebelum kaki kiri), daya ingat, dan konsentrasi. Percayalah, setiap hari anak akan belajar berbagai hal baru.
KEMAMPUAN BERPIKIR MASIH TERBATAS
Penting untuk tetap memahami kemampuan berpikir anak yang masih terbatas. Ibu-ayah harus ingat, anak memiliki dua karakteristik yang berbeda dengan orang dewasa.
• Pertama, anak belum memahami maksud dari “sebab-akibat” secara sempurna. Ia pun masih kesulitan untuk mengenali hubungan antara dua kejadian. Contoh, ketika bohlam lampu putus dan pada saat yang bersamaan anak sedang bersin, ia bisa beranggapan bahwa bersin bisa menyebabkan lampu mati. Dengan demikian, ketika di waktu lain anak bersin, maka ia berharap ada lampu yang mati karenanya. Oleh karena itu, ibu-ayah harus menjelaskan kondisi yang terjadi sebenarnya kepada anak. Ia mungkin tidak percaya dan belum mengerti, sehingga bisa jadi ia akan meminta ibu-ayah untuk menjelaskannya berulang kali.
1.    Kedua, kemampuan berpikir anak masih menunjukkan kecenderungan bahwa ia melihat segala kejadian hanya dari sudut pandangannya saja. Itulah sebabnya, ia masih kesulitan untuk memahami perasaan orang lain. Ia baru akan mulai memahami sudut pandang orang lain sekitar akhir tahun ketiganya.
Anak sangat menikmati kebersamaannya dengan ibu-ayah, selain juga senang dengan kehadiran teman sebayanya. Melalui kegiatan bermain bersama dan bercakap-cakap dengan temannya, anak mempelajari banyak keterampilan baru. Bukan tidak mungkin ibu-ayah akan terperangah dibuatnya. Di sisi lain, anak tampak tertarik dengan detail yang membuatnya penuh rasa ingin tahu. Ibu-ayah dapat mendukung rasa ingin tahunya ini dengan memberikan kesempatan mengetahui benda atau tempat-tempat baru sebagai perangsangan baru.
2.    Berkunjung ke kebun binatang.
Bersiaplah untuk menjawab semua pertanyaan anak seperti, “Mengapa burung punya sayap? Kok, aku enggak punya?” atau “Kenapa harimau memiliki belang di tubuhnya?” Mungkin juga ia akan meminta gajah sebagai hewan peliharaan di rumah, ibu-ayah perlu menjelakan kepadanya bahwa kita tidak bisa memelihara gajah di rumah karena rumah kita tidak muat untuk tubuh gajah yang sangat besar, misalnya.
PERANGSANGAN KECERDASAN
Di Usia 2—3 Tahun
1.    Membacakan buku cerita.
Anak tidak hanya mendengarkan cerita ibu-ayah, tetapi juga akan bertanya banyak hal mengenai cerita yang ibu-ayah bacakan. Sebaiknya libatkan anak dalam cerita yang ibu-ayah bacakan dengan menanyakan apa yang akan terjadi selanjutnya.
2.    Ajarkan konsep angka.
Berikan satu mobil-mobilan sambil berkata, “Ini satu untukmu,” kemudian tambahkan satu lagi dan katakan, “Jadi dua untukmu.” Anak akan memahami pengertian angka sampai tiga atau empat pada periode usia ini.
3.    Memilah mainan.
Minta anak mengelompokkan mainan sesuai dengan kelompok yang sudah ibu-ayah buat. Misalnya, kelompok mainan binatang, mobil-mobilan, dan boneka. Biarkan anak berpikir terlebih dahulu sebelum meletakkan mainan sesuai dengan kelompoknya.



4.    Mengenali tulisan namanya.
Pada awalnya anak tidak paham perbedaan antara tulisan namanya dengan tulisan lain. Tunjukkan mana yang bertuliskan namanya dan minta ia menemukan tulisan namanya di antara kata-kata lainnya.
Perubahan utama yang ditampilkan anak usia ini adalah ia mampu memusatkan perhatian secara maksimal pada setiap kegiatan yang dilakukannya, sehingga anak bisa memperoleh informasi lebih banyak lagi. Ia pun menjadi lebih percaya diri dalam belajar, sehingga membuatnya bersemangat dalam mempelajari banyak hal baru.
Anak pun tertarik dengan kegiatan berhitung dan saat ini ia lebih memahami arti bentuk serta warna dengan lebih baik lagi. Mendekati ulang tahunnya yang ke-4, anak mulai menggunakan daya ingatnya secara maksimal, misalnya untuk menemukan letak suatu benda dan untuk mengingat informasi yang penting baginya. Kemampuannya terhadap pengenalan angka juga berkembang.
5.    Beri contoh.
Ingatlah, anak belajar lebih baik dengan memerhatikan bagaimana ibu-ayah mengatasi situasi. Jelaskan pada anak bagaimana ibu-ayah menyelesaikan suatu tugas sehingga ia bisa mempelajari strateginya. Contoh, ibu kesulitan membuka tutup botol selai, katakan,
PERANGSANGAN KECERDASAN
Di Usia 3-4 Tahun
 “Wah, tutupnya licin. Ibu ambil serbet dulu ya, supaya membukanya lebih mudah karena sudah tidak licin lagi.”
1.    Mengatur meja makan.
Ketika satanya makan bersama, minta anak menghitung ada berapa orang yang akan makan bersama serta bagaimana cara mengatur piring dan gelas.
2.    Bermain tepuk tangan.
Bertepuklah dengan irama sederhana dan minta anak mengulanginya. Lakukan sambil bermain. Jika anak sudah menguasai satu irama, lanjutkan dengan irama yang lain.
3.    Pengenalan angka.
Tunjukkan angka yang berada di sekitarnya, misalnya nomor rumah, angka pada jam dinding, dan sebagainya. Minta anak mengenali angka tersebut dan menyebutkannya.
4.    Bermain tebak benda.
Minta anak mengingat benda-benda yang ibu-ayah letakkan di atas sebuah baki, kemudian tutuplah baki itu dan minta anak untuk menyebutkan benda-benda apa yang tadi dilihatnya.

PESAN UNTUK IBU-AYAH
Pada usia ini, ibu-ayah mungkin sudah memiliki pandangan mengenai kemampuan anak. Di dalam hati, ibu-ayah merasa bahwa ananda tergolong anak yang cerdas, biasa saja, atau bahkan lambat dalam mempelajari sesuatu. Namun, perlu diingat, pendapat yang timbul terhadap anak akan memengaruhi sikap ibu-ayah dalam menghadapi anak. Katakanlah, ibu-ayah merasa ananda lambat dalam mempelajari sesuatu dibanding saudaranya atau teman sebayanya, maka ibu-ayah akan menurunkan harapan padanya.
Ibu-ayah juga akan memaklumi bila anak tidak mampu menyelesaikan tugasnya dengan alasan, “Oh ya, memang dia tidak bisa melakukannya.” Akibatnya, anak menjadi tidak bersemangat dalam belajar dan ini akan memperkuat anggapan ibu-ayah sebelumnya. Perkembangan anak pun akan melambat karena alasan-alasan tersebut.
Itulah mengapa, sangat penting untuk memiliki anggapan bahwa anak memiliki kemampuan belajar yang baik sehingga kita sebagai orangtua dapat merangsangan dengan tepat. Jangan melarang anak terlalu banyak. Biarkan ia menjelajahi lingkungannya di bawah pengawasan ibu-ayah dan tetaplah menjaga keamanannya.

Sumber Bacaan :
Beyond Toddlerdom : Keeping five to twelve year • olds on the rails, oleh Vermilion C, Penerbit : Green, Tahun 2000
Bright Start oleh R. C. Woolfson, Penerbit : Hamlyn, • Tahun 2003
Child Development and Education, oleh Teresa M. • McDevitt dan Jeanne Ellis Ormrod, Penerbit : Merril Prentice Hall, Tahun 2002
Guide to Understanding Your Child : Healthy • Development from Birth to Adolescence, oleh Linda. C Mayes dan Donald J. Cohen, Penerbit : Little Brown, Tahun 2002.
Teach Your Child : How to discover and enhance • your child’s potential oleh Mirriam Stoppard, Penerbit : Kindersley, Tahun 2001.
Your Childs’s Development : from birth to adolescence, • oleh Richard Lansdown. Marjorie Walker, Penerbit : Frances Lincoln, Tahun 1996

Dra. S.R.R.Pudjiati,M.Si
Alzena Masykouri, M. Psi

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011

Tema Parenting : (Mengasah Kemampuan Berbahasa)
SERI BACAAN ORANG TUA

TANDA PERKEMBANGAN ANAK USIA 2 – 4 TAHUN
Selama periode usia 2-4 tahun, anak menunjukkan perubahan di seluruh tanda perkembangannya. Berawal dari bayi yang bergantung kepada orang lain menjadi anak yang mandiri. Perkembangan bahasanya juga mengalami kemajuan.
Semula hanya bisa menangis, sekarang sudah dapat berbincang-bincang dengan asyik mengenai banyak hal dengan Ibu - Bapak. Demikian pula perkembangan sosialnya. Pada periode ini anak menikmati sekali bermain dengan teman sebayanya. Ia pun belajar berbagai keterampilan sosial dalam interaksi bersama lingkungan sosialnya.
Buku berseri ini bertujuan agar orangtua dapat memahami tanda perkembangan anak di enam tahun pertama kehidupannya. Dengan pemahaman tersebut, diharapkan orangtua dapat menyediakan lingkungan yang lebih baik dan dapat melakukan perangsangan serta menemani anak dalam mengembangkan kemampuannya. Terdapat empat tanda perkembangan individu yang dibahas dalam serial buku ini, yaitu : perkembangan gerakan kasar dan gerakan halus, bahasa, kecerdasan, dan sosial-emosi. Tanda perkembangan tersebut memiliki keterkaitan satu dengan lainnya. Pemahaman yang menyeluruh dan seimbang terhadap tanda perkembangan akan lebih berhasil guna dibandingkan hanya terpusat pada satu tanda saja.
Penggunaan bahasa yang ditunjukkan anak dalam periode ini menjadi lebih rumit dan hampir mendekati sempurna. Ragam katanya berkembang sangat pesat. Bahasa tidak hanya sebagai sarana mengkomunikasikan keinginannya, tetapi juga untuk mendengar perasaan orang lain dan memahami kebutuhan orang lain. Ia sudah menggunakan kalimat lengkap dan penuh makna.
Buku ini akan memberikan contoh perangsangan dan kemampuan yang dapat dikuasai anak pada usia tertentu. Namun, penjelasan itu tidaklah kaku atau suatu keharusan. Sebab, setiap anak adalah unik dan hasil dari perangsangan dapat berbeda antar anak. Hindari memaksa anak melakukan kegiatan yang barangkali belum dikuasainya. Harap bersabar, dan cobalah kegiatan yang sama beberapa kali dengan diberi rentang waktu.
PERKEMBANGAN BAHASA ANAK USIA 2 - 4 TAHUN
Dalam perkembangannya, kemampuan berbahasa tidak hanya meliputi kemampuan bicara saja. Anak juga harus menguasai kemampuan mendengar. Cara melatihnya, anak diminta untuk memusatkan perhatian pada apa yang dikatakan orang lain. Sesuai dengan karakter anak usia ini, terkadang anak bersikap tidak sabar dalam mendengarkan perkataan orang lain. Ia sudah ingin bergerak atau bertindak sebelum paham sepenuhnya apa yang dimaksud oleh orang yang sedang mengajaknya berbicara.
Cara yang paling sederhana dalam mengajarkan kemampuan mendengar adalah dengan mengurangi gangguan. Contoh, anak tidak akan mendengarkan jika Ibu – Bapak berbicara dari jarak yang jauh sementara televisi menyala dan suaranya keras. Sebaiknya yang dilakukan adalah mematikan televisi terlebih dahulu dan mendekat ke anak sebelum berbicara.
Kebanyakan anak tidak mendengarkan kata-kata di awal kalimat orangtuanya, karena belum sepenuhnya memusatkan perhatian. Untuk menghindari, sebut atau panggil dulu nama anak sebelum memulai pembicaraan. Mulailah berbicara jika sudah merasa yakin bahwa anak memusatkan perhatiannya. Minta anak untuk memandang ke mata Ibu – Bapak selama berbicara kepadanya. Jika anak tidak mendengar secara seksama, mintalah untuk mengulang pembicaraan Ibu - Bapak. Lakukan ini secara santai dan lembut, bukan dalam bentuk marah atau bentakan.
Selain keterampilan mendengar, pada usia ini anak juga mengembangkan kemampuan awal untuk berbahasa tulisan atau membaca. Cobalah untuk menggunakan kata-kata yang tertulis di sekitar anak. Misalnya, tulisan namanya, nama toko yang sering dikunjungi atau merek mobil yang sering dilihatnya. Ibu – Bapak juga bisa menggunakan tulisan dari bungkus susu atau biskuit yang sering ia makan atau minum.
Sebutkan dengan jelas sambil menunjukkan tulisan itu dari kiri ke kanan. Kegiatan seperti ini akan membantu anak untuk mengenali bahwa membaca itu sangat erat kaitannya dengan kegiatan sehari-hari, dan tidak terbatas hanya kegiatan sekolah saja. Anak pun akan senang melakukan kegiatan menggunting huruf-huruf yang ia temukan dan menempelnya.
Kegiatan berbahasa juga erat kaitannya dengan buku. Pemahaman akan buku merupakan dasar yang penting bagi aktivitas pra-membaca. Berikan berbagai macam buku meskipun anak belum bisa membacanya. Pada usia sekitar 3 tahun, anak sudah mulai dapat memahami bahwa judul buku berada di bagian depan. Ada cara tertentu untuk memegang buku agar dapat membacanya. Membaca dimulai dari depan berakhir di bagian belakang.
Keterampilan berbicara anak juga berkembang pesat. Sekarang, ia tidak hanya berbicara untuk mengekspresikan dirinya, tetapi juga bertujuan untuk mendapatkan informasi. Anda akan merasa bosan mendengar kata-kata, “Kenapa?” dari mulut mungilnya. Itu dilakukannya untuk memuaskan rasa ingin tahunya.
Selain itu, Ibu – Bapak juga akan mendengarnya bertanya mengenai ‘siapa’, ‘bagaimana’, dan ‘apa’. Jangan khawatir kalau anak juga bertanya hal-hal yang tak terduga, seperti “Kenapa kita punya rambut?” dan segudang pertanyaan lainnya. Jawablah dengan tenang dan jangan berbohong. Bila Ibu – Bapak tidak tahu, katakan bahwa kita (orangtua dan anak) akan mencari jawabannya bersama-sama. Anak juga senang mengulang-ulang pertanyaan, meski sudah dijawab. Faktanya adalah anak mungkin tidak memahami penjelasan awal yang diberikan dan meminta Ibu – Bapak untuk menjelaskannya kembali.

PERANGSANGAN BAHASA USIA 2-3 TAHUN
Perkembangan bahasa anak tampak dari bahasa sehari-hari yang digunakannya. Ia mulai mampu memberikan gambaran atas suatu situasi atau benda dengan menggunakan kata-kata. Tak hanya itu, ia pun mulai dapat bercakap-cakap dengan anak seusianya, apalagi dengan orang dewasa. Selain itu, ia tidak berhenti bertanya dan berbicara.
Pada rentang usia ini, anak juga mendapatkan banyak perangsangan dari lingkungan pergaulannya. Hubungan yang dilakukan dengan teman sebaya merangsang kemampuannya berkomunikasi. Ibu – Bapak dapat mengatur pertemuan rutin antara anak dengan teman-temannya. Anak bisa mengikuti kegiatan bermain di kelompok bermain atau berkunjung ke rumah teman-temannya.
Kemampuan berkhayalnya pun berkembang dengan baik. Anak menyenangi kegiatan bermain pura-pura, misalnya, berdandan menggunakan pakaian ibu atau bapaknya, memainkan peran profesi, seperti main polisi-polisian, dokter-dokteran, sekolah-sekolahan, dan lain-lain. Ikutlah bermain dengan anak, dan lakukan perangsangan bahasanya dengan berlatih memerankan tokoh yang bukan dirinya.
Kegiatan yang dapat dilakukan:
  1. Percakapan mengenai tayangan televisi atau film yang ditonton anak. Setelah ia selesai menonton, ajak anak untuk membicarakan tayangan tersebut. Tanyakan padanya mengenai nama tokohnya dan akhir ceritanya.
  2. Menggunakan kata posisi di dalam kalimat. Bantu anak untuk memahami arti kata-kata di atas, di dalam, dan di bawah dengan menunjukkannya nyatanya. Sebagai contoh, “Boneka diletakkan di atas meja, sedangkan mobil-mobilan diletakkan di dalam kotak.”
  3. Bersenang-senang sambil membaca buku. Kontak fisik tetap diperlukan ketika membaca buku. Anak akan merasa nyaman sehingga ia mengembangkan perasaan positif dan siap untuk mendengarkan serta berdiskusi mengenai buku yang dibaca.
  4. Berbincang-bincang tentang gambar dan kegiatannya. Ketika anak menunjukkan hasil karyanya, apapun itu, berikan dukungan dengan berbincang mengenai hasil karyanya. Dengarkan secara seksama apa yang ia jelaskan. Berikan tanggapan positif yang sesuai.

PERANGSANGAN BAHASA USIA 3 - 4 TAHUN
Perkembangan bahasanya terus berlanjut, anak menggunakan kata dan kalimat yang mendekati sempurna. Anak senang sekali berbicara, bahkan ketika Ibu – Bapak sedang menginginkan suasana sepi. Anak akan menyampaikan apa saja yang diketahuinya kepada orangtuanya. Ia mengkombinasikan kata, gerak tubuh, dan mimik wajah untuk membuat pembahasan yang disampaikannya menarik.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan anak semakin berbobot. Ia akan mencari informasi dengan saksama. Kalimat-kalimatnya pun menjadi lebih panjang dari periode sebelumnya. Ketrampilan berbahasanya berkembang baik, namun anak masih menggunakan bahasa tubuh untuk memperjelas maksudnya. Perhatikan mimik wajah, tangan, dan lengan, juga posisi tubuhnya. Semua mengandung informasi mengenai apa yang dirasakan dan ingin disampaikannya.


Kegiatan yang dapat dilakukan:
  1. Berikan perintah yang lebih sulit. Ajukan permintaan dengan dua atau tiga informasi, seperti “Tolong letakkan buku ini di atas meja dan tutup pintu itu,”. Jika anak mampu memusatkan perhatiannya pada apa yang dikatakan, maka ia akan mampu untuk menyelesaikan apa yang Ibu – Bapak minta.
  2. Bermain boneka tangan. Ajak anak bermain pura-pura dengan menggunakan boneka jari. Bila tidak memiliki boneka jari atau boneka tangan, gunakan kertas bergambar yang dapat digunakan di tangan anak. Biarkan anak bermain boneka jari dengan saling bercakap-cakap, atau akan lebih seru bila Ibu – Bapak ikut bermain dengannya.
  3. Bermain “suara siapa” sambil menonton tayangan yang disukai anak, minta ia untuk memejamkan mata dan menebak suara tokoh yang mana yang didengarnya. Berikan dukungan dan pujian bila ia dapat menebak dengan tepat.
  4. Bercerita menggunakan foto. Gunakan foto yang menarik dan ajak anak bercerita menggunakan foto tersebut. Biarkan anak melihat dan bertanya apa pun mengenai foto tersebut. Tanyakan juga apakah anak mengingat pengalaman yang terekam dalam foto tersebut.
  5. Bermain huruf-huruf. Buatlah tulisan huruf-huruf di selembar kertas, misalnya nama anak “ S A R I” lalu, dengan menggunakan guntingan huruf dari kardus atau kalender, minta anak menyusun namanya.
  6. Menjelaskan rasa. Berikan beberapa makanan untuk dicicipi oleh anak dan minta ia untuk menjelaskan bagaimana yang dirasakan. Misalnya : kue keju, puding dingin, roti gula, dan bakwan goreng. Katakan Ibu –Bapak tidak tahu bagaimana rasanya sehingga harus menjelaskan dengan sejelas-jelasnya, bukan hanya sekedar “enak” atau “tidak enak”.
PESAN UNTUK IBU - BAPAK
Menghadapi kecerewetan anak, meski merasa kewalahan tetaplah menjadi teman bicara yang baik baginya. Anak akan belajar banyak cara bicara dari Ibu - Bapak. Tidak perlu buru-buru mengenalkan bahasa asing pada anak, terutama bila orangtua sendiri tidak menguasai bahasa asing tersebut dengan baik.
Bila sampai periode ini anak belum lancar berbicara, bahkan belum mengucapkan kata secara spontan, Ibu – Bapak harus membawanya konsultasi ke dokter anak atau pun psikolog anak. Hal ini perlu dilakukan dengan segera agar anak bisa mendapatkan penanganan yang tepat sesuai dengan kesulitannya.




Sumber Bacaan :
Beyond Toddlerdom : Keeping five to twelve year • olds on the rails, oleh Vermilion C, Penerbit : Green, Tahun 2000
Bright Start oleh R. C. Woolfson, Penerbit : Hamlyn, • Tahun 2003
Child Development and Education, oleh Teresa M. • McDevitt dan Jeanne Ellis Ormrod, Penerbit : Merril Prentice Hall, Tahun 2002
Guide to Understanding Your Child : Healthy • Development from Birth to Adolescence, oleh Linda. C Mayes dan Donald J. Cohen, Penerbit : Little Brown, Tahun 2002.
Teach Your Child : How to discover and enhance • your child’s potential oleh Mirriam Stoppard, Penerbit : Kindersley, Tahun 2001.
Your Childs’s Development : from birth to adolescence, • oleh Richard Lansdown. Marjorie Walker, Penerbit : Frances Lincoln, Tahun 1996.

Alzena Masykouri, M. Psi

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011


PARENTING 
Mengasuh Anak Dengan Bijak

PENGARUH ORANGTUA PADA TUMBUH KEMBANG ANAK

Orangtua adalah pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anak. Pendidik yang pertama, karena orangtualah yang pertama kali melakukan kegiatan pendidikan untuk memberikan pengaruh positif maupun negatif, bahkan semenjak dalam kandungan. Sebagai pendidik yang utama karena anak menjalin hubungan yang sangat kuat dalam waktu yang panjang dan dalam ikatan hubungan emosional yang kuat dengan orangtuanya.

Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa orangtua memberi pengaruh sebesar 70% terhadap pertumbuhan dan perkembangan anaknya, sisanya 30% dipengaruhi oleh lingkungan yaitu sekolah dan masyarakat. Sebab, anak lebih banyak menghabiskan waktunya bersama keluarga (utamanya dengan orangtuanya). Bahkan secara umum, orangtualah yang paling tulus ikhlas dalam melayani anak kandungnya.
Untuk itu, orangtua yang menginginkan masa depan anak-anaknya sukses, bermanfaat bagi sesamanya, berakhlak mulia, dan bahagia perlu belajar cara bergaul dan melayani anak dengan benar. Sayangnya, banyak orangtua malah melakukan hal yang seharus tidak dilakukan kepada anaknya sehingga merugikan perkembangan anak. Sebaliknya, mereka tidak melakukan hal-hal yang sebenarnya sangat dibutuhkan anak-anak agar mereka tumbuh dan berkembang optimal. Akibatnya, pertumbuhan dan perkembangan anak-anak menjadi tidak maksimal.
Tak hanya itu, pada beberapa kasus malah berkembang menjadi anak bermasalah yang dapat merugikan masa depannya. Selain juga, merugikan pihak lain (masyarakat dan keluarga) dengan kebiasaannya membuat masalah. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman orangtua tentang pendidikan anak usia dini.
Beberapa lembaga telah menyelenggarakan kursus bagi calon pengantin. Kursus tersebut bertujuan untuk memberi bekal kepada calon orangtua. Itu memberikan gambaran bahwa membangun rumah tangga perlu persiapan sebaik-baiknya. Termasuk diantaranya adalah kegiatan mendidik anak.
KIAT MENJADI ORANGTUA BIJAKSANA
Ada beberapa kunci sukses atau faktor utama yang menentukan keberhasilan orangtua dalam mendidik dan mengasuh anak dengan bijaksana. Berikut penjelasannya dan langkah-langkah yang dapat diikuti oleh ibu dan bapak.
HARGAI ANAK
Anak hendaknya diperlakukan sebagai pribadi yang dihargai sebagaimana ibu – bapak menghargai orang yang sejajar dengan kita. Ini menjadi penting karena akan meningkatkan harga diri dan rasa percaya dirinya (konsep diri). Selain juga secara langsung mengajarkan untuk bersikap menghargai orang lain. Anak adalah peniru yang ulung. Mereka belajar dari apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Oleh karena itu hanya hal-hal positif yang perlu diberikan kepada anak. Beberapa contoh penghargaan orangtua kepada anak antara lain:
1.    Perhatikan dengan seksama saat anak bicara.
Ketika anak bicara perhatikan dengan sungguh-sungguh. Jangan mendengarkan anak berbicara sambil memandang ke arah lain, mengerjakan sesuatu, atau memikirkan hal lain. Bahkan ketika anak sedang bicara, kita tidak dianjurkan memikirkan jawabannya. Pikirkan jawabannya setelah anak selesai bicara. Tanggapan dan senyuman yang diberikan ketika bayi berceloteh akan memberikan dampak positif pada perkembangan bayi. Beberapa tips sederhana ketika kita berbicara dengan anak;
  1. Arahkan pandangan mata ke mata anak.
  2. Usahakan posisi sejajar dengan posisi anak. Jika anak berdiri, ibu dan bapak sebaiknya jongkok.
  1. Kedua tangan boleh sambil memegang bahu anak dengan hangat dan akrab.
  2. Jangan pikirkan jawaban atau tanggapan atas perkataan anak ketika anak sedang bicara, karena bisa menyebabkan ibu dan bapak menjadi kurang fokus.
2.    Dengar kata-kata anak.
Seringkali anak mengeluarkan pendapat dalam berbagai hal, misalnya tentang pakaiannya sendiri, cat rumah, cat kamar, masakan, dan lain sebagainya. Hargai pendapatnya. Orangtualah yang sebaiknya mengalah untuk pilihan-pilihan yang tidak prinsip atau mengganggu orang lain. Contoh, jika anak-anak menghendaki cat rumahnya orange dan biru tua, sedangkan orangtua lebih menyukai hijau muda (warna lembut). Sebaiknya pilihan anak yang dipakai, sedangkan orangtua mengalah.
  1. Minta pendapat mereka.
Pada saat akan memutuskan sesuatu, ajak anak bermusyawarah dan minta pendapatnya. Misal, masak apa hari ini, rumah dicat kembali atau tidak dan warnanya apa, penempatan perabot rumah. Usahakan pendapat anak yang diambil sebagai keputusan. Hal tersebut akan membuat mereka bangga. Jika sering diperlakukan demikian maka akan berdampak positip bagi perkembangan rasa percaya dirinya.
4. Biasakan menggunakan kata tolong, permisi, terimakasih.
Sebagai kolega yang sederajat, hendaknya ibu dan bapak santun kepada anak. Gunakan kata tolong pada saat butuh bantuan anak. Ucapkan terimakasih setelah anak menyelesaikan “perintah” yang diberikan. Awali dengan kata permisi dan meminta ijin atau persetujuan untuk hal-hal yang menjadi hak otonomi anak. Misalnya, pinjam pensil anak. Menggunakan kata-kata tersebut menggambarkan penghargaan kepada anak-anak.
5. Jangan permalukan anak.
Orangtua tanpa sadar kerap mempermalukan anak di depan orang lain, termasuk teman-temannya. Misalnya, menceritakan anaknya masih ngompol, makan masih berceceran, dan lain-lain. Tindakan tersebut sangat melukai hati anak dan dapat menurunkan harga diri, rasa percaya diri, dan konsep dirinya. Berbagai hal yang berpotensi membuat malu anak, biarlah menjadi rahasia anak tersebut. Bahkan sebaiknya ibu dan bapak berpura-pura tidak tahu, serta segera melupakan berbagai kelemahan yang dimiliki anak.
6.Gunakan kata-kata positif.
Ketika berkomunikasi dengan anak, gunakan bahasa yang positif. Kata-kata bernada positif yang dibarengi pandangan mata hangat dan penuh kasih sayang akan memberikan sinyal positif bagi anak. Selain itu juga memberikan pengaruh yang kuat bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Seperti, ”Kamu hebat.”, ”Kamu anak pintar.”, ”Kami menyayangimu.”, ”Kami bangga padamu.” Sebaliknya, kata-kata negatif akan memperburuk perkembangan anak. Seperti, ”Kamu anak nakal.”, ”Bodoh.”, dan lain-lain
7.Berkata-kata lembut, tidak banyak mencela dan menegur.
Ada nasihat yang sangat berharga: ”Jangan banyak mengarahkan anak didik dengan celaan setiap saat, karena sesungguhnya yang bersangkutan akan menjadi biasa dengan celaan. Akhirnya ia akan bertambah berani melakukan keburukan, dan nasihat pun tidak dapat mempengaruhi hatinya lagi”.
Pada kisah lainnya di zaman Rasulullah, beberapa anak yang banyak melakukan kenakalan, pelanggaran moral, pada akhirnya kembali ke jalan yang lurus. Rasulullah tidak pernah sedikitpun mencela mereka, sebaliknya Rasulullah selalu berkata lembut dan sabar kepada mereka.
FAKTOR WAKTU
Kunci sukses berikutnya adalah perihal pengelolaan waktu. Kesalahan orangtua adalah tidak cukup punya waktu untuk anaknya. Seperti tenggelam oleh pekerjaan atau pun urusan yang tak kunjung selesai. Kesalahan lainnya adalah kadang-kadang orangtua salah dalam penetapan waktu, kapan bermain dengan anak, kapan menasihati anak, kapan berlaku tegas (dengan suara rendah namun menampakkan kewibawaan) dan sebagainya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengelola waktu untuk kepentingan anak antara lain:
  1. 1.Sediakan cukup waktu setidaknya seminggu sekali, lebih bagus jika setiap hari bersama anak. Waktu bersama anak bisa diisi bermain, mendongeng sebelum tidur, nonton TV bersama, dan lain-lain.
  2. 2.Jangan menasihati apalagi memarahi anak ketika sedang marah. Anak marah mungkin karena mainannya hilang atau rusak, badannya sakit, permennya jatuh, dan sebagainya.
  3. 3.Untuk orangtua (utamanya ibu) yang sibuk bekerja di luar rumah, usahakan menelepon setiap siang dengan suara yang lembut dan hangat. Minta anak bercerita tentang pengalamannya pada pagi itu di sekolah, tentang makannya, dan lain-lain. Jika anak tengah marah, beri kesempatan menumpahkan kekesalannya melalui telepon.

MEMBANGUN DISIPLIN
Membangun disiplin pada anak tidak sama dengan menegakkan disiplin pada orang dewasa. Harus sedikit demi sedikit dan dimulai dari yang kecil. Pada orang dewasa dikenal dengan berbagai sangsi pada setiap pelanggaran, tidak demikian halnya dengan anak-anak. Anak tidak pernah melakukan pelanggaran karena anak belum mengerti yang benar dan salah. Butuh waktu, proses serta tahapan. Untuk itu, kesabaran dan ketelatenan orangtua sangat diperlukan dalam membangun disiplin anak. Berikut beberapa kiat dalam membangun disiplin anak :
1. Pada usia baru lahir hingga satu tahun
Melalui pola tidur dan pola menyusui. Upayakan anak lebih banyak tidur pada malam hari sedangkan siangnya lebih banyak ”bermain” dengan orangtuanya. Semisal banyak diajak berbicara, atau di sentuh-sentuh, di kudang-kudang, dan lain-lain. Pola menyusui, upayakan setiap jam sekali. Anak yang sedang tidur pada siang hari bisa dibangunkan jika tiba jadwalnya menyusu.
2. Pada usia 1-2 tahun
1)    Pelatihan buang air kecil, misalnya mengajak anak kencing di kamar mandi pada jam-jam tertentu, setiap bangun tidur, pulang dari bepergian, menjelang tidur, dan lain-lain.
2)    Jadwal makan, misalnya setiap jam delapan pagi dan empat sore.
3)    Memakai sandal bila bermain di luar rumah.
4)    Mendahulukan yang kanan jika memakai baju, sandal, dan lain-lain.
5)    Dan lain sebagainya.
3. Pada usia 2-3 tahun
1)    Menggosok gigi setiap pagi dan malam hari menjelang tidur
2)    Mengembalikan mainan ke tempatnya
3)    Mengucapkan salam setiap masuk rumah, mengucapkan terimakasih sehabis menerima bantuan atau pemberian orang lain.
4. Pada usia 3-4 tahun
1)    Membuang sampah di tempatnya
2)    Menempatkan pakaian kotor, sandal, sepatu, di tempatnya
3)    Mandi pagi jam enam dan jam empat pada sore
4)    Berdoa sebelum makan dan sebelum tidur
5. Pada usia 4-5 tahun
1)    a.Menyiapkan keperluan sekolah
2)    b.Memasukkan bekal ke dalam tas
3)    c.Mulai diberi tanggungjawab ringan membantu orangtua, misal, membuang sampah, menyiapkan sepatu bapak, mengambil koran di halaman, menyiram tanaman dan lain-lain. Biarlah anak memilih tugas yang disukainya.
6. Pada usia 5-6 tahun;
1)    a.Mulai diberlakukan jadwal belajar, jadwal bermain, dan jadwal menonton TV
2)    b.Mulai disepakati acara TV apa yang boleh ditonton dan tidak ditonton
3)    c.mulai belajar sholat secara teratur .
KASIH SAYANG
Kehangatan kasih sayang orangtua, dalam berbagai penelitian bisa memengaruhi secara positif pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak yang diberi kehangatan dan kasih sayang yang tulus akan meningkatkan status kesehatan dan kecerdasan anak. Banjiri anak-anak dengan kalimat yang menyenangkan, sentuhan kasih-sayang, pelukan, ciuman, senyuman, dipangku, dibelai, dan lain-lain.
Anak yang merasa lingkungannya (utamanya orangtua) memberi kasih sayang yang tulus dan dalam jumlah yang cukup. Hasilnya, bisa dipastikan bahwa anak akan bersikap dan berprilaku positip. Sebaliknya, anak merasa tidak mendapatkan perhatian dan kasih-sayang dari orangtuanya seperti yang diharapkan, maka anak berisiko akan berkembang menjadi anak bermasalah.
Berikut beberapa cara orangtua menyatakan kasih sayangnya kepada anak-anaknya:
1)    Sering mencium, memeluk, dan membelainya
2)    Memberikan senyuman yang tulus
3)    Memberi panggilan yang menyenangkan anak, misalnya ”Hai jagoan.”, ”Hai si hebat.”, ”Hai anak pintar.”, dan lain-lain.
4)    Dengan pernyataan-pernyataan ”Aku mencintaimu.”
5)    Memanggul di pundaknya
6)    Bermain bersama
7)    Membacakan buku sebelum tidur
8)    Menggendong sambil bersenandung
9)    dan lain-lain.
RASA AMAN DAN NYAMAN
Di dalam rumah, di tempat lain saat anak bersama keluarganya, di sekolah bersama lingkungan yang berbeda, anak harus selalu merasa aman dan nyaman. Anak harus terhindar dari rasa takut, khawatir, cemas, gelisah dan lain-lain. Suasana aman dan nyaman harus selalu diciptakan oleh orang dewasa di sekitar anak. Mendidik anak dengan cara menakut-nakuti justru akan merugikan perkembangan anak.
BERKOMUNIKASI
Berkomunikasi atau mengobrol adalah salah satu cara untuk mengembangkan perilaku dan kemampuan dasar anak usia dini. Lakukan kegiatan ini semenjak dalam kandungan. Mengobrol akan meningkatkan kemampuan berkomunikasi anak sekaligus memperbanyak ragam kata yang diketahui.
Kegiatan mengobrol bersama anak juga meningkatkan kecerdasan berbahasa, dan intelegensinya. Daya pikir, daya cipta, imajinasi, daya inisiasi, emosi, sosial, moral, agama, pengetahuan, fisik, seni, dan lainnya akan meningkat sejalan dengan meningkatnya kemampuan intelektualnya (intelegensinya). Oleh karena itu, sediakan waktu sebanyak-banyaknya untuk mengobrol bersama anak. Kurangi acara nonton TV karena sedikit sekali memberikan nilai tambah kepada anak. Bahkan, seringkali merugikan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Berikut kegiatan bermain untuk membangun komunikasi dengan anak;
1. Main telepon-teleponan.
Ibu dan bapak serta anak bisa menggunakan hand phone (HP) sungguhan ataupun mainan menyerupai HP. Orangtua berpura-pura sedang berbicara dengan anaknya dengan menanyakan apa kabar, dimana sekarang, bagaimana keadaan di sekolah, tentang makanan, mainan dan lainnya. Atau, orangtua berpura-pura berbicara dengan temannya, dengan bertanya di mana rumahnya, sekarang kerja di mana, anaknya berapa, anaknya sekolah dimana, anaknya suka makan sayur atau tidak, dan lain sebagainya.
2. Main tanya-jawab sambil melempar bola
Permainan ini sebaiknya dimainkan 3 orang atau lebih. Cara bermainnya:
1)    Melempar bola kepada B. Selanjutnya, A mengajukan pertanyaan ringan tentang apa saja kepada B.
2)    Berikutnya B melempar bola kepada C. Selanjutnya, B bertanya kepada C.
3)    Melempar bola kepada A. C mengajukan pertanyaan kepada A, dan seterusnya.
4)    Permainan dihentikan jika salah satu pemain minta dihentikan dan sudah tidak ingin melanjutkan permainan.
3. Main Peran
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bermain peran:
  1. Ciptakan suasana yang tenang, nyaman, hangat, dan menyenangkan.
  2. Gunakan bahasa yang sesuai dengan kemampuan anak.
  3. Pilih topik yang menarik bagi anak-anak.
  4. Jangan langsung mengkritik atau menyalahkan yang disampaikan anak, meskipun yang disampaikan salah atau tak pantas.
  5. Beri kesempatan bicara yang seluas-luasnya kepada anak. Upayakan anak yang lebih banyak berbicara dan orangtua hanya mendengarkan.
4.Pembicaraan di meja makan.
Saat makan adalah kesempatan baik untuk berkomunikasi dengan anak. Upayakan dengan posisi melingkar. Jika tidak punya meja makan, bisa dengan duduk beralas tikar. Tidak penting bentuk meja, ruang makan, dan menu makanannya. Utamanya adalah bisa makan bersama, mengobrol, dalam suasana damai yang diciptakan. Berikut beberapa tip makan bersama:
  1. Usahakan minimal seminggu sekali makan bersama keluarga
  2. Pastikan sebelum makan bersama semua dalam keadaan gembira
  3. Pancing anak-anak untuk menceritakan pengalamannya
  4. Berbagai hal misalnya pembagian tugas rumah, menentukan cat rumah, dan lainnya, bisa dimusyawarahkan di meja makan.
  5. Masalah yang dihadapi oleh anggota keluarga bisa dicarikan jalan keluar dengan musyawarah di meja makan.
  6. Makan bersama dalam rangka membangun keakraban keluarga.
5. Obrolan menjelang tidur.
Ketika anak-anak berangkat tidur sebaiknya orangtua mendampingi. Kegiatan yang bisa dilakukan antara lain mendongeng, membacakan buku cerita, atau mengobrol, sambil memijit-mijit lembut kaki anaknya. Berikan kesempatan kepada anak untuk menceritakan pengalamannya, saat di rumah, bersama teman-teman di kampung, maupun di sekolah. Orangtua hendaknya mendengarkan dengan seksama yang diceritakan anak.
Silakan bertanya bila ada yang belum dimengerti. Jangan mengkritik atau mengadili anak dengan mengatakan salah atau benar. Anak bebas menceritakan seluruh pengalamannya. Sifat kritis dan menyalahkan dari orangtua hanya akan membelenggu kebebasan anak dalam menyampaikan isi hatinya. Orangtua juga dapat menyisipkan pesan-pesan moral dan etika melalui obrolan ini.
JAUHKAN ANAK DARI SUMBER BAHAYA
Anak yang sehat adalah selalu bergerak dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Anak selalu ingin mencoba apapun untuk memenuhi rasa ingin tahunya tersebut. Setiap benda yang ada dihadapannya pasti dicoba untuk dipahaminya. Ketika masih bayi maka benda tersebut akan dimasukkan ke mulutnya. Bayi pun memasukkan jari-jarinya ke colokan listrik, bermain api, dan sebagainya. Itu karena anak belum mengerti tentang bahaya dan apa yang dipegang atau dimainkannya. Tugas orangtua adalah menjauhkan anak-anak dari bahaya:
  1. Singkirkan benda-benda tajam dari jangkauan anak-anak.
  2. Penempatan stop kontak hendaknya cukup tinggi sehingga tidak terjangkau oleh anak.
  3. Air panas di dapur hendaknya ditutup dan dilindungi
  4. Sehingga tidak memungkinkan anak menyentuhnya.
  5. Obat-obatan dan benda beracun lainnya hendaknya ditaruh di tempat yang tak terjangkau anak.
  6. Benda-benda yang mudah roboh dan bisa menimpa anak harus dijauhkan.
  7. Awasi gerak-geriknya.
BIARLAH ANAK MENJADI DIRINYA
Anak-anak terlahir dengan bekal dari Tuhan berupa potensi yang luar biasa. Namun, satu anak dengan anak lainnya berbeda. Untuk itu, orangtua jangan selalu memaksakan kehendaknya karena sangat merugikan bagi anak. Orangtua yang mengarahkan (dengan paksa) anaknya sesuai minat dan keinginan orangtua, tanpa memahami potensi dan minat anak, hanya akan mendorong kegagalan anak dalam hidupnya.
Ingat, anak bukanlah diri kita. Ibu dan bapak tidak bisa memprogram atau membentuk anak sesuai yang ada dalam pikiran diri sendiri. Ibu dan bapak hanya bisa mengenalkan berbagai pilihan, dan pada akhirnya anaklah yang menentukan sesuai minat dan bakatnya.
DOA
Hal lain yang tidak kalah penting adalah doa orangtua. Orangtua sebaiknya mendoakan anak-anaknya dalam setiap kesempatan. Doa orangtua akan berkaitan dengan pertolongan Tuhan. Selain juga akan membimbing perilaku orangtua terhadap anaknya sesuai dengan doa yang diucapkan.
PESAN UNTUK IBU DAN BAPAK
Menjadi orangtua bijaksana, yang mampu mengasuh dengan bijaksana, sebenarnya bisa dilakukan oleh siapapun. Asalkan mau sabar dan belajar. Orangtua yang bijaksana akan memberi pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Kelak setelah dewasa, anak akan menjadi ”seseorang” sangat dipengaruhi pola asuh yang diberlakukan oleh orangtuanya. Secara normal tidak ada orangtua yang menghendaki anaknya sengsara dan tidak bahagia di masa dewasanya. Sayangnya, tidak jarang orangtua yang melakukan kesalahan dan berdampak buruk. Penyebabnya, kekurangpahaman orangtua, serta kurangnya pengetahuan.
Rumah adalah basis utama pendidikan dan sebagai pendidik utamanya adalah orangtua. Orangtua adalah faktor utama yang memengaruhi anak kelak. Untuk itu, rumah sebagai basis utama pendidikan harus mendapat perhatian dibanding sekolah. Jika para pendidik di sekolah secara berkala mendapat pelatihan untuk meningkatkan kemampuan, maka sudah selayaknya orangtua juga mengupayakan dirinya agar meningkat kemampuannya. Jika guru di sekolah memberlakukan peraturan jumlah minimal waktu mengajar, maka orangtua sudah selayaknya menyediakan waktu yang cukup untuk bersama anak, mulai dari bermain bersama anaknya dan mendampingi anaknya belajar. Jika tugas guru di sekolah mungkin saja digantikan oleh guru lain, maka tugas orangtua nyaris tidak mungkin digantikan, kecuali oleh keadaan yang memaksa.
DAFTAR ISTILAH
Daya inisiasi: daya upaya atau daya juang yang harus dijalani untuk mencapai sesuatu.
SUMBER BACAAN
1.    Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dasar Anak Usia Dini, Winda Gunarti dkk, Universitas Terbuka, Jakarta 2008.
2.    Istimewakan setiap anak, Irawati Istadi, Pustaka Inti, Jakarta 2002.
3.    Tahapan Mendidik Anak, Teladan Rasulullah, Jamaal ’Abdur Rahman, Irsyad Baitus Salam, Bandung, 2005.
4.    10 Prinsip Spiritual parenting, Mimi Doe & Marsha Walch, Kaifa Bandung, 2001.
5.    Dream Smart for Parents, Yudistira S.A.Soedarsono, PT Elex Media Komputindo, Jakarta 2007.

Drs. Totok Isnanto

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini
Nonformal dan InformalKementerian Pendidikan NasionalTahun 2011


Parenting 
Orang Tua dengan Anak yang Berkebutuhan Khusus

TANTANGAN BAGI ORANGTUA

Membesarkan anak adalah sebuah tantangan. Ibu dan bapak memiliki peran yang sama di dalam mengasuh anak-anak; peran yang saling melengkapi di dalam keluarga dalam membantu anak mengembangkan identitas dirinya. Hal ini berarti, ibu dan bapak perlu bekerja sama dalam memikul tanggung jawab yang seimbang agar anak-anaknya tumbuh dan berkembang optimal (baik).
Ketika ibu dan bapak mendapat karunia untuk membesarkan anak berkebutuhan khusus, tentunya situasi yang harus dihadapi akan menjadi sangat jauh berbeda. Ada dukungan yang harus lebih banyak diberikan, ada diskusi yang harus lebih sering dilakukan, ada kerja sama yang pastinya harus dijalin, berusaha sekuat tenaga untuk bisa menjadi model (contoh) yang baik, harus dapat menunjukkan rasa cinta yang tulus dan lebih kepada pasangan dan anak-anak.
Sebuah puisi indah yang bisa menjadi renungan
”100 tahun dari sekarang, tidak peduli berapa banyak uang di bank yang saya miliki, jenis rumah seperti apa yang saya tinggali, dan juga jenis mobil apa yang saya kendarai….
Tapi dunia akan menjadi berbeda karena saya pernah menjadi bagian yang penting di dalam kehidupan anak” (anonymous)
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Setiap anak lahir dengan membawa potensi (kemampuan) di dalam dirinya yang harus dikembangkan secara optimal, potensi-potensi itu adalah:
  1. Bahasa dan Bicara
  2. Kemandirian
  3. Sikap dan Perilaku
  4. Kecerdasan
  5. Keterampilan Bergerak
  6. Sosial Emosional
Melalui pengasuhan, perawatan, pembimbingan, dan pendidikan (4P) pada anak yang dilakukan secara bersamaan dan berkelanjutan akan membuat potensi-potensi tersebut berkembang. Hanya saja, 4P pada anak menjadi tidak mudah jika anak memiliki masalah atau gangguan dalam tahap perkembangannya yang biasa disebut anak lambat berkembang (ALB) dan anak berkebutuhan khusus (ABK).
ALB adalah anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan, satu atau dua aspek perkembangannya tidak sama dengan anak pada umumnya. Dengan kata lain, ALB adalah anak yang pada waktu dilakukan pemeriksaan perkembangan mengalami keterlambatan 1—2 aspek perkembangan dari tingkat umur.
ABK adalah anak yang mengalami keterlambatan lebih dari dua aspek perkembangan dan lebih dari satu tingkat umur atau anak yang mengalami penyimpangan. Gangguan dan hambatan dalam beberapa aspek tersebut adalah:
  1. Fisik (tunanetra, tunarungu, tunadaksa).
  2. Bahasa dan komunikasi (tunarungu, anak dengan gangguan komunikasi).
  3. Emosi dan perilaku (tunalaras).
  4. Sensorimotor (tunadaksa).
  5. Intelektual (tunagrahita).
  6. Bakat (umum dan khusus).
  7. Autisme.
  8. Gangguan belajar (learning disabilities).
Dengan demikian, ABK membutuhkan layanan pendidikan khusus. ABK membutuhkan metode, materi pembelajaran atau kegiatan, pelayanan dan peralatan yang khusus agar dapat mencapai perkembangan yang optimal, karena anak-anak ini mungkin akan belajar dengan kecepatan yang berbeda dan juga dengan cara yang berbeda.

BERI SEBUTAN YANG BERMARTABAT
Walaupun ABK memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda dengan anak-anak secara umum, namun mereka harus tetap mendapat perlakuan dan kesempatan yang sama. Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah memberikan sebutan yang bermartabat kepada mereka.
Penyebutan bagi ABK telah mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Penerimaan akan penyebutan yang lebih positif menggambarkan bahwa ABK lebih banyak dilihat persamaannya dengan anak kebanyakan dibandingkan hanya memerhatikan perbedaan yang dimilikinya. Ketika seseorang dapat menyebutkan “anak penyandang tunanetra”, itu memberikan pemaknaaan bahwa kata “anak” di depan memperlihatkan pentingnya penerimaan kita akan anak itu sendiri, bukan sebagai sosok yang lain tetapi anak secara utuh. Kata “penyandang buta” (tunanetra) menunjukkan bahwa “buta” (tunanetra) merupakan kondisi yang dialami anak dan itu adalah persoalan kedua yang harus menjadi perhatian kita. Dengan demikian penyebutan “anak penyandang tunanetra” adalah untuk memperlihatkan bahwa anak itu lebih penting daripada ketidakmampuan yang dialaminya.
Jadi, janganlah kita menyebut anak-anak berkebutuhan khusus ini dengan sebutan anak cacat, anak buta, anak autis, dan lain sebagainya, melainkan anak dengan keterbatasan kemampuan fisik, anak dengan ketidakmampuan untuk melihat, anak penyandang autisme, dan sebagainya.

MENERIMA KENYATAAN
Sebagai seorang psikolog selama lebih kurang 20 tahun, sudah ratusan orangtua yang saya temui dengan keluhan atau harus menghadapi anaknya yang didiagnosis sebagai anak berkebutuhan khusus. Seorang sahabat bercerita, ketika anak yang dilahirkannya didiagnosis mengalami sindroma down, ia pun merasa syok yang hebat. Berbagai perasaan berkecamuk dalam dirinya; ia merasa tidak percaya akan berita itu, sedih langsung menyergap, menolak kenyataan itu, bersalah mengapa harus melahirkan anak dengan kondisi seperti itu, membayangkan anak itu akan tumbuh dan berkembang berbeda dengan anak lain, hati selalu berkabung, membutuhkan waktu yang lama untuk bisa dengan lancar mengucapkan kata sindroma down. Perasaan-perasaan seperti itulah yang berkecamuk pada orangtua ketika mengetahui anaknya didiagnosis mengalami suatu kelainan.
Dalam psikologi, ada yang dinamakan “siklus kedukaan”. Ketika orang dihadapkan pada kenyataan yang menyakitkan, secara disadari atau tidak, dia akan berusaha menyangkal kondisi itu. Selain itu, orang juga bisa mewujudkan kedukaan tersebut dengan cara marah, entah marah kepada dirinya sendiri atau orang sekitar yang terdekat. Pendampingan yang bersifat netral dapat membuat orang keluar dari masa ini.
Ketika kedua tahapan ini dapat diatasi, yang bersangkutan dapat masuk ke dalam tahapan perundingan. Di sini ia mulai mencari cara untuk berkompromi, mulai bisa melihat sisi positif dari kejadian yang dialaminya, dan mencari-cari jalan penyelesaiannya. Jadi, ada tahapan depresi (sedih, perasaan tertekan) dan ada tahapan dimana orang mulai bisa menerima kenyataan yang harus dihadapinya, hingga akhirnya orang tersebut masuk pada tahapan penerimaan, yaitu bisa menerima kenyataan hidup secara objektif (yang sebenarnya).
Demikian juga pada orangtua yang harus menghadapi kenyataan bahwa anaknya menyandang kebutuhan khusus.
Mereka akan melewati siklus ini, mungkin ada yang berhasil hingga bisa mencapai tahap penerimaan tapi tidak sedikit yang terbelenggu pada tahap penolakan, kemarahan, perundingan, atau depresi. Semua ini sangat bergantung pada kondisi fisik dan psikologis (kejiwaan atau mental) ibu dan ayah, anak itu sendiri, serta lingkungan sekitarnya. Dukungan positif dari lingkungan sekitar akan memberikan dampak yang baik bagi orangtua dan anak penyandang kebutuhan khusus tersebut.
Tentunya butuh waktu yang tidak sebentar bagi orangtua untuk bisa sampai pada tahapan penerimaan. Ketika sudah mencapai tahapan penerimaan pun, bukan berarti akan terus bertahan di tahap itu, karena bisa jadi malam mengalami kemunduran ke tahap yang lebih rendah, lalu meningkat lagi, dan seterusnya.
Ada salah satu orangtua dari anak penyandang autisme yang sudah menyadari bahwa anaknya harus mendapatkan terapi tertentu. Dia lakukan terapi tersebut dengan cukup tekun, bahkan dia pergi ke berbagai ahli untuk bisa “menyembuhkan” anaknya. Dari cerita ini terlihat, sudah muncul pemahaman pada si ibu bahwa anaknya harus mendapatkan perlakuan tertentu. Akan tetapi, bagaimana kenyataanya? Ternyata tidak.
Hal ini diperlihatkan dari cara si ibu memperlakukan anaknya sewaktu pergi ke tempat terapi. Ketika anaknya turun dari mobil, si ibu akan membawa anaknya seperti layaknya seseorang mengangkut sebuah karung barang: tangan si ibu mencengkeram kuat tangan si anak dan menarik si anak untuk masuk ke ruang terapi, sementara si anak berjalan dengan terseret-seret mengikuti ibunya.
Perlengkapan minum, baju ganti, dan buku terapi hanya dimasukkan ke dalam kantong plastik besar yang diikat dan dibawa oleh si ibu. Situasi seperti ini sangat jelas memperlihatkan betapa sang ibu masih sulit untuk menerima sepenuh hati kondisi anaknya. Walaupun ia tidak ragu untuk mengeluarkan uang ratusan juta rupiah bagi pengobatan anaknya, tapi si ibu masih kesulitan untuk mengikuti proses penyembuhan itu. Akibatnya, walaupun sudah hampir tiga tahun mengikuti terapi, namun hasilnya belum tampak bermakna.
Ada pula orangtua yang anaknya mengalami kelumpuhan pada kedua tangan dan kakinya, tetapi si anak selalu disembunyikan di dalam rumah, jarang dibawa ke luar rumah dan tidak pernah dibawa ke petugas kesehatan. Orangtua tersebut sepertinya merasa malu, sementara si anak semakin bertambah umur semakin terlambat perkembangannya dan orangtua pun menjadi bingung.
Kisah lain terlihat pada anak yang mengalami keterlambatan bicara berikut ini. Si orangtua, begitu mengetahui bahwa anaknya didiagnosis mengalami keterlambatan bicara, langsung bahu-membahu untuk mengantarkan sang anak mengikuti terapi bicara. Ibu dan ayah dengan sabar dan senang hati menunggu buah hatinya terapi bicara 2 kali seminggu. Terapi pun dilakukan dengan tertib dan disiplin; setiap tugas yang diberikan oleh terapis dikerjakan dengan baik. Kesabaran, penerimaan yang baik, serta kerja sama ibu dan ayah yang erat, terbukti memberikan hasil yang bermakna.
Dalam waktu 2 tahun, anak tersebut sudah bisa berbicara dengan cukup lancar dan bisa mengikuti pendidikan prasekolahnya dengan baik.
Kedua ilustrasi di atas diharapkan dapat memberikan gambaran bagi ibu dan ayah yang memiliki anak berkebutuhan khusus bahwa tak mudah untuk menghadapi anak berkebutuhan khusus. Kadang orangtua putus asa, tetapi kemauan dan usaha yang keras dapat mengatasi kesulitan tersebut.
Memang, tak dapat dipungkiri bahwa orangtua dari anak berkebutuhan khusus pasti menghadapi lebih banyak kekhawatiran; bagaimana mereka membawa anaknya ke pegawai kesehatan, pemilihan sekolah yang sesuai, berkunjung ke dokter secara rutin, mengatasi stres dan frustrasi tingkat tinggi.
Walapun demikian, orangtua harus tetap bisa berada dalam kondisi yang sehat, baik secara fisik maupun psikologis.

TIP BAGI ORANGTUA YANG MEMILIKI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS.
1. Segera bawa anak ke petugas kesehatan untuk diperiksa.
Ketika ibu dan ayah menemukan kondisi bahwa anaknya termasuk anak yang berisiko sebagai anak berkebutuhan khusus, segera bawa anak ke petugas kesehatan setempat (pegawai puskesmas) atau dokter untuk diperiksa dan dilakukan rujukan sesuai kondisi anak.        Namun, ibu dan ayah tidak perlu cepat-cepat memberikan label/cap kebutuhan khusus pada anaknya, seperti anak yang tidak bisa bicara dan tidak mau bermain dengan teman sebaya langsung dicap autis, anak usia batita yang bergerak terus dilabelkan hiperaktif, dan lain-lain. Penentuan gangguan yang dialami anak harus dilakukan oleh ahlinya.

2. Orangtua harus mendidik dirinya sendiri.
Pertama-tama tentunya ibu dan ayah harus tahu tentang pola perkembangan anak. Selanjutnya, dengan dibantu oleh guru dan pegawai kesehatan, orangtua memantau perkembangan anak melalui DDTK pada kartu KMS ataukartu DDTK. Dengan begitu, ibu dan ayah akan tahu, apakah perkembangan anaknya sudah sesuai atau belum.
Jika sudah diketahui bahwa anak didiagnosis dengan kebutuhan khusus tertentu, maka perbanyak pengetahuan dan informasi tentang gangguan atau penyakit yang diderita oleh anak. Dengan demikian ibu dan ayah bisa memperlakukan anak secara lebih tepat, karena orangtua adalah orang yang paling mengetahui karakteristik dan kondisi anak. Juga, perbanyak diskusi dengan ahlinya tentang pengetahuan dan informasi yang didapatkan orangtua untuk kepentingan si anak secara proporsional (seimbang).

3. Penanganan lebih lanjut oleh tim ahli.
Anak berkebutuhan khusus membutuhkan penanganan lanjut yang disesuaikan dengan kebutuhannya. Sebagai langkah pertama, ibu dan ayah membawa anak yang dicurigai ada gangguan atau keterlambatan perkembangan ke pospaud untuk dinilai oleh guru dan petugas kesehatan. Apabila dinilai ada keterlambatan perkembangan atau gangguan perkembangan akan dirujuk ke puskesmas.
Di puskesmas sudah ada petugas kesehatan seperti dokter, perawat, dan bidan yang siap membantu. Apabila memang anak tersebut berisiko termasuk anak berkebutuhan khusus, biasanya memerlukan penanganan lebih lanjut di rumah sakit Kabupaten,berupa pemeriksaan oleh dokter ahli, psikolog, dan kemudian menjalani terapi yang sesuai dengan kebutuhan anak.
Sedangkan untuk pendidikannya memerlukan pendidikan khusus seperti SLB (Sekolah Luar Biasa), disesuaikan dengan diagnosis anak. Ketika memilih terapis, coba perhatikan, selain pengalaman dan kemampuannya yang mumpuni, juga banyak direkomendasikan (disarankan) oleh orangtua lainnya.
Carilah tenaga profesional yang memiliki sikap optimis (penuh harapan) akan kondisi anak dan memiliki antusiasme (minat yang besar) dalam menolong anak kita. Terapis yang baik adalah terapis yang mampu bekerja sama dengan orangtua dan anak, serta tahu betul dan bisa memberikan terapi yang benar-benar sesuai dengan kondisi anak secara individu.
Terapis seperti ini akan memberikan peluang yang besar agar anak bisa berkembang dengan lebih baik.

4. Hidup dengan anak berkebutuhan khusus sangat penuh tuntutan
Sehingga ibu dan ayah harus tinggal dalam lingkungan yang menunjukkan kesediaan untuk menolong. Harus ada pembantu atau pengasuh yang juga belajar tentang dasar-dasar terapi dan perlakuan yang harus diberikan kepada si anak, agar ibu dan ayah bisa secara bergantian dengan pembantu atau pengasuh melakukan terapi dan perlakuan tertentu di rumah. Ketika pembantu atau pengasuh menggantikan peran orangtua, maka orangtua dapat memanfaatkan waktunya untuk beristirahat dan mengumpulkan tenaga kembali, sehingga orangtua bisa terhindar dari kelelahan yang amat sangat. Ikutlah bergabung dengan kelompok pendukung orangtua anak berkebutuhan khusus yang sama, terlibat di dalam kelompok itu akan memberikan penguatan secara fisik maupun mental.
Ibu dan ayah dapat berbagi pengalaman dan memetik pengalaman dari orangtua lain yang sudah lebih berpengalaman. Penguatan dari kelompok yang sama akan memberikan makna yang sangat berarti. Seperti kegiatan yang dilakukan di klinik tempat penulis bergabung, secara regular (teratur) melakukan pertemuan untuk orangtua dari anak dengan sindroma down. Di dalam pertemuan itu dilakukan berbagai macam kegiatan, dari penambahan pengetahuan tentang sindroma down, pengembangan keterampilan di dalam melatih anak dengan sindroma down untuk latihan BAB dan BAK maupun kegiatan sehari-sehari, juga kesempatan bagi ibu dan ayah yang baru memiliki anak dengan sindroma down untuk berbagi kisah dengan orangtua yang telah lama memiliki anak sindroma down, serta mendapatkan dukungan moral dan cara-cara mengatasinya.

5. Mengubah harapan tentang apa-apa yang bisa dicapai oleh anak berkebutuhan khusus.
Jangan pernah mencoba membanding-bandingkan dengan anak lain; setiap anak memiliki cara dan kecepatan untuk berkembang yang berbeda dan sangat khas. Apalagi jika anak itu adalah anak yang memiliki kebutuhan khusus. Lebih baik pusatkan perhatian pada hal-hal yang bisa anak lakukan, cara ini akan mengurangi tingkat stres ibu dan ayah dalam menghadapi anak. Ketika anak baru mampu mengaduk gula di dalam segelas air teh, jangan memaksa ia untuk bisa membuat teh manis dengan takaran yang pas secara mandiri. Jika anak berkebutuhan khusus kita memiliki keterbatasan kemampuan intelektualnya, janganlah ibu dan ayah mempunyai harapan tinggi pada anaknya untuk memiliki kemampuan di sekolah yang kurang lebih sama dengan anak seusianya.
Lebih baik ibu dan ayah mencoba mencari aspek-aspek lain dalam diri anak yang mungkin masih bisa dikembangkan. Jika anak terlihat ada kemampuan di bidang olahraga atau seni atau keterampilan lainnya, coba berikan wadah agar anak dapat mengembangkan kemampuan itu. Mengutip kisah dari sahabat penulis tentang anaknya yang berkebutuhan khusus namun memiliki kecerdasan gerak yang menonjol, ia berikan kesempatan dan siapkan pelatih renang yang baik. Hasilnya, saat ini anak tersebut sudah mampu melakukan empat macam gerakan renang, suatu kemampuan yang mungkin tidak semua anak normal bisa mencapainya. Banyak anak autisme memiliki kecerdasan gambar yang tinggi, sehingga orangtua dapat mengarahkan dengan memasukkan anak ke sanggar lukis.
6. Bersikap proaktif (lebih aktif) atas perlakuan yang diberikan kepada anak.
Jika ibu dan ayah memiliki pertanyaan atas pengobatan atau perlakuan yang diberikan kepada anaknya, maka ibu dan ayah wajib mempertanyakannya, tidak perlu ragu karena itu merupakan hak orangtua. Ibu dan ayah adalah orang yang paling mengenal anaknya, sehingga jikal ada perlakuan yang kurang tepat, ibu dan ayah dapat menyampaikannya.
Menjadi proaktif adalah cara untuk memastikan bahwa anak kita memperoleh perlakuan yang tepat dan sesuai bagi dirinya dan kita telah berbuat segala sesuatu yang mungkin kita lakukan bagi anak kita.

DDTK PUSKESMAS RSUD RSUP
DDTK merupakan alat pemantauan perkembangan anak yang dapat dilakukan oleh orangtua atau kader di rumah. Hasil pemantauan anak tersebut dapat diperkirakan apakah ALB/ABK atau sesuai.
PUSKESMAS, dokter, petugas kesehatan, perawat, bidan adalah orang-orang yang akan memeriksa kembali ALB/ABK yang datang. Untuk ALB bisa ditangani di tingkat puskesmas saja, namun jika ABK harus dirujuk ke tempat yang lebih lengkap yaitu RSUD atau RSUP.

DAFTAR LEMBAGA PEMERHATI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
  1. Happy Kids Therapy, Jakarta. CP: Silvia Yuliani. Telp. (021) 554 2722, 0812 8983 263. E-mail: silvia.yuliani@yahoo.com
  2. High/Scope Indonesia, Jl. TB Simatupang 8, Cilandak, Jakarta 12430. Telp. (021) 7591 7888
  1. Indraprasta II – Bogor 16152. Telp. (0251) 835 4866
  2. Klinik Pela 9, Jl. Pela No. 9, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Telp. (021) 726 2849, (021) 7091 1966, (021) 7091 1966
  3. Klinik Tumbuh kembang Anak FLOWRIDHA, Perum Puri Gentan Asri No. 7, Bulusan Rt 01 Rw 19, Sardonoharjo, Nganglik, Sleman, Jogjakarta, CP: Dwi, Amd. OT. Telp. 0881 2682 738
  4. PERKUMPULAN PEDULI ANAK, JL. H. Ahmad Sobana Kav. 17-19, Bogor. Telp (0251) 7191957
  5. PG,TK, SD Lentera Insan, Jl. Akses UI (Samping Puskesmas Tugu), Depok. Telp. (021) 919 1558
  6. Prasekolah, TK, SD Cikal, Jl. TB Simatupang Kav. 18, Jakarta. Telp. (021) 7590 2570/80
  7. RS Azra Jl. Pajajaran 219, Bogor , Telp. (0251) 318 456
  8. RSIA Hermina Bekasi, Jl. Kemakmuran No. 39, Margajaya, Bekasi. Telp. (021) 884 2121 (Hunting). Fax. (021) 8895 2275. E-mail: bekasi@herminahospitalgroup.com
  9. RSUPN DR CIPTO MANGUNKUSUMO, Jl. Diponegoro No.,71, Jakarta Pusat. Telp. (021) 391 8301-11. Fax. (021) 3134 8991
  10. 22 Orang Tua dengan Anak yang Berkebutuhan Khusus
  11. Rumah Sakit Umum Ulin Banjarmasin, Jl. Jend. A. Yani No. 43, Banjarmasin 70233. Telp. (0511) 325 7472, (0511) 325 2180. Fax. (0511) 252 229. Homepage: www.rsudulin.com
  12. SD Pantara. Jl. Senopati Raya 72, Kebayoran Baru, Jakarta 12110. Telp. (021) 723 4581
  13. SD Umum Terpadu SPECTRUM Kelurahan Sawah Baru, RT 02/RW 05 (Dekat Pintu Tol BSD, Bintaro, Tangerang). Telp. (021) 7486 3152
  14. Sekolah Mandiga. Jl. Mulawarman No 3, Jakarta Selatan. Telp. (021) 722 0153
  15. TK, SD Bani Saleh. Jl. Graha Permai 2 Blok E-5, Margahayu, Bekasi Timur. Telp. (021) 881 7088
  16. TK, SD Islam Fitrah Al Fikri, Jl. Raden Saleh Raya, Studio Alam TVRI, Sukmajaya, Depok., Telp. (021) 7782 6868
  17. Today’s Club Education. Villa Bogor Indah, Ruko Blok E3/2 Lt. 2, Bogor. Telp. (0251) 656 587
  18. Yayasan Autisme Indonesia, Jl. Buncit Raya No 55, Jakarta Selatan 12760. Telp.????
  19. Yayasan La Sipala. Komp. Baranang Siang Indah IV Blok D No. 31, Bogor. Telp. (0251) 325 200
  20. Yayasan Mutiara Bunda di Gunung Putri, JL. Rambutan VIII Blok C 19 no. 1 Bogor, Telp. (021) 867 0077
  21. Yayasan Mutiara Bunda. Villa Bogor Indah, Blok E3 No. 21, Bogor. Telp. (0251) 661 256

SUMBER BACAAN
1.     Family Education department, Essential Parenting Tips, Singapore: Ministry of Community Development and Sports. 2001
2.     http://rscm.co.id/
3.     http://www.businessballs.com/elisabeth_kubler_ross_five_stages_of_grief.htm
4.     http://www.ehow.com/how_2054838_deal-special-needs-children.html#ixzz0zOGeeElC
5.     http://www.tabloid-nakita.com/artikel.php3?edisi=05241&rubrik=teropong
6.     Ichsan Teti., Buah hatiku memiliki Sindroma down. Jakarta: Insos Books.2010
7.     Kaltimpost.co.id. Oscar Yura Dompas (Rabu, 27 Mei 2009)
8.     kamera-digital forum/ 14.09.2006
9.     www.rsiahermina.com/

Dra. Rahmitha, S.Psi

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011


PARENTING :

Perilaku Sehat Pada Anak Usia Dini


Masa balita adalah masa emas tumbuh-kembang anak. Peran ibu dan ayah dalam membesarkan anak menjadi bagian penting terhadap pencapaian tumbuh-kembang anak yang optimal (baik). Salah satunya dengan mengembangkan perilaku sehat sejak dini pada anak sehingga terbentuklah pola hidup sehat. Mengapa harus sejak dini? Karena, membentuk pola hidup sehat jauh lebih mudah daripada mengubah kebiasaan yang tidak sehat.
Untuk membentuk pola hidup sehat pada anak, bukan hanya menjadi tugas orangtua semata, melainkan juga sekolah. Bila anak luput memperoleh pendidikan tentang pola hidup sehat di sekolah dan di rumah, maka pola hidup yang tidak sehat dapat menggagalkan pembentukan hari depan dengan sosok tubuh yang sehat. Tentu saja, dibandingkan dengan sekolah, maka orangtua mempunyai peran yang lebih besar dalam pembentukan pola hidup sehat ini. Ingat, orangtua adalah pendidik yang pertama dan utama.
Ada beberapa hal yang perlu diajarkan pada anak untuk mengembangkan perilaku sehat, yaitu menjaga kebersihan diri maupun kebersihan lingkungan, dan menjauhi hal-hal yang berbahaya untuk kesehatan. Nah, buku ini akan menguraikan dengan lengkap dan tuntas, apa saja perilaku sehat yang dapat orangtua ajarkan kepada anak usia 2—4 tahun.

Pengertian Perilaku Sehat
Perilaku adalah kegiatan yang dilakukan oleh individu (seseorang), baik yang dapat diamati (dilihat) secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan sehat adalah suatu kondisi atau keadaan yang baik, mencakup fisik, mental, dan sosial, jadi tidak hanya terbebas dari penyakit saja. Dengan demikian, PERILAKU SEHAT adalah tindakan seseorang atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang, baik langsung maupun tidak langsung, untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya serta mencegah risiko penyakit. Untuk itu, seseorang harus memperoleh zat gizi yang sesuai dengan kebutuhannya, melakukan olahraga secara rutin, memiliki waktu istirahat dan tidur yang cukup, melakukan perawatan gigi dan mulut, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, serta mencegah kecelakaan.

Manfaat Mengembangkan Perilaku Sehat Sejak Dini
Perilaku sehat yang diajarkan sejak dini akan membentuk pola hidup sehat di kemudian hari. Anak akan terbiasa dengan perilaku sehat yang tidak mudah hilang pada tahapan perkembangan selanjutnya. Apabila anak telah memiliki pola hidup sehat, maka mereka akan:
1)    Terbebas dari serangan berbagai macam penyakit yang sering terjadi pada anak, seperti diare, demam, batuk/pilek, campak. TBC, infeksi telinga, dan penyakit kulit.
2)    Terlindungi dari potensi kecelakaan yang selalu ada di lingkungan sekitar mereka, seperti terjatuh, tenggelam, keracunan, tertusuk benda tajam atau duri.
3)    Berbagai kemampuan yang dimiliki anak akan tergali dan dapat dikembangkan dengan baik, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang optimal.

Cara Anak Belajar Mengembangkan Perilaku Sehat
Kelompok anak usia 2—4 tahun memiliki kemampuan belajar yang sangat cepat. Anak belajar dari bagaimana orang dewasa memperlakukan mereka. Jika ibu-ayah membiasakan perilaku sehat sejak dini, maka anak pun akan terbiasa dengan perilaku sehat tersebut. Misalnya, ibu-ayah membiasakan anak untuk mencuci tangan sebelum makan, maka kebiasaan tersebut akan menetap sampai tahap perkembangan selanjutnya.
Anak juga belajar dari apa yang mereka lihat, dengar, dan dari pengalaman tentang suatu kejadian. Anak belajar melalui pengamatan mereka terhadap suatu kegiatan yang dilakukan ibu-ayah atau gurunya. Anak belajar dari apa yang mereka dengar dari orangtua dan orang-orang sekitar mereka serta lingkungannya. Anak akan meniru kegiatan ibu-ayah sehingga mereka memperoleh pengalaman tentang suatu kegiatan.
Melihat, mendengar, dan meniru suatu kegiatan yang terjadi berulang kali akan membentuk pola tertentu pada anak sehingga mereka mahir melakukan kegiatan tersebut. Ibu-ayah hendaknya dapat memberikan contoh-contoh perilaku sehat pada anak sehingga mudah ditiru dan diikuti oleh anak. Lakukan dengan cara-cara yang menarik dan menyenangkan, seperti bermain. Ingat, dunia anak adalah dunia bermain. Melalui permainan, anak akan merasa senang dalam meniru sehingga mau melakukan perilaku sehat tersebut.

Menjaga Kebersihan Lingkungan
Kebersihan lingkungan adalah kebersihan tempat tinggal, tempat kerja atau bermain, dan sarana umum. Kebersihan tempat tinggal dapat diperoleh dengan cara mengelap pintu dan jendela maupun perabotan rumah tangga, menyapu rumah dan mengepel lantai, mencuci peralatan makan dan memasak, membersihkan ruangan dari debu dan serangga, membersihkan kamar mandi dan jamban, serta membuang sampah pada tempatnya. Kebersihan lingkungan dimulai dari membersihkan halaman dan selokan serta jalan di depan rumah dari sampah.
Anak dapat diajarkan tentang kebersihan lingkungan ini sejak dini. Kegiatan paling sederhana yang dapat dilakukan anak adalah membuang sampah pada tempatnya; meletakkan sepatu pada tempatnya; meletakkan peralatan makan yang kotor pada tempatnya; menggunakan alas kaki jika hendak keluar rumah; menutup mulut pada saat batuk dan bersin; menjauhi asap rokok, asap dapur, asap pembakaran sampah, asap kendaraan bermotor; membersihkan mainan; serta buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) di WC. Selain itu, ibu-ayah dapat melibatkan ananda dalam kegiatan-kegiatan terkait dengan pemeliharaan kebersihan lingkungan seperti merapikan mainan, menyapu rumah, menyapu halaman, mengepel rumah, dan lain-lain.
Kegiatan yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan lingkungan: membuang sampah pada tempatnya, meletakkan sepatu pada tempatnya, menutup mulut pada saat batuk dan bersin, menjauhi asap rokok, asap dapur, asap pembakaran sampah, asap kendaraan bermotor, menbersihkan mainannya, dan buang besar dan kecil di WC
Menjaga Kebersihan Diri
Yang dimaksud kebersihan diri adalah kebersihan anggota tubuh dan pakaian. Adapun kegiatan untuk menjaga kebersihan diri adalah sebagai berikut.
Mandi
Kegiatan mandi dilakukan minimal 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore. Anak dimandikan dengan menggunakan sabun dan air bersih. Berikut cara memandikan anak usia 2—4 tahun:
  1. Bersihkan wajah anak dengan air bersih. Dimulai dari bagian kening, pipi, hidung, area sekitar bibir, lalu dagu. Setelah itu, bersihkan mata dari bagian dalam mata ke arah luar dengan usapan yang lembut. Selanjutnya yang terakhir, bersihkan daun telinga dan bagian belakang telinga.
  2. Siram seluruh tubuh anak dengan air bersih.
  3. Gunakan waslap yang telah dibasahi dengan air bersih dan sabun untuk membersihkan:
a.    bagian badan atas, mulai leher, dada, perut, punggung, dan bokong;
b.    tangan, mulai ketiak, lengan atas, lengan bawah, telapak tangan, kuku, dan sela-sela jari-jari.
c.    kaki, mulai selangkangan, paha, tungkai, telapak kaki, kuku, dan sela-sela jari-jari kaki.
  1. Gunakan waslap baru yang telah dibasahi air bersih dan sabun, lalu bersihkan bagian kemaluan. Pada anak perempuan, bersihkan daerah kemaluan dari arah depan
d.    Mengembangkan Perilaku Sehat Pada Anak Usia 2-4 Tahun 15
e.    ke belakang. Sedangkan pada anak laki-laki, bersihkan alat kemaluan dengan cara menarik kulit kemaluan perlahan, terutama bagi anak laki-laki yang belum disunat.
  1. Setelah disabuni dan digosok, seluruh tubuh dibilas dan dibersihkan secara cermat sehingga sisa-sisa sabun tidak tertinggal di tubuh anak. Berikutnya, keringkan seluruh badan anak dengan menggunakan handuk bersih dan lembut.
  2. Setelah seluruh badan kering, dapat diberikan bedak atau pelembap untuk mencegah kulit kering. Penting diperhatikan, bagian kemaluan jangan sampai terkena bedak/pelembap karena dapat menyebabkan iritasi pada kulit.


Keramas
Rambut dicuci dengan menggunakan sampo khusus untuk anak secara teratur minimal 2 hari sekali. Mengajarkan mencuci rambut pada anak bukanlah hal yang mudah. Kadang-kadang anak menolak dengan berbagai alasan, seperti takut, matanya perih, dan sebagainya. Agar anak tertarik, lakukan kegiatan tersebut dengan cara menyenangkan. Bila perlu, ajak anak terlebih dahulu untuk memilih sampo yang dia sukai. Beri tahu anak untuk memilih sampo khusus buat anak karena tidak menimbulkan rasa perih di mata.
Ajari anak cara keramas yang benar yaitu dengan membasahi rambut, membalurinya dengan sampo, dan pijat-pijat kulit kepala, kemudian rambut dibilas sampai bersih. Setelah itu, rambut dikeringkan dengan menggunakan handuk yang bersih dan lembut. Sisirlah rambut dengan menggunakan sisir yang tepat sehingga minyak alami yang terdapat pada rambut dapat menyebar ke seluruh bagian rambut. Menyisir rambut juga dapat membersihkan dan merangsang pertumbuhan rambut serta melancarkan peredaran darah pada rambut dan kulit kepala. Bersihkan telinga bagian luar setiap hari dengan menggunakan waslap pada saat mandi. Jangan lupa membersihkan bagian belakang telinga. Hindari membersihkan lubang telinga bagian dalam karena dapat membahayakan. Sesungguhnya kotoran telinga dapat keluar dengan sendirinya ketika kita mengunyah makanan.
Perawatan Gigi
Gosok gigi bertujuan menghilangkan sisa-sisa makanan yang menempel pada gigi. Sisa makanan yang tidak dibersihkan dapat menyebabkan gigi rusak sehingga mengganggu kemampuan anak untuk menguyah makanan. Agar anak terbiasa merawat giginya, lakukan hal-hal berikut:
1.    Gosoklah gigi anak, segera setelah gigi pertamanya tumbuh.
2.    Lakukan gosok gigi secara teratur 2 kali sehari, pada pagi dan malam sebelum tidur.
3.    Biasakan anak melihat ibu-ayahnya menggosok gigi.
4.    Biarkan anak memegang sendiri sikat giginya sambil bermain meniru gerakan gosok gigi. Anak biasanya sudah mampu memegang sikat gigi sendiri dan sudah bisa diajarkan menggosok gigi menggunakan pasta. Beri tahu anak untuk tidak menelan odol.
5.    Ajari anak gosok gigi sendiri dengan cara berikut:
·         Ibu (ayah) dan anak berdiri di depan cermin. Dari belakang, pegang tangan anak dan arahkan sikat giginya ke gigi yang akan disikat.
·         Suruh anak menirukan cara ibu (ayah) memegang sikat dan cara ibu (ayah) menggerakkan sikat gigi untuk membersihkan gigi.
6.    Berikan kesempatan pada anak untuk mencoba menggosok giginya sendiri walaupun belum benar cara menggosoknya. Setelah selesai gosok gigi, suruhlah anak untuk berkumur dengan air matang beberapa kali.
7.    ada anak usia 3 tahun dapat diajarkan menggosok gigi dengan cara sederhana yaitu:
1)    Gosok seluruh gigi depan bagian atas dan bawah dengan gerakkan ke atas dan ke bawah.
2)    Kemudian, seluruh gigi bagian samping dan seluruh gigi bagian belakang.
3)    Kumurlah dengan air bersih beberapa kali.
8.    Selain itu, agar gigi anak sehat, jauhkan anak dari makanan/minuman manis dan bersoda, seperti permen, cokelat, dan soft drink (minuman ringan mengandung soda).
Mencuci Tangan
Kuman dan virus dapat bertahan hidup hingga 2 jam di atas permukaan kulit, meja, gagang pintu, mainan, dan lain-lain. Kebersihan tangan yang tidak terpelihara dengan baik dapat menyebabkan penyakit seperti diare, batuk, pilek, dan demam. Agar kebersihan tangan tetap terjaga, anak sebaiknya diajarkan mencuci tangan setiap kali setelah ke WC, bermain, dan berpergian, juga sebelum makan. Ajari anak bagaimana cara mencuci tangan yang benar.
Cara mencuci tangan yang benar adalah dengan menggunakan sabun dan dicuci pada air bersih yang mengalir. Sabun digosokkan pada kedua telapak tangan, lalu gosok telapak tangan, punggung tangan, sela-sela jari dan kuku hingga pergelangan tangan minimal 15—20 detik. Setelah itu dibilas dengan air bersih yang mengalir, lalu keringkan tangan dengan menggunakan handuk bersih atau tisu. Agar lebih menarik perhatian anak, lakukan kegiatan cuci tangan sambil bernyanyi.
Kebersihan Kaki
Kebersihan kaki dapat dipelihara dengan membiasakan mencuci kaki setiap kali usai bepergian, sehabis mengenakan sepatu berlama-lama, ketika hendak naik ke tempat tidur atau saat akan berangkat tidur. Caranya hampir mirip dengan mencuci tangan: dibasuh dengan air mengalir, digosok secara merata sampai sela-sela jari kaki, dan gunakan sabun sebagai alat pembersihnya.
Ganti Baju
Ajari anak mengganti baju yang sudah dipakai saat keluar rumah. Begitu pun baju yang sudah dipakai seharian. Meski tampaknya tidak kotor tetapi di situ banyak sekali debu, keringat, dan kotoran yang menempel. Jika anak menolak dan bertanya, “Mana kotor?” atau mengatakan, “Masih bersih, kok!”, ibu-ayah dapat menjawabnya dengan praktik dan pembuktian. Perlihatkan bagian baju yang kotor atau ajak Seorang anak sedang mencuci kaki setelah pulang sekolah anak bersama-sama mencuci bajunya dan perlihatkan air bekas mencuci baju yang menurutnya masih bersih. Dengan begitu, anak akan paham dan mau menerima apa yang ibu-ayah sampaikan.


Kebutuhan Gizi
Pada usia 18 bulan, biasanya anak mulai sulit makan. Anak suka memilih dan rewel dalam hal makanan. Anak mungkin makan sangat rakus pada suatu hari dan esok harinya tidak mau makan sama sekali. Dalam memilih makanan, anak dipengaruhi berbagai faktor, seperti rasa, jumlah (piring terlalu penuh), dan cara penyajian (menarik atau tidak).
Kebiasaan makan terbina pada usia 2—3 tahun. Nah,
Ibu mencuci pakaian bersama AUD dan memperlihatkan warna air cucian yang kotor agar anak mau makan sehingga kebutuhan gizinya dapat terpenuhi, inilah beberapa hal yang perlu menjadi perhatian ibu dan ayah.
1)    Biasakan anak (juga seluruh anggota keluarga) setiap hari mengonsumsi makanan bergizi seimbang, terdiri atas makanan pokok (nasi, mi, bihun), lauk (daging, ikan, ayam, tahu, tempe), sayuran, dan buah.
2)    Tidak memaksa anak untuk makan, tetapi jadikanlah
3)    Anak sedang makan nasi, lauk, sayur dan menyuap sendiri dimeja makan dengan ditemani oleh ibu waktu makan sebagai saat yang menyenangkan.
4)    Janganlah waktu makan digunakan untuk mengajarkan disiplin apalagi bertengkar.
5)    Jangan menyuruh anak makan setelah ia bermain aktif, karena ia tak akan bisa duduk diam selama waktu makan dan menjadi gelisah.
6)    Perhatikan cara penyajian makanan. Jangan langsung diberikan makanan dalam porsi besar, lebih baik sedikit dulu sehingga nanti ia minta tambah.
7)    Bagi anak, yang penting bukanlah jumlah yang dimakan, melainkan apa yang akan dia makan.
8)    Anak-anak menyukai makanan yang disajikan dalam piring atau mangkok, dengan sendok yang sama setiap kali makan.
9)    Selera dan pilihan makanan anak tidak menentu. Anak mungkin mau makan makanan yang sama selama 3 hari berturut, setelah itu dia tidak mau memakannya lagi.
Kebutuhan Tidur dan Beraktivitas
Seiring dengan bertambahnya usia, kebutuhan tidur seseorang semakin berkurang. Jika sewaktu bayi, sebagian besar waktu anak dihabiskan dengan tidur, maka sekarang tidak lagi. Malah, setelah usia 3 tahun, kebanyakan anak tidak lagi tidur siang. Adanya perubahan kebutuhan tidur ini disebabkan anak telah “berubah” menjadi sosok yang sangat aktif. Ini terjadi karena anak tengah mengembangkan seluruh kemampuan yang ada di dalam dirinya, termasuk memuaskan rasa ingin tahunya yang besar.
Masalah tidur muncul terutama ketika anak mau berangkat tidur. Biasanya karena takut akan perpisahan dengan ibu-ayah. Kebiasaan sebelum tidur, seperti berdoa dan membaca cerita, dapat membantu menghilangkan rasa tak aman sebelum tidur ini. Ada pula anak yang membawa benda-benda kesayangannya, seperti mainan, selimut atau bantal khusus,
Ibu sedang menemani anak berangkat tidur. Ibu mengajak anak untuk berdoa sebelum tidur sebagai teman tidurnya. Tak mengapa, karena hal ini bisa membantu anak untuk bisa tidur dengan nyaman dan aman.
Anak juga butuh beraktivitas. Seperti sudah disinggung di atas, anak usia ini sangat aktif karena ia tengah mengembangkan seluruh kemampuan yang ada di dalam dirinya agar ia dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sehingga kelak menjadi anak yang berkualitas. Oleh karena itu, berikanlah kegiatan-kegiatan yang dapat merangsang seluruh kemampuannya itu, baik dari aspek gerak, kecerdasan, bahasa, maupun sosial-emosionalnya. Semua kegiatan itu dapat dilakukan di rumah dan di sekolah, tentu dengan cara-cara yang menyenangkan.
Mencegah Kecelakaan
Kecelakaan menyebabkan lebih banyak kematian pada anak usia 1-4 tahun. Faktor utama meningkatnya kecelakaan pada anak adalah perkembangan pergerakan yang cepat dan tidak disadarinya bahaya dalam lingkungan. Kecelakaan yang sering terjadi pada anak adalah jatuh, tenggelam, tertelan benda asing, luka bakar dan tertusuk duri tanaman atau benda tajam. Agar anak terhindar dari kecelakaan, ibu-ayah harus melindungi anak dari bahan dan benda berbahaya seperti obat-obatan, sabun, detergen, minyak tanah, racun serangga, mercon, pisau, colokkan listrik, kabel, kompor, setrikaan, termos air panas, dan lainnya. Hindari anak bermain dekat sumur, kolam, sungai, dan jalan raya.
Minta anak menggunakan alas kaki pada saat keluar rumah. Ibu-ayah atau orang dewasa lain di dalam keluarga agar selalu mendampingi anak usia ini di mana pun ia berada, sehingga dapat mencegah hal-hal yang tak diinginkan terjadi.
Sumber Bacaan
1.    Clinical Manual of Pediatric Nursing, Donna L. Wong, Mosby, 1996.
2.    Development of Food Preferences, Birch, L. L., Annu. Rev.Nutr., 1999.
3.    Imitation and Variation: reflections on toddlers’ strategies for learning, Marita Lindahl dan Ingrid Pramling Samuelsson, Scandinavian Journal of Education Research, 2002.
4.    Nursing Care of Infants and Children, Donna L. Mosby, 2003.
5.    Nursing Care of Infants and Children, Hockenberry, M., J. & Wilson, D., Mosby, 2007.
6.    Nutrition Essential for Nursing Practice. Dudek, S.G., Lippincott Williams & Wilkins, 2006.
7.    Play and Learning-inseparable dimensions in preschool practice, Inggrid Pramling Samuelsson & Eva Johansson, Early Childhood Development and Care, 2006.

Elfi Syahreni, S.Kp., Pg.Dipl.

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011

Parenting 
SenangnyaBisa MakanSendiri

  1. PENDAHULUAN
Makan merupakan kebutuhan setiap manusia. Bahkan, saat masih berada di dalam kandungan pun, seseorang telah membutuhkan asupan makanan. Dimulai dari memakan makanan yang diperoleh dengan perantaraan ibu. Setelah lahir, anak pun mulai mengkonsumsi ASI sebagai makanan utamanya hingga berusia enam bulan. Selanjutnya, anak mulai diperkenalkan dengan berbagai variasi makanan lainnya, mulai dari yang lunak hingga yang padat.
Pada perkenalan awal, berbagai reaksi dapat terjadi. Ada anak yang dengan mudah mencoba jenis makanan baru yang diperkenalkan oleh ibu dan ayah, ada yang tidak. Dengan perkataan lain, perkenalan awal ini bisa saja berlangsung dengan ¡§mulus¡¨, atau sebaliknya, penuh dengan hambatan. Reaksi yang diberikan oleh ibu dan ayah pun bisa berbeda, tergantung dari reaksi awal yang ditampilkan oleh anak. Jika anak menampilkan reaksi yang sesuai dengan harapan ibu dan ayah, ibu dan ayah cenderung akan senang.
Namun, jika anak menampilkan reaksi yang tidak sesuai dengan harapan ibu dan ayah, apa jadinya? Bayangkan sejenak, jika ibu sudah bersusah payah menyiapkan makanan untuk anak, namun anak menolak untuk memakannya.Tidak semua ibu bisa menerima perilaku anak yang demikian. Beberapa ibu mungkin akan marah dan memaksa anak untuk tetap makan. Beberapa lainnya mungkin merasa tidak mampu mengasuh anak dengan baik.
Kejadian seperti itu tentu dapat menjadi pengalaman yang tidak menyenangkan bagi anak. Padahal, pembentukan kebiasaan makan yang menyenangkan haruslah dimulai sejak dini agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara sehat.
Dalam buku ini, ibu dan ayah akan memperoleh informasi agar dapat lebih memahami:
„Ï pengertian dari perilaku makan
„Ï Hal-hal yang penting diketahui ibu dan ayah untuk mendukung perilaku makan anak
„Ï manfaat kegiatan makan untuk anak
„Ï tips praktis agar anak menyukai kegiatan makan

B.    SERBA-SERBI PERILAKU MAKAN
APA ITU PERILAKU MAKAN?
Perilaku makan dapat diartikan sebagai reaksi-reaksi atau urutan tingkah laku yang berhubungan dengan makan, termasuk di dalamnya cara pemberian makan, pola makan, dan jarak waktu pemberian makan.
Seperti telah dipaparkan sebelumnya, anak dapat menampilkan reaksi yang berbeda-beda terhadap kegiatan makan. Ada yang mudah dikenalkan dengan makanan baru, ada yang susah.
Ada yang mudah disuapi makanan, ada yang selalu menolak. Berbagai upaya pun tak jarang dilakukan oleh ibu dan ayah agar anak mau makan. Mulai dari duduk di kursi makan, mengajak bermain sambil makan, bahkan ada yang sampai harus mengajak anak berjalan-jalan berkeliling lingkungan rumah atau menanggap odong-odong hanya sekedar membuat anak mau makan! Seberapa sering anak makan dalam sehari pun bisa beragam. Umumnya, kegiatan makan berlangsung tiga kali dalam sehari, yang meliputi makan pagi atau sarapan, makan siang, dan makan malam. Di sela-sela waktu makan tersebut, tidak jarang ada pula kegiatan makan yang lain, seperti memakan penganan kecil, seperti kue dan biskuit, serta kegiatan minum susu, terutama pada anak yang masih berusia dini.
Waktu pemberian makan pun bisa berbeda-beda pada tiap anak. Ada yang sarapan begitu bangun tidur, ada yang bermain dulu sebentar baru kemudian sarapan. Ada yang makan malam pada pukul lima sore, ada pula yang pukul tujuh. Akibatnya, jarak antara kegiatan makan yang satu dengan kegiatan makan berikutnya pun bisa beragam antar anak yang satu dengan anak yang lain.

C.    HAL-HAL YANG PENTING DIKETAHUI IBU DAN AYAH
UNTUK MENDUKUNG PERILAKU MAKAN ANAK
Seperti telah diceritakan sebelumnya, orang tua, terutama ibu, bisa jadi merasa bahwa kesalahan ada pada dirinya di saat anak menolak makanan yang telah disiapkan atau anak tidak mau diminta makan sekalipun ibu telah melakukan berbagai usaha agar anak mau makan. Bisa jadi ibu menilai dirinya kurang mampu mengasuh anak. Padahal, hal itu tidak selalu benar! Bisa jadi masalahnya ada pada diri anak, misalnya anak memang tergolong anak yang sulit untuk mencoba hal-hal baru, termasuk makanan, atau cenderung tampil sebagai anak dengan suasana hati yang buruk, misalnya sering rewel.
Oleh karena itu, penting bagi ibu dan ayah untuk lebih memahami temperamen anak serta memahami sejumlah ciri-ciri yang dimiliki oleh anak usia dini, sehingga hal-hal tersebut bisa dimanfaatkan untuk mendukung perilaku makan anak.
  1. Temperamen Anak
Temperamen anak adalah ciri-ciri yang menggambarkan bagaimana seorang anak bertingkah laku terhadap orang lain atau situasi tertentu. Ciri-ciri tersebut cenderung menetap. Misalnya, anak yang sulit menyesuaikan diri akan membutuhkan waktu yang lama saat dikenalkan dengan orang-orang baru, makanan baru, atau lingkungan yang baru.
Secara umum, ada tiga jenis temperamen. Berdasarkan jenisnya tersebut, anak dapat digolongkan sebagai anak yang mudah, anak yang sulit dan anak yang butuh pemanasan.
Ada beberapa hal yang membedakan anak-anak dengan ketiga bentuk temperamen tersebut, di antaranya adalah:
Irama tubuh, yaitu dapat-tidaknya keteraturan biologis (misalnya waktu tidur, waktu makan) dan fungsi tubuh (misalnya keinginan untuk Buang Air Kecil/BAK dan Buang Air Besar/BAB) diramalkan. Hal ini umumnya terlihat saat anak masih bayi.
Anak yang mudah memiliki irama tubuh yang dapat diramalkan, misalnya, ia akan menangis karena lapar pada jam-jam tertentu. Hal itu berbeda dari anak yang sulit, karena jam makannya tidaklah teratur. Bisa saja pada saat tertentu anak beberapa kali minta minum di tengah malam. Anak yang butuh pemanasan memperlihatkan irama tubuh yang lebih teratur daripada anak yang namun tidak seteratur anak yang mudah. Dapat dikatakan irama tubuh mereka berada di antara anak yang sulit dan anak yang mudah.
Reaksi terhadap sesuatu yang baru, artinya bagaimana sikap awal anak terhadap sesuatu yang baru, apakah mendekat atau menjauh. Anak yang mudah cenderung lebih mau menerima makanan baru yang diperkenalkan kepadanya. Hal itu berbeda dari anak yang sulit, yang cenderung menolak. Sementara, anak yang ¡¥butuh pemanasan awalnya akan menolak, namun kemudian akan lebih mau untuk mencoba apabila terus dicoba.
Kemampuan menyesuaikan diri, yaitu lama-tidaknya waktu yang dibutuhkan anak untuk berhadapan dengan sesuatu yang baru, misalnya waktu yang dibutuhkan hingga anak pada akhirnya mau makan di meja makan. Anak yang mudah tidak butuh waktu yang lama untuk membiasakan diri makan di meja makan. Hal itu berbeda dari anak yang sulit, mereka butuh waktu yang cukup lama. Sementara, waktu yang dibutuhkan oleh anak yang butuh pemanasan berada di antara waktu yang dibutuhkan oleh anak yang mudah dan anak yang sulit.
Batas usaha, yaitu seberapa gigih ibu dan ayah harus berusaha hingga anak mau mencoba sesuatu. Orang tua dari anak yang mudah tidak butuh usaha keras untuk mengajak anak makan. Orang tua dari anak yang ¡¥sulit¡¦ butuh usaha yang besar, sedangkan orang tua dari anak yang ¡¥butuh pemanasan¡¦ butuh usaha yang sedang untuk membuat anak mau makan.
Suasana hati, yaitu perbandingan antara jumlah perilaku yang menyenangkan (misalnya tersenyum dan tertawa) dan perilaku yang tidak menyenangkan (misalnya, menangis) dari anak, termasuk perilaku pada saat makan. Anak yang mudah¡¦ lebih banyak tersenyum dan tertawa dibandingkan anak yang sulit dan anak yang butuh pemanasan¡¦, namun anak yang ¡¥sulit¡¦ menunjukkan perilaku tidak menyenangkan yang lebih banyak.
Dengan mengetahui temperamen anak, ibu dan ayah diharapkan dapat menyesuaikan harapan dan tuntutannya terhadap anak. Sebagai contoh, jika ibu dan ayah mengenali bahwa anak tergolong anak yang ¡¥sulit¡¦, ibu dan ayah akan lebih bersabar saat mengajak anak makan, lebih memahami bahwa anak butuh waktu untuk mencoba makanan baru yang diperkenalkan, yang mungkin tidak secepat anak-anak yang lain, dapat menerima kerewelan anak saat diajak makan tanpa membalas dengan kemarahan, serta mencoba berbagai cara agar anak mau makan atau menyukai makanan yang diperkenalkan.
  1. Ciri-ciri Perkembangan Anak
Terdapat beberapa ciri perkembangan anak usia dini yang penting diketahui oleh ayah dan bunda, terkait dengan kegiatan pemberian makan pada ananda, yaitu:
  1. Berkembangnya keinginan untuk mandiri.
Dengan kemampuan bahasa dan kemampuan gerak yang terus meningkat, anak selanjutnya mengembangkan keinginan untuk dapat melakukan berbagai hal sendiri, termasuk keinginan untuk makan sendiri. Sekitar usia 1 tahun, anak umumnya sudah menunjukkan keinginan untuk makan sendiri. Mereka sedang mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk memasukkan makanan ke dalam mulut tanpa tumpah.
Pemberian makanan yang dapat digenggam oleh jari anak, seperti biskuit untuk bayi, sejak anak berusia 6 bulan akan membuat anak lebih siap untuk makan dengan menggunakan sendok untuk jenis makanan yang lain. Ibu dan ayah tidak perlu khawatir, karena meskipun belum mempunyai gigi, anak mempunyai gusi yang kuat dan air liur yang cukup untuk menghancurkan biskuit. Selanjutnya, untuk anak yang sudah tumbuh gigi, dapat diberikan potongan buah-buahan yang bisa digenggam.
Namun, keterampilan untuk bisa makan sendiri tentunya sangat tergantung dari kesempatan yang diberikan ibu dan ayah kepada anak untuk makan sendiri.
Di bawah ini, ayah dan bunda dapat melihat tabel yang memaparkan perkembangan anak terkait dengan kegiatan minum dan makan sendiri.
Kemampuan minum sendiri (dengan cangkir)
15 bulan
Memegang cangkir dengan cara digenggam.Cenderung untuk memiringkan cangkir terlalu cepat sehingga air banyak yang tumpah, perlu pengawasan dari ibu dan ayah
18 bulan
Mengangkat cangkir ke mulut dan minum dengan tepat. Menyerahkan cangkir yang sudah kosong ke ibu/ayah, namun jika ibu/ayah tidak ada cenderung untuk menjatuhkan cangkir begitu saja
21 bulan
Memegang cangkir dengan baik: mengangkat, minum, dan meletakkan kembali
24 bulan
Memegang gelas kecil dengan satu tangan saat minum
36 bulan
Menuang air dari tempat minum/teko
Tabel Perkembangan Minum dan Makan Sendiri

Kemampuan makan sendiri (dengan sendok)
15 bulan



18 bulan


24 bulan

36 bulan
Memegang sendok dan menyendok makanan di piring
Belum terampil menyendok makanan.
Jika mengarahkan sendok ke mulut cenderung memutar sendok ke arah bawah sebelum masuk ke mulut
Menyendok makanan
Sulit memasukkan sendok ke mulut, cenderung memutar sendok di dalam mulut
Banyak makanan yang tumpah
Memasukkan sendok ke dalam mulut tanpa memutar sendok
Jumlah makanan yang tumpah tergolong sedang
Sedikit makanan yang tumpah




Respons umum terhadap makanan
15 bulan
18 bulan
24 bulan




36 bulan


48 bulan




60 bulan
Tertarik untuk ikut serta dalam kegiatan makan
Menyerahkan piring kosong kepada bunda
Memperlihatkan kebutuhan untuk makan sendiri
Cenderung berlama-lama dan memainkan makanan, khususnya mengaduk-aduk makanan
Menolak makanan
Sedikit bercakap-cakap saat makan
Jarang butuh bantuan untuk menghabiskan makan
Tertarik makan di meja makan namun sering bangun dari kursi
Berbicara sementara melakukan kegiatan makan
Dapat mengatur meja makan dengan baik
Memiliki keinginan untuk memilih menu
Seimbang antara makan dan bicara
Jarang bangun dari kursi
Senang melayani diri sendiri (misalnya mengambil makanan sendiri)
Makan dengan cepat
Banyak bicara dan mau berbagi selama waktu makan

Bersikap membangkang
Pernahkah ibu dan ayah meminta anak untuk makan malam dan ia bilang ¡¥tidak¡¦. Kemudian, saat ibu dan ayah hendak pergi tidur, tiba-tiba anak minta disiapkan makan malam? Sebenarnya, apa yang dilakukan oleh anak masih terkait dengan keinginannya untuk mandiri. Dalam hal ini, anak ingin menunjukkan bahwa dirinya dapat membuat keputusan tentang kegiatannya sehari-hari tanpa campur tangan orang dewasa. Namun, orang tua sering memandang perilaku anak yang demikian sebagai perilaku melawan atau membangkang.
Sebenarnya, perilaku tersebut adalah sesuatu yang tergolong wajar, sebagai bagian dari proses pencapaian kemandirian anak. Namun, ibu dan ayah juga perlu mulai mengembangkan batasan dan aturan untuk anak, termasuk membuat aturan mengenai kegiatan makan secara jelas.
Dalam membuat aturan, gunakan kalimat yang langsung menunjukkan tingkah laku apa yang diharapkan dari anak, seperti ¡§makan di meja makan¡¨ dan bukan kalimat larangan, seperti ¡§jangan makan di kamar¡¨. Anak yang usianya lebih kecil bisa langsung digendong ke meja makan tanpa ibu dan ayah harus banyak berkata-kata. Anak yang usianya lebih besar dapat diajak untuk memikirkan akibat dari tindakannya yang ingin makan di waktu-waktu sesukanya, misalnya ¡§Besok pagi kan kakak harus sekolah.
Apa jadinya kalau kakak tidur kemalaman karena baru makan jam sepuluh malam?¡¨. Atau ibu dan ayah juga dapat menunjukkan perasaan keberatan atas tingkah laku anak dengan cara yang tidak memojokkan anak, misalnya ¡§Ibu besok pagi pasti lelah dan mengantuk karena malam-malam masih harus merapikan meja makan dan mencuci piring. Bisa-bisa besok pagi Ibu terlambat menyiapkan sarapanmu¡¨.
Banyak energi dan mudah teralih perhatiannya
Anak, khususnya yang sudah dapat berjalan dan berlari, mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk dapat menjelajahi lingkungan sekitarnya. Mereka seakan tidak bisa diam dan justru merasa lelah jika diminta untuk duduk diam. Tak heran, jika anak seakan ¡¥tidak betah¡¦ untuk duduk di kursi makan dan ingin segera beranjak.
Rentang perhatian anak pun dapat dikatakan terbatas. Hal itu dapat membuat mereka tidak bisa bertahan lama dalam kegiatan makan, apalagi jika anak tidak melakukan apa-apa (hanya disuapi). Rata-rata rentang perhatian yang dimiliki oleh anak usia 2 tahun adalah 7 menit. Selanjutnya, anak usia 3 tahun memiliki rentang perhatian selama „b „b 9 menit, 12 menit untuk anak usia 4 tahun, dan 14 menit untuk anak usia 5 tahun.
Saat anak mulai gelisah, ibu dan ayah harus mencari cara-cara yang kreatif agar anak tetap bertahan pada kegiatan makan. Misalnya, ibu dapat berkata, Dek, coba deh lihat, Bunda buat mata dan mulut di mangkuk bubur adek dari tahu dan wortel¡¨ atau Tolong kak, sepedanya kehujanan, mau berteduh di dalam rumah¡¨ sambil menggerakkan sendok berisi makanan ke arah mulut anak. Ibu juga dapat mengetuk-ngetukkan sendok ke mangkuk sehingga menghasilkan bunyi-bunyi tertentu untuk menarik perhatian anak dan sebagai tanda waktu makan segera tiba.
Sudah paham perintah dan senang meniru tingkah laku orang lain
Sekitar usia 6 hingga 12 bulan, anak sudah mulai dapat meniru dan mengikuti perintah sederhana. Oleh karena itu, ibu dan ayah dapat menjadi model bagi anak terkait dengan kegiatan makan. Ketika menyuapi anak yang usianya lebih muda, ajaklah anak bicara, misalnya ¡§Ayo buka mulutmu¡¨ atau ibu dan ayah juga dapat ikut membuka mulut. Untuk anak yang usianya lebih tua, ibu dan ayah dapat mengatakan Tusuk dagingnya dengan garpu, tahan, lalu potong dagingnya dengan sendok, seperti ini¡¨ sambil menunjukkan caranya pada anak.
Ibu dan ayah juga dapat ikut minum susu atau makan sayur bersama anak sehingga anak pun memiliki keinginan untuk mencoba karena melihat ibu dan ayah menikmati makanan yang dimakan. Jika ibu dan ayah tidak menyukai satu jenis makanan tertentu, jangan perlihatkan ketidaksukaan tersebut di hadapan anak. Melalui kegiatan makan, anak juga belajar mengatakan ¡§Tolong¡¨ dan ¡§Terima kasih¡¨ dari meniru perkataan ibu dan ayah pada saat makan.
Senang bermain
Anak-anak menyukai kegiatan bermain. Mereka senang bermain dengan benda-benda di sekitarnya ataupun bermain pura-pura (misalnya, pura-pura makan, pura-pura memasak). Oleh karena itu, kegiatan makan pun dapat disuguhkan dalam situasi yang menyenangkan. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan adalah mengajak anak mempersiapkan makanannya sendiri. Anak dapat diminta untuk mengaduk atau menambahkan bumbu-bumbu. Anak juga dapat diajak berlomba untuk meminum segelas susu.
Pemilih makanan
Saat anak menginjak usia 3 tahun, kebutuhan anak akan makan cenderung berkurang. Selera makan mereka pun juga menurun dibandingkan masa-masa sebelumnya. Hal itu dapat dipahami mengingat tingkat perkembangan anak pada masa ini tidak secepat pada masa bayi. Bisa juga karena anak lebih sering mengemil atau lebih banyak minum susu. Untuk itu, jangan paksa anak untuk makan. Perlu ibu dan ayah ketahui, anak pasti akan meminta makan saat ia lapar.
Dalam keadaan seperti ini, ada baiknya ibu dan ayah mencari tahu dan meluangkan waktu untuk mendengarkan cerita anak. Cari tahu mengapa anak tidak memiliki selera ataupun tidak mau makan. Sebaiknya, ibu dan ayah tidak langsung menyalahkan atau menasihati anak tanpa tahu apa penyebabnya.
Coba berikan pula makanan yang lebih bervariasi atau tanyakan pada anak makanan yang ingin ia makan. Saat anak ingin dibuatkan makanan tertentu, minta anak untuk bertanggung jawab terhadap pilihannya. Minta anak untuk memakan makanan yang telah dipilihnya. Buatlah perjanjian untuk itu sebelumnya.

D.   MANFAAT KEGIATAN MAKAN UNTUK ANANDA

Ibu dan ayah, kegiatan makan tidak semata-mata ditujukan untuk memenuhi kebutuhan anak akan gizi yang seimbang agar kelak anak dapat tumbuh menjadi anak yang kuat dan sehat. Ada sejumlah manfaat lain yang dapat dicapai dari kegiatan makan.
Pertama, kegiatan makan merupakan saat-saat yang dapat mendekatkan hubungan antara ibu-ayah dan anak. Melalui kegiatan makan, anak dapat mengembangkan rasa aman dan percaya kepada ibu dan ayah. Rasa aman dan percaya tersebut berkembang karena anak melihat bahwa ibu dan ayah cukup peka dan cepat tanggap terhadap kebutuhan anak akan makan dan minum. Dalam hal ini, sifat peka terkait dengan kemampuan ibu dan ayah untuk memberi perhatian terhadap tanda-tanda lapar dan haus yang ditampilkan oleh anak dan memberi arti pada tanda-tanda tersebut secara tepat. Sebagai contoh, ada anak yang menangis saat lapar atau haus, adapula yang menjadi rewel dan marah-marah. Ibu dan ayah yang peka juga dapat memahami kondisi anak yang sudah kenyang, bosan terhadap jenis makanan yang diberikan, atau ingin mencoba untuk makan sendiri.
Selanjutnya, cepat tanggap menunjukkan kemampuan ibu dan ayah untuk mengambil tindakan yang tepat sehingga anak merasa bahwa tanda-tanda yang ditampilkannyalah yang membuat ibu dan ayah melakukan sesuatu untuknya. Sebagai contoh, ibu yang paham bahwa anak menangis karena lapar akan segera menyiapkan atau menyuapi anak makanan. Ibu juga tidak akan memaksa anak yang terlihat sudah kenyang untuk terus menghabiskan makanannya, mencoba mengganti menu makanan ketika anak terlihat sudah bosan dengan menu harian yang diberikan, dan membiarkan anak untuk mencoba makan sendiri.
Kedua, kegiatan makan yang dilakukan pada tempat dan waktu-waktu tertentu dapat membentuk pola makan yang baik dan memperkenalkan anak pada suatu rutinitas baru. Ditambah dengan pembiasaan untuk duduk di meja makan pada saat makan, disiplin anak akan terlatih. Jika memungkinkan, sediakan tempat khusus di mana anak seharusnya duduk. Lakukan terus hal itu untuk membentuk kebiasaan makan anak. Jangan mengajak anak makan sambil menonton tivi atau berjalan-jalan di sekitar rumah. Kegiatan menonton tivi atau berjalan-jalan justru seharusnya menjadi ¡§hadiah¡¨ jika anak telah menyelesaikan kegiatan makan atau minumnya. Ingatlah bahwa rutinitas bahkan sudah mulai dapat dibentuk sejak anak berusia 3 bulan!
Ketiga, kegiatan makan dapat meningkatkan wawasan pengetahuan anak. Melalui kegiatan makan, ibu dan ayah dapat memperkenalkan berbagai warna, misalnya warna kuning untuk kentang, hijau untuk bayam, dan oranye untuk wortel. Ada baiknya dalam pengenalan warna tersebut, anak diperkenalkan hanya satu warna dalam satu kali penyajian makanan sehingga anak benar-benar memusatkan perhatiannya pada warna tertentu, misalnya sajikan anak jagung rebus dan air jeruk atau bubur sumsum yang diberi sepuhan daun suji dan jus alpukat. Dalam kegiatan makan, anak juga dapat diperkenalkan dengan permukaan kasar dan halus, seperti kembang kol dan agar-agar. Kondisi hangat dan dingin juga dapat dikenalkan kepada anak saat ia meminum segelas susu hangat atau memakan setangkai es krim. Hal lain yang dapat diperkenalkan kepada anak adalah bermacam-macam bentuk, misalnya bentuk kotak untuk tahu dan lingkaran untuk kuning telur.
Pengenalan rasa, seperti manis, asin, dan asam, serta pengertian akan jumlah benda, misalnya menghitung jumlah kacang merah yang ada dalam mangkuk sup atau menyendok lima sendok susu, juga dapat diberikan. Dengan memperkenalkan hal-hal tersebut, ibu dan ayah dapat memperkaya perbendaharaan kosa kata anak. Anak pun juga dapat belajar mengelompokkan makanan, seperti yang mana saja yang termasuk sayur, buah, atau daging.
Keempat, kegiatan makan melatih kemandirian anak untuk makan sendiri. Memberikan kesempatan kepada anak untuk makan sendiri terkadang terlupakan oleh ibu yang ingin anak cepat-cepat menghabiskan makanannya, khawatir anak hanya memainkan makanan, atau hanya makan sedikit jika dibiarkan makan sendiri. Belum lagi alasan kerepotan karena harus membersihkan sisa-sisa makanan anak yang tumpah di atas meja dan lantai (untuk itu, lihat kembali tabel perkembangan minum dan makan sendiri agar ibu dan ayah dapat menerima dan memaklumi perilaku makan anak)..
Ciptakan situasi yang menyenangkan dalam kegiatan makan, misalnya ajak anak menyiapkan dan memasak makanan bersama. Anak bisa diminta untuk menuangkan bubuk agar-agar ke dalam panci selagi panci belum dipanaskan, mengambilkan telur, atau mengoles sendiri rotinya dengan mentega dan menabur gula di atasnya. Anak juga bisa diajak untuk berbelanja di pasar dalam rangka persiapan memasak atau mengajak anak untuk menebak nama buah dari rasanya seraya menutup mata anak dengan sehelai kain
Hindari pemberian ancaman, teriakan, dan hukuman karena semua itu akan membuat anak memandang kegiatan makan sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan. Tersenyumlah saat memberi atau mengajak anak makan.
Sajikan makanan sebelum anak kesal atau lelah. Penting bagi anak untuk beristirahat sejenak sebelum makan setelah melakukan kegiatan yang banyak menguras tenaga, misalnya dengan cara membacakan buku cerita untuk anak. Hal itu akan membuat anak bereaksi lebih positif terhadap kegiatan makan.
Untuk mencoba makanan baru, perkenalkan makanan tersebut pada anak dalam jumlah kecil. Sebaiknya pemberian dipasangkan dengan jenis

E.    PENUTUP
Membentuk perilaku makan yang sehat sejak usia dini merupakan suatu hal yang penting. Tidak hanya terkait dengan jenis makanan yang dimakan, perilaku makan meliputi pula pembiasaan dan rutinitas yang terbentuk terkait dengan kegiatan makan. Saat anak masih berusia dini, peran ibu dan ayah untuk membentuk perilaku makan anak sangatlah besar. Ibu dan ayahlah yang pertama kali memperkenalkan anak pada berbagai jenis makanan. Ibu dan ayah pula yang memberikan pengalaman makan pada anak sebagai sesuatu yang menyenangkan atau tidak menyenangkan. Selanjutnya, pengalaman tersebut akan berdampak terhadap hubungan antara anak dan ibu-ayah, apakah akan terbentuk hubungan yang hangat atau tidak.
Agar anak mendapatkan manfaat yang besar dari kegiatan makan dan agar ibu dan ayah tidak merasa gagal dalam mengasuh anak, ibu dan ayah perlu memahami ciri-ciri perkemSenangnya bangan anak, termasuk pula temperamen yang dimiliki oleh anak. Pemahaman terhadap hal tersebut akan membuat ibu dan ayah lebih dapat menetapkan tuntutan dan harapan yang sesuai dengan kondisi anak, terutama dalam hal yang terkait dengan kegiatan makan.
Akhirnya, ibu dan ayah perlu menciptakan berbagai cara yang dapat membuat anak menyukai kegiatan makan. Perlu diingat bahwa tidak ada satu cara yang berlaku untuk semua anak. Oleh karena itu, ibu dan ayah perlu pandai-pandai memikirkan cara agar anak mau makan. Pikirkan berbagai menu makanan. Ciptakan pula cara penyajian dan cara-cara yang menarik untuk mengajak anak terlibat dalam kegiatan makan. Selamat menjadi ibu dan ayah yang kaya akan cara! Didukung dengan penerimaan terhadap diri anak apa adanya, semangat, dan kesabaran, Ibu dan Ayah pasti dapat mengatasi segala tingkah polah anak, khususnya yang terkait dengan perilaku makan.

Sumber Bacaan :
Children, play and development oleh FP Hughes. Allyn ¡E and Bacon, tahun 1999.
Guiding young children oleh V. Hildebrand. Collier ¡E Macmillan Publishers, tahun 1975.
How to help children with common problem. Oleh CE ¡E Schaefer, HL Millman. Van Nostrand Reinhold Company, tahun 1981.
http://dictionary.sensagent.com/eating+behavior/en-¡E en/, tahun 2010.
Human development oleh DE Papalia, SW Olds, dan ¡E RD Feldman. McGraw-Hill Companies Inc, tahun 2009.
Lifespan development oleh JS Turne, DB Helms. ¡E Harcourt Brace College Publishers, tahun 1987.
Parenting: a life span perspective oleh CA Martin, KK ¡E Colbert. McGraw-Hill, tahun 1997.
Play and early childhood development oleh JE Johnson, ¡E JF Christie, dan TD Ywekey. Longman, tahun 1999.
Positive parenting from A to Z oleh KR Josli. Fawcett ¡E Columbine, tahun 1994.
The first five years of life: a guide to the study of the pr-¡E school child oleh A. Gesell. Methuen & Co, Ltd, tahun 1978.
The process of parenting oleh JB Brooks. Mayfield ¡E Publishing Company, tahun 1991.

Rini Hildayani, M.Si

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011

Parenting 
Sukses Mengasuh AnakUsia Dini

Ibu dan ayah, tidak terasa sekarang ananda sudah semakin besar. Tulang dan otot kaki-tangannya, sudah semakin panjang dan kuat. Ia sekarang bergerak lebih lincah dan bisa berlari. Kelucuan bayi kecil memang masih terlihat di wajah dan tubuhnya, tetapi sekarang ia bukan bayi lagi.
Selepas masa bayi, umumnya anak-anak dimasukkan ke program pendidikan nonformal, seperti Kelompok Bermain (KB) untuk anak umur 3—4 tahun atau Taman Kanak-kanak (TK) untuk anak umur 5—6 tahun. Nantinya, pada umur sekitar 6 tahun, barulah ananda akan memasuki pendidikan formal, seperti Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI).
Mengingat program pendidikan di KB dan TK sering terlihat seperti bermain dan bernyanyi saja, sehingga banyak juga orangtua yang memilih untuk mengasuh sendiri anak di rumah dan nanti langsung memasukkannya ke SD. Hal ini sah-sah saja, meski sebenarnya banyak hal yang dipelajari anak elalui kegiatan bermain dan bernyanyi ini. Anak memperoleh rangsangan yang dapat membantu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga ia menjadi lebih siap memasuki program pendidikan di SD.
Apa pun pilihan ibu-ayah, baik untuk anak yang diikutkan dalam program pendidikan KB dan TK atau anak yang diasuh sendiri sampai usia masuk SD, tetap saja ibu dan ayah merupakan peran utama dalam proses pengasuhan anak. Ibu dan ayah diharapkan dapat memberikan rangsangan yang membantu anak mencapai perkembangan yang berkualitas. Apalagi kita tahu masa 0—6 tahun adalah masa dimana anak memiliki kemampuan belajar yang sangat besar. Jadi, bila hanya mengandalkan program belajar di KB dan TK yang biasanya berlangsung paling lama 2 jam, tidaklah cukup. Kegiatan memberi rangsangan pada anak harus berlangsung juga di rumah.
Tidak mudah memang, mengasuh anak yang mulai besar. Terdapat beberapa tantangan tersendiri yang harus dihadapi ibu dan ayah. Buku kecil ini dipersembahkan untuk memudahkan ibu-ayah dan orang dewasa lain dalam menghadapi anak-anak usia 3—6 tahun. Dengan membaca buku ini, diharapkan ibu dan ayah dapat bekerja sama dengan mentor atau guru di KB dan TK dalam upaya mengoptimalkan perkembangan anak.

A.    MEMAHAMI ANAK USIA 3-6 TAHUN
Usia 3-6 tahun adalah masa perkembangan yang menarik. Di usia ini anak menjadi amat menggemaskan karena mereka sudah bisa berjalan dan bicara. Banyak sekali kemampuan baru lain yang ditunjukkannya.
Nah, berikut ini perkembangan yang dialami anak dalam rentang umur 3—6 tahun.


Perkembangan Fisik
Selain bertambah tinggi dan berat, terjadi perkembangan sel-sel otak yang sangat pesat. Dengan berkembangnya sel otak, kemampuan anak mengendalikan gerakannya pun semakin baik. Terdapat 2 jenis gerakan yang mulai dikuasai anak usia ini, yaitu gerakan motorik kasar (gerakan yang melibatkan otot-otot besar) dan gerakan motorik halus (gerakan yang melibatkan otot-otot kecil).
Perkembangan Kecerdasan
Perkembangan sel otak membuat anak mulai dapat memusatkan perhatian lebih lama terhadap sesuatu; mulai bisa mengingat sesuatu, bahkan untuk hal-hal yang detail; juga mulai bisa membedakan hal-hal nyata dan bayangan atau mimpi.
Perkembangan Bahasa
Sampai sekitar usia usia 6 tahun, anak dapat mengucapkan sekitar 10.000 kata. Ia juga mampu merangkai kata menjadi sebuah kalimat sederhana. Mula-mula hanya kalimat yang terdiri atas 2 kata, seperti, “Ade mamam”, lalu menjadi lebih banyak dan kalimatnya pun semakin lengkap, seperti, “Ade besok mau makan ayam goreng buatan nenek.”
Perkembangan bahasa berkaitan dengan perkembangan aspek lain. Ketika anak berbicara dengan ibu-ayah, ia bukan hanya belajar berbahasa, melainkan juga belajar tentang aturan-aturan, apa yang harus dilakukannya atau petunjuk umum tentang cara menghadapi suatu masalah.
Perkembangan Emosi
Anak mulai mengenali perasaan-perasaan yang lebih rumit selain rasa senang dan sedih. Ia juga mulai lebih paham apa yang menyebabkan munculnya suatu perasaan tertentu. Meski demikian, pemahamannya masih sangat sederhana. Hal lain yang juga mulai terlihat adalah kemampuan memahami perasaan orang lain dan mengendalikan diri. Kedua kemampuan itu amat dibutuhkan untuk belajar berteman dan mempertahankan pertemanan.
Selain itu, anak-anak usia ini masih sangat mudah terpengaruh oleh perasaan orang lain, sehingga ia sering terlihat mudah kasihan pada orang lain. Perasaan seperti ini dibutuhkan untuk menumbuhkan kepedulian dan ketulusan membantu.
Perkembangan Identitas Diri
Anak masih berpikir dengan cara sederhana. Bagi mereka hanya ada “hitam dan putih” atau “baik dan buruk”. Kebanyakan anak melihat diri mereka sebagai anak baik. Hanya anak-anak yang sering mengalami kekerasan akan merasa dirinya anak yang tidak berguna atau nakal.
Perkembangan konsep diri memang banyak dipengaruhi lingkungan. Lihat saja konsep diri yang berkaitan dengan jenis kelamin. Bagaimana lingkungan memperlakukan anak laki-laki atau perempuan, akan berpengaruh terhadap perilaku anak. Misalnya, dengan membedakan permainan atau baju-bajunya, maka anak laki-laki akan menyukai permainan bola, sedangkan anak perempuan main boneka; baju anak laki-laki berwarna biru, anak perempuan berwarna merah muda. Terkadang lingkungan juga dapat menentukan sikap anak laki-laki atau perempuan. Contoh, anak laki-laki dibiasakan berani, tidak boleh menangis, boleh memanjat dan boleh bermain jauh. Sedangkan anak perempuan boleh terlihat malu-malu, atau harus rapi dan teliti.
Perkembangan Sosial
Bila semasa bayi anak lebih sering bersama ibu dan ayah, maka dengan kemampuan berbahasa yang makin baik, ia mulai dapat menjalin hubungan dengan orang-orang di sekitarnya, seperti adik, kakak, anak-anak kecil lain atau orang dewasa lain. Bagaimana cara ibu dan ayah berhubungan dengan anak, akan sangat memengaruhi caranya bergaul dengan orang lain.
Orangtua yang peka dan memberi rasa aman pada anak, akan membuat anak memiliki rasa percaya diri ketika berhubungan dengan orang-orang di sekitarnya.
Sedangkan hubungan anak dengan adik atau kakak, akan mengembangkan kemampuannya untuk peduli pada orang lain dan keinginan membantu. Itulah sebabnya terlihat tingkat kepedulian yang berbeda antara anak-anak tunggal dan anak-anak yang bersaudara banyak.
Hubungan dengan teman sebaya, umumnya mulai dijalin ketika anak memasuki usia 2 tahun, terutama anak belajar bagaimana berbagi dan menunggu giliran main. Anak di usia ini memang mulai ingin terlibat dalam kegiatan bermain bersama teman.

B.    APA YANG DIPELAJARI ANAK DI KB ATAU TK?
Perkembangan otak diyakini oleh para ahli terjadi sangat pesat di masa anak-anak. Bayangkan saja, 50% perkembangan sel-sel otak terjadi ketika anak mencapai usia 4 tahun dan 80% ketika anak berusia 8 tahun. Oleh karena itu, anak-anak usia 3—6 tahun diharapkan diikutkan dalam program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Negara-negara yang sudah mengembangkan program PAUD dengan serius, menganggap program pendidikan di tahap ini tidak lagi hanya sebagai pelengkap, tetapi sama penting dengan pendidikan di SD dan selanjutnya.
Terdapat 2 tingkatan program untuk anak usia 3—6 tahun yang sudah dikenal masyarakat Indonesia, yaitu:
  1. Program untuk anak 3-4 tahun, dikenal dengan nama Kelompok Bermain (KB).
  2. Program untuk anak 5-6 tahun, dikenal dengan nama Taman Kanak-Kanak (TK) atau Raudatul Athfal (RA).
Kedua program pendidikan ini, utamanya bertujuan untuk menyiapkan anak menghadapi cara belajar di SD. Meski demikian, kegiatan pembelajaran dalam program ini, tampak belum seserius cara belajar anak-anak SD.
Anak usia dini belajar dengan caranya sendiri. Bermain merupakan cara belajar yang sangat penting dan utama. Bermain dianggap penting karena anak akan belajar dengan perasaan senang, aktif, tidak terpaksa dan merdeka. Nantinya guru akan memasukkan unsur-unsur pembelajaran dalam kegiatan bermain, sehingga anak tidak sadar telah belajar berbagai hal. Misalnya, ketika anak diajak menyanyikan lagu yang menyebutkan semua anggota tubuh, anak juga belajar tentang anggota tubuhnya (kepala, pundak, lutut, kaki, dan sebagainya).
Proses belajar yang dilakukan melalui pemberian rangsang fisik maupun psikologis ini, diharapkan dapat mengoptimalkan semua aspek perkembangan, meliputi (1) moral dan nilai agama, (2) sosial-emosional, (3) kecerdasan, (4) bahasa, (5) fisik-motorik, dan (6) seni. Pengembangan secara menyeluruh ini dianggap perlu, karena anak-anak dalam program PAUD dipandang sebagai individu yang baru mengenal dunia.
Anak belum mengenal tatakrama, sopan-santun, aturan, norma atau aturan bergaul yang membantunya untuk berhubungan dengan orang di sekitarnya, sehingga perlu dibimbing. Anak juga perlu dibimbing memahami berbagai fenomena alam dan mengetahui keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup.
C.    BEBERAPA KEMAMPUAN YANG HARUS DIAJARKAN PADA ANAK USIA 3—6 TAHUN.
Melakukan jadwal beraktivitas dan beristirahat yang sehat.
Anak seharusnya sudah tahu kapan waktu istirahat dan kapan waktu beraktivitas. Ia tidak perlu lagi dipaksa untuk berhenti bermain kala berada di sekolah atau diminta tidur ketika di rumah.
Memperlihatkan kebiasaan makan yang sehat.
Anak diharapkan sudah bisa makan sendiri dengan rapi. Ia juga mau mencoba berbagai rasa atau jenis makanan baru.
Dapat buang air besar dan kecil sendiri di tempatnya.
Paling tidak ia harus sudah bisa memberi tahu kapan akan buang air besar (BAB) atau kecil (BAK) dan mau belajar untuk dapat BAB atau BAK sendiri, dengan cara yang sesuai jenis kelaminnya. Selain itu, anak juga perlu belajar menyesuaikan diri dan dapat menerima berbagai kondisi jamban atau kamar mandi.
Mampu melakukan aktivitas fisik yang dibutuhkan sesuai usianya.
Termasuk kegiatan motorik kasar (seperti memanjat, menyeimbangkan diri, berlari, meloncat, mendorong, menarik, menangkap), motorik halus (seperti mengancingkan baju, menarik retsleting, menggunting, menggambar, mewarnai, membentuk tanah liat).
Ikut serta dalam kegiatan keluarga.
Anak seharusnya sudah mampu terlibat dalam berbagai kegiatan keluarga (seperti ke acara pernikahan) dan menerima tanggung jawab, meski sederhana (seperti membereskan mainan).
Menunda dan mengendalikan keinginan.
Bayi-bayi kecil tentu saja tidak bisa menunda keinginannya untuk mendapatkan sesuatu. Semakin besar, anak harus dapat mengendalikan diri. Terhadap teman, ia harus dapat berbagi dan menunggu giliran. Sedangkan ketika berada di tempat tertentu, seperti tempat ibadah, ia harus menyesuaikan tindakannya, seperti tidak boleh berlari atau berteriak-teriak.
Menunjukkan perasaan dengan cara yang sehat.
Di usia ini, anak diharapkan mampu membedakan lebih banyak jenis perasaan, bukan hanya terbatas pada senang atau sedih. Jenis perasaan lain yang perlu dikenalnya adalah rasa takut, sayang, bersemangat, senang, cemas atau sedih. Selain memahami perasaan sendiri, anak juga diharapkan dapat memahami perasaan orang lain, sehingga ketika menun18 jukkan perasaannya, sudah mempertimbangkan perasaan orang lain. Misalnya, ketika marah, ia tidak boleh berteriak dan memukul, karena hal itu menyakiti orang lain.
Memulai dan mempertahankan hubungan dengan orang-orang di sekitarnya.
Anak sudah bisa bercerita atau mendengarkan orang lain. Keterampilan ini diperlukan dalam berteman, sehingga tidak heran bila di usia ini anak sudah dapat berteman
Menghindari bahaya.
Anak diharapkan paham hal-hal yang membahayakan, seperti api, lalu lintas, tempat tinggi, racun, binatang, kolam yang dalam, dan sebagainya. Ia juga perlu paham apa yang harus dilakukan untuk menghindari bahaya sesuai usianya. Contoh, anak diajarkan cara menyeberang jalan, menghadapi anjing, atau menolak tawaran orang asing.
Berani menunjukkan keinginannya.
Anak mampu bercakap-cakap. Ia juga memiliki rasa ingin tahu yang besar, sehingga kebanyakan anak sudah mampu menyampaikan pemikirannya, bertanya, dan berinisiatif melakukan sesuatu
Mulai memahami tentang dirinya sendiri, konsep Tuhan dan benda-benda di sekitar.
Misalnya, perbedaan jenis kelamin, cara kerja suatu alat atau paham tentang benda-benda alam (bintang, matahari).

D.   TANTANGAN MENGASUH ANAK USIA DINI DAN CARA MENGATASINYA
Baik sekolah maupun ibu-ayah, pada dasarnya memiliki keinginan yang sama dalam mendidik dan mengasuh anak usia dini, yaitu menyiapkan anak untuk menghadapi kehidupan. Hanya saja, sekolah lebih khusus menyoroti kesiapan anak menghadapi pelajaran di SD, sedang ibu-ayah menyoroti kesiapan anak menghadapi tantangan dalam kehidupannya secara keseluruhan. Adanya kesamaan tujuan ini seharusnya membuat kedua pihak dapat saling bahu membahu dalam mengembangkan kemampuan anak usia dini.
Memang, tidak mudah mengasuh anak pada usia ini. Setelah mengetahui kemampuan apa yang harus dicapai anak di usia ini, ibu dan ayah juga perlu tahu masalah yang sering muncul pada usia ini dan cara mengatasinya. Berikut adalah berbagai tantangan yang sering dihadapi orangtua berkaitan dengan perkembangan anak usia 3—6 tahun dan cara mengatasinya.
Tantangan
Anak sangat aktif, tidak bisa diam, sehingga membutuhkan perhatian lebih. Hal ini sering melelahkan ibu dan ayah.
Saran Tindakan
  1. Anak menjadi sangat aktif karena rasa ingin tahunya. Untuk membuatnya mau memusatkan perhatian lebih lama pada suatu kegiatan, pikirkan kegiatan bermain yang menarik. Mengajak bermain juga dapat mengajari anak akan banyak hal.
  2. Berikan fasilitas bermain sesuai dengan usianya. Tidak perlu mahal, karena banyak barang yang dapat dimanfaatkan. Cari barang yang menarik perhatian dan dapat digunakan untuk belajar sesuatu, tetapi aman.
  3. Contoh, kotak karton mi instan dipakai bermain rumah-rumahan.
  4. Sempatkan diri untuk beristirahat, karena memang mengikuti aktivitas anak sering membuat kita lelah.

Tantangan
Dalam beraktivitas (berkegiatan), anak belum bisa memperkirakan bahaya, sehingga selalu harus dijaga.
Saran Tindakan
  1. Perhatikan lingkungan rumah, cari alat-alat yang membahayakan anak, lalu jauhkan atau simpan di tempat yang aman. Selain itu, ubah tata ruang bila memang membahayakan. Contoh, buatlah tempat penyimpanan khusus untuk pisau, linggis, cangkul, gergaji dan benda-benda tajam lain; tumpulkan sudut-sudut meja, terutama meja kaca; berikan pagar pengaman di tangga
  2. Jelaskan pada anak tentang bahaya dan ajarkan cara menghindarinya
  3. Misalnya, naik ke tempat tinggi akan membuatnya jatuh, jadi ajarkan cara memanjat yang benar.
  4. Manfaatkan bantuan orang lain untuk membantu menjaga anak, tetapi jangan lupa untuk memberi tahu apa yang harus dan tidak boleh dilakukan, selain juga harus tetap “memeriksa” sesekali.
Tantangan
Anak belum bisa mematuhi jadwal kegiatan rutin dan mulai suka melawan atau menghindar bila diminta melakukan sesuatu
Saran Tindakan
Hindari hukuman dalam mengajarkan disiplin. Untuk itu lakukan:
  1. Pertama kali, tentukan perilaku yang ibu-ayah harapkan.
  2. Jelaskan pada anak, mengapa hal itu harus dilakukan. Semakin konkret penjelasannya, semakin mudah dipahami.
  3. Bantu anak untuk mengikuti jadwal atau perilaku yang telah ditetapkan.
  4. Berikan pujian ketika anak mampu melakukannya, bahkan ketika perubahan yang terjadi amat sedikit.
  5. Sepakati hadiah di awal. Hadiah tidak perlu mahal. Contoh, bila dalam 1 minggu minimal ia menyikat gigi sebelum tidur sebanyak 5 kali, akan diberi 1 buah ikat rambut. Anak-anak selalu senang melakukan sesuatu untuk hadiah
Tantangan
Anak sering bertengkar dengan temannya.
Saran Tindakan
  1. Di usia ini anak memang sedang belajar membina hubungan sosial, terutama dengan teman. Agar dapat berteman, paling tidak ia harus belajar berbagi dan menunggu giliran. Jadi, biasakan anak untuk melakukannya di rumah, baik dengan ayah, ibu maupun anggota keluarga lain.
  2. Jelaskan pada anak, apa yang diharapkan untuk dilakukannya dalam situasi itu, misalnya meminta pada teman, bukan merebut.
  3. Beri kesempatan pada anak untuk menceritakan situasi sebenarnya. Dalam menceritakan, terdapat hal penting yang sangat berarti bagi anak, yaitu kesempatan menunjukkan emosinya. Tunjukkan bahwa ibu-ayah memahami emosinya, misalnya dengan mengatakan, “Anak Ibu sepertinya sedih sekali mainannya direbut ya?”
  4. Jelaskan kemungkinan-kemungkinan mengapa hal itu dapat terjadi, seperti, “Mungkin Dodi marah karena kamu memukul tangannya, Nak.”
  5. Ajarkan cara mengatasinya. Bahkan ajarkan kata-kata yang harus diucapkan untuk mengatasi situasi pertengkaran itu.
  6. Bila memungkinkan, fasilitasi anak untuk memperbaiki hubungannya dengan temannya, dengan mengutamakan keadilan. Cara ibu-ayah mengatasi masalah akan ditirunya dan hal itu membuat anak belajar menghadapi masalah dalam hubungan pertemanan
  7. Selalu berikan pujian pada anak ketika ia melakukan suatu tindakan yang sudah sesuai.
Tantangan
Anak masih suka mengamuk dan berlebihan ketika mengekspresikan (mengungkapkan) perasaannya


Saran Tindakan
  1. Anak-anak menjadi berlebihan dalam mengekspresikan emosi (berteriak, menangis keras, mengamuk, berguling-guling di lantai) karena ketika ia mencoba menarik perhatian ibu-ayah, tidak segera mendapatkannya. Oleh karena itu, tunjukkan perhatian ibu-ayah sejak awal, misalnya dengan menoleh padanya atau mendekat ketika ia memanggil atau mengajak bicara.
  2. Bila sudah mengamuk, jauhkan anak dari benda-benda berbahaya.
  3. Peluk anak atau tunjukkan bahwa ibu-ayah peduli padanya. Emosi anak biasanya akan mereda. Tindakan ibu-ayah menunjukkan kepekaan dan pemahaman atas perasaannya. Ini akan mengajari anak untuk peka pula pada perasaan orang-orang di sekitarnya.
  4. Bila anak mulai memukul, tangkap tangannya dan tatap matanya sambil mengatakan “STOP”. Pilih kata yang singkat
  5. Ajak bicara, pahami masalahnya, lalu ajarkan dan bantu anak menyelesaikan masalahnya. Tidak berarti aibu-ayah harus selalu mengikuti kemauannya, lo. Misalnya, ia ingin es krim, padahal tidak boleh karena sedang pilek. Alihkan dia pada makanan yang memungkinkan.
  6. Dalam suasana yang sudah menyenangkan, ajarkan cara meminta perhatian ibu-ayah tanpa perlu berteriak atau marah.
Tantangan
Mengingat anak mulai bersekolah, ibu-ayah sering cemas tentang biaya pendidikan untuk anak.
Saran Tindakan
  1. Persiapkan anggaran sedini mungkin, bahkan sejak ananda masih bayi, agar upaya menabung tidak dirasa memberatkan.
  2. Pisahkan tabungan untuk pendidikan agar memudahkan ibu-ayah mengatur anggaran keuangan keluarga.
  3. Realistis dalam merencanakan anggaran. Hitung dulu seberapa besar penghasilan ibu-ayah, baru kemudian tentukan rencana yang paling mungkin dicapai.
  4. Tentukan prioritas. Jika kebutuhan hidup sangat banyak dan sulit untuk menyisihkan dana pendidikan ananda, maka kurangi beberapa pos pengeluaran yang tidak terlalu penting, seperti belanja pakaian dan jajan yang tak perlu.
  5. Pilih cara menyimpan dana pendidikan. Umumnya dana pendidikan diatur dengan menabung atau membeli asuransi. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pelajari keduanya dan pilih yang paling sesuai untuk ibu-ayah,


Tantangan
Anak sering meniru perilaku ibu dan ayah. Misalnya, ketika ia menegur kakak untuk tidak ribut, sangat mirip dengan ayah, lengkap dengan tangan yang menunjuk-nunjuk.
Saran Tindakan
  1. Anak-anak pada usia ini memang sedang senang meniru. Ketika meniru, sebenarnya ia sedang mengembangkan kemampuan sosialnya. Dalam perkembangan sosialnya, ibu dan ayah memang memiliki pengaruh yang besar. Peran yang dijalani ibu dan ayah dalam membantu perkembangan sosial anak adalah sebagai :
1)    Lawan bicara. Mengajak anak bicara, berarti mengajari dan mendorongnya untuk berinteraksi dan menjalin hubungan.
2)    Pelatih. Ibu-ayah memang merupakan pelatih dan contoh bagi anak tentang bagaimana cara menjalin hubungan dengan orang di sekitarnya.
3)    Sebagai orang yang mencarikan kesempatan dan aktivitas bagi anak agar kemampuan bersosialisasinya berkembang. Terkadang anak-anak tidak berani bicara dengan orang lain. Ketika ia diminta untuk bersalaman, mengucapkan terima kasih atau menyebut nama, ibu dan ayah telah memberinya kesempatanan untuk menjalin hubungan dengan orang lain.

Sumber Bacaan
The Process of Parenting oleh J. Brook. Penerbit: Mc. • Graw-Hill, tahun 2008
Marriage and Family Development oleh E. Duvall. • Penerbit: J.B. Lippincott Company. tahun 1977
Child Development oleh Laura E. Berk. Penerbit: • Pearson Education Inc., tahun 2003
The Big Book of How to Say It oleh Dr. Paul Coleman & • Richard Heyman, Ed. D. Penerbit: Prentice Hall Press, tahun 2001
28 Sukses Mengasuh Anak 3-6 Tahun

Amy Kadarharutami, M.Psi

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011




















date

0 comments to “Parenting”

Leave a Reply:

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Blogger templates

Blogger news

ChickenChickenChickenChicken ChickenChicken